Landasan Hukum Gugatan Class Actions

ini akan lebih murah daripada gugatan masing-masing individu secara satu per satu, yang kadang-kadang tidak sesuai dengan ganti kerugian yang akan diterima. Apalagi jika biaya gugatan yang akan dikeluarkan tidak sebanding dengan tuntutan yang diajukan. Mekanisme ini juga untuk mencegah putusan-putusan yang berbeda antara majelis hakim yang satu dengan majelis hakim yang lainnya.

C. Landasan Hukum Gugatan Class Actions

Acara gugatan class actions di Indonesia belum diatur dalam Hukum Acara Perdata, tetapi pengakuan secara hukum adanya gugatan class actions telah diakui dan diatur dalam : 1. Pasal 37 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, mengatur hak masyarakat dan organisasi lingkungan hidup untuk mengajukan gugatan perwakilan kelompok maupun gugatan kelompok ke pengadilan mengenai berbagai masalah lingkungan hidup yang merugikan peri kehidupan masyarakat. 2. Pasal 71 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, terdapat 2 ayat, yaitu : Ayat 1 : Masyarakat berhak mengajukan gugatan perwakilan ke pengadilan danatau melaporkan ke penegak hukum terhadap kerusakan hutan yang merugikan kehidupan masyarakat. Ayat 2 : Hak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 terbatas pada tuntutan terhadap pengelolaan hutan yang Universitas Sumatera Utara tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Dalam Pasal 46 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, mengatur gugatan secara kelompok, bahwa gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh : a. Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan. b. Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama. c. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya. d. Pemerintah danatau instansi yang terkait apabila barang danatau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar danatau korban yang tidak sedikit. 4. Pasal 15 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, menyebutkan bahwa setiap penanam modal berkewajiban :\ a. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik. b. Melaksanakan tanggung jawabb sosial perusahaan. c. Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal. d. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan. Universitas Sumatera Utara Penjelasan atas Pasal 15 b lebih lanjut mengatakan bahwa “tanggung jawab sosial perusahaan” adalah tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat. 5. Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang menyatakan bahwa : a. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang danatau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. b. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. c. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. d. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Perarturan Pemerintah. Dalam penjelasan Pasal 74 ayat 3 dijelaskan lebih lanjut bahwa yang dimaksud dengan “dikenai sanksi sesuai dengan peraturan perundang- undangan” adalah dikenai segala bentuk sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang terkait. Universitas Sumatera Utara Di samping kelima Undang-Undang tersebut, pelanggaran terhadap Undang-Undang nomor 10 Tahun 1997 Tentang Ketenagaan Nuklir dan Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah juga berpotensi untuk menimbulkan kerugian masyarakat, namun dalam kedua Undang-Undang tersebut meskipun berpotensi untuk menimbulkan kerugian dalam masyarakat, namun Undang-Undang tersebut belum mengatur dengan jelas mengenai gugatan class actions seperti yang ditentukan dalam kelima Undang-Undang tersebut diatas. Dalam ketiga Undnag-Undang tersebut tidak hanya mengatur gugatan perwakilan kelompok atau class actions, tetapi juga mengatur hak gugat atau standing organisasi Lembaga Swadaya Masyarakat. Gugatan class actions dan hak standing organisasi Lembaga Swadaya Masyarakat memiliki perbedaan konseptual. Pengembangan teori penerapan hak gugat Lembaga Swadaya Masyarakat ini didasarkan pada 2dua hal, yaitu faktor penguasaan sumber daya alam oleh negara dan juga faktor perlindungan kepada kepentingan masyarakat luas. Karena hanya dalam Undang-Undang tersebut diatas yang mengatur kemungkinan dilakukan gugatan clas actions, timbul pertanyaan apakah pelanggaran-pelanggaran di luar kelima Undang-Undang tersebut diatas tidak dapat diajukan gugatan melalui perwakilan kelompok class actions? Hal ini menimbulkan berbagai penafsiran dan perbedaan pendapat diantara para Hakim, karena landasan pengaturan gugatan class actions di Indonesia hanya ada Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Universitas Sumatera Utara Tata Cara Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok, sedangkan peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia hanyalah mengatur tentang tata cara pengajuan gugatan perwakilan kelompok, tanpa menyebutkan substansi atau jenis perkara yang dapat diajukan melalui mekanisme gugatan perwakilan kelompok. Penulis berpendapat bahwa mekanisme gugatan class actions dapat diterapkan untuk segala jenis gugatan sepanjang memenuhi persyaratan mekanisme gugatan class actions. Seperti halnya di Amerika Serikat dan Kanada, class actions meliputi kasus-kasus yang bervariasi secara luas, seperti : - Perbuatan melawan hukum misalnya meliputi kasus tanggung jawab produk misalnya produk alat picu jantung yang malfungsi, transplantasi payudara, hepatitis C, dan penularan HIV melalui sistem bank darah. - Perbuatan melawan hukum secara massal misalnya kecelakaan kereta api, polusi air, pelecehan seksual di sekolah. - Kasus-kasus kontrak meliputi class actions konsumen misalnya melawan perusahaan-perusahaan kartu kredit yang menetapkan bunga bank secara illegal, penyesatan dalam pembangunan perumahaan, tidak dibayarnya manfaat asuransi, dan lain-lainya. - Aksi pemecatan massal yang salah setelah pengambil alihan perusahaan. - Berbagai kasus lain seperti sengketa perusahaan, kompetisi harga barang, waralaba, dana pensiun, bencana alam, hak atas tanah adat, dan hak cipta 14 14 Garry D. Watson, Class Actions Canadian Experience, York University Toronto, Hal 8 . Universitas Sumatera Utara - Karyawan suatu perusahaan yang menderita kerugian karena praktik- praktik diskriminasi yang tidak adil discrimination seperti perbedaan ras, umur, gender. - Perkara-perkara yang berkaitan dengan pencemaran lingkungan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia. - Pasien yang mengkonsumsi obat-obatan yang tidak diberi penjelasan yang cukup yang memberikan efek samping yang berbahaya bagi penggunanya. - Kerugian-kerugian yang disebabkan oleh bisnis curang atau pelanggaran terhadap Undang-Undang Anti Monopoli financial losses resulting from violation antitrust law – anti compatation law 15 - Pedagang dan pembeli yang membeli produk kemahalan karena praktik- praktik persaingan yang curang yang dilakukan perusahaan antitrust . 16 - Investor yang menjadi korban karena perbuatan curang dalam kaitannya dengan pembelian saham dan securities lainnya securities fraud . 17 Dapat disimpulkan bahwa class actions di Amerika beragam dan sangat luas, semua perkara dapat diajukan secara class actions dengan ketentuan memenuhi berbagai persyaratan-persyaratan, antara lain mewakili jumlah korban yang banyak, yang mana tidak efektif jika diajukan secara sendiri-sendiri oleh para korban, yang banyak terjadi pada awalnya gugatan diajukan oleh kelompok yang lebih kecil kemudian bergabung dengan yang kelompok lain dan menjadi . 15 Deborah R. Hensler, Stanford Law School – The Globalisation of Class Actions, An Overview, Hal 346 16 Richard L. Marcus, Class Actions in The American Legal System, Hal 4 17 Ibid, Richard L. Marcus, hal 5 Universitas Sumatera Utara kelompok yang lebih besar karena mempunyai kesamaan substansi hukum dan kesamaan fakta di antara para anggotanya. Dalam perkara-perkara yang menyangkut kepentingan umum biasanya kejaksaan agung attorney general atau pengacara pemerintah yang mengajukan gugatan class actions, tetapi pada umumnya yang diminta bukan hanya ganti rugi berupa uang yang dapat dibagikan kepada para anggota kelompok. Misalnya dalam perkara gugatan class actions karena adanya pelanggaran Undang-Undang Persaingan Usaha, kejaksaan agung dapat bertindak untuk melindungi kepentingan publikmasyarakat. Demikian pula dalam gugatan atas pelanggaran hukum konsumen, kejaksaan agung atas nama masyarakat dapat melakukan tuntutan hukum terhadap pengusaha tertentu untuk dibebani ganti kerugian untuk memperbaiki suatu keadaan 18 Di samping memenuhi persyaratan-persyaratan formal suatu surat gugatan, sebagaimana diatur di dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku, surat gugatan .

D. Persyaratan Gugatan Class Actions