76
4.2 Konversi Sampah Organik Menjadi Arang dan Asap Cair 4.2.1 Karakteristik Bahan Baku
Bahan baku sampah organik yang digunakan pada percobaan ini merupakan sampah organik yang sukar dikomposkan dengan komposisi 30 kayu, 30 bambu,
20 pepohonanranting, dan 20 dedaunan. Sampah bambu dan kayu merupakan bekas tempat buah-buahan, sedangkan pepohonan dan ranting serta dedaunan
merupakan sampah dari tanaman perkarangan danatau tanaman pelindung jalan. Hasil analisis sifat-sifat dasar bahan baku sampah padat dengan komposisi tersebut
menunjukkan rata-rata 7,45 air, 77,06 zat terbang, 6,32 abu, 16,62 karbon terikat, dan 4444 kalori nilai kalor.
4.2.2 Hasil Pirolisis
Untuk mempelajari karakteristik proses pirolisis bahan baku sampah organik pasar pada penelitian ini diawali dengan menggunakan reaktor listrik skala
laboratorium dengan kapasitas ± 1 kg bahan. Selanjutnya pendekatan tersebut
diterapkan pada reaktor drum dengan kapasitas ± 13 kg bahan. Data hasil pirolisis
sampah organik pasar disajikan pada Tabel 15 dan 16. Tabel 15 Hasil pirolisis sampah organik dengan reaktor listrik
Percobaan Kadar Air
Contoh bb
Suhu Pirolisis
o
C Residu Arang
bb Rendemen
Asap Cair bb
Ter bb
1 14,25 150
80,03 18,51
2 13,88 250
45,55 37,01
2,62 3 13,70
350 41,50
42,09 4,55
4 13,33 450
37,17 45,33
5,67 5 13,14
550 31,91
51,14 6,12
Tabel 16 Hasil pirolisis sampah organik dengan reaktor drum
Percobaan Kadar Air
Contoh bb
Suhu Pirolisis
o
C Residu Arang
bb Rendemen
Asap Cair bb
1 20,76 350 41,12 33,15
2 28,00 355 32,51 34,67
3 29,32 375 30,65 32,87
4 25,40 405 26,76 37,83
5 23,59 505 22,36 31,24
6 25,41 510 27,38 30,33
Pada proses pirolisis sampah organik padat dengan menggunakan reaktor listrik Tabel 15, selain dihasilkan residu arang dan asap cair, juga diperoleh ter, sedangkan
77 pada proses pirolisis dengan reaktor drum Tabel 16 hanya menghasilkan residu arang
dan asap cair saja. Di samping itu, hasil pirolisis sampah dengan reaktor listrik juga menunjukkan makin tinggi suhu pirolisis makin rendah perolehan residu arang dan
makin tinggi perolehan asap cair dan ter, sedangkan hasil pirolisis dengan reaktor drum tidak mengikuti pola di atas. Hal ini disebabkan karena model reaktor drum yang
digunakan Gambar 9b mempunyai tutup atas yang rata sehingga ter tidak teruapkan, melainkan terkarbonisasi menjadi arang.
4.2.3 Arang
Arang yang dihasilkan umumnya memiliki penampilan fisik dengan bentuk yang beragam dan berwarna hitam. Arang ini kemudian dihaluskan hingga berbentuk
serbuk untuk keperluan analisis sifat-sifat dasar dan strukturnya. Serbuk arang ini memiliki warna hitam, tidak berbau dan tidak larut dalam air. Residu rendemen
merupakan nilai yang penting untuk mengetahui hasil yang diperoleh dari suatu proses. Tinggi rendahnya rendemen arang yang dihasilkan sangat bergantung pada kadar air
bahan baku dan suhu pirolisisnya. Bervariasinya rendemen arang yang dihasilkan juga disebabkan komposisi bahan baku yang digunakan relatif kurang homogen. Akibat
suhu tinggi sebahagian arang berubah menjadi abu dan gas-gas yang mudah menguap, sehingga rendemennya rendah. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Paris et al.
2005 bahwa akibat peningkatan suhu yang tinggi pada proses pirolisis, sebahagian arang dapat berubah menjadi abu, gas CO, H
2
, dan gas-gas hidrokarbon.
4.2.3.1 Karakteristik sifat-sifat dasar arang
Data hasil karakterisasi sifat-sifat dasar arang hasil pirolisis sampah organik pasar disajikan pada Tabel 17 dan 18.
Tabel 17 Karakteristik arang hasil pirolisis dengan reaktor listrik
Kadar Perlakuan
Air Zat terbang
Abu Karbon terikat
Nilai kalor kalori
L0 7,45 77,06 6,32 16,62 4444
L1 0,61 72,90 3,34 23,76 4625
L2 0,95 44,55 5,91 49,54 5841
L3 0,79 32,40 6,29 61,31 5986
L4 1,72 27,32 7,26 65,42 6419
L5 0,48 14,72 8,80 76,48 6835
SNI 6,00 30,00 4,00 66,00 -
Keterangan: L0 = tanpa pirolisis kontrol L3 = suhu 350
o
C L1 = suhu 150
o
C L4 = suhu 450
o
C L2 = suhu 250
o
C L5 = suhu 550
o
C
78 Tabel 18. Karakteristik arang hasil pirolisis dengan reaktor drum
Kadar Perlakuan
Air Zat terbang
Abu Karbon terikat
Nilai kalor kalori
D0 7,45 77,06 6,32 16,62 4444
D1 4,33 31,47 12,82 55,71 6151
D2 4,00 28,96 14,91 56,13 6337
D3 3,03 25,85 15,68 58,47 6479
D4 3,06 23,19 17,53 59,28 6633
D5 2,46 18,30 12,22 69,48 6634
D6 3,09 19,99 13,00 67,01 6640
SNI 6,00 30,00 4,00 66,00 -
Keterangan: D0 = tanpa pirolisis kontrol D3 = suhu 375
o
C D5 = suhu 505
o
C D1 = suhu 350
o
C D4 = suhu 405
o
C D6 = suhu 510
o
C D2 = suhu 355
o
C
Karakteristik arang hasil pirolisis sampah dengan reaktor listrik Tabel 17 menunjukkan bahwa makin tinggi suhu pirolisis makin rendah kadar zat terbang dan
makin tinggi kadar abu, karbon terikat dan nilai kalor, sedangkan arang hasil pirolisis dengan reaktor drum Tabel 18 menunjukkan hal yang sama untuk kadar zat terbang,
karbon terikat dan nilai kalor. Sebahagian besar sifat-sifat dasar arang hasil pirolisis dengan reaktor listrik tidak memenuhi persyaratan SNI-01-1682-1996 BSN 1996,
kecuali pirolisis pada suhu 550
o
C, sedangkan pada arang hasil pirolisis dengan reaktor drum sebahagian besar sifat-sifat dasarnya terutama hasil pirolisis pada suhu 505
o
C memenuhi persyaratan tersebut kecuali untuk kadar abu. Berdasarkan data tersebut
dapat disimpulkan bahwa arang hasil pirolisis sampah organik pasar dengan reaktor drum relatif lebih berkualitas dibandingkan dengan hasil pirolisis dengan reaktor listrik.
Maka oleh karena itu, pembuatan arang untuk kebutuhan penelitian ini dilanjutkan dengan menggunakan reaktor drum.
4.2.3.2 Daya jerap arang
1. Daya jerap terhadap iodin Secara umum ukuran daya jerap arang terhadap iodin, sering dijadikan sebagai
dasar menilai kualitas suatu bahan dalam hal kemampuan jerapannya, terutama dalam menyerap larutan berwarna. Nilai daya jerap arang terhadap larutan iodin pada
penelitian ini berkisar 176,46–379,76 mgg Gambar 15.
79
176.46 225.87
379.76 281.08
50 100
150 200
250 300
350 400
28 405
505 510
Suhu Pirolisis
o
C D
a y
a j
e ra
p i odi
n m
g g
Gambar 15 Histogram daya jerap arang terhadap larutan iodin
Arang yang mempunyai daya jerap tertinggi terhadap larutan iodin ditunjukkan oleh perlakuan pirolisis pada suhu 505
o
C dan daya jerap yang terendah terdapat pada perlakuan kontroltanpa pirolisis 28
o
C. Tingginya daya jerap arang hasil pirolisis ini terhadap iodin menggambarkan meningkatnya permukaan aktif arang akibat perlakuan
suhu pada pirolisis. Pergeseran pelat-pelat karbon akibat suhu tinggi mendorong senyawa hidrokarbon, ter, dan senyawa organik lainnya untuk keluar pada saat pirolisis
Gambar 19. Hal ini sesuai dengan pernyataan Agustina 2004 dan Concheso et al. 2005 bahwa rendahnya daya jerap suatu bahan bisa disebabkan karena masih
banyaknya senyawa hidrokarbon dan komponen lain seperti ter, abu, air, nitrogen, dan sulfur yang terdapat pada permukaan arang. Akan tetapi pada suhu yang lebih tinggi
dapat menyebabkan daya jerap arang berkurang. Menurut Tansel Nagarajan 2004 berkurangnya daya jerap arang akibat terjadi kerusakan atau erosi pada dinding pori
arang yang menyusun struktur mikropori pada saat proses pirolisis berlangsung. Dalam hal daya jerap untuk arang belum ada persyaratan SNI-nya, karena arang jarang
digunakan secara langsung sebagai adsorben, akan tetapi lazimnya diaktivasi terlebih dahulu menjadi arang aktif.
2. Daya jerap arang terhadap benzena Penetapan daya jerap arang terhadap uap benzena C
6
H
6
bertujuan untuk mengetahui kemampuan arang dalam menjerap berbagai macam gas yang bersifat
nonpolar. Nilai daya jerap arang terhadap uap benzena dalam waktu 24 jam berkisar 8,00–12,37 dan dalam waktu 48 jam berkisar 6,21-11,72 Gambar 16. Daya jerap
80 arang yang tertinggi terhadap uap benzena ditunjukkan pada waktu 24 jam dari
perlakuan pirolisis pada suhu 505
o
C. Daya jerap arang dalam waktu 24 jam lebih tinggi dibanding dengan daya jerap dalam waktu 48 jam. Hal ini disebabkan tingkat
kejenuhan uap benzena dalam chember berkurang akibat dibuka tutupnya pada waktu pengukuran 24 jam. Di samping itu, waktu 24 jam sudah menggambarkan kemampuan
jerapan arang terhadap uap atau gas yang bersifat non polar.
8.00 9.53
12.37 9.85
6.21 7.23
11.72 8.61
0.00 2.00
4.00 6.00
8.00 10.00
12.00 14.00
28 405
505 510
Suhu Pirolisis
o
C Daya j
erap b
en z
en a
24 jam 48 jam
Gambar 16 Histogram daya jerap arang terhadap uap benzena Rendahnya daya jerap arang terhadap uap benzena disebabkan oleh pori yang
terbentuk pada permukaannya masih banyak mengandung senyawaan non polar, sehingga gas atau uap yang dapat dijerap menjadi lebih sedikit Pari 1996. Dengan
kata lain, permukaan arang masih ditutupi oleh berbagai senyawaan yang bersifat polar seperti golongan fenolik, aldehid dan asam-asam karboksilat dari hasil karbonisasi
yang tidak sempurna, sehingga penjerapan terhadap uap benzena menjadi rendah.
4.2.3.3 Identifikasi Struktur Arang
1. Identifikasi gugus fungsi Gugus fungsi dari bahan baku dan arang hasil pirolisisnya diidentifikasi dengan
spektrofotometer FTIR. Hasil analisis spektrum absorpsi IR dapat memberi petunjuk tentang perubahan gugus fungsi senyawa akibat perubahan suhu pirolisisnya. Hasil
serapan arang terhadap spektrum IR ditunjukkan pada Gambar 17 dan Tabel 19.
81 28
o
C
Transmisi
405
o
C 505
o
C
Bilangan gelombang cm
-1
Gambar 17 Spektrum serapan IR bahan baku dan arang hasil pirolisisnya
Tabel 19 Data bilangan gelombang serapan IR dari bahan baku dan arang hasil pirolisisnya
Suhu Pirolisis
o
C Bilangan gelombang
cm
-1
28 3421,5 – 2920,0 – 2854,5 – 1635,5 – 1508,2 – 1056,9 – 617,2
405 3425,3 – 2923,9 – 1585,4 – 1438,8 – 1091,6 – 875,6
505 3409,9 – 2923,9 – 1577,7 – 1438,8 – 1103,2 – 875,6
Pola spektrum serapan IR dari bahan baku dan arang hasil pirolisisnya mengalami perubahan sesuai dengan perubahan suhunya. Selama proses pirolisis
terjadi penguraian struktur kimia yang diperlihatkan oleh adanya perubahan pola spektrum, yaitu dengan menurunnya persentase serapan di daerah bilangan gelombang
3425,3-3409,9 dan 2923,9-2920,0 cm
-1
, serapan yang hilang ditunjukkan di daerah bilangan gelombang 1635,5; 1508,2 dan 617,2 cm
-1
. Di samping itu, pada arang yang dihasilkan terdapat serapan baru di daerah bilangan gelombang 1585,4-1577,7; 1438,8;
1103,2-1091,6 dan 875,6 cm
-1
. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan suhu pirolisis mengakibatkan perubahan gugus fungsi, yang diikuti terbentuknya senyawa baru
melalui mekanisme radikal. Hasil ini sesuai dengan yang dikemukan Demirbas 2005 bahwa makin tinggi suhu pirolisis suatu bahan makin banyak gugus-gugus fungsi yang
teroksidasi atau terurai sehingga menjadi hilang atau tingkat serapannya berkurang atau menyebabkan pergeseran bilangan gelombang serapannya.
82 Gugus-gugus fungsi yang teridentifikasi pada bahan baku tanpa pirolisis 28
o
C antara lain adanya regang OH dengan serapan kuat di daerah bilangan gelombang
3421,5 cm
-1
, regang C-H dengan serapan lemah di daerah 2920,0 dan 2854,5 cm
-1
, regang C=C dengan serapan sedang di daerah 1635,5 cm
-1
, ikatan C-O dari gugus eter alifatik ditunjukkan di daerah 1056,9 cm
-1
dengan serapan sedang, dan adanya struktur polisiklik diindikasikan di daerah 617,2 cm
-1
dengan serapan lemah. Gugus-gugus fungsi yang teridentifikasi pada arang hasil pirolisis dengan suhu 405
o
C antara lain adanya regang OH dengan serapan kuat di daerah 3425,3 cm
-1
, regang C-H dengan serapan lemah di daerah 2923,9 cm
-1
, regang C=C dengan serapan sedang di daerah 1585,4 cm
-1
, ikatan C-H dari senyawa alifatik juga diindikasikan di daerah 1438,8 cm
-1
dengan serapan sedang, ikatan C-O dari gugus eter alifatik ditunjukkan di daerah 1091,6 cm
-1
dengan serapan sedang, dan adanya struktur polisiklik diindikasikan di daerah 875,6 cm
-1
dengan serapan lemah. Pada arang hasil pirolisis dengan suhu 505
o
C teridentifikasi gugus-gugus fungsi antara lain adanya regang OH dengan serapan kuat
di daerah 3409,9 cm
-1
, regang C-H dengan serapan lemah di daerah 2923,9 cm
-1
, regang C=C dengan serapan sedang di daerah 1577,7 cm
-1
, ikatan C-H dari senyawa alifatik juga diindikasikan di daerah 1438,8 cm
-1
dengan serapan sedang, ikatan C-O dari gugus eter alifatik ditunjukkan di daerah 1103,2 cm
-1
dengan serapan lemah, dan adanya struktur polisiklik diindikasikan di daerah 875,6 cm
-1
dengan serapan lemah. Berdasarkan data di atas dapat dikemukakan bahwa gugus-gugus fungsi yang
teridentifikasi baik pada bahan baku tanpa pirolisis maupun arang hasil pirolisis pada suhu 405 dan 505
o
C secara umum relatif sama, akan tetapi tingkat serapannya yang cenderung menurun dan bilangan gelombangnya sedikit bergeser dengan semakin
meningkatnya suhu pirolisis. Hasil ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Menendez et al. 1999 bahwa pada proses pirolisis suatu bahan pada suhu tinggi, maka
akan terjadi pergeseran serapan bilangan gelombang antara produk dengan bakunya.
2. Identifikasi pola struktur kristal Pola struktur dari bahan baku dan arang hasil pirolisisnya pada berbagai
tingkatan suhu ditelusuri dengan difraktometri XRD. Analisis ini bertujuan mengetahui
83 struktur kristal suatu bahan, dan perubahan strukturnya akibat perubahan suhu pirolisis.
Hasil analisis dengan XRD ditunjukkan pada Gambar 18 dan Tabel 20.
28
o
C
Intensitas 405
o
C
505
o
C
Sudut difraksi derajat Gambar 18 Difraktogram bahan baku dan arang hasil pirolisisnya
Tabel 20 Data derajat kristalinitas X, sudut difraksi θ, jarak antar lapisan d, tinggi
Lc, dan lebar La antar lapisan serta jumlah N lapisan aromatik dari bahan baku dan arang hasil pirolisisnya
Suhu pirolisis
o
C X
θ d
1
nm θ
d
2
nm Lc
nm N
La nm
28 47,72 21
0,423 - - 3,996
9,453 - 405 43,45
22 0,404
40 0,225
4,031 9,978
8,357 505 43,50
22 0,404
42 0,215
4,031 9,978
8,405
Data Tabel 20 menunjukkan bahwa derajat kristalinitas dan jarak antar lapisan aromatik makin sempit dengan meningkatnya suhu. Namun pada proses pirolisis
dengan suhu 405 sampai 505
o
C tidak menunjukkan perbedaan jarak antar lapisan kristal. Hal ini berarti bahwa makin tinggi suhu pirolisis makin banyak struktur kristal
arang yang menyusut, sehingga derajat kristalinitasnya menurun. Hasil ini bertolak belakang dengan yang diperoleh Schukin et al. 2002 bahwa derajat kristalinitas suatu
bahan meningkat seiring terjadi peningkatan suhu pirolisisnya.
84 3. Identifikasi pola struktur
Pola struktur permukaan pori dari suatu bahan digambarkan dengan fotograph SEM. Analisis ini bertujuan mengetahui topografi permukaan struktur akibat perubahan
suhu pirolisisnya. Data hasil analisis SEM ditunjukkan pada Gambar 19.
28
o
C 405
o
C 505
o
C Gambar 19 Topografi permukaan bahan baku dan arang hasil pirolisisnya
Tabel 21 Diameter permukaan pori bahan baku dan arang hasil pirolisisnya
Suhu pirolisis
o
C Diameter pori
µm
28 -
405 0,4-1,3 505 0,5-1,7
Pada Gambar 19 dan Tabel 21 diperlihatkan pola topografi permukaan bahan baku dan arang hasil pirolisisnya mengalami perubahan sesuai dengan kenaikan suhu.
Bahan baku tanpa pirolisis 28
o
C, memperlihatkan topografi permukaannya belum terbentuk pori-pori, sedangkan pada arang hasil pirolisisnya, baik pada suhu 405
o
C maupun pada suhu 505
o
C, topografi permukaannya memperlihatkan pembentukan pori yang makin besar sesuai kenaikan suhu. Pori-pori yang terbentuk diperkirakan berasal
dari adanya zat yang menguap zat terbang dari struktur yang terdegradasi akibat panas yang tinggi pada proses tersebut. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Novicio et al. 1998 bahwa proses terbentuknya pori-pori pada arang disebabkan oleh karena menguapnya sejumlah zat yang dikandung oleh bahan baku
tersebut akibat terjadinya pirolisis. Semakin besar atau lebarnya ukuran pori yang terbentuk pada suatu bahan yang
disebabkan oleh peningkatan suhu pirolisis, ada kemungkinan semakin banyak pula
85 jumlah komponen bahan baku yang terdegradasi akan menguap. Penguapan komponen-
komponen tersebut dapat mengakibatkan pergeseran antara lapisan kristal dan mengubah struktur kristal arang, sehingga terbentuk kristal baru yang berbeda dengan
struktur bahan asalnya. Di samping itu, dengan menguapnya produk dekomposisi pada proses pirolisis semakin menguntungkan karena bila tidak menguap, komponen
tersebut akan menutupi celah di antara lembaran kristal arang, sehingga kinerja arang akan berkurang Villegas Valle 2001. Oleh karena itu, proses pirolisis suatu bahan
dapat mengubah pola struktur permukaannya.
4.2.4 Asap Cair 4.2.4.1 Rendemen