22
2.1.8 Pembelajaran
Pembelajaran dapat didefiniskan sebagai “suatu sistem atau proses membelajarkan subjek didik yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan dan
dievaluasi secara sistematis agar subjek didikpembelajar dapat mencapai tujuan- tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien”, Komalasari, 2010: 3 sedangkan
Briggs dalam Sugandi 2008: 9-10 menjelaskan bahwa “pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang mempengaruhi si belajar sedemikian rupa sehingga si
belajar itu memperoleh kemudahan dalam berinteraksi berikutnya dengan lingkungan”. Sejalan dengan pemikiran Briggs “pembelajaran adalah suatu upaya
yang dilakukan oleh seseorang guru atau yang lain untuk membelajarkan siswa yang belajar” Siddiq, dkk 2008: 1-9.
Dari beberapa definisi pembelajaran oleh para ahli maka dapat dismpulkan pembelajaran adalah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar, dan bahan ajar.
Pembelajar yaitu siswa, pengajar yaitu guru, dan bahan ajar yaitu materi yang akan disampaikan kepada siswa.
2.1.9 Model pembelajaran
Untuk mengatasi berbagai problematika dalam pelaksanaan pembelajaran, tentu diperlukan model-model mengajar yang dipandang mampu mengatasi kesulitan
guru melaksanakan tugas mengajar dan juga kesulitan belajar peserta didik. Menurut Joyce dalam Trianto 2007: 5 model pembelajaran
adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat- perangkat pembelajaran termasuk didalamnya buku-buku, film,
computer, kurikulum, dan lain-lain. Selanjutnya Joyce menyatakan bahwa setiap model pembelajaran mengarahkan kita
ke dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.
23
Adapun Soekamto, dkk dalam Trianto 2007: 5 mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah “kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran
dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar”. Arends dalam Trianto 2007: 9 berpendapat bahwa tidak ada satu model
pembelajaran yang baik diantara yang lainnya, karena masing-masing model pembelajaran dapat dirasakan baik, apabila telah diujicobakan untuk mengajarkan
materi pelajaran tertentu. Oleh karena itu dari beberapa model pembelajaran yang ada perlu kiranya diseleksi model pembelajaran paling baik untuk mengajarkan suatu
materi tertentu. Dengan demikian merupakan hal yang sangat penting bagi para pengajar
untuk mempelajari dan menambah wawasan tentang model pembelajaran yang telah diketahui. Karena dengan menguasai beberapa model pembelajaran, maka seorang
guru akan merasakan adanya kemudahan di dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, sehingga tujuan pembelajaran yang hendak kita capai dalam proses
pembelajaran dapat tercapai dan tuntas sesuai yang diharapkan.
2.1.10 Model pembelajaran kooperatif
Cooperative Learning
menurut Panitz dalam Agus Suprijono 2011: 54 adalah “konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk
bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau di arahkan oleh guru”. Sedangkan menurut Roger dalam Miftahul Huda 2011: 29 Cooperative Learning merupakan
“aktivitas pembelajaran berkelompok yang diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara
24
kelompok-kelompok pembelajar yang didalamnya setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran
anggota-anggota yang lain”. Edmund T. Emmer
dan
Mary Claire Gerwels mengemukakan pendapat tentang kegunaan cooperative learning sebagai berikut:
Cooperative learning CL provides an alternative to competitive or individualistic classroom activities by encouraging collaboration
among students in small groups. The use of CL alters the structure of classroom activities and roles: the class organization changes to a
multigroup structure, the teachers role as an information transmitter is reduced, and the students role shifts toward that of group
participant and decision maker.
Pendapat Edmund T. Emmer dan
Mary Claire Gerwels 2002 dapat diartikan
bahwa: cooperative learning memberikan sebuah alternatif aktifitas kelas baik yang bersifat kompetitif ataupun perseorangan dengan mendorong kolaborasi diantara para
siswa dalam kelompok-kelompok kecil. Kegunaan dari cooperative learning adalah mengubah bentuk aktifitas dan peranan ruang kelas. Organisasi kelas berubah
menjadi sebuah susunan multigroup, peranan guru sebagai pengantar atau pentransfer informasi dikurangi, dan peran pelajar bergeser menjadi peserta dalam kelompok dan
pengambil keputusan .
Menurut Robert E. Slavin 2010: 4 cooperative learning merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompok-
kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan bisa saling membantu,
saling mendiskusikan dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.
Kimberly D. Wiliam dalam jurnalnya. Mengatakan bahwa:
25
A new approach to cooperative learning has been designed that takes the norm ideology of teaching life skills through group
activities as its base. However, it uses a different method in allowing students to receive, understand, and develop an interest
in the content material. All students have different talents and abilities. These individual traits could be a factor in determining
why a student performs well in one class and poorly in another. This design allows students to utilize their strongest talents
across the curriculum and it also promotes ways of improving their weaknesses.
Pendapat Kimberly 1996 dapat diartikan bahwa: Sebuah pendekatan baru dalam cooperative learning telah di desain untuk menjadikan ideologi norma dari
pengajaran life skill melalui aktifitas kelompok sebagai dasarnya. Bagaimanapun juga, metode ini menggunakan metode yang berbeda dalam memperlakukan para
siswa untuk menerima, memahami dan mengembangkan ketertarikan mereka terhadap isi materi. Semua siswa memiliki kemampuan dan bakat yang berbeda,ciri
perseorangan ini dapat menjadi faktor dalam menentukan mengapa seorang siswa tampil baik dalam sebuah kelas dan buruk dikelas yang lain. Pola ini membuat siswa
memanfaatkan bakat terkuat mereka melebihi kurikulum dan juga sebagai cara menaikan dalam mengembangkan kelebihan dan mengatasi kelemahan yang mereka
miliki. Bagaimanapun juga, Cooperative Learning akan membantu siswa
mengembangkan bakat serta memberikan siswa pengetahuan dan kemampuan berinteraksi. Tujuan utama Cooperative Learning menurut Robert E. Slavin 2010: 4
yaitu “untuk memberikan para siswa pengetahuan, konsep, kemampuan, dan pemahaman yang mereka butuhkan supaya bisa menjadi anggota masyarakat yang
bahagia dan bermanfaat”.
26
Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan Cooperative learning
merupakan salah satu model pembelajaran yang bisa digunakan oleh guru yang lebih menitikberatkan kepada aktivitas pembelajaran berkelompok yang
diorganisir oleh satu prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajar yang didalamnya
setiap pembelajar bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain untuk memberikan
para siswa pengetahuan, konsep, kemampuan, dan pemahaman yang mereka butuhkan supaya bisa menjadi anggota masyarakat yang bahagia dan bermanfaat”.
2.1.11 Pembelajaran model