Numerosity atau Jumlah Anggota Kelompok yang Banyak. Commonality and Typicality and Similarity.

kelompok, atau persyaratan seperti yang ditentukan diatas tidak terpenuhi. Dalam hal ini karena bersifat final, maka pihak yang berkeberatan terhadap penetapan tersebut dapat mengajukan banding. Sebaliknya jika Hakim berpendapat gugatan yang diajukan telah memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Tata Cara Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok, maka penetapan tersebut tidak bersifat final dan pemeriksaan pokok perkara dapat dilanjutkan setelah dilakukan pemberitahuan atau notifikasi kepada anggota kelompoknya. Banding terhadap penetapan ini, karena penetapan disini bersifat putusan sela harus diajukan bersama-sama dengan putusan akhir.

2. Persyaratan Gugatan Class Action Yang Dapat Diajukan

Untuk menentukan apakah suatu gugatan dapat diajukan dengan menggunakan prosedur gugatan perwakilan kelompok class actions atau lebih tepat diajukan sebagai gugatan perdata biasa gugatan perorangan, terlebih dahulu perlu diketahui beberapa persyaratan :

a. Numerosity atau Jumlah Anggota Kelompok yang Banyak.

Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Tata Cara Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok tidak menentukan berapa jumlah minimal anggota kelompok agar gugatan dapat diperiksa berdasarkan perwakilan kelompok. Hanya mensyaratkan bahwa jumlah anggota kelompok sedemikian banyak sehingga tidaklah praktis dan efisien apabila pengajuan gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri. Universitas Sumatera Utara Pilihan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Tata Cara Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok ini sangat tepat disesuaikan dengan praktek sehari-hari di Indonesia, tetapi dalam praktek pelaksanaannya akan menimbulkan ketidakadaan kepastian hukum antara putusan pengadilan yang satu dengan yang lainnya. Dengan tanpa menyebutkan batas minimum oleh Majelis Hakim yang satu sekelompok orang, sudah dapat diklasifikasikan sebagai cukup memenuhi syarat untuk diajukan sebagai gugatan perwakilan kelompok, sedangkan Majelis Hakim yang lain justru menolaknya. Oleh karena itu sebagai pedoman Hakim dalam menentukan “jumlah anggota kelompok yang banyak” harus benar-benar memerhatikan faktor praktis, efisiensi, dan efektifitas dari gugatan yang diajukan.

b. Commonality and Typicality and Similarity.

Persyaratan lain untuk sahnya suatu gugatan perwakilan kelompok adalah adanya kesamaan antara wakil kelompok class representatives dengan anggota kelompoknya class members. Kesamaan dapat dari faktanya question of fact maupun kesamaan hukum yang dilanggar question of law. Wakil kelompok dituntut untuk menjelaskan adanya kesamaan antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya. Kadang- kadang akan lebih praktis jika kesamaan masalah hukum dan fakta diuraikan sendiri-sendiri dalam gugatan. Dalam menentukan kesamaan fakta tidak berarti dalam gugatan class actions tidak diperkenankan adanya perbedaan. Perbedaan dapat diterima sepanjang perbedaan tersebut bukan Universitas Sumatera Utara perbedaan yang substansial atau prinsip. Misalnya jenis dan besarnya kerugian dari masing-masing anggota kelompok dapat berbeda-beda sepanjang sumber kerugian berasal dari sumber atau penyebab yang sama dan terjadi dalam kurun waktu yang samatertentu. Perlu pembuktian adanya kesamaan yang sama, serupa atau saling berkaitan, dan ada kaitan keadaan yang menimbulkan tuntutan. Mempunyai kesamaa jenis tuntutan, pada umumnya dalam gugatan perwakilan kelompok, jenis tuntutan yang dituntut adalah pembayaran ganti kerugian berupa uang, meskipun tidak menutup ganti kerugian yang lain. Bahwa dalam pembuktian numerosity dan commonality lebih difokuskan pada karakteristik dari kelompok, sedangkan dalam typicality lebih difokuskan kepada wakil kelompok yang merupakan bagian dari kelompok. Seperti misalnya dalam kasus “penetapan harga” price fixing, perkara pelanggaran Undang-Undang Anti Monopoli, dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, wakil kelompok haruslah pelanggan dari produk yang diduga melakukan penetapan harga. Untuk menentukan apakah penggugat wakil kelompok “typical” pengadilan akan mempertimbangkan hal-hal yang tersebut dibawah ini : - Apakah penggugat wakil kelompok adalah bagian dari anggota kelompok yang berjumlah banyak yang diuraikan dalam gugatan? - Apakah tuntutan yang diajukan berasal dari peristiwa atau kejadian yang sama dan dalam kurun waktu yang sama dan berdasarkan Universitas Sumatera Utara pada keadaan hukum yang sama dengan anggota kelompok yang lain? - Apakah tidak ada konflik kepentingan antagonistic interests antara wakil kelompok terhadap anggota kelompok lainnya? Jika persyaratan-persyaratan tersebut, tidak sesuai dengan landasan tuntutan dari anggota kelompok yang lain, maka persyaratan typicality tidak terpenuhi 21 Untuk mempermudah pemahaman adanya persamaan masalah fakta dan masalah hukum, penulis memberikan contoh dibawah ini, dalam perkara Jacqueline Spicer versus Pacific Dunlop, Teltronic, Cs . 22 21 A. Paul Victor and Eva W. Cole, US Private Antitrust Treble Damages Class Action, hal 4 22 Justice M. Wilcox, Representatives Proceedings in the Federal Court, a Progress Report, Australian Bar Review, Hal 93-94 . Dalam perkara ini Spicer mengajukan gugatan sebagai wakil dari orang yang memakai pacemaker alat pengatur detak jantung buatan Pacific Dunlop yang dimasukan kedalam tubuh melalui operasi dan yang terpaksa menjalani perawatan medis dikarenakan cacat di pacemaker tersebut. Gugatan itu menguraikan dengan sangat terperinci masing-masing kesamaan masalah hukum dan fakta, dan masing-masing kesamaan diuraikan dalam bagian tersendiri. Semua masalah hukum itu berdasarkan Undang-Undang di Australia yang melindungi hak para konsumen. Undang-Undang tersebut menentukan bahwa perusahaan mempunyai pertanggung jawaban mutlak atas kerugian yang dikarenakan cacat dalam barang yang dijualnya kepada para konsumen, serta menentukan bahwa Universitas Sumatera Utara pembuatan iklan yang bersifat curang atau menyesatkan adalah merupakan pelanggaran hukum. Kesamaan masalah fakta dan hukum yang diuraikan dalam gugatan tersebut antara lain : - Apakah para tergugat melakukan perbuatan yang menyesatkan atau bertujuan menipu, yang merupakan pelanggaran Trade Practices Acts Undang-Undang yang melindungi hak para konsumen? - Apakah pacemaker yang diciptakan, dibuat untuk didistribusikan dan diiklankan oleh para tergugat itu memang cacat, dan apa sifat cacatnya? - Apakah tergugat telah membuat uji coba yang layak untuk menentukan apakah pacemaker itu aman untuk dipakai? - Apakah tergugat melaporkan secara tepat hasil ujicoba itu kepada pemerintah? - Apakah tergugat telah membuat peringatan mengenai resiko pacemaker itu, dan apakah tidak dibuatnya peringatan merupakan perbuatan yang lalai negligence? - Apakah pacemaker itu aman dipakai untuk fungsi yang dimaksudkan dan apakah para tergugat mempunyai pertanggung jawaban mutlak menurut Trade Practices Acts kepada orang di Australia yang dirugikan oleh pacemaker buatan tergugat? Universitas Sumatera Utara - Bagaimana cara yang layak untuk menilai dan memberikan ganti kerugian serta mengadakan tindakan pemulihan yang lain, seperti mengurangi resiko dan kerugian yang belum terjadi? Sebaliknya dalam kasus Tsang Chi Ming and Ou Shi Kang versus Ivanna Pte. Ltd., Ministry for Immigration, Local Govermentand Ethnic Affairs 23 23 Ibid, Justice M. Wilcox , keduanya adalah imigran asal China sebagai wakil kelompok mengajukan gugatan clacc actions terhadap Ivanna Pte. Ltd., sebuah pelayanan jasa imigrasi untuk mengurus status imigrasi dari sejumlah warga imigran China yang berada di Australia. Dasar hukum adalah misleading dan deceptive conductive yang diatur dalam Trade Practice Act. Perkara gugatan class actions tersebut ditolak oleh hakim, berdasarkan fakta yang terjadi bahwa masing-masing anggota kelompok maupun perwakilan kelompok dalam melakukan pembicaraan dan transaksinya dengan tergugat Ivanna Pte. Ltd. dilakukan secara sendiri- sendiri atau individual. Wakil kelompok dan anggota kelompok dalam meminta jasa tergugat secara lisan, tidak tertulis, antara 5 Maret 1992 sampai dengan tahun 1994. Sangat mungkin bahwa yang dibicarakan masing-masing anggota kelompok maupun wakil kelompok berbeda karena perjanjiannya tidak tertulis. Hakim berpendapat bahwa substansi dasar tuntutan adalah misleading dan deceptive conduct yang menimbulkan kerugian bagi seluruh anggiota kelas, maka kesepakatan Universitas Sumatera Utara atau janji secara lisan sulit sebagai dasar pembuktian kebenaran dalil gugatan. Hakim berpendapat gugatan perdata biasa lebih tepat. Penulis berpendapat bahwa pembukt ian Commonality, Typicality, dan Similarity 24 c. Kejujuran dan Kesungguhan Wakil Kelompok untuk Melindungi Kepentingan Anggota Kelompok yang Diwakilinya ini sangat rumit, dan kasuistis tergantung jenis perkaranya, dengan kedua contoh tersebut dapat menggambarkan perbedaannya. 25 Dalam Pasal 2 Sub C Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Tata Cara Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok juga mensyaratkan bahwa wakil kelompok harus memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk melindungi kepentingan anggota kelompok yang diwakilinya. Tetapi Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Tata Cara Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok tidak memberi penjelasan apa dan bagaimana sifat wakil kelompok yang pantas dan jujur. . Berbeda dengan Australia, Kanada maupun Amerika Serikat dimana perkara gugatan class actions pada umumnya ditangani oleh pengacara khusus, sedangkan di Indonesia tidak ada kewajiban seseorang yang berpekara harus menggunakan jasa pengacara, maka wakil kelompok ini disamping mempunyai kesamaan fakta atau kesamaan hukum dengan anggota kelas yang diwakilinya, sebagai persyaratan suatu gugatan 24 Moore’s Federal Practise, Excerpts from Moore’s Federal Practise Chapter 23 Class Actions, hal 19-20 25 A. Paul Victor dan Eva W. Cole, Op. cit, hal 5 Universitas Sumatera Utara perwakilan, mereka harus benar-benar orang yang jujur dan pantas dan tidak mendahulukan kepentingan pribadinya, serta mempunyai rencana kerja yang baik, disamping cukup mampu untuk menanggulangi biaya- biaya yang timbul dari gugatan ini. Wakil kelompok yang dianggap tidak cukup melindungi kepentingan anggota kelompok atau tidak layak, dapat diganti selama waktu berlangsungnya gugatan. Dalam Pasal 2 sub D Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Tata Cara Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok, menentukan Hakim dapat menganjurkan kepada wakil kelompok untuk melakukan penggantian pengacara, jika pengacara melakukan tindakan-tindakan bertentangan dengan kewajiban-kewajiban dan melindungi kepentingan anggota kelompoknya. Karena persyaratan kelayakan ini penting untuk mencegah gugatan yang diajukan oleh wakil kelompok yang tidak jujur yang mengeksploitasi class actions untuk kepentingan tertentu, oleh karena itu Pasal 2 Sub D Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Tata Cara Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok juga dapat ditafsirkan bahwa Hakim dapat mengganti wakil kelompok yang tidak memenuhi persyaratan “layak dan pantas”. Jadi pasal tersebut ditafsirnya atas permintaan anggota kelas, Hakim dapat mengganti wakil kelompok yang bertindak sendiri dan ternyata tidak cukup melindungi kepentingan anggota kelompoknya atau yang mengatas namakan kepentingan Universitas Sumatera Utara masyarakat atau kelompok tertentu, tetapi sebenarnya mempunyai kepentingan pribadi conflict of interest 26 26 Ibid, Susanti Adi Nugroho, Hal 28-30 . Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang