kelompok yang lebih besar karena mempunyai kesamaan substansi hukum dan kesamaan fakta di antara para anggotanya.
Dalam perkara-perkara yang menyangkut kepentingan umum biasanya kejaksaan agung attorney general atau pengacara pemerintah yang mengajukan
gugatan class actions, tetapi pada umumnya yang diminta bukan hanya ganti rugi berupa uang yang dapat dibagikan kepada para anggota kelompok. Misalnya
dalam perkara gugatan class actions karena adanya pelanggaran Undang-Undang Persaingan Usaha, kejaksaan agung dapat bertindak untuk melindungi
kepentingan publikmasyarakat. Demikian pula dalam gugatan atas pelanggaran hukum konsumen, kejaksaan agung atas nama masyarakat dapat melakukan
tuntutan hukum terhadap pengusaha tertentu untuk dibebani ganti kerugian untuk memperbaiki suatu keadaan
18
Di samping memenuhi persyaratan-persyaratan formal suatu surat gugatan, sebagaimana diatur di dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku, surat gugatan
.
D. Persyaratan Gugatan Class Actions
Di Indonesia prosedur gugatan perwakilan kelompok menurut peraturan pemerintah yaitu Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2002 Tentang Tata Cara Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok, harus memenuhi berberapa persyaratan sebagaimana diatur dalam Hukum Acara
Perdata.
1. Persyaratan Formal Surat Gugatan Class Actions.
18
Ibid, Garry D. Watson, Hal 9
Universitas Sumatera Utara
Perwakilan Kelompok juga harus memuat hal-hal sebagaimana diatur di dalam Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002
Tentang Tata Cara Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok, sebagai berikut : a.
Identitas secara lengkap dan jelas tentang wakil kelompok. b.
Definisi kelompok secara rinci dan spesifik, walaupun tanpa menyebutkan nama anggota kelompok satu per satu.
c. Keterangan tentang anggota kelompok yang diperlukan dalam kaitannya
dengan kewajiban melakukan pemberitahuan. d.
Posita dari seluruh kelompok, wakil kelompok, maupun anggota kelompok baik yang teridentifikasi maupun yang tidak teridentifikasi, dikemukakan
secara jelas dan terperinci. e.
Apabila besarnya tuntutan tidak sama dikarenakan sifat dan tingkat kerugiannya berbeda antara satu anggota dengan anggota lainnya, maka
dalam satu gugatan perwakilan dapat dikelompokan menjadi berbagai bagian kelompok atau sub-kelompok.
f. Tuntutan atau petitum tentang ganti kerugian harus dikemukakan secara
jelas dan terperinci, memuat usulan tentang mekanisme atau tata cara pendistribusian ganti kerugian kepada keseluruhan anggota kelompok,
termasuk usulan tentang pembentukan tim atau panel yang membantu memperlancar pendistribusian ganti kerugian.
Universitas Sumatera Utara
g. Untuk mewakili kepentingan hukum anggota kelompoknya, wakil
kelompok tidak disyaratkan memperoleh surat kuasa dari anggota kelompok lainnya
19
Dalam Pasal 2 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Tata Cara Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok,
ditentukan suatu perkara gugatan hanya dapat diajukan dengan mempergunakan prosedur gugatan perwakilan kelompok atau class actions, apabila memenuhi
persyaratan sebagai berikut : .
a. Jumlah anggota kelompok sedemikian banyak sehingga tidaklah praktis
dan efisien apabila pengajuan gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri. b.
Terdapat kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan dasar hukum yang digunakan yang bersifat substansial, serta terdapat kesamaan jenis tuntutan
diantara wakil kelompok dengan anggota kelompoknya. c.
Wakil kelompok memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk melindungi kepentingan anggota kelompok yang diwakiliknya.
d. Hakim menganjurkan kepada wakil kelompok untuk melakukan
penggantian pengacara, jika pengacara melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kewajiban membela dan melindungi kepentingan
anggota kelompoknya. Seperti halnya yang ditentukan dalam Pasal 5 ayat 1 Peraturan Mahkamah
Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Tata Cara Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok, pada awal proses pemeriksaan persidangan,
19
Priyatmanto Abdoellah, SH., Class Action, Legal Standing dan Judicial Review dalam Kaitannya dengan Kompetensi PERATUN, Makalah dalam Rangka Bintek Pemprop Bali,
Denpasar.
Universitas Sumatera Utara
Hakim wajib memeriksa dan mempertimbangkan kriteria gugatan perwakilan kelompok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Mahkamah
Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Tata Cara Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok. Pada tingkat awal ini hakim tidak perlu
menyinggung mengenai materi gugatan, tetapi meneliti apakah perkara tersebut tepat untuk diajukan melalui gugatan kelompok dan apakah persyaratannya telah
dipenuhi. Mengenai kriteria dan persyaratan gugatan kelompok ini, Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Tata Cara
Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok tidak merinci lebih lanjut, namun penulis berpendapat persyaratan-persyaratan inilah yang wajib diperhatikan oleh
Hakim : • Diskripsi kelompok atau mengelompokan anggota kelompok yang
berjumlah banyak tersebut dalam sub kelompok, atau kelompok-kelompok tertentu, karena besarnya tuntutan yang tidak sama dikarenakan sifat dan
tingkat kerugiannya yang berbeda antara satu kelompok dengan kelompok yang lainnya. Dan memerinci siapa-siapa saja yang termasuk dalam sub
class, serta pembagian masing-masing. Hal ini yang hampir saja selalu dilupakan oleh wakil kelompok yang mengajukan gugatan dengan
mekanisme gugatan perwakilan kelompok class actions. Pengelompokan dalam sub kelompok ini harus dirincikan dan dideskripsikan secara jelas,
tidak dapat dideskripsikan secara umum saja sebagai seluruh penggugat, tanpa mengemukakan siapa yang dimaksudkan dengan penggugat yang
Universitas Sumatera Utara
dihubungkan langsung dengan keanggotaan kelompok dalam perkara yang bersangkutan.
• Meskipun dalam teori mendeskripsikan kelompok yang tidak memenuhi syarat tidak sulit, namun dalam praktik hal ini tidaklah mudah. Terutama
sekali dalam perkara-perkara pelanggaran Undang-Undang Anti Monopoli dan perkara-perkara yang berkaitan dengan pasar modal, saham atau
obligasi. Namun agar penilaian tidak bersifat subjektif, perlu ditetapkan patokan sebagai landasan acuan, yaitu
20
- Perumusannya bukan deskripsi yang kabur obscure description.
:
- Pada prinsipnya deskripsi itu, dapat menghindari kesulitan dalam
mengelola pengadministrasian anggota kelompok yang bersangkutan.
• Tuntutan ganti kerugian harus dikemukakan secara jelas dan terperinci, tentang jumlah ganti rugi yang dituntut, tidak dapat berupa perkiraan atau
berdasarkan asumsi saja. Hakim berhak untuk menolak jumlah ganti rugi dan tidak diperinci. Biasanya wakil kelompok, mengajukan suatu jumlah
ganti kerugian yang fantastis tanpa merinci lebih lanjut dari mana datangnya jumlah ganti kerugian dimaksud.
• Usulan tentang mekanisme atau tata cara pendistribusian ganti kerugian kepada keseluruhan anggota kelompok, termasuk usulan tentang
pembentukan tim atau panel yang nantinya bertugas untuk membantu memperlancar pendistribusian ganti kerugian, adalah sangat penting,
20
Jhon J. Cound Cs., Civil Procedure Cases and Material, Hal 149
Universitas Sumatera Utara
karena jika kemudian gugatan dikabulkan, jumlah ganti rugi yang telah diperoleh tidak dapat dibagikan kepada anggota kelompok yang berjumlah
banyak, karena tidak ditentukan bagaimanakah mekanisme pendistribusiannya.
Di samping Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Tata Cara Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok
tidak mengatur mekanisme pendistribusian ganti rugi, juga bagaimana dengan pembuktian bagi anggota kelompok untuk memperoleh ganti rugi,
dan berapa besar ganti rugi yang diperoleh oleh masing-masing anggota kelompok, karena biasanya bukti-bukti sudah tidak ada lagi. Seperti dalam
halnya dalam perkara gugatan kelompok atas nama konsumen pengguna gas elpiji melawan Pertamina nomor 550Pdt.G2000PN.Jkt.Pusat, bukti-
bukti pembelian gas elpiji sudah tidak ada lagi, padahal konsumen sudah bertahun-tahun menggunakan bahan bakar gas elpiji. Dan bagaimana jika
ada sisa ganti kerugian yang tidak tersalurkan apakah dikembalikan kepada tergugat atau diberikan kepada lembaga-lembaga amal, dan siapa
yang paling memperoleh keuntungan dari gugatan class actions, berapa honor yang dapat diterima oleh wakil kelompok atau advocatnya?
Jawaban-jawaban ini semakin menjadikan gugatan class actions menarik untuk dipelajari.
Oleh karena adanya kendala-kendala tersebut, dan tidak adanya aturan- aturan yang mengaturnya, maka sebaiknya Hakim sebelum memasuki acara
pemeriksaan persyaratan gugatan class actions terlebih dahulu memeriksa
Universitas Sumatera Utara
persyaratan-persyaratan formal surat gugatan, seperti sudah adakah penentuan kelompok dan sub kelompok, dan usulan suatu tim atau panel yang dianggap patut
dan bertanggung jawab untuk mengelola dan mendistribusikan dana ganti kerugian kepada anggota kelas, jika seandainya gugatan dikabulkan.
Secara sederhana wakil kelompok dituntut untuk menjelaskan empat aspek, yaitu :
1. Definisi kelompok, siapa wakil maupun anggota kelompok.
2. Apa yang terjadi.
3. Bilamana kejadiannya.
4. Tuntutan dan dasar hukum yang digunakan.
Pasal 5 ayat 3 Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Tata Cara Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok
menentukan bahwa untuk sahnya gugatan perwakilan kelompok dituangkan dalam suatu penetapan pengadilan. Namun pasal tersebut tidak menjelaskan apakah
penetapan itu bersifat final atau tidak, hal ini dapat menimbulkan perbedaan penafsiran karena pihak yang tidak setuju dengan penetapan Hakim langsung
mengajukan banding. Padahal Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1947 menegaskan bahwa yang dapat dibanding adalah putusan akhir, sedangkan
banding terhadap penetapan atau putusan sela, harus diajukan bersama-sama dengan putusan akhir.
Dalam prakteknya penetapan sahnya gugatan perwakilan kelompok, dapat bersifat final manakala Hakim berpendapat bahwa gugatan yang diajukan tersebut
tidak dapat diterima karena tidak tepat diajukan melalui gugatan perwakilan
Universitas Sumatera Utara
kelompok, atau persyaratan seperti yang ditentukan diatas tidak terpenuhi. Dalam hal ini karena bersifat final, maka pihak yang berkeberatan terhadap penetapan
tersebut dapat mengajukan banding. Sebaliknya jika Hakim berpendapat gugatan yang diajukan telah memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Peraturan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Tata Cara Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok, maka penetapan tersebut tidak bersifat
final dan pemeriksaan pokok perkara dapat dilanjutkan setelah dilakukan pemberitahuan atau notifikasi kepada anggota kelompoknya. Banding terhadap
penetapan ini, karena penetapan disini bersifat putusan sela harus diajukan bersama-sama dengan putusan akhir.
2. Persyaratan Gugatan Class Action Yang Dapat Diajukan