Prinsip Pengomposan Proses Pengomposan

14 dengan baik dan tidak menimbulkan efek yang merugikan terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman. Umumnya kompos dicirikan oleh sifat-sifat berikut: 1. Berwarna cokelat tua hingga hitam; 2. Tidak larut dalam air meskipun sebagian dari kompos dapat membentuk suspensi; 3. Sangat larut dalam pelarut alkali, sodium pirofosfat, atau larutan amonium oksalat dengan menghasilkan ekstrak yang berwarna gelap dan dapat difraksinasi lebih lanjut menjadi fraksi-fraksi humic, fulfvic, dan humin; 4. Memiliki nilai nisbah CN sebesar 10-20, tergantung bahan bakunya dan derajat humifikasinya; 5. Secara biokimiawi tidak stabil, tetapi komposisinya berubah melalui aktivitas- aktivitas mikroorganisme, sepanjang kondisi lingkungannya sesuai; 6. Menunjukkan kapasitas pemindahan kation dan absorpsi yang tinggi; dan 7. Jika digunakan pada tanah, kompos memberi efek-efek yang menguntungkan bagi tanah dan pertumbuhan tanaman. Nilai pupuknya ditentukan oleh N, P, K, Ca, S, dan Mg. Selain itu, kompos mengandung trace element untuk pertumbuhan tanaman. Pengaruhnya terhadap tanah sangat tinggi jika digabungkan penggunaannya dengan pupuk mineral Delgado Follent 2002.

2.2.2 Prinsip Pengomposan

Prinsip pengomposan adalah menurunkan nilai nisbah CN bahan organik menjadi sama dengan nisbah CN tanah. Nisbah CN adalah hasil perbandingan antara karbon dan nitrogen yang terkandung pada suatu bahan. Nilai nisbah CN tanah adalah 10-12. Bahan organik yang memiliki nisbah CN sama dengan tanah memungkinkan bahan tersebut dapat diserap oleh tanaman Talashilkar et al. 1999. Agar diperoleh hasil optimal perlu diperhatikan beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh karena proses ini merupakan proses biologi. Faktor yang mempengaruhi laju pengomposan di antaranya ukuran bahan, nisbah CN, kelembapan dan aerasi, temperatur, derajat keasaman, dan mekanismenya. Dalam proses pengomposan terjadi perubahan seperti 1 karbohidrat, selulosa, hemiselulosa, lemak dan lilin menjadi CO 2 dan air; 2 zat putih telur menjadi amonia, CO 2 dan air; dan 3 penguraian senyawa organik menjadi senyawa yang dapat diserap tanaman. Dengan perubahan tersebut, kadar karbohidrat akan hilang atau turun dan senyawa N yang larut amonia meningkat. Dengan demikian, nisbah CN semakin 15 rendah dan relatif stabil mendekati nisbah CN tanah Sahwan 1999. Mekanisme pengomposan secara umum dapat dilihat pada Gambar 2. Panas Karbondioksida Air Energi Sampah Organik Humus Kompos Mikroorganisme baru Air Oksigen Mikroorganisme Gambar 2 Mekanisme pengomposan secara umum Djuarnani et al. 2005 Proses dekomposisi bahan organik secara biologis oleh mikroorganisme di bawah kondisi lingkungan yang tertentu disebut pengomposan. Tujuan pengomposan adalah merubah bahan organik menjadi produk yang mudah dan aman untuk ditangani, disimpan, dan diaplikasikan ke lahan pertanian tanpa menimbulkan efek negatif pada lingkungan Tuomela et al. 2000.

2.2.3 Proses Pengomposan

Proses pengomposan dapat berlangsung baik secara aerobik maupun anaerobik. Menurut Indriani 2005, pengomposan aerobik terjadi dengan bantuan O 2 dan menghasilkan CO 2 , air dan panas, sedangkan pengomposan anaerobik berlangsung dalam keadaan tanpa O 2 menghasilkan metana atau alkohol, CO 2 dan senyawa antara seperti asam organik. Menurut Haug 1980, pada proses pengomposan anaerobik timbul bau busuk karena adanya H 2 S dan sulfur organik. Energi yang dihasilkan pada proses ini sebesar 26 kkal per mol glukosa. Reaksinya dapat dilihat pada Gambar 3. 2CH 2 O x s xCH ⎯ ⎯ ⎯ ⎯ ⎯ ⎯ ⎯ ⎯ ⎯ asam penghasil Bakteri → → 3 COOH aq xCH 3 COOH aq xCH ⎯ ⎯ ⎯ ⎯ ⎯ ⎯ as Methanomon 4 g + xCO 2 g 16 N-organik s NH ⎯ ⎯ ⎯ ⎯ ⎯ → 3 g 2xH 2 S g + xCO 2 g CH ⎯ ⎯ ⎯ → ⎯ Cahaya 2 Ox s + 2xS s + xH 2 O l Gambar 3 Reaksi biokimiawi pada pengomposan anaerobik Haug 1980 Pada pengomposan aerobik organisme hidup memanfaatkan oksigen untuk mendekomposisi bahan organik dan mengasimilasi beberapa karbon, nitrogen, belerang, fosfor, dan unsur-unsur lainnya untuk fotosintesis plasma sel Gaur 1983; Jeong Hwang 2005. Hasil akhir pengomposan aerobik adalah karbondioksida, air, unsur hara, humus, dan energi sebesar 484-674 kkalmol glukosa. Reaksi yang terjadi selama proses ini dapat dilihat pada Gambar 4. 1. Gula, selulosa dan hemiselulosa: CH 2 Ox s + xO 2 g xCO ⎯ ⎯ → ⎯ 2 g + xH 2 O l + Energi 2. Protein Senyawa N-organik: N-organik s NH ⎯→ ⎯ 4 + aq NO ⎯→ ⎯ 2 - aq NO ⎯→ ⎯ 3 - aq + Energi 3. Sulfur organik S-organik s SO ⎯→ ⎯ 4 2- aq + Energi 4. Fosfor organik, Kitin, Lesitin P-organik s H ⎯→ ⎯ 3 PO 4 aq CaH ⎯→ ⎯ 2 PO 4 2 aq Gambar 4 Reaksi biokimiawi pada pengomposan aerobik Gaur 1983 Diketahui bahwa sebenarnya bahan baku kompos adalah sampah. Sampah merupakan limbah padat yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dibuang atau dikelola agar tidak mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan. Oleh karenanya, sampah harus ditanggulangi sebaik-baiknya. Pengolahan sampah organik menjadi kompos itu dapat mengatasi masalah lingkungan, sebab dapat mengubah lingkungan yang semula kotor, berbau, dan dikerumuni lalat menjadi lingkungan yang bersih. Segala timbunan sampah yang semula tak berguna dapat dimanfaatkan lagi didaur ulang Gusmailina et al. 2004; Murbandono 2005. 17

2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan