Pendekatan Per se Illegal Pendekatan Rule of Reason

dilarang, demi hukum tindakan tersebut dianggap bertentangan dengan hukum yang berlaku. Pendekatan per se illegal biasanya dipergunakan dalam pasal- pasal yang men yatakan istilah “dilarang”, tanpa anak kalimat “…yang dapat mengakibatkan…”. 12 Kedua, pendekatan rule of reason, yaitu bahwa dengan telah terbukti dilakukannya tindakan yang dilarang tersebut saja, tidak otomatis tindakan tersebut sudah bertentangan dengan hukum, tetapi harus dilihat dulu sejauhmana akibat dari tindakan tersebut menimbulkan monopoli atau akan mengakibatkan kepada persaingan tidak sehat. 13 Kedua pendekatan tersebut memiliki tujuan yang sama, yaitu menghindari terjadinya kerugian pada konsumen dan berupaya agar tindakan pelaku usaha tidak menghambat persaingan usaha.

1. Pendekatan Per se Illegal

Menurut Dr. Sutrisno Iwantono, MA dalam tulisannya yang berjudul “ Per se Illegal dan Rule of Reason dalam Hukum Persaingan Usaha” yang dimaksud dengan per se illegal adalah suatu perbuatan yang bersifat dilarang atau illegal. Terhadap suatu perbuatan atau tindakan yang bersifat dilarang tanpa perlu pembuktian terhadap dampak dari perbuatan tersebut. Dengan kata lain Prinsip pendekatan per se illegal adalah suatu 12 Hukum Online, “Pentingnya prinsip per se illegal dan rule of reason di UU Persaingan Usaha”, artikel diakses pada 3 Mei 2016 dari http : www.Hukumonline.com klinik detail lt4b94e6b8746a9pentingnya-prinsip-per-se-dan-rule-of-reason-di-uu-persaingan-usaha. 13 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis: Menata Bisnis Modern di Era Global, , Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005, h. 214. pendekatan yang digunakan oleh lembaga otoritas persaingan usaha, dimana prinsip ini menyatakan setiap perjanjian atau kegiatan usaha tertentu sebagai ilegal, tanpa pembuktian lebih lanjut atas dampak yang ditimbulkan dari perjanjian atau kegiatan usaha tertentu. Larangan-larangan yang bersifat per se illegal adalah larangan yang bersifat jelas, tegas, dan mutlak dalam rangka memberi kepastian bagi para pelaku usaha. 14 Larangan ini bersifat tegas dan mutlak disebabkan perilaku yang sangat mungkin merusak persaingan, sehingga tidak perlu lagi melakukan pembuktian akibat perbuatan tersebut. Tegasnya prinsip Per Se melihat perilaku atau tindakan yang dilakukan adalah bertentangan dengan hukum.

2. Pendekatan Rule of Reason

Pendekatan ini adalah pendekatan yang digunakan oleh lembaga otoritas persaingan usaha untuk membuat evaluasi mengenai akibat perjanjian, guna menentukan apakah perjanjian atau kegiatan tersebut bersifat menghambat atau mendukung persaingan. 15 Artinya, penerapan hukumnya tergantung pada akibat yang ditimbulkannya, apakah perbuatan itu telah menimbulkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, karena titik beratnya adalah unsur materil dari perbuatannya. 14 Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha Teori Dan Praktiknya Di Indonesia , Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010, hal. 72. 15 A.M. Tri Anggraini, “Penerapan “Rule of Reason” dan “ Per Se Illegal dalam Hukum Persaingan”, Jurnal Hukum Bisnis no.2 vol.24 , Mei 2005: h.9. Ketika menggunakan teori rule of reason, pelaksanaan dari suatu tindakan yang dilarang perlu dibuktikan lebih dahulu, sampai beberapa jauh tindakan yang merupakan anti persaingan tersebut akan berakibat kepada pengekangan persaingan pasar yang menyebabkan persaingan usaha tidak sehat. Substansi penerapan rule of reason dalam Undang- Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tergambar dari konteks kalimat yang membuka alternatif interpretasi bahwa tindakan tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu akibatnya secara keseluruhan. 16 Jadi, tidak seperti teori per se illegal, dengan memakai teori rule of reason tindakan yang dilarang tidak otomatis bersalah, meskipun perbuatan yang dituduhkan tersebut kenyataan terbukti telah dilakukan. Kecuali ditentukan sebagai per se illegal, berdasarkan doktrin per se, kepatutan atau ketidakpatutan dari hambatan perdagangan ditentukan secara rule of reason. Kepatutan perdagangan ditentukan berdasarkan asas hukum dan kewajiban untuk menerapkan kepentingan umum yang termuat dalam peraturan perundang-undangan.

D. Pengertian Persekongkolan Tender

Dokumen yang terkait

Eksistensi Presidential Threshold Paska Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/Puu-Xi/2013

6 131 94

Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/Bpsk/2013 Tentang Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor

22 248 119

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

2 68 122

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi No.92/Puu-X/2012 Ke Dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2014 Tentang Mpr, Dpr, Dpd Dan Dprd

0 54 88

Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional (Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 631 K/Pdt.Sus/2012)

14 81 121

Disparatis putusan sanksi denda pada persekongkolan tender (studi putusan MA perkara Nomor 118 K/Pdt.Sus-KPPU/2013)

1 20 0