Efikasi Diri Guru Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Pendidikan Inklusi
penting dalam menetukan efikasi diri yaitu generality, level, strenght dengan indikator sebagi berikut:
1. Memotivasi diri untuk melakukan sesuatu 2. Mempunyai keyakinan tinggi terhadap kemampuannya
3. Selalu merasa optimis 4. Mempunyai kemampuan dalam mengatasi berbagai hambatan
5. Keyakinan dalam melaksanakan tugas 6. Meyakini kemampuanya dalam berbagai situasi
Berdasarkan indikator dari ketiga aspek tersebut maka identifikasi hasil penelitian efikasi diri guru pendidikan anak usia dini terhadap pendidikan inklusi
yang menunjukan mempunyai efikasi tinggi sebesar 50,9 dan disusul urutan guru yang mempunyai efikasi sedang yaitu 36,8 dan diurutan terakhir guru
dengan efikasi rendah hanya 12,3 . Meskipun mayoritas lama mengajar 1-6 tahun dengan latar belakang pendidikan responden D2 dan S1 nilai efikasi guru
dalam pendidikan tidaklah buruk, level efikasi berada di level tingkat sedang. Melby dalam santrock 2008:524 menyatakan bahwa efikasi diri guru akan
berpengaruh besar terhadap kualitas pembelajaran. Akan tetapi kondisi ini lantas tidak membuat para guru dengan jam
terbang terbatas dan usia masih muda menjadi minder, mereka masih punya cukup keyakinan untuk menjadi lebih baik dan hal ini khususnya dalam pendidikan
inklusi masih punya banyak harapan untuk mengembangkan pendidikan inklusi. Efikasi diri guru yang tinggi akan menjadi modal dalam upaya pengembangan
pendidikan inklusi. Seperti apa yang diungkapkan Feist 2012:212 manusia yang
yakini bahwa mereka dapat melakukan sesuatu yang mempunyai potensi untuk dapat mengubah kejadiannya di lingkunganya, akan lebih mungkin untuk
bertindak dan lebih mungkin untuk menjdi sukses dari pada yang mempunyai efikasi rendah. Artinya bahwa dengan keyakinan dalam melakasanakan program
pendidikan inklusi akan menjadi sebuah kemungkinan yang bisa terjadi. Keadaan ini didasarkan pada teori kogntif dari Bandura 1997 yang
menyatakan bahwa orang-orang melatih kontrol atas apa yang mereka lakukan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Salah satu dari faktor tersebut yang
menjadi bahan utama dalam penelitian ini adalah latar belakang pendidikan dan lama mengajar guru. Sehingga melalui faktor tersebut peneliti dapat melihat
tingkat efikasi guru pendidikan anak usia dini terhadap pendidikan inklusi di Kecamatan Grabag.
4.2.1.1 Efikasi Diri Guru Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Pendidikan Inklusi Ditinjau dari Latar Belakang Pendidikan.
Latar belakang pendidikan menjadi dasar dalam upaya pengembangan profesionalitas pendidik dalam pendidikan anak usia dini, seperti yang tercatat
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional
Pendidikan menyatakan bahwa bagi guru pendidikan anak usia dini baik formal maupun non formal harus mempunyai kualifikasi akademik, seperti memiliki
ijazah S1 dari perguruan tinggi terakreditasi, dan pendidikan minimal D2 yang mempunyai sertifikat pelatihan atau pendidikankursus pendidikan anak usia dini.
Kualifikasi tersebut sangat beralasan mengingat pentingnya tingkat pendidikan
bagi seorang guru. Sehingga kedepanya dengan potensi dan kemampuan guru pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik. Namun pada kenyataanya masih
banyak guru terlebih guru pendidikan anak usia dini yang pendidikanya masih pada tingkat sekolah menengah atas.
Woolfolk hoy dalam Shaughnessy 2004 mengemukakan profesionalisme guru, mempunyai hubungan yang sederhana antara efikasi dan kualitas fasilitas,
dan antara efikasi dan profesionalisme guru. Salah satu dari sumber efikasi adalah menguasai
suatu kompetensi.
Kompetensi dalam
teknik pedoman
penyelenggaraan pendidikan khusus tahun 2007 adalah seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang harus dimiliki oleh seseorang dalam melaksanakan
tugasnya. Pengetahuan dan keterampilan tersebut dapat diperoleh dari pendidikan atau latihan.
Berdasarkan hasil penelitin, peneliti menemukan bahwa efikasi diri guru yang didasarkan pada latar belakang pendidikan R Square=0.378, P=0.00 hal ini
menunjukkan bahwa latar belakang pendidikan memberikan sumbangan sebesar 37,8. Meskipun latar belakang pendidikan S1 mempunyai jumlah sedikit akan
tetapi nilai rata-rata nilai efikasinya menduduki peringkat paling tinggi yaitu sebesar 151,19. Sedangkan guru dengan latar belakang D2 dan SMASMK
sederajat mempunyai nilai efikasi yang cukup, dan SMP mempunyai nilai efikasi yang sangat rendah yaitu sebesar 102,50. Hal ini menunjukan bahwa latar
belakang pendidikan mempunyai andil yang besar terhadap tingkat efikasi diri para guru pendidikan anak usia dini dalam pendidikan inklusi.
Penemuan ini sejalan dengan apa yang ungkapkan Hartman 2010 dalam Summer 2010 AER journal: self teacher efficacy and deaf blindness bahwa guru
yang mempunyai self efikasi tinggi faktor utamanya terletak pada latar belakng pendidikan pelatihan. Penelitin lain yang dilakukan oleh Gotshall dan Stefanou
dalam Journal Penelitian Education Volume 132 Nomor 2 yang berjudul The Effect On Going Consultation For Accommodating Students With Disabilities On
Teacher Self Efficacy And Learned Helplessness bahwa pelatihan selama 5 – 10
jam atau lebih dari 10 jam tidak berpengaruh terhadap efikasi diri guru terhadap anak berkebutuhan khusus. Begitu pula dengan Velthuis 2013 dalam
penelitianya yang berjudul Teacher Training and Pre- service Primary Teachers’
Self-Efficacy for Science Teaching menghasilkan bahwa pelatihan mempunyai hubungan yang positif terhadap efkasi diri guru.
. Penemuan ini dapat diartikan bahwa untuk meningkatkan efikasi diri guru dalam pendidikan tidak cukup dengan pendidikan yang sebentar, akan tetapi
butuh waktu yang lama dalam mengenyam pendidikan, terlebih dalam bidang pendidikan khusus sebagai bekal dalam pelaksanaan program pendidikan inklusi,
sehingga beberapa pengetahuan dan wawasan yang luas akan sangat berarti di masa mendatang. Sebagai upaya untuk mengembangkan pendidikan inklusi yang
masih menjadi harapan agar kelak akan segera terwujud melalui keyakinan guru dalam melaksnakan proses pembelajaran. Liu 2006 mengungkaokan bahwa
bahwa efikasi yang tinggi akan memberikan pengaruh terhadap hasil ekspektasi guru. Ekspektasi Guru yang yakin akan kekuatan efikasi mereka cenderung
terbuka terhadap ide-ide baru, lebih ikhlas untuk mencoba metode baru, lebih
merasa terikat dengan mengajar, lebih ulet menghadapi kesulitan dalam kondisi kerja, dan cenderung jarang mengkritik terhadap sisiwa yang melakukan
kesalahan Ashton dalam Dimpulou, 2006. Pendidikan inklusi sebagai sebuah hal yang baru bagi responden dalam
penelitian ini maka untuk mengetahui program pendidikan inklusi pengalaman saja tidak cukup. Pengalaman tanpa didasari pengetahuan akan menjadi suatau hal
yang bukan apa-apa. Program inklusi bukan perkara yang mudah untuk dilaksanakan tentu saja harus membutuhkan pengetahuan dalam mengatasi setiap
permasalahan yang dialami setiap anak didik. Bagaimana mungkin guru hanya akan tinggal diam tanpa melakukan apapun saat melihat anak didiknya tak
berdaya di dalam kelas karena tidak tahu apa yang harus dilakukan. Woodcock dkk 2012 dalam Australian Jornal Of Teacher Education Volume 37 Issue 6
yang berjudul Does Study of an Inclusive Education Subject menyebutkan bahwa partisipasi dalam mata pelajaran berhadapan dengan pendidikan inklusi
berdampak baik pada ketidaknyamanan, simpati, ketidaktentuan, ketakutan, coping, dan kepercayaan. Dalam penambahanya, sebuah studi menemukan sebuah
statistik hubungan yang signifikan antara pengetahuan dari siswa dengan disabilitas dan sikap terhadap sikap terhadap inklusi. Karena itu perlu yang
adannya pengetahuan yang cukup agar guru mampu mengidentifikasi setiap muncul masalah yanga ada pada anak didik mereka, sehingga dari identifikasi
maka guru akan mempunyai seribu satu cara untuk membantu anak-anaknya yang sedang dalam masalah.
Berdasarkan penelitian ini dan penelitian-penelitian sebelumnya bahwa latar belakang pendidikan merupakan faktor dalam pembentukan efikasi diri bagi
guru. Beberapa kemungkinannya bahwa guru dengan latar belakang pendidikan yang tinggi mempunyai akses dan wawasan yang lebih luas di bidang pendidikan,
guru lebih menyadari akan pentingnya pendidikan terutama dalam pendidikan inklusi, guru lebih merasa siap dalam mengjadapi berbagai tantangan, seperti yang
diungkapkan Hoy Wooflok dalan Nauman 2008 bahwa guru yang dengan gelar sarjana memiliki efikasi yang lebih tinggi dan merasa lebih siap.
. Pernyataan ini dapat diartikan latar belakang pendidikan guru memberikan dampak penting terhadap tingkat efikasi guru dalam pendidikan
inklusi. Hasil penelitian menunjukan perbedaan yang jelas nilai efikasi yang didasarkan pada latar belakang pendidikan guru. Sehingga dalam upaya
pelaksanaan pembelajaran dalam pendidikan inklusi guru membutuhkan pengetahuan tentang anak berkebutuhan khusus. Berbekal pengetahuan tentu
keyakinan guru dalam melaksanankan pendidikan inklusi akan jauh lebih merasa siap. Hal ini berarti tolok ukur efikasi diri guru ditinjau dari latar belakang
pendidikan dapat
memberikan gambaran
keberhasilan dalam
upaya pengembangan pendidikan inklusi yang nantinya akan menemui banyak kesulitan.
4.2.1.2 Efikasi Diri Guru Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Pendidikan Inklusi Ditinju Dari Lama Mengajar
Guru dengan pengalaman mengajar yang banyak tentu saja sudah merasakan bagaimana asam manisnya dalam dunia pendidikan. Melalui
pengalaman seseorang dapat belajar untuk menjadi lebih baik. Begitu juga dalam penelitian ini yang memperlihatkan gambaran bagaimana pengalaman dapat
mempengaruhi kepercayaan diri dalam efikasi diri para guru pendidikan anak usia dini terhadap pendidikan inklusi.
Berdasarkan hasil penellitian pada tabel 4.3 halaman 57 menunjukkan bahwa pengalaman guru didominasi pada pengalaman 1
– 6 tahun sebesar 52,6, dan disusul 7
– 12 tahun sebesar 28,1 dengan nilai efikasi pada tingkat sedang. Sedangkan pengalaman mengajar lebih dari 13 tahun mempunyai nilai efikasi
yang tinggi yaitu di atas 150. Hasil ini berarti bahwa meskipun mayoritas guru mengajar 1- 6 tahun, akan tetapi nilai efikasinya berada di tingkat dibandingkan
dengan guru dengan pengalaman lebih lama meskipun jumlahnya lebih sedikit efikasi mereka dapat dikategorikan pada tingkat diatas rata-rata.
Hasil dapat diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara lama mengajar terhadap efikasi diri guru yanng ditunjukan dengan nilai R sebesar
0,139 dengan P=0.19 P0,05, dan hasil post hoc test kelompok lama mengajar juga menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan akan tetapi tetap saja
faktor lama mengajar juga mempunyai andil terhadap efikasi diri guru memberikan sumbangan sebesar 13,9. Nilai tersebut tidak terlalu besar keadaan
ini dipengaruhi juga oleh bagaimana latar belakang pendidikan guru yang bersangkutan serta mayoritas lama mengajar guru yang ditemukan di lapangan
yaitu mengajar 1 – 6 tahun. Di sisi lain pendidikan inklusi merupakan sesuatu
yang baru. Sehingga satu-satunya informasi yang bisa diakses melalui pendidikan. Pengalaman mengajar yang tidak di latar belakangi pendidikan yang mencukupi,
guru akan merasa kesulitan karena tidak mempunyai pengetahuan yang cukup. Schunk 2012: 214 menyatakan bahwa terdapat beberapa sumber yang dapat
mempengaruhi efektifitas efikasi salah satunya yaitu pengalaman-pengalaman melalui pengamatan. Orang-orang memberikan pengalaman baru dan bagaimana
mereka merekonstruksi dalam memori mereka juga sebagian tergantung pada sifat dan kekuatan keyakinan diri di mana pengalaman tersebut harus diintegrasikan.
Keyakinan efikasi dengan demikian kedua produk dan bentuk dari pengalaman. Meskipun banyak penelitian yang menyebutkan bahwa pengalaman
mengajar memberikan dampak perbedaan yang signifikan seperti Elizabeth Hartman 2010 tentang efikasi guru terhadap siswa deaf-blindness menunjukkan
bahwa guru yang memiliki efikasi rendah mereka mempunyai pengalaman mengajar dan pengetahuan yang terbatas, sedangkan guru dengan efikasi tinggi
rata-rata mereka memiliki pengalaman mengajar yang lama. Sebagai contoh HA seorang guru veteran spesialis deaf blindness mengatakan bahwa seorang yang
berpengalaman dalam bidangnya, mereka mempunyai kepercayaan diri yang tinggi terhadap kemampuanya, dan akan terus belajar untuk menambah
pengatahuan dan mengaplikasi pengetahuannya tersebut. Begitu pula dengan responden lain yang mempunyai tingkat efkasi yang tinggi dapat diilustrasikan
bahwa faktor yang mempengaruhi tingkat efikasi yaitu banyak pengalaman, kerjasama dan selalu berfikir positif. Ternyata dengan nilai efikasi yang cukup
tinggi ini guru lebih terbuka dan lebih cermat saat menghadapi berbagi masalah yang terjadi. Hal ini sangat penting untuk pertahankan atau dimiliki sebagai
bagian dari kepribadian seorang guru karena akan sangat membantu saat guru menghadapi suatu permasalahan.
Sama seperti apa yang diungkapkan oleh Liu, dkk2006 dalam International Journal of Science and Mathematics Education mengenai Taiwan
elementary teachers_ views of science Teaching self-efficacy and outcome expectations
, menerangkan bahwa lama mengajar mempunyai perbedaan yang signifikan terhadap self efikasi guru. Sejalan dengan Al Awidi 2012 dalam
temuanya yng berjudul The Effect Of Student Teaching Experience On Preservice Elementary T
eachers’ Self-Efficacy Beliefs For Technology Integration In The UAE dalam education tech reseach menyebutkan bahwa guru berpengalaman
merasa lebih sukses dalam mendorong siswa belajar dan mengorganisasi kelas sebagai guru yang mempunyai level yang lebih tinggi dari efikasi diri guru dari
pekerjaan dan pengajaran. Penelitian tersebut menunjukan bahwa lama mengajar memeberikan pengaruh besar terhadap tingkat efikasi guru.
Sedangkan dalam penelitian ini tidak menunjukan hal yang sama. Faktor penyebab tidak adanya perbedaan yang signifikan dalam penelitian ini adalah
bahwa mayoritas guru mempunyai pengalaman mengajar 1 – 6 tahun, dalam
kurun waktu tersebut belum banyak pengalaman yang diserap guru, terlebih dalam bidang pendidikan inklusi, yang berhubungan dengan anak berkebutuhan
khusus. Untuk mendukung keterampilan dan kompetensi serta pengetahuan guru dibidang pendidikan khusus tidak hanya dibutuhkan pengalaman mengajar, akan
tetapi faktor pendidikan dan pelatihan menjadi hal utama untuk meningkatkan
kemampuan dan kompetensi guru dibidang pendidikan khusus, sehingga guru merasa mampu dan yakin bisa melaksanakan pendidikan yang berbasis inklusi.
Sementara itu studi lain tidak menemukan keterkaitannya antara pengalaman mengajar dan latar belakang pendidikan terhadap efikasi seseorang.
Seperti yang diungkapkan oleh paneque 2006 dalam Research Article A Study Of Teacher Efficacy Of Special Education Teachers Of Engllish Language
Leaners With Disabilities menjelaskan dalam bahwa dari faktor persiapan guru, status sekolah, dan pengalaman tidak ada perbedaan skor yang siginifikan
terhadap efikasi guru, paneque 2006 menyebutkan bahwa dari yang memberikan sumbangan besar terhadap efikasi guru yaitu keahlian. Begitu juga Milson 2001
dalam penelitianya tentang teacher efficacy and character education dalam paper presented at the annual meeting of the american reseach education association
mengungkapkan hal yang sama bahwasanya pada skala usia, gelar tertinggi dan lama mengajar secara statistik tidak signifikan, meskipun demikian hasil
signifikan diperoleh pada personal teacher efficacy dan general teacher efficacy hasilnya signifikan untuk tipe institusi tingkat sarjana. Berdasarkan temuan
Milson 2001 dapat menyebutkan bahwa lama mengajar maupun latar belakang pendidikan tertinggi tidak cukup berpengaruh pada efikasi guru, hal ini karena
latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar tidak sertai dengan keahlian yang menjadi kekhususanya. Artinya pengalaman dan latar belakang pendidikan
tidak cukup untuk menjadi bekal dalam mengajar anak berkebutuhan khusus. salah satu cara untuk memperoleh keahlian dan pengetahuan dalam bidang
pendidikan khusus tentu saja melalui berbagai pelatihan dan pendidikan yang
berkaitan dengan pendidikan khusus. Demikian pula dalam penelitian ini bahwa pengalaman yang terbatas dalam bidang pendidikan khusus guru pendidikan anak
usia dini di Kecamatan Grabag membuat faktor pengalaman mengajar menjadi tidak ada perbedaan yang berarti dalam memberikan tingkat perbedaan nilai
efikasi pada diri guru. Berdasarkan hasil dan penemuan dari Paneque 2006 tentang Research
ArticleA Study Of Teacher Efficacy Of Special Education Teachers Of Engllish Language Leaners With Disabilities, Milson 2001 tentang teacher efficacy and
character education dalam paper presented at the annual meeting of the american reseach education association, Liu 2006 tentang
Taiwan elementary teachers_ views of science Teaching self-efficacy and outcome expectations
di atas sejalan dengan penelitian ini bahwa pengalaman mengajar bukan satu-satunya
faktor dalam tingkat eikasi guru. Guru yang mempunyai pengalaman mengajar kurang dari 10 tahun ternyata tidak efikasius, begitu pula dalam penelitian ini
yang respondennya mayoritas pengalaman mengajarnya 1 – 6 tahun. Sehingga
latar belakang pendidikan maupun pelatihan menjadi sumber dan informasi yang tepat dalam upaya pengembangan pendidikan inklusi.
Disisi lain fakta lain muncul dalam penelitian ini bahwa guru dengan minim kualifikasi mempunyai efikasi yang cukup tinggi. Fenomena ini sama
seperti yang ditemukan oleh Hartman 2010 Summer 2010 AER journal: self teacher efficacy and deaf blindness bahwa seorang guru dengan keterbatasan
pengalaman dan pengtahuan mempunyai efikasi yang tinggi. Guru tersebut menyatakan bahwa meskipun guru kurang dalam pengalaman dan pengetahuan,
tetapi mempunyai rasa percaya diri yang tinggi dan tidak mudah menyerah juga menjadikan nilai efikasi seseorang menjadi tinggi.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa efikasi diri guru dengan variabel latar belakang menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan p=0.00 p0.05. Variabel lama mengajar tidak menunjukan adanya perbedaan dengan p=0.19 p0.05, demikian juga dalam hasil post hoc test tidak
menunjukan adanya perbedaan yang signifikan. Meskipun demikian dari hasil penelitian menunjukan bahwa nilai efikasi guru pendidikan anak usia dini di
Kecamatan Grabag berada ditingkat sedang. Hal ini disebabkan karena pendidikan inklusi memiliki banyak tantangan dalam pelaksanaanya, di sisi lain bahwa
seorang guru pendidikan anak usia dini mempunyai rasa kasih sayang dan ketulusan yang tinggi dalam mendidik anak-anak, seperti halnya anak mereka
sendiri. Sehingga kaitanya terhadap pelaksanaan pendidikan inklusi guru tentu saja akan menerima berbagai macam keadaan anak tanpa membeda-beda dari
sudut pandang manapun.