92
4.3 Pembuatan Arang Aktif 4.3.1 Karakteristik Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan pada percobaan ini adalah arang hasil pirolisis sampah organik pasar dengan menggunakan reaktor drum Gambar 9b dengan suhu
pirolisis ± 500
o
C dalam waktu 5 jam. Arang yang diperoleh pada kondisi ini merupakan arang berkualitas terbaik dari bahan baku sampah organik pasar yang
mendekati persyaratan SNI-01-1682-1996 kecuali untuk parameter kadar abu. Arang yang akan digunakan pada setiap perlakuan aktivasi terlebih dahulu dicacah secara
manual agar ukurannya lebih kecil, sehingga kontak dengan panas pada saat diaktivasi akan lebih merata dan cepat.
4.3.2 Identifikasi Struktur Arang Aktif 4.3.2.1 Identifikasi gugus fungsi arang aktif
Hasil analisis spektrum serapan IR pada arang aktif dapat memberi petunjuk tentang perubahan gugus fungsi senyawa akibat perlakuan akitivasi baik pengaruh
aktivator, waktu, suhu maupun interaksi antar faktor tersebut. 1. Aktivasi arang dengan aktivator panas
Spektrum serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi dengan menggunakan aktivator panas ditunjukkan pada Gambar 21.
W1S1 W2S1
Transmisi
W1S2 W2S2
Bilangan gelombang cm
-1
W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Gambar 21 Spektrum serapan IR arang aktif hasil aktivasi panas
93 Tabel 28 Bilangan gelombang serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi panas
Perlakuan Bilangan gelombang
cm
-1
W1S1 3429,2 – 2858,3 – 1423,4 – 1053,1 – 875,6
W2S1 3394,5 – 2923,9 – 2854,5 – 1743,5 – 1454,2 – 1033,8 - 879,5
W1S2 3425,3 – 2854,5 – 1419,5 – 1045,3 – 875,6
W2S2 3417,6 – 2923,9 – 2854,5 – 1743,5 – 1427,2 – 1045,3 – 875,6
Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Berdasarkan Gambar 21 dan data Tabel 28 diperlihatkan bahwa arang aktif hasil aktivasi dengan panas cenderung makin bertambah daerah serapannya dengan semakin
lamanya waktu aktivasi, sedangkan dengan semakin meningkatnya suhu aktivasi hanya terjadi pergeseran daerah serapannya. Gugus-gugus fungsi yang teridentifikasi pada
perlakuan aktivasi arang dengan aktivator panas secara umum tidak jauh berbeda dengan gugus-gugus fungsi dari bahan bakunya Gambar 17 dan Tabel 19, kecuali
pada perlakuan waktu aktivasi selama 120 menit baik pada suhu 700 maupun 800
o
C munculnya serapan IR di daerah bilangan gelombang 1743,5 cm
-1
yang berarti terbentuknya gugus karbonil C=O. Hal ini dapat terjadi akibat panas yang diberikan
dalam waktu lebih lama menyebabkan sebagian senyawa selulosa danatau lignin terdekomposisi menjadi senyawa karbonil, terutama golongan aldehid dan asam-asam
karboksilat. Hasil ini sesuai dengan yang dikemukakan Pastorova et al. 1994, bahwa akibat panas dalam waktu yang lama sebagian molekul selulosa dan lignin akan terurai
melalui mekanisme radikal membentuk senyawa baru yang lebih stabil.
2. Aktivasi arang dengan aktivator uap H
2
O Spektrum serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi dengan menggunakan
aktivator uap H
2
O ditunjukkan pada Gambar 22.
94
W1S1
Transmisi
W2S1 W1S2
W2S2
Bilangan gelombang cm
-1
W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Gambar 22 Spektrum serapan IR arang aktif hasil aktivasi uap H
2
O Tabel 29 Bilangan gelombang serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi uap H
2
O
Perlakuan Bilangan gelombang
cm
-1
W1S1 3417,6 – 2850,6 – 1450,4 – 1126,4 – 875,6
W2S1 3425,3 – 2923,9 – 1427,2 – 1161,1 – 875,6
W1S2 3444,6 – 2854,5 – 1442,7 – 1164,9 – 875,9
W2S2 3409,9 – 2920,0 – 1427,2 – 1060,8 – 875,6
Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Dari Gambar 22 dan data Tabel 29 dapat diketahui bahwa arang aktif hasil aktivasi dengan uap H
2
O hampir semua perlakuan waktu dan suhu aktivasi cenderung mempunyai daerah serapan yang sama. Akan tetapi dibandingkan dengan serapan IR
pada bahan bakunya Gambar 17 dan Tabel 19 terdapat daerah serapan yang hilang di sekitar bilangan gelombang 1577,7 cm
-1
pada arang aktif ini. Namun serapan IR arang aktif pada semua perlakuan ini menunjukkan pita serapan yang lebih kuat di daerah
sekitar 1450,4-1427,2 cm
-1
, yang berarti perlakuan ini meningkatkan konsentrasi C-H dari senyawa alifatik. Di samping itu, semua perlakuan ini juga memperkuat
95 keberadaan gugus hidroksil OH yang ditunjukkan dengan tidak berubahnya secara
berarti pita serapan di daerah 3444,6-3409,9 cm
-1
. Hal ini dapat terjadi karena uap H
2
O pada suhu aktivasi yang tinggi dengan waktu lebih lama akan terurai menjadi radikal
hidrogen
o
H dan hidroksil
o
OH sehingga memungkinkan terjadi reaksi dengan atom karbon yang dapat meningkatkan konsentrasi OH. Hal ini sesuai dengan yang
dikemukakan Ercin Yurum 2003, bahwa selama proses karbonisasi terjadi perubahan gugus fungsi yang diikuti oleh pembentukan reaksi baru. Arang aktif hasil
aktivasi dengan uap H
2
O menunjukkan separan di daerah bilangan gelombang 4000- 3000 cm
-1
lebih kuat dibandingkan dengan arang aktif hasil aktivasi panas sehingga
tingkat kepolarannya relatif lebih besar.
3. Aktivasi arang dengan aktivator larutan KOH 0,5M Spektrum serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi dengan menggunakan
aktivator larutan KOH 0,5M ditunjukkan pada Gambar 23.
W1S1
Transmisi
W2S1 W1S2
W2S2
Bilangan gelombang cm
-1
W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Gambar 23 Spektrum serapan IR arang aktif hasil aktivasi KOH 0,5M Tabel 30 Bilangan gelombang serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi KOH 0,5M
96
Perlakuan Bilangan gelombang
cm
-1
W1S1 3436,9 – 2854,5 – 1639,4 – 1427,2 – 1130,2 – 875,6
W2S1 3448,5 – 2923,9 – 1639,4 – 1423,4 – 1083,9 – 875,6
W1S2 3444,6 – 2923,9 – 1639,4 – 1461,9 – 1049,2 – 867,9
W2S2 3448,5 – 2923,9 – 1639,4 – 1404,1 – 1060,8 – 875,6
Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Berdasarkan Gambar 23 dan data Tabel 30 diperlihatkan bahwa arang aktif hasil aktivasi dengan larutan KOH 0,5M cenderung mempunyai serapan di daerah bilangan
gelombang yang sama artinya gugus-gugus fungsi pada arang aktif ini tidak berbeda akibat perbedaan waktu dan suhu aktivasi. Akan tetapi pita serapan IR arang aktif pada
semua perlakuan ini ada yang bertambah, yaitu di daerah 1639,4 cm
-1
dibandingkan dengan pita serapan IR pada bahan bakunya Gambar 17 dan Tabel 19, sehingga
akibat perlakuan tersebut mengindikasikan terbentukan gugus C=O pada arang aktif yang dihasilkan. Namun daerah serapan lainnya cenderung sama dengan bahan
bakunya. Di samping itu, akibat perlakuan ini, pita serapan di daerah 3448,5 - 3436,9 cm
-1
semakin kuat, sehingga arang aktif yang dihasilkan mengandung konsentrasi OH
yang besar, akibatnya arang aktif lebih bersifat polar.
4. Aktivasi arang dengan aktivator larutan KOH 1M Spektrum serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi dengan menggunakan
aktivator larutan KOH 1M ditunjukkan pada Gambar 24.
97
W1S1
Transmisi
W2S1 W1S2
W2S2
Bilangan gelombang cm
-1
W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Gambar 24 Spektrum serapan IR arang aktif hasil aktivasi KOH 1M Tabel 31 Bilangan gelombang serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi KOH 1M
Perlakuan Bilangan gelombang
cm
-1
W1S1 3429,2 – 2923,9 – 1631,7 – 1384,8 – 1053,1 – 867,9
W2S1 3448,5 – 2923,9 – 1639,4 – 1461,9 – 1064,6 – 867,9
W1S2 3433,1 – 2923,9 – 1627,8 – 1388,7 – 1114,8 – 875,6
W2S2 3448,5 – 2923,9 – 1639,4 – 1404,1 – 1083,9 – 867,9
Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Dari Gambar 24 dan data Tabel 31 ditunjukkan bahwa arang aktif hasil aktivasi dengan larutan KOH 1M relatif tidak berbeda dengan arang aktif hasil aktivasi dengan
larutan KOH 0,5M, kecuali tingkat serapan IR-nya pada beberapa daerah. Hal ini berarti tingkat konsentrasi larutan KOH cenderung tidak memberi pengaruh terhadap
perubahan gugus-gugus fungsi pada arang aktif yang dihasilkan. Arang aktif hasil aktivasi dengan KOH mengandung lebih banyak gugus OH dan juga residu kalium
98 oksida di dalam strukturnya sehingga tingkat kepolarannya lebih tinggi dibandingkan
dengan arang aktif hasil aktivasi uap H
2
O Gambar 22 dan panas Gambar 21 terutama di daerah bilangan gelombang 4000-3000 cm
-1
. Arang aktif ini bersifat basa.
5. Aktivasi arang dengan aktivator larutan H
3
PO
4
0,5M Spektrum serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi dengan menggunakan
aktivator l larutan H
3
PO
4
0,5M ditunjukkan pada Gambar 25.
W1S1
Transmisi
W2S1 W1S2
W2S2
Bilangan gelombang cm
-1
W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Gambar 25 Spektrum serapan IR arang aktif hasil aktivasi H
3
PO
4
0,5M Tabel 32 Bilangan gelombang serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi H
3
PO
4
0,5M
Perlakuan Bilangan gelombang
cm
-1
W1S1 3433,1 – 2854,5 – 1627,8 – 1527,5 – 1083,9
W2S1 3433,1 – 2854,5 – 1627,8 – 1407,9 – 1083,9
W1S2 3436,9 – 2854,5 – 1627,8 – 1404,1 – 1083,9
W2S2 3433,1 – 2854,5 – 1735,8 – 1438,8 – 1118,6
Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
99 Berdasarkan Gambar 25 dan data Tabel 32 diperlihatkan bahwa arang aktif hasil
aktivasi dengan larutan H
3
PO
4
0,5M cenderung mempunyai serapan di daerah bilangan gelombang yang sama dengan arang aktif hasil aktivasi dengan larutan KOH 0,5 atau
1M. Namun, yang berbeda hanyalah tingkatan serapannya dan terjadinya sedikit pergeseran serapan ke arah bilangan gelombang yang lebih rendah pada arang aktif ini.
Dengan demikian gugus-gugus fungsi pada arang aktif ini relatif tidak berbeda dibandingkan hasil aktivasi larutan KOH baik pada konsentrasi 0,1 maupun 1M, namun
cenderung berbeda dibandingkan dengan arang aktif hasil aktivasi uap H
2
O dan panas terutama serapan pada daerah bilangan gelombang 4000-3000 cm
-1
. maupun akibat pengaruh waktu dan suhu aktivasinya. Arang aktif ini mengandung residu P
2
O
3
atau P
2
O
5
pada strukturnya sehingga tingkat kepolarannya relatif tinggi dan bersifat asam.
6. Aktivasi arang dengan aktivator larutan H
3
PO
4
1M Spektrum serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi dengan menggunakan
aktivator larutan H
3
PO
4
1M ditunjukkan pada Gambar 26.
W1S1
Transmisi
W2S1 W1S2
W2S2
Bilangan gelombang cm
-1
W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Gambar 26 Spektrum serapan IR arang aktif hasil aktivasi H
3
PO
4
1M
100 Tabel 33 Bilangan gelombang serapan IR dari arang aktif hasil aktivasi H
3
PO
4
1M
Perlakuan Bilangan gelombang
cm
-1
W1S1 3433,1 – 2854,5 – 1627,8 – 1407,9 – 1083,9
W2S1 3448,5 – 2854,5 – 1639,4 – 1400,2 – 1110,9
W1S2 3433,1 – 2854,5 – 1627,8 – 1400,2 – 1083,9
W2S2 3444,6 – 2854,5 – 1635,5 – 1407,9 – 1083,9
Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Dari Gambar 26 dan data Tabel 33 ditunjukkan bahwa gugus-gugus fungsi arang aktif hasil aktivasi larutan H
3
PO
4
1M relatif tidak berbeda dengan arang aktif hasil aktivasi larutan H
3
PO
4
0,5M, kecuali tingkat serapan IR-nya pada beberapa daerah. Hal ini berarti tingkat konsentrasi larutan H
3
PO
4
cenderung tidak memberi pengaruh terhadap gugus-gugus fungsi pada arang aktif yang dihasilkan. H
3
PO
4
merupakan asam lemah yang sering digunakan sebagai salah satu aktivator pada pembuatan arang aktif untuk menghasilkan arang aktif yang bersifat asam dengan
tingkat kepolaran lebih tinggi sehingga penggunaannya sebagai adsorben lebih optimal.
4.3.2.2 Identifikasi pola struktur kristalit arang aktif
Pola struktur kristalit dari arang aktif dapat ditelusuri dengan difraktometri XRD. Analisis ini bertujuan mengetahui struktur kristalit suatu bahan, dan perubahan
strukturnya akibat perlakuan yang diberikan. Dengan analisis ini dapat diketahui perubahan bentuk kristalit sebagai akibat dari perlakuan aktivator yang diikuti dengan
perubahan suhu dan waktu aktivasi.
1. Pola struktur arang aktif hasil aktivasi dengan panas Hasil analisis dengan XRD arang aktif yang dihasilkan pada perlakuan aktivasi
arang dengan panas ditunjukkan pada Gambar 27 dan Tabel 34.
101
W1S1
Intensitas
W2S1
W1S2
W2S2
Sudut difraksi derajat
W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Gambar 27 Difraktogram arang aktif hasil aktivasi panas Tabel 34 Data derajat kristalinitas X, sudut difraksi
θ, jarak antar lapisan d, tinggi Lc, dan lebar La antar lapisan serta jumlah N lapisan aromatik arang
aktif hasil aktivasi panas pada berbagai suhu dan waktu
Perlakuan X
θ d
1
nm θ
d
2
nm Lc
nm N La
nm
W1S1 51,57 22 0,404 43 0,210 4,031 9,978 8,461 W2S1 43,46 23 0,386 43 0,210 2,677 6,935 5,664
W1S2 45,21 24 0,370 43 0,210 4,031 10,895
8,566 W2S2 23,12 24 0,370 43 0,210 3,214 8,677 8,409
Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Berdasarkan Gambar 27 dan data Tabel 34 ditunjukkan bahwa jarak antar lapisan aromatik arang aktif cenderung semakin menyempit baik akibat pengaruh
peningkatan suhu maupun lamanya waktu aktivasi. Semakin lama waktu aktivasi arang dengan aktivator panas menyebabkan tinggi dan lebar antar lapisan aromatiknya
semakin rendah, sedangkan semakin tinggi suhunya cenderung menyebabkan semakin tinggi pula tinggi dan lebar antar lapisan aromatik. Di samping itu, jumlah lapisan
102 aromatik cenderung meningkat dengan meningkatnya suhu aktivasi, dan sebaliknya
dengan semakin lama waktu aktivasi. Hal tersebut menggambarkan bahwa terjadi penyusutan struktur kristalit arang aktif yang semakin teratur sehingga derajat
kristalinitasnya cenderung menurun. Hasil ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Saito Arima 2002, 2007 dan Schukin et al. 2002 yang
mendapatkan derajat kristalinitas semakin meningkat akibat terjadinya peningkatan suhu aktivasi. Pada aktivasi arang dengan aktivator panas yang menunjukkan
peningkatan derajat kristalinias maksimum ditunjukkan pada waktu aktivasi selama 60 menit dan suhu aktivasinya 700
o
C.
2. Pola struktur arang aktif hasil aktivasi uap H
2
O Hasil analisis dengan XRD arang aktif yang dihasilkan pada perlakuan aktivasi
arang dengan uap H
2
O ditunjukkan pada Gambar 28 dan Tabel 35.
W1S1
Intensitas
W2S1
W1S2 W2S2
Sudut difraksi derajat
W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Gambar 28 Difraktogram arang aktif hasil aktivasi uap H
2
O
103 Tabel 35 Data derajat kristalinitas X, sudut difraksi
θ, jarak antar lapisan d, tinggi Lc, dan lebar La antar lapisan serta jumlah N lapisan aromatik arang
aktif hasil aktivasi uap H
2
O pada berbagai suhu dan waktu
Perlakuan X
θ d
1
nm θ
d
2
nm Lc
nm N La
nm
W1S1 39,87 24 0,370 43 0,210 3,212 8,681 12,703
W2S1 45,06 24 0,370 43 0,210 3,212 8,681 8,566 W1S2 44,67 23 0,386 43 0,210 4,031
10,443 6,316
W2S2 46,16 24 0,370 43 0,210 2,677 7,229 8,409 Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit
S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Dari Gambar 28 dan data Tabel 35 ditunjukkan bahwa jarak antar lapisan aromatik arang aktif hasil aktivasi dengan aktivator uap H
2
O cenderung tidak berbeda walaupun ditingkatkan suhu maupun waktu aktivasinya. Semakin tinggi suhu dan
lamanya waktu aktivasi cenderung menyebabkan tinggi dan lebar antar lapisan aromatik semakin rendah. Di samping itu, jumlah lapisan aromatik cenderung
meningkat dengan meningkatnya suhu aktivasi selama 60 menit. Hal tersebut menggambarkan bahwa terjadi penyusutan struktur kristalit arang aktif ke arah yang
semakin teratur sehingga derajat kristalinitasnya cenderung meningkat. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Saito Arima 2002, 2007 dan Schukin et al.
2002 yang mendapatkan derajat kristalinitas semakin meningkat akibat terjadinya peningkatan suhu aktivasi. Pada aktivasi arang dengan aktivator uap H
2
O yang menunjukkan peningkatan derajat kristalinitas maksimum ditunjukkan pada waktu
aktivasi selama 120 menit dan suhunya 800
o
C.
3. Pola struktur arang aktif hasil aktivasi larutan KOH 0,5M Hasil analisis dengan XRD arang aktif yang dihasilkan pada perlakuan aktivasi
arang dengan larutan KOH 0,5M ditunjukkan pada Gambar 29 dan Tabel 36.
104
W1S1
Intensitas
W1S2
W2S1
W2S2
Sudut difraksi derajat
W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Gambar 29 Difraktogram arang aktif hasil aktivasi KOH 0,5M Tabel 36 Data derajat kristalinitas X, sudut difraksi
θ, jarak antar lapisan d, tinggi Lc, dan lebar La antar lapisan serta jumlah N lapisan aromatik arang
aktif hasil aktivasi KOH 0,5M pada berbagai suhu dan waktu
Perlakuan X
θ d
1
nm θ
d
2
nm Lc
nm N La
nm
W1S1 41,50 20 0,444 43 0,210 3,068 6,909 8,445
W2S1 41,17 20 0,444 43 0,210 3,068 6,909 8,445
W1S2 44,83 22 0,404 43 0,210 2,667 6,602 7,036
W2S2 36,48 22 0,404 43 0,210 2,667 6,602 7,036
Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Berdasarkan Gambar 29 dan data Tabel 36 ditunjukkan bahwa jarak antar lapisan aromatik arang aktif cenderung semakin menyempit dengan semakin
meningkatnya suhu aktivasi, sedangkan lamanya waktu aktivasi tidak berpengaruh. Semakin tinggi suhu aktivasi arang dengan aktivator larutan KOH 0,5M menyebabkan
105 baik tinggi maupun lebar antar lapisan aromatiknya semakin rendah, sedangkan
lamanya waktu aktivasi tidak berpengaruh. Demikian juga halnya dengan jumlah lapisan aromatik cenderung berkurang dengan semakin meningkatnya suhu aktivasi.
Hal tersebut menggambarkan bahwa terjadi penyusutan struktur kristalit arang aktif yang semakin teratur sehingga derajat kristalinitasnya cenderung menurun. Hasil ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Saito Arima 2002, 2007 dan Schukin et al. 2002 yang mendapatkan derajat kristalinitas semakin meningkat akibat
terjadinya peningkatan suhu aktivasi. Pada aktivasi arang dengan aktivator larutan KOH 0,5M yang menunjukkan peningkatan derajat kristalinitas secara maksimum
ditunjukkan pada waktu aktivasi selama 60 menit dan suhu aktivasinya 800
o
C.
4. Pola struktur arang aktif hasil aktivasi larutan KOH 1M Hasil analisis dengan XRD arang aktif yang dihasilkan pada perlakuan aktivasi
arang dengan larutan KOH 1M ditunjukkan pada Gambar 30 dan Tabel 37.
W1S1
Intensitas
W1S2
W2S1
W2S2
Sudut difraksi derajat
W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Gambar 30 Difraktogram arang aktif hasil aktivasi KOH 1M Tabel 37 Data derajat kristalinitas X, sudut difraksi
θ, jarak antar lapisan d, tinggi
106 Lc, dan lebar La antar lapisan serta jumlah N lapisan aromatik arang
aktif hasil aktivasi KOH 1M pada berbagai suhu dan waktu
Perlakuan X
θ d
1
nm θ
d
2
nm Lc
nm N La
nm
W1S1 40,95 20 0,444 43 0,210 3,068 6,909 8,445
W2S1 30,40 23 0,386 43 0,210 3,645 9,443 10,132
W1S2 39,38 22 0,404 43 0,210 2,667 6,601 7,036
W2S2 44,42 22 0,404 43 0,210 2,667 6,601 7,036
Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Berdasarkan Gambar 30 dan data Tabel 37 ditunjukkan bahwa jarak antar lapisan aromatik arang aktif cenderung semakin menyempit dengan semakin lamanya
waktu aktivasi pada suhu 700
o
C, sedangkan lamanya waktu aktivasi pada suhu 800
o
C tidak berpengaruh. Semakin tinggi suhu aktivasi arang dengan aktivator larutan KOH
1M menyebabkan baik tinggi maupun lebar antar lapisan aromatiknya semakin rendah, sedangkan lamanya waktu aktivasi pada suhu 700
o
C cenderung meningkat dan pada suhu 800
o
C tidak berpengaruh. Demikian juga halnya dengan jumlah lapisan aromatik cenderung meningkat dengan semakin lamanya waktu aktivasi pada suhu 700
o
C dan menurun pada suhu 800
o
C. Hal tersebut menggambarkan bahwa terjadi penyusutan struktur kristalit arang aktif yang semakin teratur sehingga derajat kristalinitasnya
cenderung menurun. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Saito Arima 2002, 2007 dan Schukin et al. 2002 yang mendapatkan derajat kristalinitas
semakin tinggi akibat terjadinya peningkatan suhu aktivasi. Pada aktivasi arang dengan larutan KOH 1M yang menunjukkan peningkatan derajat kristalinitas secara maksimum
ditunjukkan pada waktu aktivasi selama 120 menit dan suhu aktivasinya 800
o
C.
5. Pola struktur arang aktif hasil aktivasi larutan H
3
PO
4
0,5M Hasil analisis dengan XRD arang aktif yang dihasilkan pada perlakuan aktivasi
arang dengan larutan H
3
PO
4
0,5M ditunjukkan pada Gambar 31 dan Tabel 38.
107
W1S1
W1S2
Intensitas
W2S1
W2S2
Sudut difraksi derajat
W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Gambar 31 Difraktogram arang aktif hasil aktivasi H
3
PO
4
0,5M Tabel 38 Data derajat kristalinitas X, sudut difraksi
θ, jarak antar lapisan d, tinggi Lc, dan lebar La antar lapisan serta jumlah N lapisan aromatik arang
aktif hasil aktivasi H
3
PO
4
0,5M pada berbagai suhu dan waktu
Perlakuan X
θ d
1
nm θ
d
2
nm Lc
nm N La
nm
W1S1 39,60 24 0,370 43 0,210 3,569 9,646 10,132 W2S1 38,79 23 0,386 43 0,210 3,563 9,231 9,286
W1S2 54,00 24 0,370 43 0,210 3,650 9,857 8,460 W2S2 44,99 24 0,370 43 0,210 3,650 9,857 8,460
Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Berdasarkan Gambar 31 dan data Tabel 38 ditunjukkan bahwa jarak antar lapisan aromatik arang aktif cenderung tidak berubah baik pada peningkatan suhu
maupun lamanya waktu aktivasi. Semakin tinggi suhu maupun lamanya waktu aktivasi arang dengan aktivator larutan H
3
PO
4
0,5M menyebabkan lebar antar lapisan aromatiknya semakin kecil, sedangkan tingginya cenderung tidak berbeda. Jumlah
lapisan aromatik cenderung meningkat akibat semakin meningkatnya suhu aktivasi. Hal
108 tersebut menggambarkan bahwa terjadi penyusutan struktur kristalit arang aktif yang
semakin teratur sehingga derajat kristalinitasnya cenderung meningkat. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Saito Arima 2002, 2007 dan Schukin et al.
2002 yang mendapatkan derajat kristalinitas semakin meningkat akibat terjadinya peningkatan suhu aktivasi. Pada aktivasi arang dengan larutan H
3
PO
4
0,5M yang menunjukkan peningkatan derajat kristalinitas secara maksimum ditunjukkan pada
waktu aktivasi selama 60 menit dan suhu aktivasinya 800
o
C.
6. Pola struktur arang aktif hasil aktivasi larutan H
3
PO
4
1M Hasil analisis dengan XRD arang aktif yang dihasilkan pada perlakuan aktivasi
arang dengan larutan H
3
PO
4
1M ditunjukkan pada Gambar 32 dan Tabel 39.
W1S1
Intensitas
W2S1 W1S2
W2S2
Sudut difraksi derajat
W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Gambar 32 Difraktogram arang aktif hasil aktivasi H
3
PO
4
1M
109 Tabel 39 Data derajat kristalinitas X, sudut difraksi
θ, jarak antar lapisan d, tinggi Lc, dan lebar La antar lapisan serta jumlah N lapisan aromatik arang
aktif hasil aktivasi H
3
PO
4
1M pada berbagai suhu dan waktu
Perlakuan X
θ d
1
nm θ
d
2
nm Lc
nm N La
nm
W1S1 40,48 23 0,386 43 0,210 3,563 9,231 10,132
W2S1 41,14 23 0,386 43 0,210 3,563 9,231 10,132
W1S2 39,27 24 0,370 43 0,210 3,650 9,857 8,460
W2S2 33,51 24 0,370 43 0,210 3,650 9,857 8,460
Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Berdasarkan Gambar 32 dan data Tabel 39 ditunjukkan bahwa jarak antar lapisan aromatik arang aktif cenderung menurun dengan semakin meningkatnya suhu
maupun lamanya waktu aktivasi. Semakin tinggi suhu aktivasi arang dengan aktivator larutan H
3
PO
4
1M menyebabkan tinggi antar lapisan aromatik semakin meningkat dan lebarnya semakin mengecil. Jumlah lapisan aromatik cenderung meningkat akibat
semakin meningkatnya suhu aktivasi. Hal tersebut menggambarkan bahwa terjadi penyusutan struktur kristalit arang aktif yang semakin teratur sehingga derajat
kristalinitasnya cenderung menurun. Hasil ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Saito Arima 2002, 2007 dan Schukin et al. 2002 yang
mendapatkan derajat kristalinitas semakin meningkat akibat terjadinya peningkatan suhu aktivasi. Pada aktivasi arang dengan larutan H
3
PO
4
1M yang menunjukkan peningkatan derajat kristalinitas secara maksimum ditunjukkan pada waktu aktivasi
selama 120 menit dan suhu aktivasinya 700
o
C.
4.3.2.2 Identifikasi pola struktur permukaan pori arang aktif
Pola struktur permukaan pori dari suatu bahan digambarkan dengan fotograph SEM. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui topografi permukaan struktur suatu
bahan akibat perubahan suhu aktivasinya. 1. Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi panas
Hasil analisis dengan SEM arang aktif yang dihasilkan pada perlakuan aktivasi arang dengan panas ditunjukkan pada Gambar 33 dan Tabel 40.
110
W1S1 W2S1
W1S2 W2S2
W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Gambar 33 Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi panas Tabel 40 Diameter permukaan pori arang aktif hasil aktivasi panas
Perlakuan Diameter pori
µm
W1S1 2,6-5,8
W2S1 3,1-6,3 W1S2 1,8-4,7
W2S2 2,0-5,2
Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Berdasarkan Gambar 33 dan data Tabel 40 dapat diketahui bahwa topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi dengan panas menunjukkan kecenderungan
peningkatan jumlah dan diameter pori baik akibat peningkatan suhu maupun lamanya waktu aktivasi. Diameter pori tertinggi terdapat pada perlakuan dengan suhu 700
o
C dan waktu aktivasi selama 120 menit. Pola ini sesuai dengan yang dilakukan oleh
Brasquet et al. 2000 yang membuat arang aktif dari serat rayon. Hal ini disebabkan pada perlakuan tersebut suhu idealnya adalah 700
o
C, akan tetapi pada suhu 800
o
C cenderung pori-pori tertutupi oleh debu akibat dekomposisi permukaannya sehingga
kualitasnya menjadi lebih rendah.
111
2. Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi uap H
2
O Hasil analisis dengan SEM arang aktif yang dihasilkan pada perlakuan aktivasi
arang dengan uap H
2
O ditunjukkan pada Gambar 34 dan Tabel 41.
W1S1 W2S1
W1S2 W2S2
W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Gambar 34 Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi uap H
2
O Tabel 41 Diameter permukaan pori arang aktif hasil aktivasi uap H
2
O
Perlakuan Diameter pori
µm
W1S1 3,5-7,1
W2S1 2,6-6,5 W1S2 3,8-7,7
W2S2 3,7-10,2
Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Berdasarkan Gambar 34 dan data Tabel 41 dapat diketahui bahwa topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi dengan uap H
2
O menunjukkan kecenderungan peningkatan jumlah dan diameter pori, baik akibat peningkatan suhu maupun lamanya
waktu aktivasi. Hasil ini cenderung berbeda dengan arang aktif hasil aktivasi dengan
112 panas, yaitu diameter pori tertinggi terdapat pada perlakuan dengan suhu 800
o
C dan waktu aktivasi selama 120 menit. Pada aktivasi ini kadar abu meningkat akibat
dekomposisi permukaannya, kemungkinan disebabkan oleh pemberian uap air secara kontinyu pada suhu 800
o
C cenderung molekul-molekul air terurai menjadi radikal hidrogen dan hidroksil yang sangat reaktif dan bereaksi dengan gugus-gugus fungsi
pada arang sehingga menyebabkan pergeseran serapan IR-nya Gambar 22.
3. Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi KOH 0,5M Hasil analisis dengan SEM arang aktif yang dihasilkan pada perlakuan aktivasi
arang dengan larutan KOH 0,5M ditunjukkan pada Gambar 35 dan Tabel 42.
W1S1 W2S1
W1S2 W2S2
W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Gambar 35 Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi KOH 0,5M
Tabel 42 Diameter permukaan pori arang aktif hasil aktivasi KOH 0,5M
Perlakuan Diameter pori
µm
113 W1S1
2,3-6,2 W2S1 2,1-5,6
W1S2 3,5-8,9 W2S2 2,6-6,8
Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Dari Gambar 35 dan data Tabel 42 dapat diketahui bahwa topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi dengan larutan KOH 0,5M menunjukkan kecenderungan
peningkatan jumlah dan diameter pori akibat peningkatan suhu aktivasi, sedangkan lamanya waktu aktivasi menyebabkan terjadi penurunan jumlah dan diameter pori.
Diameter pori tertinggi terdapat pada perlakuan dengan suhu 800
o
C dan waktu aktivasi selama 60 menit. Pola ini sesuai dengan yang dilakukan oleh Brasquet et al. 2000
yang membuat arang aktif dari serat rayon.
4. Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi KOH 1M Hasil analisis dengan SEM arang aktif yang dihasilkan pada perlakuan aktivasi
arang dengan larutan KOH 1M ditunjukkan pada Gambar 36 dan Tabel 43.
W1S1 W2S1
W1S2 W2S2
W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Gambar 36 Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi KOH 1M Tabel 43 Diameter permukaan pori arang aktif hasil aktivasi KOH 1M
Perlakuan Diameter pori
µm
114 W1S1
1,2-3,4 W2S1 2,2-4,9
W1S2 2,3-5,1 W2S2 2,4-5,3
Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Dari Gambar 36 dan data Tabel 43 dapat diketahui bahwa topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi dengan larutan KOH 1M menunjukkan kecenderungan
peningkatan jumlah dan diameter pori baik akibat peningkatan suhu maupun lamanya waktu aktivasi. Diameter pori tertinggi terdapat pada perlakuan dengan suhu 800
o
C dan waktu aktivasi selama 120 menit. Pola ini sesuai dengan yang dilakukan oleh
Brasquet et al. 2000 yang membuat arang aktif dari serat rayon.
5. Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi H
3
PO
4
0,5M Hasil analisis dengan SEM arang aktif yang dihasilkan pada perlakuan aktivasi
arang dengan larutan H
3
PO
4
0,5M ditunjukkan pada Gambar 37 dan Tabel 44.
W1S1 W2S1
W1S2 W2S2
W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Gambar 37 Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi H
3
PO
4
0,5M Tabel 44 Diameter permukaan pori arang aktif hasil aktivasi H
3
PO
4
0,5M
Perlakuan Diameter pori
µm
115 W1S1
2,7-7,1 W2S1 2,9-7,4
W1S2 3,1-7,9 W2S2 4,2-12,2
Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Dari Gambar 37 dan data Tabel 44 dapat diketahui bahwa topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi dengan larutan H
3
PO
4
0,5M menunjukkan kecenderungan peningkatan jumlah dan diameter pori baik akibat peningkatan suhu maupun lamanya
waktu aktivasi. Diameter pori tertinggi terdapat pada perlakuan dengan suhu aktivasi 800
o
C dan waktu aktivasinya selama 120 menit, yaitu berkisar 4,2-12,2 µm. Hasil ini sesuai dengan pola topografi permukaan pori arang aktif dari serat rayon yang
dilakukan oleh Brasquet et al. 2000.
6. Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi H
3
PO
4
1M Hasil analisis dengan SEM arang aktif yang dihasilkan pada perlakuan aktivasi
arang dengan larutan H
3
PO
4
1M ditunjukkan pada Gambar 38 dan Tabel 45.
W1S1 W2S1
W1S2 W2S2
W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Gambar 38 Topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi H
3
PO
4
1M Tabel 45 Diameter permukaan pori arang aktif hasil aktivasi H
3
PO
4
1M
Perlakuan Diameter pori
116
µm
W1S1 2,1-7,8
W2S1 2,5-8,3 W1S2 3,6-9,4
W2S2 4,0-11,5
Ket.: W1 = waktu aktivasi 60 menit W2 = waktu aktivasi 120 menit S1 = suhu aktivasi 700
o
C S2 = suhu aktivasi 800
o
C
Berdasarkan Gambar 38 dan data Tabel 45 dapat diketahui bahwa topografi permukaan arang aktif hasil aktivasi dengan larutan H
3
PO
4
1M menunjukkan kecenderungan yang sama dengan pola struktur arang aktif hasil aktivasi dengan
larutan H
3
PO
4
0,5M, yaitu peningkatan jumlah dan diameter pori baik akibat peningkatan suhu maupun lamanya waktu aktivasi. Diameter pori tertinggi terdapat
pada perlakuan dengan suhu 800
o
C dan waktu aktivasi selama 120 menit, yaitu berkisar 4,0-11,5 µm. Hasil ini sesuai dengan pola topografi permukaan pori arang aktif
dari serat rayon yang diperoleh Brasquet et al. 2000. Menurut Novicio et al. 1998 bahwa proses terbentuknya pori-pori pada arang aktif disebabkan oleh menguapnya
sejumlah zat terbang bahan baku akibat proses pirolisis. Semakin besar atau lebarnya ukuran pori yang terbentuk pada suatu bahan yang
disebabkan oleh peningkatan suhu aktivasi, ada kemungkinan semakin banyak pula jumlah komponen bahan baku yang terdegradasi akan menguap. Penguapan komponen-
komponen tersebut dapat mengakibatkan pergeseran antara lapisan kristal dan mengubah struktur kristal arang, sehingga terbentuk kristal baru yang berbeda dengan
struktur bahan asalnya. Di samping itu, dengan menguapnya produk dekomposisi pada proses karbonisasi semakin menguntungkan karena bila tidak menguap, komponen
tersebut akan menutupi celah di antara lembaran kristal arang, sehingga kinerja arang akan berkurang Villegas Valle 2001. Oleh karena itu, proses karbonisasi suatu
bahan dapat mengubah pola struktur permukaannya.
4.3.3 Mutu Arang Aktif