Asap Cair .1 Rendemen Konversi Sampah Organik Menjadi Arang dan Asap Cair .1 Karakteristik Bahan Baku

85 jumlah komponen bahan baku yang terdegradasi akan menguap. Penguapan komponen- komponen tersebut dapat mengakibatkan pergeseran antara lapisan kristal dan mengubah struktur kristal arang, sehingga terbentuk kristal baru yang berbeda dengan struktur bahan asalnya. Di samping itu, dengan menguapnya produk dekomposisi pada proses pirolisis semakin menguntungkan karena bila tidak menguap, komponen tersebut akan menutupi celah di antara lembaran kristal arang, sehingga kinerja arang akan berkurang Villegas Valle 2001. Oleh karena itu, proses pirolisis suatu bahan dapat mengubah pola struktur permukaannya. 4.2.4 Asap Cair 4.2.4.1 Rendemen Rendemen merupakan salah satu parameter yang penting untuk mengetahui hasil dari suatu proses. Asap cair pada penelitian ini dihasilkan melalui proses kondensasi asap yang dikeluarkan dari reaktor pirolisis. Selama proses pirolisis terjadi penguapan berbagai macam senyawa kimia. Data asap cair yang dihasilkan pada proses pirolisis sampah organik disajikan pada Tabel 22 dan 23. Rendemen asap cair yang dihasilkan pada proses pirolisis sampah organik padat selama 5 jam dengan reaktor listrik berkisar 18,51-51,14 Tabel 22, sedangkan yang dihasilkan pada pirolisis dengan reaktor drum berkisar 30,33-37,83 Tabel 23. Rendemen asap cair yang dihasilkan pada ke dua jenis reaktor di atas lebih rendah dibanding hasil asap cair yang diperoleh Tranggono et al. 1996 pada pirolisis beberapa jenis kayu dengan kisaran suhu 350-400 o C yang menghasilkan asap cair dengan rendemen rata-rata 49,10. Tabel 22 Data rendemen dan warna asap cair hasil pirolisis dengen reaktor listrik Percobaan Suhu pirolisis o C Rendemen bb Warna 1 150 18,51 Coklat kekuningan 2 250 37,01 Coklat tua 3 350 42,09 Coklat tua 4 450 45,33 Merah kecoklatan 5 550 51,14 Merah kecoklatan 86 Tabel 23 Data rendemen dan warna asap cair hasil pirolisis dengen reaktor drum Rendemen Percobaan Suhu pirolisis o C bb Warna 1 350 33,15 Coklat kekuningan 2 355 34,67 Coklat kekuningan 3 375 32,87 Coklat kekuningan 4 405 37,83 Merah kecoklatan 5 505 31,24 Merah kecoklatan 6 510 30,33 Merah kecoklatan Jumlah rendemen asap cair yang dihasilkan pada proses pirolisis sangat bergantung pada jenis bahan baku yang digunakan. Persentase rendemen yang diperoleh juga sangat bergantung pada sistim kondensasi yang dipakai. Kondisi ini sesuai dengan yang dikemukakan Tranggono et al 1996, bahwa untuk pembentukan asap cair digunakan air sebagai medium pendingin agar proses pertukaran panas dapat terjadi dengan cepat. Pirolisis pada suhu yang terlalu tinggi dan waktu yang terlalu lama akan menyebabkan pembentukan asap cair berkurang karena suhu dalam air pendingin semakin meningkat sehingga asap yang dihasilkan tidak terkonsensasi secara optimal sempurna. Proses kondensasi akan berlangsung optimal apabila air di dalam sistim pendingin dialiri secara kontinyu sehingga suhu dalam sistim pendingin tidak meningkat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Demirbas 2005 bahwa asap cair hasil proses pirolisis bahan kayu dapat dihasilkan secara maksimum jika proses kondensasinya berlangsung secara sempurna.

4.2.4.2 Kualitas asap cair

Kualitas asap cair sangat bergantung pada komposisi senyawa-senyawa yang dikandungnya. Kriteria mutu asap cair baik cita rasa maupun aroma sebagai ciri khas yang dimiliki asap ditentukan oleh golongan senyawa yang dikandungnya. Senyawa yang terdapat di dalam asap cair sangat bergantung pada kondisi pirolisis dan bahan baku yang digunakan Nakai et al. 2006. Di samping itu, proses pirolisis bahan yang tidak sempurna dapat menyebabkan komponen-komponen kimia yang dihasilkan dalam asap cair kurang lengkap. Komponen kimia yang telah diidentifikasi pada asap cair 87 antara lain dijumpai senyawa-senyawa golongan fenol, karbonil, asam-asam karboksilat, furan, hidrokarbon, alkohol, dan lakton Girard 1992. 1. Kadar Fenol Identifikasi senyawaan fenolik dalam asap cair hasil pirolisis sampah organik padat diharapkan dapat mewakili kriteria mutunya, sehingga sasaran penggunaannya akan lebih tepat. Data hasil analisis rata-rata kadar total fenol asap cair disajikan pada Tabel 24 dan 25. Tabel 24 Data total fenol asap cair hasil pirolisis dengan reaktor listrik Percobaan Suhu pirolisis o C Kadar total fenol mgl 1 150 46,80 2 250 143,00 3 350 152,39 4 450 158,70 5 550 124,60 Tabel 25 Data total fenol asap cair hasil pirolisis dengan reaktor drum Percobaan Suhu pirolisis o C Kadar total fenol mgl 1 350 61,50 2 355 70,20 3 375 82,50 4 405 128,27 5 505 223,95 6 510 129,19 Kadar total fenol dalam asap cair hasil pirolisis sampah organik pasar dengan reaktor listrik berkisar 46,80-158,70 mgl dan kadar yang paling tinggi diperoleh pada pirolisis dengan suhu 450 o C Tabel 24, sedangkan hasil pirolisis dengan reaktor drum berkisar 61,50-223,95 mgl dan kadar yang paling tinggi diperoleh pada pirolisis dengan suhu 505 o C Tabel 25. Faktor utama yang menentukan kadar total fenol dalam asap cair adalah banyaknya asap yang dihasilkan selama proses pirolisis berlangsung. Jumlah asap yang dihasilkan sangat bergantung pada bahan baku yang digunakan dan suhu yang dicapai selama proses. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Djatmiko et al. 1985 bahwa keberadaan senyawa-senyawa kimia dalam asap cair dipengaruhi oleh kandungan kimia dari bahan baku yang digunakan dan suhu 88 yang dicapai pada proses pirolisis. Berkaitan dengan hal tersebut, Byrne Nagle 1997 mengatakan penguapan, penguraian atau dekomposisi komponen kimia kayu pada proses pirolisis terjadi secara bertahap, yaitu pada suhu 100-150 o C hanya terjadi penguapan molekul air; pada suhu 200 o C mulai terjadi penguraian hemiselulosa; pada suhu 240 o C mulai terdekomposisi selulosa menjadi larutan pirolignat, gas CO, CO 2 , dan sedikit ter; pada suhu 240-400 o C, terjadi proses dekomposisi selulosa dan lignin menjadi larutan pirolignat, gas CO, CH 4 , H 2 dan ter lebih banyak; dan pada suhu di atas 400 o C terjadi pembentukan lapisan aromatik. Kadar total fenol asap cair dalam kondisi terbaik pada penelitian ini, yaitu 2,24x10 -2 . Nilai ini sangat jauh berbeda dengan kadar total fenol yang diperoleh Tranggono, et al. 1996 pada proses pirolisis berbagai jenis kayu pada suhu 350-400 o C dengan menghasilkan total fenol rata-rata 2,90. Kadar senyawa fenolik yang didapat Yulistiani 1997 dalam asap cair hasil pirolisis tempurung kelapa adalah 1,28, sedangkan Nurhayati 2000 berhasil memperoleh kadar fenol 3,24 dalam asap cair hasil pirolisis kayu tusam. Kadar total fenol yang lebih tinggi didapat oleh Darmadji 1995, yaitu berkisar 2,10-5,13. Demirbas 2005 telah berhasil mengidentifikasi 2 macam senyawa fenol dalam asap cair hasil pirolisis bahan kayu pada suhu 735 o K, yaitu 2,6-dimetoksifenol dan 3-metil-2,6-dimetoksifenol dengan kadar kadar berturut-turut 0,74 dan 0,62, sedangkan Tranggono et al. 1997 telah mengidentifikasi 5 macam senyawa-senyawa golongan fenol dalam asap cair hasil pirolisis berbagai jenis kayu pada suhu 350-400 o C, yaitu 2-metoksifenol, 4-metil-2- metoksifenol, 4-etil-2-metoksifenol, 2,6-dimetoksifenol, dan 2,5-dimetoksifenol. 2. Nilai pH Nilai pH merupakan salah satu parameter kualitas dari asap cair yang dihasilkan. Pengukuran nilai pH dalam asap cair yang dihasilkan bertujuan untuk mengetahui tingkat proses penguraian bahan baku secara pirolisis, juga untuk menghasilkan asam alami berupa asap. Hasil pengukuran nilai pH rata-rata dalam asap cair hasil pirolisis sampah organik pasar ditunjukkan pada Tabel 26 dan 27. Asap cair yang dihasilkan pada proses pirolisis sampah organik padat baik dengan menggunakan reaktor listrik Tabel 26 maupun reaktor drum Tabel 27 ditinjau dari nilai pH-nya tergolong asam. Akan tetapi tingkat keasaman asap cair yang dihasilkan pada proses pirolisis dengan reaktor listrik lebih tinggi dibandingkan hasil pirolisis dengan reaktor drum. Hasil ini disebabkan karena penguraian atau dekomposisi komponen kimia 89 dalam masing-masing bahan baku semakin sempurna dengan meningkatnya suhu. Nilai pH yang terendah pada pirolisis dengan reaktor listrik ditunjukkan pada suhu pirolisis 150 o C, yaitu 3,02, sedangkan hasil pirolisis dengan reaktor drum ditunjukkan pada suhu pirolisis 405 o C, yaitu 3,80. Tabel 26 Rataan nilai pH asap cair hasil pirolisis dengan reaktor listrik Percobaan Suhu pirolisis o C pH 1 150 3,02 2 250 3,13 3 350 3,23 4 450 3,36 5 550 3,19 Tabel 27 Rataan nilai pH asap cair hasil pirolisis dengan reaktor drum Percobaan Suhu pirolisis o C pH 1 350 4,25 2 355 4,09 3 375 4,78 4 405 3,80 5 505 4,10 6 510 3,84 Jika nilai pH rendah berarti asap yang dihasilkan berkualitas tinggi terutama dalam hal penggunaannya sebagai bahan pengawet makanan Nurhayati 2000. Nilai pH yang rendah secara keseluruhan berpengaruh terhadap nilai awet dan daya simpan produk asap ataupun sifat organoleptiknya. Ditinjau dari tingkat keasaman untuk penggunaannya sebagai pengawet, maka asap cair hasil pirolisis dengan reaktor listrik relatif berkualitas lebih baik dibandingkan dengan reaktor drum karena bersifat lebih asam sehingga nilai awetnya lebih lama. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Pszczola 1995 bahwa asap cair dapat digunakan sebagai bahan pengawet apabila mengandung senyawaan fenolik dan asam yang berperan sebagai antibakteri dan antioksidan. Lebih lanjut, Bukle et al. 1985 menyatakan asap cair yang bersifat asam dapat digunakan sebagai pengawet karena asam berfungsi menurunkan nilai pH, sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. 90

4.2.4.3 Komponen kimia asap cair

Asap cair yang dihasilkan pada proses pirolisis sampah organik pasar terlebih dahulu dilarutkan dalam pelarut metanol untuk selanjutnya diidentifikasi kandungan kimianya dengan teknik GCMS menggunakan kolom kapiler HP Ultra-2 dengan suhu injektor 250 o C, gas pembawa helium dan kecepatan alir 0,6 μlmenit serta volume injeksinya 1 μl. Kromatogram GCMS dari asap cair yang dihasilkan pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 20. Kelim p ahan Waktu retensi menit Gambar 20 Kromatogram asap cair hasil pirolisis sampah organik pasar Gambar 20 memperlihatkan bahwa asap cair yang dihasilkan pada proses pirolisis sampah organik pasar menunjukkan pemisahan komponen kimianya melalui puncak-puncak kromatogram yang muncul pada GC. Puncak-puncak tersebut mulai muncul pada waktu retensi 3,04 hingga 47,44 menit dan berdasarkan chemstation data system yang dipunyai alat tersebut teridentifikasi sebanyak 61 senyawa penyusun asap cair hasil pirolisis sampah organik pasar Lampiran 10. Dari data tersebut terdapat dua senyawa dengan konsentrasi tertinggi, yaitu 1,1-dimetil hidrazin 8,98, dan 2,6- dimetoksi fenol 8,68. Di antara ke-61 senyawa yang teridentifikasi pada asap cair terdapat 17 senyawa 27,9 golongan keton, 14 senyawa 23 yang merupakan golongan fenolik, 8 senyawa 13 golongan asam karboksilat, 7 senyawa 11,5 golongan alkohol, 4 senyawa 6,6 golongan ester, 3 senyawa 4,9 golongan aldehid dan lain-lain rata-rata 1 senyawa 1,6. 91 Hasil ini dari sisi komponen penyusun asap cair tidak jauh berbeda dengan yang diperoleh Maga 1998 dalam Firmansyah 2004, yang melakukan pirolisis bahan kayu memperoleh air 11-92, senyawa fenolik 0,2-2,9, asam-asam organik 2,8-4,5, dan karbonil 2,6-4,6. Demikian juga halnya dengan hasil penelitian Bratzler et al. 1969, bahwa komponen utama kondensat asap kayu, yaitu karbonil 24,6, asam karboksilat 39,9, dan senyawaan fenolik 15,7. Lebih lanjut, Tranggono et al. 1997 sudah mendapatkan tujuh macam komponen kimia utama dalam asap cair tempurung kelapa, yaitu senyawaan fenolik, 2-metoksifenol, 2-metoksi-4-metilfenol, 4- etil-2-metoksi-fenol, 2,6-dimetoksifenol, 2,5-dimetoksifenol, dan 3-metil-1,2-siklo- pentadion, yang larut dalam eter. Sementara Yulistiani 1997 mendapatkan kandungan senyawaan fenolik sebesar 1,28 dalam asap cair tempurung kelapa. Komponen fenol tertinggi 3,24 terdapat pada asap cair kayu tusam, kadar asam asetat tertinggi 6,33 kayu bakau, dan kadar alkohol tertinggi 2,94 pada kayu jati. Hasil penelitian lain dilaporkan oleh Wanjala et al. 2002 dalam Chacha et al. 2005 bahwa asap cair dari akar kayu Erythrina latissima mengandung beberapa senyawa alkaloid, stilbenoid, lignan, dan flavonoid. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diyakini bahwa pada hampir semua asap cair dari berbagai jenis kayu dijumpai adanya senyawa golongan fenolik. Oleh karena itu, asap cair dapat digunakan sebagai salah satu bahan pengawet alami. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Pszczola 1995 bahwa asap cair yang mengandung sejumlah komponen fenolik dan asam dapat digunakan sebagai bahan pengawet. Pada asap cair yang dihasilkan pada penelitian ini, selain diidentifikasi terdapat senyawaan fenolik, juga diketahui adanya senyawa golongan lakton. Oleh karena itu, asap cair selain dapat digunakan sebagai pengawet juga mempunyai potensi sebagai pengendali hama. Menurut Nurhayati 2000, asap cair juga dapat digunakan sebagai pestisida karena umumnya mengandung senyawa toksik terutama golongan lakton. Narasimhan et al. 2005 telah menemukan dua senyawa turunan lakton, yaitu salanobutirolakton dan desasetilsalanobutirolakton yang aktif sebagai antifeedant bagi serangga. Di samping itu, Frackowiak et al. 2006, juga melaporkan senyawa turunan lakton, yaitu gamma butirolakton berperan sebagai antifeedant bagi serangga. 92 4.3 Pembuatan Arang Aktif 4.3.1 Karakteristik Bahan Baku