Sampah Organik TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sampah Organik

Sampah organik telah menjadi permasalahan bagi masyarakat dan pemerintah, diantaranya terjadi akibat timbulnya pencemaran lingkungan. Murtadho Sa’id 1988 menyatakan sampah organik dapat dibedakan atas dua macam, yaitu sampah organik yang mudah membusuk garbage dan sampah organik yang tidak mudah membusuk rubbish. Garbage adalah limbah padat agak basah, berupa bahan-bahan organik yang umumnya berasal dari sektor pertanian dan makanan. Limbah ini mudah terurai oleh mikroorganisme karena mempunyai rantai kimia yang relatif pendek. Sedangkan rubbish merupakan sampah organik padat yang sukar terurai oleh mikroorganisme karena mempunyai rantai kimia yang relatif panjang dan kompleks. Laju dekomposisi sampah jenis ini sangat bergantung pada struktur molekul penyusunnya. Jadi sampah organik padat ada yang dapat terurai secara cepat dan ada yang lebih lama. Sumber, komposisi dan karakteristik sampah merupakan hal yang terpenting dalam memilih teknologi pengolahan sampah. Salah satu contoh kasus di Kota Bogor, pada tahun 2004 rata-rata volume sampah mencapai 2124 m 3 hari. Sampah yang berasal dari pasar tradisional rata-rata sekitar 350 m 3 hari, dengan 88 diantaranya berupa sayuran, buah-buahan dan sisa-sisa makanan Anonim 2004. Apabila sampah tersebut dibiarkan menumpuk atau tidak diolah menjadi produk yang bermanfaat, akan timbul berbagai permasalahan pencemaran lingkungan, di antaranya menyebar bau busuk yang disebabkan oleh adanya kegiatan mikroorganisme. Di sisi lain, sampah organik yang membusuk juga dapat mengakibatkan timbul atau berkembangnya berbagai macam bibit penyakit Setiawan 2001. Menurut Satori 2002, persoalan pencemaran lingkungan tidak saja menyangkut sampah yang tidak terangkut, tetapi juga sampah yang terangkut ke TPA. Di daerah perkotaan sulit untuk mencari lahan yang dapat digunakan untuk membangun TPA. Hal ini selain harganya yang cenderung sangat mahal, juga selalu berhadapan dengan reaksi masyarakat yang cenderung negatif. Sikap resistensi masyarakat yang paling utama disebabkan oleh persoalan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh penumpukan sampah secara open dumping di TPA, baik menyangkut pencemaran udara, air, maupun tanah. Pola penanganan sampah dengan sistem kumpul, angkut dan buang ternyata tidak dapat menyelesaikan permasalahan sampah. Untuk itu, 12 perlu dikaji sistem penanganan sampah yang mengarah pada upaya minimisasi sampah, terutama yang ada di TPA. Beberapa kegiatan yang perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, diantaranya: 1 melakukan pengenalan karakteristik sampah dan metode penanganannya; 2 merencanakan dan menerapkan pengelolaan persampahan secara terpadu; 3 menggalakkan program reduce, reuse, dan recycle atau lebih dikenal dengan program 3R, berorientasi untuk dapat tercapainya program zero waste; 4 mengembangkan teknologi pengelolaan sampah yang lebih bersahabat dengan lingkungan dan memberi nilai tambah secara ekonomi Wibowo Djajawinata 2003. Pemikiran tersebut selaras dengan beberapa pemikiran yang berkembang dewasa ini, di mana pengelolaan sampah mengarah kepada upaya menekan segala sesuatu yang menyebabkan timbulnya sampah reduce, memanfaatkan kembali sampah yang masih dapat dimanfaatkan reuse, dan melakukan pendaurulangan recycling. Hasil kajian Satori 2002 menunjukkan bahwa belum signifikannya proses pendaurulangan sampah pasar, baik sampah organik maupun anorganik saat ini, antara lain: 1 belum adanya rancangan usaha business plan sistem daur ulang sebagai sebuah industri dengan memperhitungkan berbagai aspek keindustrian; 2 belum adanya sistem jaringan pemasaran produk-produk daur ulang sehingga tidak adanya koneksitas linkage baik antara produsen-konsumen, produsen-produsen, dan konsumen-konsumen; 3 kegiatan daur ulang masih dianggap sebagai usaha sampingan dan alternatif usaha terakhir karena tidak ada peluang lain; 4 masih terbatasnya anggaran yang disediakan terutama oleh pemerintah untuk menerapkan berbagai pemikiran yang mengarah pada kegiatan daur ulang sampah; 5 kurangnya sosialisasi sehingga pemahaman masyarakat tentang manfaat kegiatan tersebut baik dari segi lingkungan maupun ekonomi sangat minim; dan 6 kegiatan tersebut tidak sinergi dan terintegrasi dalam sistem manajemen sampah. Pengolahan sampah organik menjadi produk yang bernilai ekonomi dan ramah lingkungan yang telah dilaksanakan saat ini antara lain pengolahannya menjadi kompos Sahwan 1999, biogas Dahuri 2003, bioenergi, pakan ternak BPTP 2004, pembuatan sirup glukosa dan etanol Murtadho Sa’id 1988. Kegiatan pengkomposan dan produksi biogas dari sampah organik sebenarnya sudah mulai dikembangkan di hampir semua TPA sampah. Namun kegiatan tersebut tidak berjalan secara optimal karena berbagai hambatan, dan kenyataannya hingga kini kegiatan 13 tersebut belum mampu menekan laju produksi sampah di perkotaan yang kian hari volumenya makin meningkat. Oleh karena itu, perlu dipikirkan sistem pengolahan sampah organik pasar yang dapat menghasilkan produk bermanfaat dan ramah lingkungan. Alternatifnya yang tepat yaitu melalui pengomposan dan pengarangan. 2.2 Kompos 2.2.1 Karakteristik Kompos