39
BAB III PEMBATALAN PUTUSAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA
Gambaran umum akan persaingan usaha dan persekongkolan tender yang telah dijelaskan sebelumnya akan berhubungan dengan sengketa dalam
penulisan skripsi ini. Sengketa yang diangkat adalah tentang Putusan Mahkamah Agung Nomor 241 KPdt.Sus-KPPU2014 yang membatalkan
Putusan KPPU Nomor 06KPPU-L2012. Untuk itu, pada BAB III ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai peran KPPU dalam menegakan hukum di
Indonesia, pelaksanaan putusan KPPU, dan pembatalan putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU.
A.
Peranan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Dalam Penegakan Hukum Persaingan di Indonesia
Dalam konteks ketatanegaraan, KPPU merupakan lembaga negara komplementer state auxiliary organ yang mempunyai wewenang
berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan usaha Tidak Sehat untuk melakukan penegakan
hukum persaingan usaha. Secara sederhana state auxiliary organ adalah dan merupakan lembaga yang membantu pelaksanaan tugas lembaga negara pokok
eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif yang sering juga disebut dengan lembaga independen semu negara quasi. Peran sebuah lembaga independen semu
negara quasi menjadi penting sebagai upaya responsif bagi negara-negara yang tengah transisi dari otoriterisme ke demokrasi.
1
Untuk mengawasi pelaksanaan Undang-Undang No 5 Tahun 1999 UU Antimonopoli dibentuk suatu komisi. Pembentukan ini didasarkan pada Pasal
34 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan usaha Tidak Sehat yang menginstruksikan bahwa pembentukan
susunan organisasi, tugas, dan fungsi komisi ditetapkan melalui Keputusan Presiden. Komisi ini kemudian dibentuk berdasarkan Keppres No 75 Tahun
1999 dan diberi nama Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU. Dengan demikian, penegakan hukum Antimonopoli dan persaingan usaha
berada dalam kewenangan KPPU. Namun demikian, tidak berarti bahwa tidak ada lembaga lain yang berwenang menangani perkara monopoli dan
persaingan usaha. Pengadilan Negeri PN dan Mahkamah Agung MA juga diberi wewenang untuk menyelesaikan perkara tersebut. Pengadilan Negeri
diberi wewenang untuk menangani keberatan terhadap putusan KPPU dan menangani pelanggaran hukum persaingan yang menjadi perkara pidana
karena tidak dijalankannya putusan KPPU yang sudah in kracht. MA diberi kewenangan untuk menyelesaikan perkara pelanggaran hukum persaingan
apabila terjadi kasasi terhadap keputusan Pengadilan Negeri tersebut. KPPU memiliki tugas dan tanggung jawab yang diemban dalam
menjalankan tugasnya sebagai pengawas yang telah di tunjuk oleh Presiden
1
Budi L. Kagramanto, “Implementasi Undang-Undang No 5 Tahun 1999 Oleh KPPU”, Jurnal Ilmu Hukum Yustisia 2007: h.2.
Republik Indonesia. KPPU memiliki tujuh tugas. Pertama, melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16. Kedua, melakukan penilaian terhadap
kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat
sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24. Ketiga, melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi
dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai
dengan Pasal 28. Keempat, mengambil tindakan sesuai dengan wewenang komisi
sebagaimana diatur dalam Pasal 36. Kelima, memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktik
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Keenam, menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan undang-undang ini. Ketujuh,
memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja komisi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.
2
KPPU memiliki duabelas wewenang. Pertama, menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktik
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Kedua, melakukan penelitian
2
Beny Pasaribu, “Regulasi dan Persaingan Sehat Dalam Sistem Ekonomi Indonesia”, Jurnal Persaingan Usaha Vol. 2 No. 1 Desember 2013, h. 34.
tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha
tidak sehat. Ketiga, melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang
dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil penelitiannya. Keempat, menyimpulkan hasil
penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Kelima, memanggil pelaku
usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang- undang ini.
Keenam, memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahuipelanggaran terhadap ketentuan undang-
undang ini. Ketujuh, meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan
huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi. Kedelapan, meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan
penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini. Kesembilan, mendapatkan, meneliti, dan atau
menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan. Kesepuluh, memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya
kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat. Kesebelas, memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga
melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Keduabelas, menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.
3
B.
Pelaksanaan Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Putusan perkara monopoli dan persaingan usaha yang dapat dieksekusi adalah putusan condemnatoir yang menyatakan bahwa pelaku usaha
melanggar Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan usaha Tidak Sehat dan karenanya dijatuhi sanksi.
Sanksi yang dapat dijatuhkan oleh Komisi hanyalah sanksi administratif dan pengenaan denda, sedangkan Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung dapat
menjatuhkan sanksi pidana maupun ganti rugi dan pidana denda. Putusan KPPU merupakan salah satu sumber penting Hukum Persaingan
Usaha di Indonesia karena merupakan bentuk implementasi terhadap Undang- Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
usaha Tidak Sehat. Oleh karena itu, wajar kiranya ketentuan bahwa setiap putusan Komisi yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap harus
dimintakan penetapan eksekusi dari Pengadilan Negeri. Hal ini dapat diartikan bahwa kekuatan dan pelaksanaan putusan tersebut berada di bawah
pengawasan Ketua Pengadilan Negeri. Dalam waktu 30 hari sejak menerima pemberitahuan putusan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, pelaku usaha yang dikenai sanksi harus menjalankannya dan melaporkan pelaksanaan putusan tersebut kepada
3
Nugroho P rabowo, “Praktik Persaingan Usaha Di Indonesia”, Jurnal Hukum Yustisia
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, Vol. 1, No. 1, 2010, h. 76.
KPPU.
4
Apabila pelaku usaha tidak melaksanakan putusan tersebut maka terdapat dua upaya hukum. Pertama, KPPU meminta penetapan eksekusi dari
Pengadilan Negeri. Ketentuan permintaan penetapan dari Pengadilan Negeri terhadap putusan KPPU diatur dalam Pasal 46 ayat 2 Undang-Undang No.5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan usaha Tidak Sehat yang berbunyi:“Putusan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1
d imintakan penetapan eksekusi kepada Pengadilan Negeri.”
Kedua, KPPU menyerahkan putusan tersebut kepada penyidik untuk dilakukan penyidikan, tujuannya untuk menerapkan sanksi pidana. Hal ini
diatur dalam Pasal 44 ayat 4 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan usaha Tidak Sehat yang berbunyi:
“Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dan ayat 2 tidak dijalankan oleh pelaku usaha, Komisi menyerahkan putusan tersebut kepada
penyidik untuk dilakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.” Pelaksanaan eksekusi riil eksekusi putusan yang menghukum pelaku
usaha untuk melakukan perbuatan tertentu dilakukan dengan cara KPPU meminta kepada Pengadilan Negeri agar memerintahkan pelaku usaha untuk
melakukan perbuatan tertentu seperti membatalkan penggabungan, pengambil alihan saham dan peleburan badan usaha, membatalkan perjanjian yang
mengakibatkan praktek monopoli dan lain sebagainya. Sedangkan pelaksanaan eksekusi pembayaran sejumlah uang dilakukan dalam hal putusan
4
I Ketut Karmi Nurjaya, “Peranan KPPU Dalam Menegakkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat”, Jurnal Dinamika Hukum Vol. No. 1 Januari 2009, h. 88.
yang dijatuhkan pada pelaku usaha berupa pembayaran ganti rugi dan atau denda. Prosedur eksekusi ini diawali dengan penyampaian peringatan disusul
perintah eksekusi dan penjualan lelang. Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan usaha Tidak Sehat tidak memberikan kewenangan kepada KPPU untuk meletakkan sita jaminan conservatoir beslag terhadap harta
pelaku usaha. Dengan demikian untuk menjamin pelaksanaan putusan, KPPU harus minta pada Ketua Pengadilan Negeri untuk meletakkan sita eksekusi
terhadap harta pelaku usaha yang kemudian akan diikuti dengan penjualan lelang.
C.
Pembatalan Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Penegakan Hukum suatu regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah akan mengacu kepada sistematika hukum yang telah berjalan. Setiap regulasi
yang diberlakukan akan efektif mengatur suatu permasalahan hukum jika berjalan sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Pada prinsipnya, suatu
lembaga penegak hukum ingin melakukan hak dan kewajibannya sebagai pengatur kebijakan untuk melindungi masyarakat dari tindakan-tindakan yang
tidak mensejahterakan masyarakat oleh pihak lain. Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan usaha Tidak
Sehat telah menjadi landasan hukum bagi pelaku usaha dan masyarakat Indonesia untuk bersaing secara sehat, sehingga setiap prosedur penegakkan
hukumnya harus senantiasa berjalan sesuai dengan komitmen KPPU sebagai lembaga independen yang melaksanakan hukum persaingan usaha.
5
Pelaku usaha yang dihukum dinyatakan melanggar Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan usaha
Tidak Sehat kemudian tidak menerima keputusan Komisi dapat mengajukan upaya keberatan ke Pengadilan Negeri PN dalam tenggang waktu 14 hari
setelah menerima pemberitahuan putusan Komisi. Upaya hukum tersebut diajukan ke Pengadilan Negeri tempat kedudukan hukum usaha pelaku usaha.
Pengadilan Negeri harus memeriksa keberatan tersebut dalam waktu 14 hari terhitung sejak diterimanya keberatan tersebut. Setelah dilakukan pemeriksaan
maka Pengadilan Negeri wajib memberikan putusan dalam waktu 30 hari terhitung sejak dimulainya pemeriksaan keberatan . Tugas Pengadilan Negeri
dalam memeriksa masalah keberatan adalah menilai kembali putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, dengan mempertimbangkan fakta dan penerapan
hukumnya. Sebagaimana diatur dalam Pasal Pasal 5 ayat 4 Peraturan Mahkamah Agung No 3 Tahun 2005 tentang Tata Cara Pengajuan Upaya
Hukum Keberatan Terhadap Putusan KPPU yang berbunyi: “Pemeriksaan keberatan dilakukan hanya atas dasar putusan KPPU dan berkas perkara
sebagaimana dimaksud dalam ayat 2” Putusan Pengadilan Negeri dalam pemeriksaan perkara keberatan dapat
berupa menguatkan putusan KPPU. Maksudnya Pengadilan Negeri berpendapat bahwa Majelis KPPU telah benar dalam memeriksa perkara, baik
5
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, “Jurnal Persaingan Usaha”, Jurnal Komisi Pengawas Persaingan Usaha Edisi 1 Maret 2009, h. 165.
berkenaan dengan fakta maupun penerapan hukumnya sehingga majelis hakim Pengadilan Negeri sependapat dengan putusan Majelis KPPU. Putusan
Pengadilan Negeri yang menguatkan putusan Majelis KPPU tidak merubah terhadap apa yang telah diputuskan oleh KPPU. Kemungkinan kedua, putusan
Pengadilan Negeri membatalkan putusan KPPU. Apabila Pengadilan Negeri berpendapat bahwa Majelis KPPU telah salah dalam memeriksa perkara, atau
pelaku usaha tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 maka Pengadilan Negeri yang memeriksa dapat
membatalkan putusan majelis Komisi. Dalam hal ini maka putusan Majelis KPPU dianggap tidak pernah ada. Pilihan terakhir, Pengadilan Negeri
mempunyai kewenangan untuk membuat putusan sendiri dalam menangani perkara keberatan. Putusan Pengadilan Negeri dapat berupa menguatkan
sebagian putusan majelis KPPU, sedangkan isi putusan yang selebihnya dibatalkan.
6
Apabila pelaku usaha tidak menerima putusan Pengadilan Negeri dalam perkara keberatan, berdasarkan Pasal 45 ayat 3 UU No 5 Tahun 1999, pelaku
usaha dalam waktu 14 hari sejak diterimanya putusan keberatan dari Pengadilan Negeri dapat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung MA.
Mahkamah Agung dalam waktu 30 hari sejak permohonan kasasi diterima harus memberikan putusannya. Selain kasasi, upaya hukum lain yang dapat
dilakukan adalah Peninjauan Kembali PK. Mahkamah Agung dalam tingkat
6
Andi Fahmi Lubis, DKK, Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks, h.339.
kasasi dapat membatalkan putusan atau penetapan pengadilan dari semua lingkungan peradilan dengan alasan:
a. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang. b. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku dan
c. Lalai memenuhi syarat syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya
putusan yang bersangkutan. Berdasarkan pembahasan diatas, pembatalan putusan Komisi Pengawas
Persaingan Usaha dapat terjadi dalam proses keberatan, kasasi, atau peninjauan kembali. Hal ini diatur dalam Pasal 45 Undang-Undang No.5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan usaha Tidak Sehat bahwa Pengadilan Negeri dapat membatalkan putusan Tingkat I,
berdasarkan putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU dan berkas perkara. Sedangkan Mahkamah Agung dapat membatalkan putusan Komisi
Pengawas Persaingan Usaha KPPU pada tingkat kasasi atau peninjauan kembali, apabila putusan tersebut tidak memuat penerapan hukum yang tepat.
Putusan Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung yang mengabulkan keberatan dan kasasi pelaku usaha tidak dapat dieksekusi karena putusan itu
hanya bersifat constitutif. Putusan tersebut hanya menyatakan bahwa putusan KPPU yang menyatakan pelaku usaha melanggar UU Antimonopoli batal dan
dengan demikian timbul keadaan hukum baru. Dengan demikian, putusan KPPU yang berupa pembatalan perjanjian, ataupun sanksi administratif
lainnya tidak jadi dilaksanakan terhadap pelaku usaha.
49
BAB IV ANALISIS YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 241