Konversi Sampah Organik menjadi Komarasca (Kompos-Arang Aktif-Asap Cair) dan Aplikasinya pada Tanaman Daun Dewa

(1)

KONVERSI SAMPAH ORGANIK MENJADI

KOMARASCA

(Kompos-Arang Aktif-Asap Cair) DAN APLIKASINYA

PADA TANAMAN DAUN DEWA

Abdul Gani

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Konversi Sampah Organik Menjadi Komarasca (Kompos-Arang Aktif-Asap Cair) dan Aplikasinya pada Tanaman Daun Dewa adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Pebruari 2007

Abdul Gani


(3)

ABDUL GANI. Konversi Sampah Organik Menjadi Komarasca (Kompos-Arang Aktif-Asap Cair) dan Aplikasinya pada Tanaman Daun Dewa di bawah bimbingan ZAINAL ALIM MAS’UD, BIBIANA WIDIYATI LAY, SURJONO HADI SUTJAHJO, dan GUSTAN PARI.

Sampah organik hingga saat ini masih menjadi permasalahan yang belum terpecahkan di sebahagian besar Kota di Indonesia. Sampah ini baru sebahagian kecil yang mampu diolah menjadi kompos dan sebahagian besarnya terutama sampah padat masih dibakar dengan incinerator, walaupun cara ini sudah dilarang di beberapa kota di dunia karena mencemari udara. Penelitian ini bertujuan mendapatkan teknologi pengolahan sampah organik menjadi kompos, arang, arang aktif dan asap cair serta aplikasi produknya pada tanaman daun dewa. Sampah organik lunak dikonversi menjadi kompos dengan biodekomposer EM-4, Orgadec, Biodek atau kombinasinya. Sampah organik padat dikonversi menjadi arang dan asap cair dengan menggunakan reaktor pirolisis. Arang ditingkatkan mutunya dengan cara aktivasi menjadi arang aktif. Asap cair difraksinasi dan diuji aktivitas antifeedantnya terhadap larva Spodoptera litura. Selanjutnya, komarasca hasil konversi sampah tersebut diaplikasikan pada tanaman daun dewa. Hasil pengomposan sampah organik lunak dengan biodekomposer EM-4, campuran Orgadec-EM-4-Arang-Asap cair atau campuran Orgadec-Biodek-Arang-Asap cair, selain mempercepat proses pengomposan juga dihasilkan kompos yang relatif mendekati persyaratan SNI-19-7030-2004. Hasil pirolisis sampah organik padat pada suhu 350-510 oC diperoleh 22,36-41,12% arang dan 30,33-37,83% asap cair. Arang yang dihasilkan pada suhu 505 oC relatif mendekati persyaratan SNI-01-1682-1996, dan asap cair yang dihasilkan pada proses tersebut menunjukkan kadar total fenol tertinggi. Kualitas arang aktif hasil aktivasi arang sampah organik dengan uap H2O pada suhu 800 oC selama 120 menit relatif mendekati persyaratan

SNI-06-3730-1995, terutama dalam hal daya jerapnya terhadap iodin. Fraksi metanol dan air dari asap cair berpotensi sebagai antifeedant, karena aktivitasnya terhadap larva S. litura melebihi 50%, yaitu secara berturut 80,65 dan 62,07% pada konsentrasinya 1% dan nilai Effective Inhibitor (EI50)-nya sama-sama 0,71%.

Penggunaan komarasca berpengaruh sangat nyata baik terhadap pertambahan tinggi batang, jumlah daun, dan anakan maupun terhadap bobot biomassa tanaman daun dewa terutama ditunjukkan oleh perlakuan campuran tanah-abu-kompos yang diberi arang aktif hasil aktivasi dengan uap H2O dan antifeedant fraksi metanol

dari asap cair sampah organik.


(4)

ABSTRACT

ABDUL GANI. Conversion of Organic Waste into Komarasca (Compost-Active Charcoal-Liquid Smoke) and Its Application on Gynura pseudochina (Lour) DC. Under supervision of ZAINAL ALIM MAS’UD, BIBIANA WIDIYATI LAY, SURJONO HADI SUTJAHJO, and GUSTAN PARI.

Untill recently, organic waste has been unsolvable problem in most cities in Indonesia. Only little amount of them has been processed into compost and the rest of them has been burnt by incinerator, even this way has been forbidden in some countries in the world because its smoke has polluted the air. The objectives of this research were to develop technology to process organic waste into compost, charcoal, active charcoal and liquid smoke, and to observe their effect on Gynura pseudochina (Lour) DC. The soft organic waste was converted into compost by biodecomposers of EM-4, Orgadec, Biodek or their combination. The solid organic waste was converted into charcoal and liquid smoke by a pyrolysis reactor. Then, the charcoal was activated to be active charcoal to improve its quality. The liquid smoke was fractionated and its antifeedant activity was tested on Spodoptera litura

larvae. The komarasca was applied on G. pseudochina (Lour) DC. The composting of soft organic waste by biodecomposers EM-4, mixture of Orgadec – EM-4 – charcoal – liquid smoke or mixture of Orgadec – Biodek – charcoal – liquid smoke, beside accelerating composting process, they could also produce relatively resemble the requirement of SNI 19-7030-2004. Pyrolysis of solid organic waste at 350 – 510oC produced 22.36 – 41.12% charcoal and 30.33 – 37.83% liquid smoke. The pyrolysis process at 505oC produced charcoal which was relatively resemble the requirement of SNI 01-1682-1996, and the liquid smoke showed the highest total phenol. The active charcoal that was obtained by activation with water vapour in 800oC for 120 minutes had the relatively resemble the requirement of SNI 06-3730-1995, especially in its iodine adsorbance. Methanol and water fraction from liquid smoke were potential to be antifeedant because their activity on the larvae of S. litura were more than 50%, and at the concentration of 1% were 80.65% and 62.07%, respectively. Their Effective Inhibitor (EI50) value was

0.71%. The utilization of komarasca significantly increased steam height, leaves number and young plant as well as biomass weight of G. pseudochina (Lour) DC., especially observed at the utilization of soil - ash - compost mixtures added with active charcoal produced by activation with H2O steam and methanol fraction

antifeedant from liquid smoke of organic waste.


(5)

KONVERSI SAMPAH ORGANIK MENJADI

KOMARASCA

(Kompos-Arang Aktif-Asap Cair) DAN APLIKASINYA

PADA TANAMAN DAUN DEWA

Abdul Gani

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(6)

Judul Penelitian : Konversi Sampah Organik Menjadi Komarasca (Kompos-Arang Aktif-Asap Cair) dan Aplikasinya pada Tanaman Daun Dewa

Nama : Abdul Gani

NIM : P062020271

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Zainal Alim Mas’ud, DEA. Prof. Dr. drh. Bibiana Widiyati Lay, M.Sc. Ketua Anggota

Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, M.S. Dr. Gustan Pari, M.Si., APU. Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengelolaan Sumberdaya Alam

dan Lingkungan

Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian : 23 Pebruari 2007 Tanggal Lulus :


(7)

xi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 5 Desember 1966 di Gampoeng Sukon Kemukiman Meemeuaneuk Kecamatan Grong-Grong Kabupaten Pidie Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), merupakan putra ke dua dari enam bersaudara dari Ayah bernama Haji bin Ibrahim dan Ibu bernama Hamdiah binti Cut Mad.

Penulis menamatkan Pendidikan Dasar tahun 1979 di Madrasah Ibtidayah Negeri (MIN) Grong-Grong; Pendidikan Menengah Tingkat Pertama tahun 1982 di SMP Negeri Blangkula Pidie, dan Pendidikan Menengah Tingkat Atas tahun 1985 di SMA Adidarma Banda Aceh. Pada tahun yang sama, penulis diterima menjadi Mahasiswa Program Studi Kimia Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh melalui jalur Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan lulus menjadi Sarjana Pendidikan Kimia tahun 1990. Pada tahun 1992, penulis mendapat kepercayaan mengikuti Pendidikan Pascasarjana strata dua (S2) di Program Studi Kimia Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung dan meraih gelar Magister Sains (M.Si.) dalam bidang Kimia Organik tahun 1995. Selanjutnya pada tahun 2002 hingga sekarang, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Pendidikan Pascasarjana strata tiga (S3) di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada tahun 1987-1990 penulis diangkat menjadi Asisten Dosen di Laboratorium Ilmu Pengetahuan Alam (LIPA) Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda Aceh. Sejak tahun 1991 hingga sekarang, penulis bekerja sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dengan jabatan dosen di Program Studi Kimia Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda Aceh.

Penulis menikah dengan Dra. Ramlah Zaini, M.Si. pada tahun 1992, dan hasilnya telah dikaruniai seorang putri (almarhumah, yang lahir dan meninggal pada saat proses kelahirannya tahun 1994), dan dua orang putra, yaitu Fakhri Ramadhan (lahir tahun 1995 di Kuala Simpang Aceh Timur), dan Fauzan Rabbani (lahir tahun 1997 di Banda Aceh).


(8)

xii Selama mengikuti program pendidikan doktor (S3), penulis aktif mengikuti berbagai seminar maupun workshop berskala internasional, antara lain: Seminar Internasional tentang “Strengthening Nation’s Competitiveness throuhg Mutual Partneship Between University and Industry” tahun 2003, Seminar Internasional tentang “Sensor and Biosensor” tahun 2004, Workshop Internasional tentang “Bioinformatics” tahun 2005, dan pada tahun yang sama juga mengikuti Konferensi Internasional tentang “Visi Bangun Kembali Aceh Pasca Tsunami”. Selain itu penulis juga terdaftar sebagai anggota Himpunan Kimia Indonesia (HKI) cabang Aceh, sejak tahun 1992 s.d. sekarang, sebagai anggota Kelompok Peneliti Tumbuhan Obat Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, sejak tahun 1996 s.d. sekarang. Penulis juga terdaftar sebagai anggota Ikatan Keluaga Mahasiswa Pascasarjana (IKAMAPA) Aceh di Bogor, sejak tahun 2002 s.d. sekarang.

Artikel yang ditulis selama mengikuti pendidikan program doktor (S3) antara lain 1) Pembuatan Arang dari Sampah Organik Padat dengan Reaktor Pirolisis yang sedang dalam proses penerbitan di Jurnal PURIFIKASI Volume 7 No.2 Edisi Desember 2006, Departemen Teknik Lingkungan ITS Surabaya, 2) Karakterisasi Kompos Hasil Dekomposisi Sampah Organik Perkotaan dengan Biodekomposer EM-4, Orgadec dan Biodek yang sedang dalam proses penerbitan di Jurnal ENVIRO Volume 8 No.2 Edisi September 2006, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup UNS Solo, dan 3) Karakterisasi Asap Cair Hasil Pirolisis Sampah Organik Padat yang sedang dalam proses penerbitan di Jurnal Teknologi Industri Pertanian Volume 16 No.3 Edisi Maret 2007, Departemen Teknologi Industri Pertanian FATETA Institut Pertanian Bogor.


(9)

viii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T., karena atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga disertasi ini dapat diselesaikan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berjudul “Konversi Sampah Organik Menjadi

Komarasca (Kompos-Arang Aktif-Asap Cair) dan Aplikasinya pada Tanaman Daun Dewa” yang dilaksanakan mulai bulan Juli 2005 sampai Oktober 2006.

Selama melaksanakan penelitian dan penulisan disertasi ini, penulis banyak mendapat bantuan baik moril maupun materil serta bimbingan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini disampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dr. Zainal Alim Mas’ud, DEA. sebagai ketua komisi pembimbing, Prof. Dr. drh. Bibiana Widiyati Lay, M.Sc., Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, M.S., dan Dr. Gustan Pari, M.Si., APU. selaku anggota komisi pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan serta memberi saran demi kemajuan penulis dan lebih sempurnanya tulisan ini.

2. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, M.S. selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang selalu memacu, memberi semangat dan solusi bagi setiap masalah yang penulis hadapi serta meluangkan waktu hingga larut malam, agar penulis cepat selesai dalam studi ini dan segera kembali untuk membangun Aceh.

3. Rektor dan Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor beserta staf dan jajaran administrasinya yang telah berkenan menerima dan mengasuh serta selalu mendukung penulis untuk kelancaran dan kesuksesan studi ini.

4. Rektor dan Pimpinan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala beserta staf administrasinya yang telah berkenan memberi izin dan bantuan kepada penulis untuk mengikuti tugas belajar ini.

5. Pimpinan DIKTI dan penanggung jawab Program Beasiswa BPPS yang telah membiayai pelaksanaan tugas belajar ini.

6. Dr. Adi Santoso, M.Si., APU. dan Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti, M.S. yang telah meluangkan waktunya untuk menjadi penguji luar komisi pada ujian terbuka.


(10)

ix 7. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, M.S., Prof. Dr. drh. Bibiana Widiyati Lay, M.Sc.,

Dr. Ir. Catur Herison, M.Sc., dan Dr. Ir. Rustikawati, M.Si. selaku penanggung jawab dan pengelola Dana Hibah Pascasarjana dari Direktur P2M DIKTI yang telah membantu sebahagian dana penelitian dan kelancaran penulis baik dalam penulisan disertasi maupun publikasinya.

8. Pemerintah Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Kabupaten Aceh Besar serta Pimpinan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD-Nias yang turut memberi dukungan dana bantuan pelaksanaan penelitian ini. 9. Pemerintah Jerman dan Pimpinan Institut Pertanian Bogor yang telah berusaha

menggalang, mengelola dan mendistribusikan bantuan beasiswa secara transparan bagi mahasiswa IPB asal NAD yang mengalami musibah gempa bumi dan tsunami pada tanggal 26 Desember 2004.

10. Dr. Gustan Pari, M.Si., APU selaku Ketua Kelti pada Laboratorium Kimia Kayu dan Energi Biomassa Puslitbang Hasil Hutan Bogor beserta stafnya yang telah memberi izin pemakaian ruangan, penggunaan sarana/peralatan, membantu tenaga, pikiran, dan memberi suasana yang aman, nyaman serta dukungan lingkungan yang sangat kondusif sehingga penulis dapat bekerja optimal dalam pelaksanaan penelitian ini.

11. Saudari Heny yang selalu memotivasi dan telah memperkenalkan penulis dengan Dr. Adi Santoso, M.Si., APU. selaku pembimbingnya untuk membantu memecahkan persoalan rencana penelitian yang telah penulis rumuskan. Oleh karenanya, Bapak Adi telah meluangkan waktunya untuk tekun mendengarkan curahan pikiran penulis tentang rencana penelitian ini, dan akhirnya penulis dipertemukan dengan Dr. Gustan Pari, M.Si., APU sebagai salah seorang ahli peneliti yang mendalami bidang tersebut.

12. Staf Laboratorium Servis Seameo Biotrob Bogor yang telah membantu analisis kompos dan asap cair.

13. Staf Laboratorium Teknologi Mineral ITB Bandung yang telah membantu analisis bahan baku, arang dan arang aktif dengan XRD.

14. Staf Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Kimia FPMIPA UPI Bandung yang telah membantu analisis bahan baku, arang dan arang aktif dengan FTIR.

15. Staf Laboratorium Kuarter Puslit Geologi Bandung yang telah membantu analisis bahan baku, arang dan arang aktif dengan SEM.


(11)

x 16. Staf Laboratorium Kesehatan Daerah Dinas Kesehatan Pemda DKI Jakarta yang

telah membantu analisis kimia asap cair dengan teknik GCMS.

17. Staf Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA IPB yang telah membantu analisis fitokimia tanaman hasil panen.

18. Staf Laboratorium Biologi Tanah Departemen Tanah FAPERTA IPB yang telah membantu analisis total mikroba dan fungi dari media campuran sisa panen. 19. Ibu Alfa sebagai salah seorang tetangga yang sangat baik, telah membantu dan

merelakan perkarangannya penulis gunakan untuk penelitian lapangan.

20. Teman-teman seperjuangan, terutama Tim Peneliti Sampah yang secara berkala bertemu, berdiskusi dan bertukar informasi serta literatur yang bermanfaat dan sangat membantu penulis dalam menyelesaikan tugas ini.

21. Semua pihak yang telah membantu penulis dan tidak dapat disebutkan satu persatu namanya, baik secara moril maupun materil.

Ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya juga penulis sampaikan kepada Ayah dan Ibu yang telah mengasuh, membimbing, membiayai dan setiap saat mendoakan agar penulis diberi kemudahan dalam setiap langkah dan selalu mendapat ridha dari Allah S.W.T. Demikian juga halnya kepada Istri dan Anak-anakku tersayang yang selalu mendampingi, membantu dalam suka maupun duka dan mendoakan penulis sehingga selalu tabah, sabar dan diberi kekuatan terutama dalam menerima musibah gempa bumi dan tsunami yang telah meluluhlantakkan sebagian anggota keluarga dan harta benda penulis di Banda Aceh serta penulis diberi kemampuan dalam menjalani tugas belajar ini hingga sukses.

Akhir kata, semoga semua bantuan yang telah diberikan, penulis hanya dapat berdoa agar diberi ganjaran yang setimpal oleh Allah S.W.T. dan dinilai sebagai amal shaleh. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna dan dengan segala kerendahan hati menerima masukan, kritikan, dan saran agar tulisan ini dapat disempurnakan sesuai dengan yang diharapkan. Selanjutnya penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi Pemerintah terutama yang diberi kewenangan menangani sampah baik di tingkat kota hingga rukun tetangga, masyarakat, pengusaha yang berminat berinvestasi mengolah sampah, dunia ilmu pengetahuan dan pihak lain yang membutuhkannya.

Bogor, Pebruari 2007


(12)

xiii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ……… ix

DAFTAR GAMBAR ………... x

DAFTAR LAMPIRAN ……….... xi

I. PENDAHULUAN.……….... 1

1.1 Latar Belakang..……… 1

1.2 Kerangka Pemikiran………. 5

1.3 Perumusan Masalah.………... 8

1.4 Tujuan Penelitian...……….... 9

1.5 Manfaat Penelitian………... 10

1.6 Novelty..………... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA………... 11

2.1 Sampah Organik..……….………. 11

2.2 Kompos…..……… 13

2.2.1 Karakteristik Kompos... 13

2.2.2 Prinsip Pengomposan... 14

2.2.3 Proses Pengomposan... 15

2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan... 17

2.2.5 Biodekomposer... 18

2.3 Arang ...….… ………... 19

2.4 Arang Aktif…….………. ………... 20

2.4.1 Pembuatan Arang Aktif... 21

2.4.2 Sifat-sifat Arang Aktif... 25

2.4.3 Struktur Arang Aktif... 26

2.4.4 Daya Jerap Arang Aktif... 27

2.4.5 Kegunaan Arang Aktif... 27

2.5 Asap Cair... 31

2.5.1 Komposisi Asap Cair... 32

2.5.2 Kegunaan Asap Cair... 33

2.6 Tanaman Daun Dewa... 34

III. METODE PENELITIAN….…..………. 37

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian .………... 37

3.2 Bahan dan Alat ………... 38

3.2.1 Bahan... 38

3.2.2 Alat... 39

3.3 Prosedur Penelitian………... 42

3.3.1 Konversi Sampah Organik Menjadi Kompos... 42

3.3.2 Konversi Sampah Organik Menjadi Arang dan Asap Cair... 45


(13)

xiv

3.3.5 Aplikasi Komarasca pada Tanaman Daun Dewa... 55

3.3.6 Bagan Alir Penelitian... 57

3.4 Rancangan Percobaan dan Analisis Data... 59

3.4.1 Rancangan Percobaan dan Analisis Data Pembuatan Arang Aktif.. 58

3.4.2 Rancangan Percobaan dan Analisis Data Aplikasi Komarasca... 59

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 61

4.1 Konversi Sampah Organik Menjadi Kompos... 61

4.1.1 Karakteristik Bahan Baku... 61

4.1.2 Proses Pengomposan... 63

4.1.3 Mutu Kompos... 71

4.2 Konversi Sampah Organik Menjadi Arang dan Asap Cair... 76

4.2.1 Karakteristik Bahan Baku... 76

4.2.2 Hasil Pirolisis... 76

4.2.3 Arang... 77

4.2.4 Asap Cair... 85

4.3 Pembuatan Arang Aktif... 92

4.3.1 Karakteristik Bahan Baku... 92

4.3.2 Identifikasi Struktur Arang Aktif... 92

4.3.3 Mutu Arang Aktif... 117

4.4 Fraksinasi dan Bioassay Asap Cair... 130

4.4.1 Fraksinasi Asap Cair... 130

4.4.2 Bioassay Asap Cair... 130

4.5 Aplikasi Komarasca pada Tanaman Daun Dewa... 135

4.5.1 Pertumbuhan Tanaman Daun Dewa... 136

4.5.2 Biomassa Tanaman Daun Dewa... 141

4.5.3 Kandungan Total Mikroba dan Fungi... 143

4.5.4 Kandungan Metabolit Sekunder Tanaman Daun Dewa ... 143

V. KESIMPULAN DAN SARAN... 146

5.1 Kesimpulan... 146

5.2 Saran... 147

DAFTAR PUSTAKA... 148


(14)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Sifat arang aktif dari beberapa jenis bahan baku..……….. 21

2. Karakteristik beberapa material kasar yang digunakan pada pembuatan karbon aktif secara pirolisis………... 22

3. Penggunaan arang aktif secara umum……….... 28

4. Kandungan hara arang dan arang aktif beberapa bahan baku………... 31

5. Hasil analisis senyawa kimia fraksi cair dari partikel pohon kayu (0,425 mm) melalui pirolisis dalam larutan alkali (30% Na2CO3) dan non alkali... 33

6. Kombinasi perlakuan pengomposan sampah organik pasar...…………... 43

7. Kombinasi perlakuan pembuatan arang aktif... 50

8. Kadar air dan nisbah C/N sampah organik pasar... 61

9. Rataan perubahan suhu kompos seminggu pertama pengomposan... 64

10. Rataan perubahan suhu kompos selama minggu ke dua pengomposan... 65

11. Rataan perubahan suhu kompos setelah minggu ke dua pengomposan... 67

12. Karakteristik kompos sampah organik pasar pada hari ke-30 pengomposan. 72 13. Kadar unsur hara makro kompos pada hari ke-30 pengomposan... 73

14. Kadar unsur hara mikro dan logam berat kompos sampah organik pasar... 74

15. Hasil pirolisis sampah organik dengan reaktor listrik... 76

16. Hasil pirolisis sampah organik dengan reaktor drum... 76

17. Karakteristik arang hasil pirolisis dengan reaktor listrik... 77

18. Karakteristik arang hasil pirolisis dengan reaktor drum... 78

19. Data bilangan gelombang serapan IR dari bahan baku dan arang hasil pirolisisnya... 81

20. Data derajat kristalinitas (X), sudut difraksi (θ), jarak antar lapisan (d), tinggi (Lc), dan lebar (La) antar lapisan serta jumlah (N) lapisan aromatik dari bahan baku dan arang hasil pirolisisnya... 83


(15)

xvi

21. Diameter permukaan pori bahan baku dan arang hasil pirolisisnya... 84

22. Data rendemen dan warna asap cair hasil pirolisis dengan reaktor listrik... 85

23. Data rendemen dan warna asap cair hasil pirolisis dengan reaktor drum... 86

24. Data total fenol asap cair hasil pirolisis dengan reaktor listrik... 87

25. Data total fenol asap cair hasil pirolisis dengan reaktor drum... 87

26. Rataan nilai pH asap cair hasil pirolisis dengan reaktor listrik... 89

27. Rataan nilai pH asap cair hasil pirolisis dengan reaktor drum... 89

28. Bilangan gelombang serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi panas... 93

29. Bilangan gelombang serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi uap H2O... 94

30. Bilangan gelombang serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi KOH 0,5M... 96

31. Bilangan gelombang serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi KOH 1M... 97

32. Bilangan gelombang serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi H3PO4 0,5M. 98 33. Bilangan gelombang serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi H3PO4 1M.... 100

34. Data derajat kristalinitas (X), sudut difraksi (θ), jarak antar lapisan (d), tinggi (Lc), dan lebar (La), antar lapisan serta jumlah (N), lapisan aromatik pada arang aktif hasil aktivasi panas... 101

35. Data derajat kristalinitas (X), sudut difraksi (θ), jarak antar lapisan (d), tinggi (Lc), dan lebar (La), antar lapisan serta jumlah (N), lapisan aromatik pada arang aktif hasil aktivasi uap H2O... 103

36. Data derajat kristalinitas (X), sudut difraksi (θ), jarak antar lapisan (d), tinggi (Lc), dan lebar (La), antar lapisan serta jumlah (N), lapisan aromatik pada arang aktif hasil aktivasi KOH 0,5M... 104

37. Data derajat kristalinitas (X), sudut difraksi (θ), jarak antar lapisan (d), tinggi (Lc), dan lebar (La), antar lapisan serta jumlah (N), lapisan aromatik pada arang aktif hasil aktivasi KOH 1M... 106

38. Data derajat kristalinitas (X), sudut difraksi (θ), jarak antar lapisan (d), tinggi (Lc), dan lebar (La), antar lapisan serta jumlah (N), lapisan aromatik pada arang aktif hasil aktivasi H3PO4 0,5M... 107


(16)

xvii 39. Data derajat kristalinitas (X), sudut difraksi (θ), jarak antar lapisan (d), tinggi (Lc), dan lebar (La), antar lapisan serta jumlah (N), lapisan aromatik

pada arang aktif hasil aktivasi H3PO4 1M... 109

40. Diameter permukaan pori arang aktif hasil aktivasi panas... 110

41. Diameter permukaan pori arang aktif hasil aktivasi uap H2O... 111

42. Diameter permukaan pori arang aktif hasil aktivasi KOH 0,5M... 113

43. Diameter permukaan pori arang aktif hasil aktivasi KOH 1M... 114

44. Diameter permukaan pori arang aktif hasil aktivasi H3PO4 0,5M... 115

45. Diameter permukaan pori arang aktif hasil aktivasi H3PO4 1M... 116

46. Rendemen arang aktif pada perbagai perlakuan aktivasi... 117

47. Karakteristik arang aktif hasil aktivasi arang sampah organik pasar... 120

48. Residu hasil fraksinasi asap cair hasil pirolisis sampah organik... 130

49. Persentase aktivitas antifeedant asap cair dan fraksi-fraksinya... 131

50. Kandungan kimia fraksi metanol asap cair ... 132

51. Pertumbuhan tinggi batang, jumlah daun dan anakan tanaman daun dewa sebelum pemberian pengendali hama... 137

52. Pertumbuhan tinggi batang, jumlah daun dan anakan tanaman daun dewa setelah pemberian pengendali hama... 139

53. Biomassa tanaman daun dewa pada perlakuan komarasca... 141

54. Kandungan total mikroba dan fungi pada campuran media sisa panen Tanaman daun dewa... 144


(17)

xviii Halaman

1. Bagan alur pikir penelitian...………... 7

2. Mekanisme pengomposan secara umum... 15

3. Reaksi biokimiawi pada pengomposan anaerobik... 16

4. Reaksi biokimiawi pada pengomposan aerobik... 16

5. Beberapa gugus fungsional yang terikat pada permukaan arang aktif…... 25

6. Orientasi pelat-pelat karbon heksagonal pada (a) struktur arang aktif dan (b) struktur grafit….…..………... 26

7. Reaksi hidrogenasi orto-nitroklorobenzena yang berlangsung dengan bantuan katalis arang aktif dan platina………... 29

8. Tempat pengomposan...………... 39

9. Reaktor pirolisis (a) Reaktor listrik, (b) Reaktor drum...…………... 40

10. Retort pembuatan arang aktif... 41

11. Bagan alir penelitian... 58

12. Grafik perubahan pH kompos seminggu pertama pengomposan... 68

13. Grafik perubahan pH kompos hari ke-9 hingga ke-30 pengomposan... 69

14. Histaogram persentase penyusutan bobot bahan baku kompos... 70

15. Histogram daya jerap arang terhadap larutan iodin... 79

16. Histogram daya jerap arang terhadap uap benzena... 80

17. Spektrum serapan IR bahan baku dan arang hasil pirolisisnya... 81

18. Difraktogram bahan baku dan arang hasil pirolisisnya... 83

19. Topografi permukaan pori bahan baku dan arang hasil pirolisisnya... 84

20. Kromatogram asap cair hasil pirolisis sampah organik pasar... 90


(18)

xix

22. Spektrum serapan IR arang aktif hasil aktivasi uap H2O... 94

23. Spektrum serapan IR arang aktif hasil aktivasi KOH 0,5M... 95

24. Spektrum serapan IR arang aktif hasil aktivasi KOH 1M... 97

25. Spektrum serapan IR arang aktif hasil aktivasi H3PO4 0,5M... 98

26. Spektrum serapan IR arang aktif hasil aktivasi H3PO4 1M... 99

27. Difraktogram arang aktif hasil aktivasi panas... 101

28. Difraktogram arang aktif hasil aktivasi uap H2O... 102

29. Difraktogram arang aktif hasil aktivasi KOH 0,5M... 104

30. Difraktogram arang aktif hasil aktivasi KOH 1M... 105

31. Difraktogram arang aktif hasil aktivasi H3PO4 0,5M... 107

32. Difraktogram arang aktif hasil aktivasi H3PO4 1M... 108

33. Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi panas... 110

34. Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi uap H2O... 111

35. Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi KOH 0,5M... 112

36. Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi KOH 1M... 113

37. Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi H3PO4 0,5M... 114

38. Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi H3PO4 1M... 115

39. Kromatogram fraksi metanol asap cair hasil pirolisis sampah organik... 132

40. Struktur senyawa gamma-butirolakton... 134


(19)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Sidik Ragam Aktivator, Waktu, Suhu dan Interaksinya pada Pembuatan

Arang Aktif... 163

2. Uji BNT Cara Duncan Rendemen Arang Aktif... 165

3. Uji BNT Cara Duncan Kadar Air Arang Aktif... 167

4. Uji BNT Cara Duncan Kadar Zat Terbang Arang Aktif... 169

5. Uji BNT Cara Duncan Kadar Abu Arang Aktif... 171

6. Uji BNT Cara Duncan Kadar Karbon Terikat Arang Aktif... 173

7. Uji BNT Cara Duncan Daya Jerap Iodin Arang Aktif... 175

8. Uji BNT Cara Duncan Daya Jerap Benzena Arang Aktif... 177

9. Hasil Analisis Probit Asap Cair dan Fraksi-fraksinya... 178

10. Kandungan Kimia Asap Cair yang Teridentifikasi dengan teknik GCMS.... 183

11. Sidik Ragam Media, Pestisida dan Interaksinya pada Tanaman Daun Dewa. 185 12. Uji BNT Cara Duncan Tinggi Batang Tanaman Daun Dewa... 186

13. Uji BNT Cara Duncan Jumlah Daun Tanaman Daun Dewa... 187

14. Uji BNT Cara Duncan Jumlah Anakan Tanaman Daun Dewa... 188

15. Uji BNT Cara Duncan Bobot Basah Tanaman Daun Dewa... 189

16. Uji BNT Cara Duncan Bobot Kering Tanaman Daun Dewa... 190

17. Baku Mutu Kompos Sampah Domestik... 191

18. Baku Mutu Arang Aktif... 192


(20)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah sampah perkotaan merupakan masalah yang selalu hangat dibicarakan, baik di Indonesia maupun di kota-kota lain di dunia, karena hampir semua kota menghadapi masalah persampahan. Meningkatnya aktivitas pembangunan kota, pertambahan penduduk, tingkat aktivitas dan tingkat sosial ekonomi masyarakat, menimbulkan terjadinya peningkatan jumlah (volume) timbunan sampah dari hari ke hari. Di pihak lain, sarana dan prasarana pemerintah yang terbatas akan menambah permasalahan sampah yang semakin luas dan kompleks. Menurut Wahyono (2004), sampah telah menjadi masalah besar di Indonesia. Hingga tahun 2020 mendatang, volume sampah perkotaan diperkirakan akan meningkat lima kali lipat. Pada tahun 1995 saja, setiap penduduk Indonesia menghasilkan sampah rata-rata sebanyak 0,8 kg per kapita per hari, dan meningkat menjadi 1 kg per kapita per hari pada tahun 2000. Maka pada tahun 2020, diperkirakan produk sampah mencapai 2,1 kg per kapita per hari. Jumlah timbunan sampah yang semakin lama semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk memerlukan penanganan yang terpadu.

Penanganan sampah di Indonesia hingga saat ini belum memberikan hasil yang memuaskan. Hampir semua kota masih menerapkan pola konvensional dalam penanganan sampah, yaitu pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, dan pembuangan. Di samping itu, ada juga yang sudah mengusahakan penanganan sebagian sampah secara pengomposan di tempat pembuangan akhir (TPA) dan sebagian lainnya dibakar dengan incinerator. Sistem penanganan tersebut ternyata bukan solusi yang tepat untuk menangani sampah yang kian hari volumenya terus meningkat. Hal ini disebabkan antara lain, 1) tingginya biaya angkut/transportasi dari sumber sampah ke lokasi pembuangan di TPA; 2) TPA akan cepat penuh dan kesulitan mencari lahan penggantinya di perkotaan; 3) TPA menyebabkan pencemaran lingkungan (air, udara, tanah) dan tempat berkembangbiaknya hama penyakit; dan 4) kebersihan dan keindahan di sekitar lingkungan TPA akan menjadi berkurang.

Pengelolaan sampah yang dapat menjadi solusi terbaik saat ini adalah menerapkan sistem pengelolaan sampah secara terpadu berbasis “zero waste” dengan melibatkan masyarakat (BPPT 1999; Wibowo & Djajawinata 2003). Sistem ini


(21)

merupakan kombinasi pengolahan dan/atau penanganan dengan cara daur ulang, pengomposan, pengarangan, dan pembuangan produk akhir yang aman bagi lingkungan. Pendekatan ini merupakan salah satu upaya minimisasi sampah dengan menerapkan prinsip mengurangi (reduce), memanfaatkan kembali (reuse), dan mendaur ulang (recycle), yang dimulai dari sumbernya (Setiawan 2001).

Di Indonesia, sampah pada umumnya berupa sampah anorganik dan organik. Sampah anorganik antara lain logam-logam, dan kaca. Sampah ini umumnya tidak menjadi bahagian dari sampah pasar lagi, karena diambil oleh pemulung untuk dijual kepada lapak. Sedangkan sebagian besar sampah organik belum dimanfaatkan secara optimal atau dibiarkan begitu saja. Sampah organik terdiri atas bahan penyusun tumbuhan dan hewan, baik yang diambil dari alam ataupun dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan dan lain-lain (Murtadho & Sa’id 1988). Hingga saat ini, sampah organik masih menimbulkan permasalahan yang sangat serius dalam pengelolaan sampah di perkotaan. Penanganan sampah organik yang diperkirakan dapat menjadi alternatif solusi terbaik, yaitu dengan cara konversinya menjadi kompos dengan cara pengomposan, dan sampah organik yang sukar dikomposkan dikonversi menjadi arang dan asap cair dengan cara pirolisis.

Sebahagian besar komponen sampah organik dapat ditangani dengan cara pengomposan. Menurut Indriani (2005), pengomposan merupakan penguraian bahan organik secara biologi dalam temperatur termofilik dengan hasil akhir berupa kompos yang cukup bagus untuk menyuburkan tanaman dan tidak merugikan lingkungan. Pengomposan sangat tepat dan efektif dilakukan pada sampah organik lunak, seperti sayur-sayuran, dedaunan dan buangan warung-warung/restoran. Cara pengomposan yang tepat dapat mengurangi volume timbunan sampah organik di perkotaan, sehingga dapat menghemat lahan TPA sampah. Di samping itu, jika produk kompos yang dihasilkan berkualitas baik, secara ekonomi akan memberi nilai tambah.

Proses pengomposan dapat dipercepat dengan menambahkan bahan aktif yang mengandung berbagai mikroorganisme yang disebut biodekomposer. Menurut Yuwono (2006) biodekomposer adalah bahan bioaktif yang mampu mendegradasi bahan organik secara cepat. Beberapa biodekomposer yang sudah beredar, yaitu EM-4, Starbio, Orgadec, Fix plus, Harmony, dan lain-lain. Biodekomposer yang sudah terbukti mampu


(22)

3 mendegradasi bahan organik secara cepat, yaitu cairan EM-4 dan serbuk Orgadec (Komarayati & Indrawati 2003; Indriani 2005), dan cairan Biodek (Saraswati 2005).

Dewasa ini, berkembangnya sistem pertanian organik memberi peluang pasar bagi produk kompos. Sistem pertanian organik menggunakan pupuk organik seperti pupuk kandang dan kompos sebagai substitusi pupuk anorganik (pupuk buatan). Oleh karena itu, usaha pengomposan sangat berpotensi untuk dikembangkan, terutama jika dilihat dari tersedianya bahan baku yang melimpah dan teknologi pengomposannyapun relatif sederhana, serta biaya produksi yang diperlukan tergolong murah karena tidak membutuhkan jumlah tenaga yang banyak. Dengan demikian, kegiatan ini akan mendatangkan keuntungan yang memadai.

Di pihak lain, komponen sampah organik padat seperti kayu, bambu, dedaunan, kertas, dan kulit buah-buahan termasuk bahan organik yang sukar dikomposkan, sehingga penanganan jenis sampah ini akan efektif dan tepat bila ditangani dengan cara pirolisis (pengarangan). Pirolisis merupakan proses dekomposisi bahan yang mengandung karbon, baik yang berasal dari tumbuhan, hewan maupun barang tambang menghasilkan arang (karbon) dan asap yang dapat dikondensasi menjadi destilat (asap cair) (Paris et al. 2005). Menurut Demirbas (2005), umumnya proses pirolisis dapat berlangsung pada suhu di atas 300 oC dalam waktu 4-7 jam. Namun keadaan ini sangat bergantung pada bahan baku dan cara pembuatannya (Qadeer & Akhtar 2005; Machida

et al. 2005). Pirolisis sampah menjadi arang sangat menguntungkan, terutama dalam rangka menekan volume timbunannya di perkotaan. Arang yang dihasilkan sangat bermanfaat sebagai sumber energi/bahan bakar (Matsuzawa et al 2007), selain itu juga dapat dimanfaatkan sebagai pembangun kesuburan tanah (Gusmailina & Pari 2002).

Arang dapat ditingkatkan mutu dan nilainya dengan cara aktivasi menjadi arang aktif. Arang aktif mempunyai spektrum penggunaan yang cukup luas dalam kehidupan manusia, antara lain sebagai adsorben (Guo et al. 2007; Figueroa-Torres et al. 2007; Klose & Rincon 2007), katalis (Gheek et al. 2007; Zawadzki & Wisniewski 2007), dan produk ini juga tidak menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Pemanfaatan arang aktif selain sebagai adsorben dan katalis, saat ini juga sedang dikembangkan sebagai soil conditioner pada budidaya tanaman holtikultura (Gusmailina et al. 2001; Smith et al. 2004).


(23)

Akhir-akhir ini, beberapa peneliti melaporkan pemanfaatan arang/arang aktif pada tanaman akan memberikan hasil yang cukup baik, apabila penggunaannya dicampur dengan kompos. Hasil penelitian tersebut, antara lain meningkatkan pertambahan tinggi tanaman sebesar 4,8 kali pada penggunaan media arang aktif bambu yang dicampur dengan kompos, sedangkan jika tidak dicampur dengan kompos hanya meningkat sebesar 1,7 kali (Gusmailina et al. 2001), pemberian arang kompos sebesar 30% dari berat total media dapat meningkatkan pertambahan tinggi 1 kali, diameter 2 kali, panjang akar 1,5-2,6 kali dan berat kering anakan Pinus merkusii 4,6-6,0 kali lebih besar dari kontrol (Komarayati et al. 2003). Selanjutnya Hernandez-Apaolaza et al. (2005), melaporkan beberapa material sampah, seperti campuran kulit kayu cemara, serabut kelapa dan kompos dapat meningkatkan produksi tanaman hias. Penggunaan arang kompos juga dapat mencegah pembusukan akar tanaman melon (Nischwitz et al. 2002).

Pada proses pengarangan sampah organik, selain menghasilkan arang juga dihasilkan asap yang dapat dikondensasi menjadi asap cair (destilat). Kondensasi asap bertujuan untuk mencegah pencemaran udara akibat proses tersebut. Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa asap cair mengandung sejumlah senyawa kimia yang berpotensi antara lain sebagai zat pengawet (Chacha et al. 2005; Nurhayati 2000), flavour (Morales et al. 2004), antioksidan (Su & Silva 2006; Davalos et al. 2005), desinfektan dan pestisida (Nurhayati 2000), fuel oil (Shen & Zhang 2005), dan bio-oil (Demirbas et al. 2006).

Berdasarkan hasil penelusuran literatur yang telah penulis laksanakan, belum ditemukan publikasi tentang pembuatan arang dan/atau arang aktif serta asap cair dari bahan baku sampah organik. Literatur tentang metode pengomposan yang dapat menghasilkan kompos matang dalam waktu relatif cepat juga masih terbatas. Demikian juga halnya tentang penggunaan produk komarasca berupa campuran kompos dan arang aktif sebagai soil conditioner serta asap cair sebagai antifeedant yang aman bagi keanekaragaman hayati dan kelestarian lingkungan, yang bersumber dari bahan baku sampah organik belum banyak diteliti atau dipublikasi.

Pemanfaatan komarasca dalam bidang pertanian untuk meningkatkan kesuburan dan kesehatan tanaman sangat menguntungkan. Hal ini disebabkan karena


(24)

5 mengandung karbon aktif yang dapat menyimpan air lebih lama dan menyerap berbagai macam komponen larut air. Di samping itu, asap cair yang dikandungnya diharapkan bermanfaat sebagai antifeedant terhadap hama. Jadi penggunaan komarasca

pada budidaya tanaman akan memberi banyak manfaat terutama untuk mendapatkan tanaman yang aman dikonsumsi. Penggunaan komarasca sangat baik diterapkan pada budidaya tanaman obat-obatan. Hal ini didasari atas pertimbangan bahwa tanaman obat saat ini berkembang cukup pesat, seiring meningkatnya penggunaan obat bahan alami oleh sebagian masyarakat, dan untuk itu tanaman ini harus tumbuh subur serta bebas dari pestisida sintetik.

Salah satu tanaman obat yang cukup populer saat ini adalah tanaman daun dewa. Tanaman ini mempunyai nama ilmiah Gynura pseudochina (Lour) DC. yang diketahui mempunyai beberapa aktivitas biologi, antara lain sebagai antialergi, bronkhitis, batu ginjal, antitumor, kencing manis (Zhang & Tang 2000), dan ekstrak etanolnya dapat melawan infeksi virus herpes (Jiratchariyakul et al. 2001). Beberapa senyawa aktif yang dikandung tanaman ini antara lain flavonoid, saponin, terpenoid, tanin, dan alkaloid (Wijayakusumah et al. 1992; Siregar & Utami 2002). Di samping itu, tanaman ini juga termasuk salah satu jenis tanaman yang rentan terhadap serangan hama, baik pada umbi maupun daunnya (Winarto et al. 2003). Oleh karena itu, untuk meningkatkan kesuburan dan kesehatan tanaman ini, perlu diberi pupuk dan pengendali hama yang aman. Salah satu alternatifnya adalah dengan menggunakan komarasca

hasil konversi sampah organik.

Untuk menjawab permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka serangkaian penelitian ilmiah dilakukan yang berjudul “Konversi Sampah Organik Menjadi

Komarasca (Kompos-Arang Aktif-Asap Cair) dan Aplikasinya pada Tanaman

Daun Dewa”.

1.2 Kerangka Pemikiran

Laju pertambahan penduduk dan urbanisasi telah menyebabkan peningkatan produksi sampah di perkotaan yang sangat tajam dari tahun ke tahun. Hal ini akan menjadi masalah besar apabila dibiarkan, sementara upaya penanganannya masih banyak mengalami hambatan, terutama lahan yang tersedia untuk pembangunan TPA sangat terbatas dan harganyapun relatif mahal. Di samping itu, saat ini sudah banyak


(25)

kasus konflik masyarakat di sekitar TPA sampah yang mencuat ke permukaan. Di pihak lain, timbulan sampah baik yang ada di TPS maupun di TPA, apabila tidak ditangani secara baik dan optimal akan menimbulkan dampak pencemaran lingkungan (udara, air, tanah), sumber bibit penyakit, dan mengurangi estetika kota.

Berdasarkan sifatnya, sampah di perkotaan terdiri atas 20% sampah anorganik dan 80% sampah organik (Engelhardt 1995). Sampah anorganik dengan mudah dapat dipilah untuk diperoleh bahan yang masih terpakai atau dapat didaur ulang, sedangkan bahan yang tidak terpakai lagi, dapat dimusnahkan dengan cara membakarnya dalam incinerator. Di samping itu, sampah organik hingga saat ini belum dimanfaatkan secara optimal, dan umumnya dibiarkan begitu saja di TPA, hanya baru sebahagian kecil saja yang mampu diolah menjadi kompos dan sebahagian besar sampah padatnya ditangani dengan cara pembakaran dengan incinerator. Padahal, berdasarkan kandungan kimianya, sampah ini dapat dikonversi menjadi bahan yang berguna dan ramah lingkungan, baik melalui cara pengomposan maupun pengarangan.

Sebahagian besar sampah organik dapat dikonversi menjadi kompos. Proses ini dapat dipercepat dengan menggunakan biodekomposer terutama yang sudah terbukti kehandalannya seperti EM-4, Orgadec dan Biodek. Di samping itu, pada proses pengomposan ini juga dicoba dengan kombinasi antar biodekomposer tersebut untuk menghasilkan produk kompos dengan kematangan yang cepat dan berkualitas terbaik. Produk kompos yang dihasilkan dapat digunakan sebagai pupuk yang sangat bermanfaat bagi kesuburan tanah dan tanaman. Walaupun sebagai produk sampingan pada proses pengomposan dihasilkan licit, namun masalah ini relatif sudah dapat ditangani menjadi produk berguna berupa pupuk cair. Sampah organik yang sukar dikomposkan, dapat dikonversi menjadi arang dan asap cair dengan reaktor pirolisis. Arang yang diperoleh dapat ditingkatkan mutunya dengan cara aktivasi menjadi arang aktif dengan menggunakan berbagai aktivator seperti panas, uap H2O, KOH dan

H3PO4. Arang aktif yang dihasilkan pada proses tersebut diharapkan dapat

dimanfaatkan sebagai adsorben, dan katalis, di samping sebagai soil conditioner untuk meningkatkan pertumbuhan dan bobot biomassa tanaman. Asap cair yang diperoleh sebagai produk sampingan hasil pirolisis sampah tersebut diharapkan berguna sebagai pengendali hama yang aman.


(26)

7 Produk komarasca hasil konversi sampah organik dapat diketahui manfaatnya secara pasti setelah diaplikasikan pada tanaman. Salah satu jenis tanaman yang diperkirakan cocok untuk aplikasi produk tersebut adalah tanaman daun dewa. Salah satu alasan pemilihan tanaman ini karena ia termasuk salah satu jenis tanaman obat yang diduga berpotensi untuk digunakan sebagai obat antikanker (Soetarno et al.

2000). Pada saat ini, tanaman tersebut juga mulai populer di kalangan masyarakat pencinta obat-obatan dari bahan alam. Di samping itu, tanaman ini mudah tumbuh dan tidak memerlukan kondisi yang spesifik untuk pertumbuhannya, akan tetapi daun dan umbi tanaman ini rentan terhadap serangan hama (Winarto et al. 2003).

Uraian di atas, dapat disistematisasikan dalam bentuk bagan alur pikir penelitian sebagaimana tertera pada Gambar 1.

Kelestarian Lingkungan Hidup

Pertambahan Penduduk

Sampah Organik

Lunak Padat/Keras

Pengomposan Pengarangan

Biodekomposer Reaktor Pirolisis

Licit Kompos Arang Asap Cair

Aktivator

Arang Aktif

Komarasca

Tanaman


(27)

1.3 Perumusan Masalah

Pemanfaatan sampah organik untuk menghasilkan produk yang berguna dan bernilai komersial, sebenarnya telah sejak lama diupayakan para ahli. Di antaranya ialah pemanfaatannya untuk produksi kompos (Sahwan 1999; Noike 2005), produksi biogas (Dahuri 2003), produksi pakan ternak (BPTP 2004) dan produksi sirup glukosa dan etanol (Murtadho & Sa’id 1988). Namun upaya tersebut, hingga saat ini belum menunjukkan solusi yang efektif dan efisien dalam pemecahan masalah sampah di hampir semua kota-kota di Indonesia. Hal ini disebabkan karena perhatian pemerintah dalam hal penanganan dan/atau pemanfaatan sampah hingga saat ini masih kurang, dan peran serta masyarakatpun belum menggembirakan. Di samping itu, teknologi pemusnahan atau pengolahan sampah yang ada, masih tergolong mahal. Oleh karena itu, agar penanganan dan/atau pemanfaatan sampah organik lebih optimal, perlu diupayakan teknologi yang lebih sederhana dan harganya yang relatif murah.

Penanganan sampah organik menjadi kompos selain mengalami kendala teknologi, juga belum didapat metode pengomposannya yang dapat menghasilkan kompos bermutu terbaik dan waktu pematangannya relatif cepat. Di samping itu, tidak semua sampah organik dapat dikomposkan, terutama sampah organik padat yang sukar diurai oleh mikroorganisme. Salah satu cara untuk menangani jenis sampah ini, yaitu dengan proses pengarangan menggunakan reaktor pirolisis. Reaktor pirolisis dapat dibuat secara sederhana dari bahan-bahan drum bekas. Penggunaan alat ini untuk menangani sampah tersebut dapat diperoleh arang dan asap cair. Arang dapat digunakan sebagai bahan baku arang aktif. Asap cair dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan terutama sebagai pengendali hama yang alami.

Hambatan lain dalam penanganan dan/atau pemanfaatan sampah organik adalah produk yang dihasilkan belum standar dan pemasarannya masih terbatas. Di samping itu, pemanfaatan produk ini baik kompos, arang aktif maupun asap cair pada budidaya tanaman juga belum populer, terlebih lagi penggunaannya dalam bentuk komarasca

belum pernah dilakukan. Untuk itu, perlu dikaji sejauh mana penggunaan komarasca

mampu meningkatkan pertumbuhan dan bobot biomassa tanaman. Sehubungan dengan hal di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian ini sebagai berikut:


(28)

9 1. Apakah perbedaan jenis biodekomposer berpengaruh terhadap proses pengomposan

dan mutu kompos terbaik dari sampah organik?

2. Apakah sampah organik yang sukar dikomposkan dapat dikonversi menjadi arang dan asap cair menggunakan reaktor pirolisis? Dan bagaimanakah karakteristik produknya?

3. Bagaimanakah karakteristik dan mutu arang aktif hasil aktivasi arang sampah organik dengan aktivator panas, uap H2O, KOH, atau H3PO4, dengan suhu 700 dan

800 oC dan waktu selama 60 dan 120 menit?

4. Apakah asap cair dan/atau fraksi-fraksinya berpotensi sebagai pengendali hama tanaman yang bersifat antifeedant (anti/menolak makan)?

5. Apakah penggunaan komarasca hasil konversi sampah organik berpengaruh pada pertumbuhan dan bobot biomassa tanaman daun dewa?

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan mendapatkan teknologi pengolahan sampah organik menjadi kompos, arang, arang aktif dan asap cair serta aplikasi produknya pada tanaman daun dewa. Secara spesifik, penelitian ini betujuan:

1. Mendapatkan jenis biodekomposer yang mampu mempercepat proses pengomposan sampah organik menghasilkan kompos bermutu terbaik;

2. Mendapatkan teknologi tepat guna berupa model reaktor pirolisis yang mampu mengkonversi sampah organik menjadi arang dan asap cair;

3. Mendapatkan metode aktivasi terbaik untuk pembuatan arang aktif dari arang hasil pirolisis sampah organik;

4. Mengetahui karakteristik asap cair hasil pirolisis sampah organik dan potensinya sebagai antifeedant bagi hama tanaman; dan

5. Mengetahui pengaruh penggunaan komarasca hasil konversi sampah organik pada tanaman dengan studi kasus tanaman daun dewa.


(29)

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memecahkan persoalan sampah organik dengan cara:

1. Mereduksi volume sampah organik secara cepat;

2. Menghasilkan produk yang bermanfaat dan bernilai ekonomi, berupa kompos, arang, arang aktif dan asap cair;

3. Memberi informasi kepada masyarakat terutama pengusaha kecil/menengah tentang peluang usaha/bisnis baru dengan cara memanfaatkan sampah organik sebagai bahan baku pembuatan arang, arang aktif dan asap cair.

1.6 Novelty

Novelti (kebaruan) pada penelitian ini yang belum pernah ditemukan/ dipublikasikan sebelumnya, yaitu metode penanganan sampah organik padat menggunakan reaktor pirolisis menghasilkan produk bermanfaat berupa arang dan asap cair. Di samping itu, juga akan diperoleh produk komarasca hasil konversi sampah organik yang berpotensi untuk meningkatkan kesuburan dan kesehatan tanaman.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sampah Organik

Sampah organik telah menjadi permasalahan bagi masyarakat dan pemerintah, diantaranya terjadi akibat timbulnya pencemaran lingkungan. Murtadho & Sa’id (1988) menyatakan sampah organik dapat dibedakan atas dua macam, yaitu sampah organik yang mudah membusuk (garbage) dan sampah organik yang tidak mudah membusuk (rubbish). Garbage adalah limbah padat agak basah, berupa bahan-bahan organik yang umumnya berasal dari sektor pertanian dan makanan. Limbah ini mudah terurai oleh mikroorganisme karena mempunyai rantai kimia yang relatif pendek. Sedangkan

rubbish merupakan sampah organik padat yang sukar terurai oleh mikroorganisme karena mempunyai rantai kimia yang relatif panjang dan kompleks. Laju dekomposisi sampah jenis ini sangat bergantung pada struktur molekul penyusunnya. Jadi sampah organik padat ada yang dapat terurai secara cepat dan ada yang lebih lama.

Sumber, komposisi dan karakteristik sampah merupakan hal yang terpenting dalam memilih teknologi pengolahan sampah. Salah satu contoh kasus di Kota Bogor, pada tahun 2004 rata-rata volume sampah mencapai 2124 m3/hari. Sampah yang berasal dari pasar tradisional rata-rata sekitar 350 m3/hari, dengan 88% diantaranya berupa sayuran, buah-buahan dan sisa-sisa makanan (Anonim 2004). Apabila sampah tersebut dibiarkan menumpuk atau tidak diolah menjadi produk yang bermanfaat, akan timbul berbagai permasalahan pencemaran lingkungan, di antaranya menyebar bau busuk yang disebabkan oleh adanya kegiatan mikroorganisme. Di sisi lain, sampah organik yang membusuk juga dapat mengakibatkan timbul atau berkembangnya berbagai macam bibit penyakit (Setiawan 2001).

Menurut Satori (2002), persoalan pencemaran lingkungan tidak saja menyangkut sampah yang tidak terangkut, tetapi juga sampah yang terangkut ke TPA. Di daerah perkotaan sulit untuk mencari lahan yang dapat digunakan untuk membangun TPA. Hal ini selain harganya yang cenderung sangat mahal, juga selalu berhadapan dengan reaksi masyarakat yang cenderung negatif. Sikap resistensi masyarakat yang paling utama disebabkan oleh persoalan pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh penumpukan sampah secara open dumping di TPA, baik menyangkut pencemaran udara, air, maupun tanah. Pola penanganan sampah dengan sistem kumpul, angkut dan buang ternyata tidak dapat menyelesaikan permasalahan sampah. Untuk itu,


(31)

perlu dikaji sistem penanganan sampah yang mengarah pada upaya minimisasi sampah, terutama yang ada di TPA.

Beberapa kegiatan yang perlu dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, diantaranya: 1) melakukan pengenalan karakteristik sampah dan metode penanganannya; 2) merencanakan dan menerapkan pengelolaan persampahan secara terpadu; 3) menggalakkan program reduce, reuse, dan recycle atau lebih dikenal dengan program 3R, berorientasi untuk dapat tercapainya program zero waste; 4) mengembangkan teknologi pengelolaan sampah yang lebih bersahabat dengan lingkungan dan memberi nilai tambah secara ekonomi (Wibowo & Djajawinata 2003). Pemikiran tersebut selaras dengan beberapa pemikiran yang berkembang dewasa ini, di mana pengelolaan sampah mengarah kepada upaya menekan segala sesuatu yang menyebabkan timbulnya sampah (reduce), memanfaatkan kembali sampah yang masih dapat dimanfaatkan (reuse), dan melakukan pendaurulangan (recycling).

Hasil kajian Satori (2002) menunjukkan bahwa belum signifikannya proses pendaurulangan sampah pasar, baik sampah organik maupun anorganik saat ini, antara lain: 1) belum adanya rancangan usaha (business plan) sistem daur ulang sebagai sebuah industri dengan memperhitungkan berbagai aspek keindustrian; 2) belum adanya sistem jaringan pemasaran produk-produk daur ulang sehingga tidak adanya koneksitas (linkage) baik antara produsen-konsumen, produsen-produsen, dan konsumen-konsumen; 3) kegiatan daur ulang masih dianggap sebagai usaha sampingan dan alternatif usaha terakhir karena tidak ada peluang lain; 4) masih terbatasnya anggaran yang disediakan terutama oleh pemerintah untuk menerapkan berbagai pemikiran yang mengarah pada kegiatan daur ulang sampah; 5) kurangnya sosialisasi sehingga pemahaman masyarakat tentang manfaat kegiatan tersebut baik dari segi lingkungan maupun ekonomi sangat minim; dan 6) kegiatan tersebut tidak sinergi dan terintegrasi dalam sistem manajemen sampah.

Pengolahan sampah organik menjadi produk yang bernilai ekonomi dan ramah lingkungan yang telah dilaksanakan saat ini antara lain pengolahannya menjadi kompos (Sahwan 1999), biogas (Dahuri 2003), bioenergi, pakan ternak (BPTP 2004), pembuatan sirup glukosa dan etanol (Murtadho & Sa’id 1988). Kegiatan pengkomposan dan produksi biogas dari sampah organik sebenarnya sudah mulai dikembangkan di hampir semua TPA sampah. Namun kegiatan tersebut tidak berjalan secara optimal karena berbagai hambatan, dan kenyataannya hingga kini kegiatan


(32)

13 tersebut belum mampu menekan laju produksi sampah di perkotaan yang kian hari volumenya makin meningkat. Oleh karena itu, perlu dipikirkan sistem pengolahan sampah organik pasar yang dapat menghasilkan produk bermanfaat dan ramah lingkungan. Alternatifnya yang tepat yaitu melalui pengomposan dan pengarangan.

2.2 Kompos

2.2.1 Karakteristik Kompos

Kompos adalah bahan-bahan organik yang telah mengalami proses pembusukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme yang bekerja di dalamnya. Bahan-bahan organik tersebut antara lain dedaunan, rumput, jerami, sisa-sisa ranting dan dahan, kotoran hewan, dan lain-lain (Murbandono 2005). Menurut Djuarnani et al. (2005), kompos merupakan hasil fermentasi atau hasil dekomposisi bahan organik seperti tanaman, hewan, atau sampah organik. Secara ilmiah kompos dapat diartikan sebagai partikel tanah yang bermuatan negatif sehingga dapat dikoagulasikan oleh kation dan partikel tanah untuk membentuk granula tanah.

Indriani (2005) menyatakan kompos mempunyai beberapa sifat antara lain: 1. Memperbaiki struktur tanah berlempung sehingga menjadi ringan;

2. Memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga tanah tidak berderai; 3. Menambah daya ikat air pada tanah;

4. Memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah; 5. Mempertinggi daya ikat tanah terhadap zat hara;

6. Mengandung hara yang lengkap, walaupun jumlahnya sedikit (jumlah hara ini tergantung dari bahan baku kompos);

7. Membantu proses pelapukan bahan mineral;

8. Memberi ketersediaan bahan makanan bagi mikroba; dan 9. Menurunkan aktivitas mikroorganisme yang merugikan.

Kandungan utama kompos adalah bahan organik. Selain itu, kompos juga memiliki unsur hara seperti nitrogen, fosfat, kalium, kalsium, belerang dan magnesium. Hanya saja unsur hara yang dikandung oleh kompos tidak tetap. Hal ini dipengaruhi oleh bahan baku yang dikomposkan, cara pengomposan, dan cara penyimpanannya (Tim Redaksi Trubus 1999). Harada et al. (1993) menyatakan bahan organik yang dikomposkan untuk penggunaannya pada tanah pertanian sebaiknya terdekomposisi


(33)

dengan baik dan tidak menimbulkan efek yang merugikan terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Umumnya kompos dicirikan oleh sifat-sifat berikut:

1. Berwarna cokelat tua hingga hitam;

2. Tidak larut dalam air meskipun sebagian dari kompos dapat membentuk suspensi; 3. Sangat larut dalam pelarut alkali, sodium pirofosfat, atau larutan amonium oksalat

dengan menghasilkan ekstrak yang berwarna gelap dan dapat difraksinasi lebih lanjut menjadi fraksi-fraksi humic, fulfvic, dan humin;

4. Memiliki nilai nisbah C/N sebesar 10-20, tergantung bahan bakunya dan derajat humifikasinya;

5. Secara biokimiawi tidak stabil, tetapi komposisinya berubah melalui aktivitas-aktivitas mikroorganisme, sepanjang kondisi lingkungannya sesuai;

6. Menunjukkan kapasitas pemindahan kation dan absorpsi yang tinggi; dan

7. Jika digunakan pada tanah, kompos memberi efek-efek yang menguntungkan bagi tanah dan pertumbuhan tanaman. Nilai pupuknya ditentukan oleh N, P, K, Ca, S, dan Mg. Selain itu, kompos mengandung trace element untuk pertumbuhan tanaman. Pengaruhnya terhadap tanah sangat tinggi jika digabungkan penggunaannya dengan pupuk mineral (Delgado & Follent 2002).

2.2.2 Prinsip Pengomposan

Prinsip pengomposan adalah menurunkan nilai nisbah C/N bahan organik menjadi sama dengan nisbah C/N tanah. Nisbah C/N adalah hasil perbandingan antara karbon dan nitrogen yang terkandung pada suatu bahan. Nilai nisbah C/N tanah adalah 10-12. Bahan organik yang memiliki nisbah C/N sama dengan tanah memungkinkan bahan tersebut dapat diserap oleh tanaman (Talashilkar et al. 1999). Agar diperoleh hasil optimal perlu diperhatikan beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh karena proses ini merupakan proses biologi. Faktor yang mempengaruhi laju pengomposan di antaranya ukuran bahan, nisbah C/N, kelembapan dan aerasi, temperatur, derajat keasaman, dan mekanismenya.

Dalam proses pengomposan terjadi perubahan seperti 1) karbohidrat, selulosa, hemiselulosa, lemak dan lilin menjadi CO2 dan air; 2) zat putih telur menjadi amonia,

CO2 dan air; dan 3) penguraian senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap

tanaman. Dengan perubahan tersebut, kadar karbohidrat akan hilang atau turun dan senyawa N yang larut (amonia) meningkat. Dengan demikian, nisbah C/N semakin


(34)

15 rendah dan relatif stabil mendekati nisbah C/N tanah (Sahwan 1999). Mekanisme pengomposan secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.

Panas

Karbondioksida Air Energi

Sampah Organik Humus (Kompos)

Mikroorganisme baru

Air

Oksigen Mikroorganisme

Gambar 2 Mekanisme pengomposan secara umum (Djuarnani et al. 2005)

Proses dekomposisi bahan organik secara biologis (oleh mikroorganisme) di bawah kondisi lingkungan yang tertentu disebut pengomposan. Tujuan pengomposan adalah merubah bahan organik menjadi produk yang mudah dan aman untuk ditangani, disimpan, dan diaplikasikan ke lahan pertanian tanpa menimbulkan efek negatif pada lingkungan (Tuomela et al. 2000).

2.2.3 Proses Pengomposan

Proses pengomposan dapat berlangsung baik secara aerobik maupun anaerobik. Menurut Indriani (2005), pengomposan aerobik terjadi dengan bantuan O2 dan

menghasilkan CO2, air dan panas, sedangkan pengomposan anaerobik berlangsung

dalam keadaan tanpa O2 menghasilkan metana atau alkohol, CO2 dan senyawa antara

seperti asam organik. Menurut Haug (1980), pada proses pengomposan anaerobik timbul bau busuk karena adanya H2S dan sulfur organik. Energi yang dihasilkan pada

proses ini sebesar 26 kkal per mol glukosa. Reaksinya dapat dilihat pada Gambar 3.

2(CH2O)x (s) ⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯⎯ xCH

asam penghasil

Bakteri

3COOH (aq)

xCH3COOH (aq) ⎯⎯⎯⎯⎯⎯ xCH

as Methanomon


(35)

N-organik (s) ⎯⎯⎯⎯⎯→ NH3 (g)

2xH2S (g) + xCO2 (g) ⎯Cahaya⎯⎯⎯→ (CH2O)x (s) + 2xS (s) + xH2O (l)

Gambar 3 Reaksi biokimiawi pada pengomposan anaerobik (Haug 1980)

Pada pengomposan aerobik organisme hidup memanfaatkan oksigen untuk mendekomposisi bahan organik dan mengasimilasi beberapa karbon, nitrogen, belerang, fosfor, dan unsur-unsur lainnya untuk fotosintesis plasma sel (Gaur 1983; Jeong & Hwang 2005). Hasil akhir pengomposan aerobik adalah karbondioksida, air, unsur hara, humus, dan energi sebesar 484-674 kkal/mol glukosa. Reaksi yang terjadi selama proses ini dapat dilihat pada Gambar 4.

1. Gula, selulosa dan hemiselulosa:

(CH2O)x (s) + xO2 (g) ⎯⎯ →⎯ xCO2 (g) + xH2O (l) + Energi

2. Protein (Senyawa N-organik):

N-organik (s) NH⎯⎯→ 4+ (aq) ⎯⎯→ NO2- (aq) ⎯⎯→ NO3- (aq) + Energi

3. Sulfur organik

S-organik (s) SO⎯⎯→ 42- (aq) + Energi

4. Fosfor organik, Kitin, Lesitin

P-organik (s) H⎯⎯→ 3PO4 (aq) ⎯⎯→ Ca(H2PO4)2 (aq)

Gambar 4 Reaksi biokimiawi pada pengomposan aerobik (Gaur 1983)

Diketahui bahwa sebenarnya bahan baku kompos adalah sampah. Sampah merupakan limbah padat yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dibuang atau dikelola agar tidak mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan. Oleh karenanya, sampah harus ditanggulangi sebaik-baiknya. Pengolahan sampah organik menjadi kompos itu dapat mengatasi masalah lingkungan, sebab dapat mengubah lingkungan yang semula kotor, berbau, dan dikerumuni lalat menjadi lingkungan yang bersih. Segala timbunan sampah yang semula tak berguna dapat dimanfaatkan lagi (didaur ulang) (Gusmailina et al. 2004; Murbandono 2005).


(36)

17

2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan

Menurut Indriani (2005), faktor-faktor yang perlu diperhatikan agar proses pengomposan dapat berlangsung lebih cepat antara lain:

1. Nilai nisbah C/N bahan. Semakin rendah nilai nisbah C/N bahan, waktu yang diperlukan untuk pengomposan semakin singkat.

2. Ukuran bahan. Bahan yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat proses pengomposannya, karena semakin luas bahan yang tersentuh dengan mikroba. Untuk itu, bahan organik perlu dicacah sehingga berukuran lebih kecil. Bahan yang keras sebaiknya dicacah hingga berukuran 0,5-1 cm, sedangkan bahan yang tidak keras dicacah dengan ukuran yang agak besar, sekitar 5 cm.

3. Komposisi bahan. Pengomposan dari beberapa macam bahan akan lebih baik dan lebih cepat. Pengomposan bahan organik dari tanaman akan lebih cepat bila ditambah dengan kotoran hewan. Ada juga yang menambah bahan makanan dan zat pertumbuhan yang dibutuhkan mikroorganisme sehingga selain dari bahan organik, mikroorganisme juga mendapatkan bahan tersebut dari luar.

4. Jumlah mikroorganisme. Biasanya dalam proses ini bekerja bakteri, fungi, Actinomycetes, dan protozoa. Sering ditambahkan pula mikroorganisme ke dalam bahan yang akan dikomposkan. Dengan bertambahnya mikroorganisme, diharapkan proses pengomposan akan lebih cepat. Beberapa aktivator yang tersedia di pasaran antara lain EM-4, Orgadec, Stardec, Starbio, Fix-Up Plus, dan Harmony.

5. Kelembapan dan aerasi. Umumnya mikroorganisme tersebut dapat bekerja dengan kelembapan sekitar 40-70%. Kondisi tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme dapat bekerja secara optimal. Kelembapan yang lebih rendah atau lebih tinggi dapat menyebabkan mikroorganisme tidak berkembang atau mati. Adapun kebutuhan aerasi tergantung dari proses berlangsungnya pengomposan tersebut, aerobik atau anaerobik.

6. Temperatur. Pengomposan berlangsung secara optimal pada temperatur sekitar 30-50 oC (hangat). Bila temperatur terlalu tinggi mikroorganisme akan mati, sedangkan bila temperatur rendah menyebabkan mikroorganisme belum dapat bekerja dengan baik. Aktivitas mikroorganisme dalam proses pengomposan tersebut juga menghasilkan panas sehingga untuk menjaga temperatur tetap optimal sering dilakukan pembalikan. Namun, ada mikroorganisme yang bekerja pada temperatur yang relatif tinggi (mencapai 80 oC), seperti Trichoderma pseudokoningii dan


(37)

Cytophaga sp. Kedua jenis mikroorganisme ini digunakan sebagai aktivator dalam proses pengomposan skala besar atau skala industri (Suler & Finstein 1977).

7. Keasaman (pH). Nilai pH dalam tumpukan kompos mempengaruhi aktivitas mikroorganisme. Kisaran pH yang baik, yaitu sekitar 6,5-7,5 (netral). Oleh karena itu, dalam proses pengomposan sering diberi tambahan kapur untuk menaikkan pH.

2.2.5 Biodekomposer

Biodekomposer merupakan bahan bioaktif yang mampu mendegradasi bahan-bahan organik secara lebih cepat. Beberapa jenis bahan-bahan ini yang telah beredar di pasaran antara lain:

1. EM-4. EM-4 dibuat dari bahan yang mengandung beberapa mikroorganisme yang sangat bermanfaat dalam proses pengomposan. Larutan EM-4 ini ditemukan pertama kali oleh Prof. Dr. Teruo Higa dari Universitas Ryukyus, Jepang. Mikroorganisme yang terdapat dalam larutan EM-4 terdiri atas bakteri fotosintetik,

Lactobacillus (bakteri asam laktat), Actinomycetes, Streptomyces sp., dan ragi (yeast). EM-4 dapat meningkatkan fermentasi limbah dan sampah organik, meningkatkan ketersediaan unsur hara untuk tanaman, serta menekan aktivitas serangga, hama, dan mikro-organisme patogen (Sukmadi & Hardianto 2000). 2. Orgadec. Menurut Goenadi & Away (2000), Orgadec diformulasikan dengan bahan

aktif mikroba asli Indonesia yang memiliki kemampuan menurunkan C/N secara cepat dan bersifat antagonis terhadap beberapa jenis penyakit akar. Mikroba yang digunakan adalah Trichoderma pseudokoningii dan Cytophaga sp. Kedua jenis mikroba tersebut memiliki kemampuan yang tinggi dalam menghasilkan enzim penghancur lignin dan selulosa secara bersamaan. Beberapa keunggulan Orgadec, yaitu 1) sesuai untuk kondisi tropis; 2) menurunkan rasio C/N secara cepat; 3) tidak membutuhkan tambahan nutrisi; 4) mudah dan tahan disimpan; 4) antagonis terhadap penyakit jamur akar; dan 5) penggunaannya dapat mengurangi pertumbuhan gulma.

3. Biodek. Biodek merupakan perombak bahan organik biologis yang diracik khusus untuk meningkatkan efisiensi dekomposisi residu tanaman, mengurangi penyebab penyakit, dan mengatasi masalah lingkungan pada sistem penumpukan sampah. Biodek dibuat dari campuran kapang Aspergillus niger dan Trichoderma sp. dan jamur Trametes versicolour. Penggunaan Biodek pada residu bahan organik


(38)

19 pertanian mampu mengubah lingkungan mikro tanah dan komunitas mikroba menuju peningkatan kualitas tanah dan produktivitas tanaman. Biodek memiliki kualitas yang konstan dalam merombak bahan organik. Bahan pembawa dilengkapi dengan bahan aktif yang mampu menjamin lamanya penyimpanan produk (Saraswati 2005).

2.3 Arang

Arang dapat dibuat dari bahan-bahan yang mengandung karbon (C) baik organik maupun anorganik, baik yang berasal dari tumbuhan, hewan maupun barang tambang. Menurut Kinoshita (2001), arang adalah suatu elemen (bahan) padat berpori-pori yang dihasilkan melalui proses pirolisis dari bahan-bahan yang mengandung karbon. Pirolisis merupakan proses pembakaran tidak sempurna suatu bahan yang mengandung senyawa karbon kompleks tidak teroksidasi menjadi karbon dioksida.

Demirbas (2005) menyatakan bahwa pada saat pirolisis, energi panas mendorong terjadinya oksidasi sehingga senyawa karbon yang kompleks sebagian besar terurai menjadi karbon atau arang. Pirolisis mulai terjadi pada suhu 150-300 oC yang berlangsung secara lambat (pirolisis primer lambat) dan pada suhu 300-400 oC berlangsung lebih cepat (pirolisis primer cepat). Hasil proses pirolisis lambat adalah arang, H2O, CO, dan CO2, sedangkan hasil pirolisis primer cepat adalah arang, gas-gas

hidrokarbon, H2 dan H2O. Pirolisis pada suhu di atas 600 oC disebut pirolisis sekunder,

dan hasilnya adalah gas CO, H2, dan gas-gas hidrokarbon. Proses pirolisis sekunder

umumnya digunakan untuk gasifikasi (Paris et al. 2005).

Sebagai bahan bakar, arang lebih menguntungkan dibanding kayu bakar. Arang memberi kalor pembakaran yang lebih tinggi, dan asap yang lebih sedikit. Manocha (2003) mengatakan umumnya struktur arang berupa karbon amorf dan sebahagian besar terdiri atas karbon bebas. Arang tersusun dari atom-atom karbon bebas yang berikatan secara kovalen membentuk struktur heksagonal datar. Sebahagian besar pori-pori arang masih tertutup oleh hidrokarbon, ter, dan komponen lain, seperti abu, air, nitrogen, dan sulfur (Puziy et al. 2002; Concheso et al. 2005).

Byrne & Nagle (1997) mengatakan bahwa penguapan, penguraian atau dekomposisi komponen kimia kayu pada proses pirolisis terdiri atas empat tahap, yaitu: 1. Pada suhu 100-150 oC terjadi penguapan air;


(39)

2. Pada suhu 200-240 oC, terjadi penguraian hemiselulosa dan selulosa menjadi larutan pirolignat (asam organik dengan titik didih rendah, seperti asam asetat, formiat, dan metanol), gas kayu (CO dan CO2), dan sedikit ter;

3. Pada suhu 240-400 oC, terjadi proses depolimerisasi dan pemutusan ikatan C-O dan C-C. Pada kisaran suhu ini selulosa sudah terdegradasi, lignin mulai terurai menghasilkan ter, larutan pirolignat dan gas CO2 menurun, sedangkan gas CO,

CH4, dan H2 meningkat;

4. Pada suhu lebih dari 400 oC, terjadi pembentukan lapisan aromatik dan lignin masih terurai sampai suhu 500 oC. Di atas suhu 600 oC mulai terjadi proses pembesaran luas permukaan karbon.

Menurut Djatmiko et al. (1985), standar mutu arang, yaitu kadar air 6%, kadar abu 4%, kadar zat mudah menguap 30% dengan titik bakar 300 oC menghasilkan ukuran partikel 95%, dan sifat kekerasan 90%. Arang yang baik mutunya adalah arang yang mempunyai kadar karbon tinggi dan kadar abu yang rendah. Manfaat dari arang antara lain untuk adsorpsi bahan asing pada pemurnian pelarut, minyak jelantah (goreng), bahan katalis dalam proses gasifikasi, dan pemupukan tanaman.

2.4 Arang Aktif

Arang aktif adalah suatu karbon yang mampu mengadsorpsi anion, kation, dan molekul dalam bentuk senyawa organik dan anorganik, baik berupa larutan maupun gas (Pari 1996). Menurut Sartamtomo et al. (1997), arang aktif merupakan suatu bahan yang berupa karbon amorf yang sebahagian besar terdiri atas atom karbon bebas dan mempunyai permukaan dalam (internal surface) sehingga mempunyai kemampuan daya jerap (adsorption) yang baik. Arang aktif tergolong bahan yang mempunyai pori-pori terbuka, dan luas permukaannya besar.

Arang aktif mengandung kadar karbon dan keaktifan yang bervariasi, tergantung pada suhu dan lamanya waktu aktivasi yang diberikan pada bahan baku arang. Arang aktif dapat dibedakan dari arang berdasarkan sifat pada permukaannya. Permukaan pada arang masih ditutupi oleh deposit hidrokarbon yang menghambat keaktifannya, sedangkan pada arang aktif permukaannya relatif telah bebas dari deposit dan mampu mengadsorpsi karena permukaannya luas dan pori-porinya telah terbuka (Gomez-Serrano et al. 2003).


(40)

21

2.4.1 Pembuatan Arang Aktif

Arang aktif yang biasa beredar di pasaran umumnya dibuat dari tempurung kelapa, kayu dan batubara. Beberapa publikasi menyatakan bahwa arang aktif dapat dibuat dari semua bahan yang mengandung karbon, seperti kayu atau serbuk gergajian kayu, bambu, sekam padi, gambut, batu bara, tempurung kelapa, bagase, resin, dan serat akrilonitril (Concheso et al. 2005; Paris 2005). Perbedaan bahan baku dapat menyebabkan sifat dan mutu arang aktif yang berbeda pula. Sifat-sifat arang aktif dari beberapa jenis bahan baku ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Sifat arang aktif dari beberapa jenis bahan baku

Sifat Tempurung kelapa Batubara Lignit Kayu

Mikropori Makropori Kekerasan Abu (%) Debu Regenerasi Iodin (mg/g) Kerapatan (g/cc) Tinggi Rendah Tinggi 5 Rendah Baik 1100 0,48 Tinggi Sedang Tinggi 10 Sedang Baik 1000 0,48 Sedang Tinggi Rendah 20 Tinggi Jelek 600 0,3 Rendah Tinggi Sedang 5 Sedang Cukup 800 0,35

(Sumber: Actech 2002 dalam Pari 2004)

Berdasarkan data Tabel 1 di atas, terlihat bahwa masing-masing bahan baku dari arang aktif tersebut mempunyai karakter yang berbeda-beda, dan sifat ini sangat mempengaruhi proses penerapannya. Mutu suatu arang aktif sangat bergantung dari bahan baku yang digunakan, bahan pengaktif, suhu dan cara mengaktifkannya (Jaguaribe et al. 2005).

Arang aktif dapat dibuat melalui proses pirolisis material yang mengandung karbon, baik bahan tumbuhan seperti kayu, batubara, lumut, biji-bijian, dan tempurung buah-buahan, serta sampah biji sawit, maupun bahan-bahan polimer sintetik, seperti rayon, poliakrilonitril (PAN), dan polivinil klorida (PVC). Pada proses pirolisis berbagai material karbon melalui dekomposisi molekul organik tanpa udara dihasilkan ter, gas-gas ringan dan arang padat berpori (Guo & Lua 2000; Manocha 2003). Karakteristik beberapa material kasar yang digunakan pada pembuatan karbon aktif secara pirolisis ditunjukkan pada Tabel 2.


(41)

Tabel 2 Karakteristik beberapa material kasar yang digunakan pada pembuatan karbon aktif secara pirolisis

Material Karbon

(%)

Volatil (%)

Massa jenis

(kg/m3)

Abu (%) Tekstur karbon aktif Aplikasi karbon aktif

Kayu lunak 40-45 55-60 0,4-0,5 0,3-1,1 Lunak, volume pori besar

Adsorpsi fase larutan Kayu keras 40-42 55-60 0,55-0,8 0,3-1,2 Lunak, volume

pori besar

Adsorpsi fase larutan

Lignin 35-40 58-60 0,3-0,4 - Lunak, volume

pori besar

Adsorpsi fase larutan Kulit

biji-bijian

40-45 55-60 1,4 0,5-6,0 Keras, volume

pori beragam

Adsorpsi fase uap/asap

Lignit 55-75 35-40 1,0-1,35 5-6 Keras, volume

pori kecil

Perlakuan limbah cair Batu bara

lunak

65-80 25-30 1,25-1,50 2,12 Semi keras,

volume mikropori sedang

Adsorpsi fase cair dan uap

Petroleum kokas

70-85 15-20 1,35 0,5-0,7 Semi keras,

volume mikropori sedang Adsorpsi gas-uap Batu bara semi keras

70-75 1-15 1,45 5-15 Keras, volume

pori besar

Adsorpsi gas-uap

Batu bara keras

85-95 5-10 1,5-2,0 2,15 Keras, volume

pori besar

Adsorpsi gas-uap

(Sumber: Manocha 2003)

Data Tabel 2 menunjukkan karakteristik karbon, komponen volatil, abu, dan tekstur serta ukuran pori-pori dari arang yang diproses secara pirolisis sangat beragam. Hasil tersebut sangat bergantung dari bahan baku yang digunakan, sehingga mutu dari arang aktif yang dihasilkanpun sangat beragam. Hal ini juga akan berpengaruh pada penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Hasil penelitian Nurhayati et al. (2002) menunjukkan bahwa produksi arang aktif dari bahan baku kayu bakau akan diperoleh rendemen yang lebih tinggi pada perlakuan sampel dengan cara dipotong-potong secara manual menggunakan pisau, dibandingkan dengan yang ditumbuk menggunakan lesung. Rendemen arang aktif yang paling tinggi yaitu 77,39% terdapat pada bakau, kemudian tempurung kelapa 72,93%, diikuti akasia mangium 66,28%, dan tusam 57,89%. Di samping itu, teknik produksi arang aktif dengan cara aktivasi udara lebih baik bila dibandingkan dengan uji perendaman menggunakan larutan asam fosfat 5%.

Menurut Manocha (2003), proses pembuatan arang aktif dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: aktivasi cara kimia dan cara fisika.


(42)

23

2.4.1.1 Aktivasi cara kimia

Aktivasi arang secara kimia dilakukan melalui proses pirolisis pada suhu tinggi dan tanpa udara. Prinsip aktivasi ini dimulai dengan merendam arang dalam suatu larutan pengaktif dengan konsentrasi tertentu, selama beberapa jam sebelum dipanaskan, biasanya antara 12 sampai 24 jam. Kemudian hasil rendaman tersebut disaring dan ditiriskan, lalu dipanaskan pada suhu berkisar antara 400-600 oC selama 1-2 jam. Pada keadaan ini, komponen pengaktif akan masuk di antara kisi-kisi lapisan heksagonal dan akan berperan untuk membuka lapisan pada permukaan arang yang tertutup, sehingga permukaan menjadi lebih besar dan arang akan lebih aktif. Setelah selesai pemanasan, retort yang berisi arang didinginkan di udara terbuka selama ± 1

jam. Setelah dingin, hasil tersebut dikeluarkan, dicuci dengan air sampai filtratnya netral dengan cara mengujinya menggunakan kertas lakmus, lalu dikeringkan dalam oven sampai suhu 105 oC, dan selanjutnya diperoleh hasil arang aktif (Manocha 2003).

Bahan kimia yang sudah dilaporkan dapat mengaktivasi arang menjadi arang aktif, antara lain H3PO4, ZnCl2, H2SO4, K2S, atau KOH (Muzammel et al. 2002 dalam

Smisek & Cerny 2002). Di samping itu, juga NaOH, CaCO3, MgCO3, Fe2(CO3)3,

CaCl2, MgCl2, atau FeCl3 (Derbyshier 1995 dalam Manocha 2003). Beberapa literatur

lain melaporkan NaOH (Figueroa-Torres et al. 2007), KOH (Stavropoulos & Zabaniotou 2005; Robau-Sanchez et al. 2005), H3PO4 (Gomez-Serrano et al. 2005),

H2SO4 (Guo et al. 2007; Maroto-Valer et al. 2005), HCl (Zhang et al. 2005), HNO3

(El-Hendawy 2003), ZnCl2 (Namane et al. 2005), MgCl2 atau CaCl2 (Sudradjat &

Soleh 1994), Na2CO3 (Hartoyo & Pari 1993), K2CO3 (Hayashi et al. 2005), NH4HCO3

(Pari 2004), Pt(NH3)4(NO3)2 (Shih & Chang 2005), SO2 atau H2S (Nguyen-Thanh &

Bandosz 2005), asam sitrat (Chen et al. 2003), dan amonia (Boudou et al. 2003).

Hasil penelitian Pari (2004) menunjukkan pemakaian bahan kimia sebagai bahan pengaktif sering kali mengakibatkan pengotoran pada arang aktif yang dihasilkan. Umumnya aktivator meninggalkan sisa-sisa yang tidak diinginkan, misal oksida yang tidak larut dalam air pada waktu pencucian. Oleh karena itu, dalam beberapa proses sering dilakukan pelarutan kembali arang aktif dengan HCl untuk mengikat kembali sisa-sisa bahan kimia yang menempel pada permukaan arang dan kandungan abu yang terdapat dalam arang aktif.


(1)

M2 = kompos P2 = sidamethin (pestisida sintetik) M3 = kompos-arang

M4 = kompos-arang aktif hasil aktivasi panas M5 = kompos-arang aktif hasil aktivasi uap H2O M6 = kompos-arang aktif hasil aktivasi KOH 1M M7 = kompos-arang aktif hasil aktivasi H3PO4 1M

B. Interaksi Dua Faktor (Media-Pengendali hama)

Faktor Rata-rata Klasifikasi

M5P1 236,00 A

M3P0 232,67 AB

M6P1 223,67 ABC

M7P0 209,00 ABCD

M6P0 207,67 ABCD

M2P0 191,00 ABCDE

M5P0 190,33 ABCDE

M4P0 179,00 ABCDEF

M6P2 176,67 ABCDEF

M3P1 176,33 ABCDEF

M3P2 176,00 ABCDEF

M5P2 156,67 ABCDEFG

M2P1 149,00 BCDEFG

M2P2 148,33 BCDEFG

M1P0 144,67 CDEFGH

M4P1 141,00 CDEFGH

M7P2 140,33 CDEFGH

M1P2 126,67 DEFGH

M4P2 117,00 EFGH

M7P1 113,00 EFGH

M1P1 104,33 FGH

M0P1 99,00 FGH

M0P0 89,00 GH

M0P2 64,00 H

Lampiran 16. Uji BNT Cara Duncan Bobot Kering Total Tanaman Daun Dewa A. Faktor Tunggal

Faktor Rata-rata Klasifikasi

M6 63,56 A

M5 54,56 AB

M7 44,11 ABC

M3 38,00 BCD

M4 36,78 BCD

M2 27,56 CD

M0 19,00 D

M1 18,89 D

P0 47,00 A

P1 33,79 B

P2 32,63 B

Ket.: M0 = kontrol (100% tanabu) P0 = kontrol (air)


(2)

190

M2 = kompos P2 = sidamethin (pestisida sintetik) M3 = kompos-arang

M4 = kompos-arang aktif hasil aktivasi panas M5 = kompos-arang aktif hasil aktivasi uap H2O M6 = kompos-arang aktif hasil aktivasi KOH 1M M7 = kompos-arang aktif hasil aktivasi H3PO4 1M

B. Interaksi Dua Faktor (Media-Pengendali hama)

Faktor Rata-rata Klasifikasi

M5P1 79,00 A

M3P0 74,00 AB

M6P1 68,33 ABC

M7P0 62,00 ABCD

M6P0 57,33 ABCDE

M2P0 54,67 ABCDE

M5P0 54,33 ABCDE

M4P0 43,67 ABCDEF

M6P2 43,33 ABCDEF

M3P1 38,00 BCDEF

M3P2 35,67 BCDEF

M5P2 33,33 BCDEF

M2P1 32,33 CDEF

M2P2 29,00 CDEF

M1P0 27,67 CDEF

M4P1 25,33 DEF

M7P2 25,33 DEF

M1P2 24,00 DEF

M4P2 20,33 DEF

M7P1 20,33 DEF

M1P1 17,00 EF

M0P1 16,00 EF

M0P0 15,33 EF

M0P2 11,00 F

Lampiran 17. Baku Mutu Kompos Sampah Domestik (SNI-01-1683-2004)

No. Parameter Satuan Minimum Maksimum

1 Kadar air % - 50

2 Temperatur oC Suhu air tanah

3 Warna Kehitaman

4 Bau Berbau tanah

5 Ukuran partikel mm 0,55 25

6 Kemampuan ikat air % 58 -

7 pH 6,80 7,49

8 Bahan asing % * 1,50

Unsur Makro


(3)

10 Nitrogen % 0,40 -

11 Karbon % 9,80 32

12 Phosfor (P2O5) % 0,10 -

13 Nisbah C/N 10 20

14 Kalium (K2O) % 0,20 *

Unsur Mikro

15 Arsen (As) mg/kg * 13

16 Kadmium (Cd) mg/kg * 3

17 Kobalt (Co) mg/kg * 34

18 Kromium (Cr) mg/kg * 210

19 Tembaga (Cu) mg/kg * 100

20 Merkuri (Hg) mg/kg * 0,80

21 Nikel (Ni) mg/kg * 62

22 Timbal (Pb) mg/kg * 150

23 Selenium (Se) mg/kg * 12

24 Seng (Zn) mg/kg * 500

Unsur lain

25 Kalsium (Ca) % * 25,50

26 Magnesium (Mg) % * 0,60

27 Besi (Fe) % * 2,00

28 Aluminium (Al) % * 2,20

29 Mangan (Mn) % * 0,10

Bakteri

30 Fecal coli MPN/g 1000

31 Saalmonella sp MPN/4 g 3

Keterangan: * Nilainya lebih besar dari minimum atau lebih kecil dari maksimum

Lampiran 18. Baku Mutu Arang Aktif (SNI-06-3730-1995)

Persyaratan Uraian Satuan

Butiran Serbuk

Kadar zat terbang % maks. 15 maks. 25

Kadar air % maks. 4,4 maks. 15

Kadar abu % maks. 2,5 maks. 10

Bagian tak mengarang % 0 0

Karbon aktif murni % min. 80 min. 65


(4)

192

Daya serap terhadap benzene % min. 25 -

Daya serap terhadap biru metilen ml/g min. 60 min. 120

Bobot jenis curah g/ml 0,45-0,55 0,3-0,35

Lolos mesh - - min. 90

Jarak mesh % 90 -

Kekerasan % 80 -

Lampiran 19. Baku Mutu Arang Kayu (SNI-01-1682-1996)

Karakteristik Satuan Persyaratan

Kadar air % b/b maks. 6

Kadar zat terbang % b/b maks. 30

Kadar abu % b/b maks. 4

Kadar karbon % b/b min. 60

Benda asing % b/b maks. 1

Tertahan ayakan berlobang 6,35 cm % b/b min. 90 Lolos ayakan berlobang 3,18 cm % b/b maks. 2


(5)

ABSTRAK

ABDUL GANI. Konversi Sampah Organik Menjadi Komarasca (Kompos-Arang Aktif-Asap Cair) dan Aplikasinya pada Tanaman Daun Dewa di bawah bimbingan ZAINAL ALIM MAS’UD, BIBIANA WIDIYATI LAY, SURJONO HADI SUTJAHJO, dan GUSTAN PARI.

Sampah organik hingga saat ini masih menjadi permasalahan yang belum terpecahkan di sebahagian besar Kota di Indonesia. Sampah ini baru sebahagian kecil yang mampu diolah menjadi kompos dan sebahagian besarnya terutama sampah padat masih dibakar dengan incinerator, walaupun cara ini sudah dilarang di beberapa kota di dunia karena mencemari udara. Penelitian ini bertujuan mendapatkan teknologi pengolahan sampah organik menjadi kompos, arang, arang aktif dan asap cair serta aplikasi produknya pada tanaman daun dewa. Sampah organik lunak dikonversi menjadi kompos dengan biodekomposer EM-4, Orgadec, Biodek atau kombinasinya. Sampah organik padat dikonversi menjadi arang dan asap cair dengan menggunakan reaktor pirolisis. Arang ditingkatkan mutunya dengan cara aktivasi menjadi arang aktif. Asap cair difraksinasi dan diuji aktivitas antifeedantnya terhadap larva Spodoptera litura. Selanjutnya, komarasca hasil konversi sampah tersebut diaplikasikan pada tanaman daun dewa. Hasil pengomposan sampah organik lunak dengan biodekomposer EM-4, campuran Orgadec-EM-4-Arang-Asap cair atau campuran Orgadec-Biodek-Arang-Asap cair, selain mempercepat proses pengomposan juga dihasilkan kompos yang relatif mendekati persyaratan SNI-19-7030-2004. Hasil pirolisis sampah organik padat pada suhu 350-510 oC diperoleh 22,36-41,12% arang dan 30,33-37,83% asap cair. Arang yang dihasilkan pada suhu 505 oC relatif mendekati persyaratan SNI-01-1682-1996, dan asap cair yang dihasilkan pada proses tersebut menunjukkan kadar total fenol tertinggi. Kualitas arang aktif hasil aktivasi arang sampah organik dengan uap H2O pada suhu 800 oC selama 120 menit relatif mendekati persyaratan

SNI-06-3730-1995, terutama dalam hal daya jerapnya terhadap iodin. Fraksi metanol dan air dari asap cair berpotensi sebagai antifeedant, karena aktivitasnya terhadap larva S. litura melebihi 50%, yaitu secara berturut 80,65 dan 62,07% pada konsentrasinya 1% dan nilai Effective Inhibitor (EI50)-nya sama-sama 0,71%.

Penggunaan komarasca berpengaruh sangat nyata baik terhadap pertambahan tinggi batang, jumlah daun, dan anakan maupun terhadap bobot biomassa tanaman daun dewa terutama ditunjukkan oleh perlakuan campuran tanah-abu-kompos yang diberi arang aktif hasil aktivasi dengan uap H2O dan antifeedant fraksi metanol

dari asap cair sampah organik.


(6)

ABSTRACT

ABDUL GANI. Conversion of Organic Waste into Komarasca (Compost-Active Charcoal-Liquid Smoke) and Its Application on Gynura pseudochina (Lour) DC. Under supervision of ZAINAL ALIM MAS’UD, BIBIANA WIDIYATI LAY, SURJONO HADI SUTJAHJO, and GUSTAN PARI.

Untill recently, organic waste has been unsolvable problem in most cities in Indonesia. Only little amount of them has been processed into compost and the rest of them has been burnt by incinerator, even this way has been forbidden in some countries in the world because its smoke has polluted the air. The objectives of this research were to develop technology to process organic waste into compost, charcoal, active charcoal and liquid smoke, and to observe their effect on Gynura pseudochina (Lour) DC. The soft organic waste was converted into compost by biodecomposers of EM-4, Orgadec, Biodek or their combination. The solid organic waste was converted into charcoal and liquid smoke by a pyrolysis reactor. Then, the charcoal was activated to be active charcoal to improve its quality. The liquid smoke was fractionated and its antifeedant activity was tested on Spodoptera litura

larvae. The komarasca was applied on G. pseudochina (Lour) DC. The composting of soft organic waste by biodecomposers EM-4, mixture of Orgadec – EM-4 – charcoal – liquid smoke or mixture of Orgadec – Biodek – charcoal – liquid smoke, beside accelerating composting process, they could also produce relatively resemble the requirement of SNI 19-7030-2004. Pyrolysis of solid organic waste at 350 – 510oC produced 22.36 – 41.12% charcoal and 30.33 – 37.83% liquid smoke. The pyrolysis process at 505oC produced charcoal which was relatively resemble the requirement of SNI 01-1682-1996, and the liquid smoke showed the highest total phenol. The active charcoal that was obtained by activation with water vapour in 800oC for 120 minutes had the relatively resemble the requirement of SNI 06-3730-1995, especially in its iodine adsorbance. Methanol and water fraction from liquid smoke were potential to be antifeedant because their activity on the larvae of S. litura were more than 50%, and at the concentration of 1% were 80.65% and 62.07%, respectively. Their Effective Inhibitor (EI50) value was

0.71%. The utilization of komarasca significantly increased steam height, leaves number and young plant as well as biomass weight of G. pseudochina (Lour) DC., especially observed at the utilization of soil - ash - compost mixtures added with active charcoal produced by activation with H2O steam and methanol fraction

antifeedant from liquid smoke of organic waste.