71 Trajektori antara biomass, effort dan rente sumberdaya seperti disajikan pada
Gambar 18. Hubungan effort, produksi dan rente pada kondisi adanya rumpon sama pada kondisi baseline standar. Pada kondisi biomass masih tinggi, jumlah effort juga
akan semakin meningkat. Peningkatan jumlah effort menyebabkan peningkatan produksi ikan. Sedangkan pada kondisi dimana biomass mulai menurun, peningkatan
jumlah effort justru menyebabkan laju penambahan produksi semakin menurun. Oleh sebab itu peningkatan effort, berdampak terhadap rente ekonomi yang di terima nelayan
semakin menurun akibat penurunan produksi, sehingga akhirnya mencapai 0 pada tahun ke 59 dimana produksi telah mencapai steady state, maka rente sumberdaya juga
mengalami steady state. Dibandingkan kondisi standar, rente ekonomi yang diterima pada kondisi dampak rumpon akan lebih lama kurang lebih sepuluh tahun.
Berdasarkan trajektori trajektori perilaku biomass ikan dan effort model standar pada pengelolaan perikanan tuna kecil di perairan Teluk Palabuhanratu, menunjukkan
bahwa kesimbangan sistem akan dicapai dengan melalui penurunan effort. Jika penggunaan effort dikurangi, akan terjadi peningkatan biomass. Pada kondisi awal,
penerapan rumpon pada pengelolaan perikanan tuna kecil di perairan Teluk Palabuhanratu merupakan salah bentuk pengurangan jumlah effort. Kondisi ini telah
membuktikan dengan adanya rumpon, maka biomass akan meningkat, sehingga produksi juga akan meningkat dan rente yang diterima nelayan akan lebih lama sebelum
akhir mencapai kondisi steady state dimana rente sama dengan nol pada tahun ke-59.
4.7.3 Model Dampak Rumpon Mengalami Dinamika
Dampak keberadaan rumpon, selain menyebabkan pengurangan jumlah effort yang digunakan dalam operasi penangkapan ikan, juga produksi hasil tangkapan
mengalami dinamika sendiri. Dengan memasukan parameter rumpon ke dalam model logistik secara tidak langsung mempengaruhi biomass, yakni sebagai faktor penambah
langsung ke fungsi biomass. Model dinamika dampak keberadaan rumpon merujuk
pada persamaan 55, 56 dan 57. Dengan menggunakan nilai parameter yang sama
Tabel 21 dan mengganti skala usaha constan return to scale 1
= θ
, menjadi increasing return to scale
, 1179
, 1
= θ
atau koefisien effort menjadi 0,8945 dan parameter dampak rumpon
γ sebesar 0,0494 maka trajektori dari variabel effort dan
72 biomass yang dihasilkan disajikan pada Gambar 20. Sementara phase plane untuk
model dampak rumpon disajikan pada Gambar 21.
Trajektori Dinamis antaraBiomas Ikan dan Jumlah Effort
0.00 500.00
1,000.00 1,500.00
2,000.00 2,500.00
3,000.00 3,500.00
4,000.00
1 10
19 28
37 46
55 64
73 82
91 100
Waktu
B iom
as s I
k an
to n
0.00 5,000.00
10,000.00 15,000.00
20,000.00 25,000.00
J u
m la
h E
ffo rt h
a ri
Biomass Effort
Gambar 20. Trajektori Dinamis antara Effort dan Biomass Dinamika Dampak Rumpon
Analisis Phase Plane Perikanan Tuna Kecil
0.00 5,000.00
10,000.00 15,000.00
20,000.00 25,000.00
0.00 1,000.00
2,000.00 3,000.00
4,000.00
Biomass Ikan ton Ef
fo rt
h a
ri m
el a
u t
Gambar 21. Analisis Phase Plane Perikanan Tuna Kecil di Perairan Teluk Palabuhanratu Dinamika Dampak Rumpon
Dari gambar 20 terlihat dengan memasukan parameter rumpon ke dalam model logistik secara tidak langsung mempengaruhi biomass sebagai faktor penambah
langsung ke fungsi biomass, trajektori biomass dan effort mempunyai pola yang sama model sebelum model standar dan model rumpon implisit effort. Biomass mengalami
73 penurunan yang lebih cepat yakni pada tahun ke-22, dimana biomass telah mencapai
1.528,44 ton. Kemudian biomass kembali mengalami penambahan meskipun jumlah effort
terus mengalami peningkatan. Jumlah effort maksimal dicapai pada tahun ke-43 sebesar 18.548. Setelah mencapai kondisi effort maksimal, maka jumlah effort
mengalami penurunan namun tidak pernah mengalami keseimbangan. Penurunan jumlah effort ini mengakibatkan biomass mengalami kenaikan
kembali. Dengan adanya rumpon di perairan Teluk Pelabuhanratu, dalam jangka panjang diperkirakan akan mampu merubah ruaya ikan tuna kecil, sehingga jumlah
biomass ikan akan mengalami peningkatan. Pada saat effort mengalami penurunan, maka jumlah biomass kembali meningkat. Peningkatan jumlah biomass ini diduga
dampak dari pemasangan rumpon di perairan teluk Palabuhanratu. Hal ini sesuai dengan penelitian yang di lakukan oleh Monintja dan Zulkarnain 1995 rumpon dapat
meningkatkan distribusi dan mempertinggi biomass yang dapat dieskploitasi, tetapi bukan biomass totalnya. Rumpon merupakan suatu trophic level yang komplit, dimana
dapat ditemukan mulai dari produsen phytoplanton sampai predator ikan-ikan tuna besar sebagai konsumen. Oleh karena itu berbagai jenis ikan tertarik untuk berkumpul
di sekitar rumpon, mulai dari ikan-ikan pelagis kecil sampai ikan-ikan pelagis besar, yang didominasi ikan tuna dan cakalang. Kondisi demikian yang mengakibatkan
penambahan biomass, tetapi tidak mengakibatkan waktu pencapaian daya dukung lingkungan menjadi cepat. Tersedianya trophic level yang komplit, mengakibatkan
waktu pencapaian daya dukung lingkungan menjadi lebih lama. Keberadan rumpon pada umumnya merupakan bentuk dari “ teritorial use right in
fisheries TURF ”, sebab penangkapan di sekitar rumpon hanya terbatas pada nelayan
dipekerjakan oleh pemilik rumpon atau mereka yang setuju membayar restribusi sejumlah tertentu, yang ditentukan oleh pemilik rumpon Aprieto, 1991 diacu dalam
Monintja dan Zulkarnain, 1995. Keberadaan rumpon di perairan Teluk Palabuhanratu dan Samudera Hindia merupakan milik dari pemerintah Provinsi Jawa Barat . Dari 22
buah rumpon yang ada, hanya 2 buah yang merupakan milik perseorangan perusahaan swasta. Dengan demikian rumpon di perairan Teluk Palabuhanratu dan Samudera
Hindia bukan merupakan bentuk dari teritorial use right in fisheries TURF ”, dimana setiap nelayan diijinkan untuk menangkap ikan di lokasi rumpon. Para nelayan hanya
dibebankan biaya retribusi sebesar 10 dari produksi hasil tangkap. Restribusi
74 tersebut dimaksudkan untuk biaya pemeliharaan rumpon. Meskipun pemanfaatan
rumpon dapat dilakukan oleh semua nelayan, akan tetapi tidak semua nelayan mampu memanfaatkannya. Akibat kemampuan para nelayan yang berbeda-beda, maka hanya
sebagian nelayan yang mampu memanfaatkan keberadaan rumpon. Lokasi rumpon yang jauh, mengharuskan tonase kapal juga harus besar kapal motor, dimana biaya
operasional untuk mencapai lokasi juga lebih tinggi. Dampak keberadaan rumpon ini, secara tidak langsung mengakibatkan penurunan
produksi bagi nelayan payang yang beroperasi hanya terbatas pada perairan teluk Palabuhanratu. Penurunan ini diduga disebabkan ikan tuna kecil yang biasanya dapat
mencapai perairan teritorial perairan pesisir namun dengan keberadaan rumpon, ikan- ikan tersebut lebih menyukai dan terperangkap di sekitar rumpon. Untuk mengatasi
masalah ini, perlu adanya kebijakan pemerintah daerah untuk memberikan bantuan kapal, sehingga memungkinkan para nelayan payang untuk bisa memanfaatkan rumpon.
Sedangkan keberadaan rumpon di daerah Binuangeun perlu diwaspadi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gafa dan Merta 1993 menyatakan bahwa perairan Binuangeun
Kabupaten Lebak merupakan daerah pemijahan tongkol, cakalang dan tuna, dengan musim pemijahan berlangsung sekitar bulan Oktober samapai April. Ikan-ikan tuna
yuwana dan dewasa sekaligus berada di lokasi rumpon. Hal ini merangsang terjadinya kanibalisme. Ikan-ikan tuna besar Madidihang dan mata besar memangsa ikan-ikan
tuna dan cakalang yuwana, tongkol dan pelagis kecil terutama ikan layang, Decapterus spp
. Rumpon adalah suatu situasi buatanm dimana dapat menyediakan suplai makanan secara berkesinambungan dan tidak terbatas bagi predator besar terutama bagi
madidihang dewasa Aprieto, 1991 diacu dalam Monintja dan Zulkarnain, 1995. Pada gambar 20, terlihat bahwa phase plane biomass dan effort dengan model
rumpon mengalami dinamika memiliki pola yang sama, dengan model standar dan model rumpon implisit fungsi effort. Dengan adanya rumpon berbagai jenis ikan
tertarik untuk berkumpul di sekitar rumpon, sehingga keberadaan rumpon mampu meningkatkan distribusi dan mempertinggi biomass yang dapat dieskploitasi. Namun
setelah mencapai kondisi daya dukung lingkungan carrying capacity, maka biomass kembali mengalami penurunan. Selanjutnya dapat digambarkan trajektori antara
biomass, effort dan rente sumberdaya seperti disajikan pada Gambar 22.
75
Trajektori Effort, Produksi dan Rente
0.00 5,000.00
10,000.00 15,000.00
20,000.00 25,000.00
1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56 61 66 71 76 81 86 91 96 101
Waktu
E ff
o r
t h
a r
i m e
la u
t
P r
o duk
si to
n
-2,000.00 -1,000.00
0.00 1,000.00
2,000.00 3,000.00
4,000.00 5,000.00
R en
te x
Ju ta R
p
Effort Produksi
Rente
Gambar 22. Trajektori Effort, Produksi dan Rente di Perairan Teluk Palabuhanratu Dinamika Dampak Rumpon
Merujuk Gambar 22, hubungan effort, produksi dan rente pada kondisi rumpon mengalami dinamika, mempunyai pola yang sama dengan kondisi standar. Pada kondisi
biomass masih tinggi, jumlah effort juga semakin meningkat. Peningkatan jumlah effort menyebabkan peningkatan produksi ikan yang berhasil ditangkap. Pada kondisi fase
biomass mulai menurun, peningkatan jumlah effort, menyebabkan laju penambahan produksi juga semakin menurun.
Pada kondisi awal, hubungan effort dan produksi terhadap rente ekonomi yang diperoleh masih tinggi, kemudian semakin menurun seiring dengan adanya penambahan
effort, yang menyebabkan rente semakin menurun. Laju penambahan effort yang
semakin berkurang, dan adanya penambahan produksi sebagai dampak keberadaan rumpon menyebabkan rente masih tinggi. Selanjutnya, pada kondisi effort mulai
menurun, dimana jumlah biomass juga telah menurun menyebabkan produksi juga menurun. Kondisi terjadi penurunan effort dan juga produksi tersebut diatas,
menyebabkan rente ekonomi menjadi negatif mulai tahun ke 19. Kondisi ini telah membuktikan dengan adanya rumpon, maka biomass akan meningkat, sehingga
76 produksi juga akan meningkat dan rente yang diterima nelayan akan lebih lama sebelum
akhir mencapai kondisi steady state 4.8. Analisis Sensitivitas
Salah satu sifat dari analisis kualitatif Ordinary Differential Equation ODE adalah kemungkinan sensitifnya perubahan variabel terhadap perubahan parameter
Fauzi dan Anna, 2005. Dalam studi ini analisis sensitivitas sensitivity analysis terhadap model dinamik dilakukan terhadap perubahan parameter ekonomi. Analisis
sensitivitas dilakukan untuk melihat akibat perubahan kenaikan parameter harga dan biaya terhadap dinamika biomass, hasil tangkap catch dan effort serta rente ekonomi.
Dengan menggunakan model Willen’s open access dynamic, dan diasumsikan harga ikan mengalami kenaikan sebesar 15 dari Rp. 6.500.000 menjadi Rp.
7.475.000 dan biaya operasional mengalami kenaikan sebesar 30 dari Rp. 526.240 menjadi Rp. 684.112, hasil simulasi kenaikan harga dan kenaikan biaya terhadap effort
disajikan pada Gambar 23 dan sedangkan damapak kenaikan parameter ekonomi terhadap produksi disajikan Gambar 24.
Dari Gambar 23 terlihat bahwa kenaikan harga sebesar 30 dari harga baseline menyebabkan terjadinya peningkatan yang signifikan terhadap effort. Dengan biaya
operasional effort yang tetap, adanya peningkatan harga ikan akan memberikan insentif bagi nelayan untuk melakukan penangkapan ikan yang lebih banyak dengan cara
menambah upaya effort penangkapan ikan. Penambahan effort ini dimaksud untuk meningkatkan produksi, yang pada akhirnya diharapkan akan mampu menambah rente
ekonomi bagi para nelayan. Sedangkan dampak dari kenaikan biaya operasi penangkapan ikan meningkat, sementara harga ikan relatif tetap, maka jumlah effort
justru menurun. Kenaikan biayta operasinal, akan mengurangi rente ekonomi yang diterima oleh nelaya. Hal ini disebabkan banyak nelayan yang tidak lagi mampu
membiaya kapal untuk melaut, sehingga jumlah effort menjadi menurun. Sedangkan apabila terjadi peningkatan biaya operasional yang diikuti kenaikan
harga ikan dimana prosentasi kenaikan biaya lebih besar 15 dari kenaikan harga menyebabkan terjadinya penurunan terhadap effort, tetapi penurunan effort masih lebih
kecil jika dibandingkan dengan kondisi kenaikan biaya saja. Terjadi kenaikan biaya menyebabkan jumlah effort pada tahun ke-25 hanya sekitar 12.975 hari melaut.
77
Perbandingan Dampak Kenaikan Harga dan Biaya Terhadap Jumlah Effort
0.00 5,000.00
10,000.00 15,000.00
20,000.00 25,000.00
1 9
17 25
33 41
49 57
65 73
81 89
97
Waktu E
ffo rt
h a
ri m ela
u t
Baseline Harga naik
Biaya Naik harga dan Biaya Naik
Gambar 23. Dampak Perubahan Harga dan Biaya Terhadap Effort
Perbandingan Dampak Kenaikan Harga dan Biaya Terhadap Produksi
0.00 200.00
400.00 600.00
800.00 1,000.00
1,200.00 1,400.00
1,600.00 1,800.00
2,000.00
1 8
15 22
29 36
43 50
57 64
71 78
85 92
99
Waktu P
rodu k
si ton
bas eline Harga Naik
Biaya Naik Harga dan Biaya Naik
Gambar 24. Dampak Perubahan Harga dan Biaya Terhadap Produksi
78 Dari Gambar 24 menunjukkan bahwa dampak perubahan parameter ekonomi
terhadap variabel jumlah produksi ikan mempunyai pola yang sama dengan pola perubahan terhadap varibael effort. Variabel produksi mengalami fluktuasi yang cukup
tinggitajam akibat perubahan parameter harga p. Meskipun perubahan harga direspon secara positif pada periode awal dengan peningkatan produksi, namun respon tersebut
bersifat jangka pendek, dan akan mecapai steady state pada tahun ke-49 dengan produksi sebesar
1,328.30
ton. Sedangkan jika harga diasumsikan mengalami kenaikan setiap tahunnya, maka kemudian produksi mengalami penurunan. Hal ini sesuai dengan
sifat sumberdaya perikanan itu sendiri yang mengalami ”backward bending” pada tingkat produksi tertentu.
Respon yang sebaliknya terjadi pada perubahan biaya. Akibat kenaikan biaya, respon jangka pendek dari produksi adalah mengalami penurunan. Hal ini disebabkan
terjadinya peningkatan biaya dalam jangka pendek akan sangat mempengaruhi komponen biaya variabel, sehingga akan menurunkan effort dan pada akhirnya
menurunkan produksi. Namun dalam jangka panjang perubahan biaya tersebut akan terinternalisasi dalam proses produksi. Kemudian karena proses kontraksi dari effort
pada periode sebelumnya, maka produksi dapat meningkat kembali sebelum mencapai tingkat steady state. Selanjutnya hasil simulasi kenaikan harga disertai kenaikan biaya
terhadap rente disajikan pada Gambar 25. Sedangkan dampak kenaikan harga dan kenaikan biaya terhadap biomass disajikan pada Gambar 26.
Pola yang sama juga terjadi pada variabel rente ekonomi akibat perubahan harga Gambar 25, yang mengalami fluktuasi tajam pada awal periode yakni meningkat pada
periode awal, kemudian menurun pada waktu yang lebih cepat sebelum mencapai steady state
. Hal ini disebabkan terdapat hubungan satu-satu one to one antar rente dan produksi, maka tidaklah mengherankan jika pola perubahan rente akibat perubahan
harga mengikuti pola perubahan produksi akibat perubahan harga.
79
Perbandingan DampakKenaikan Harga dan Biaya Terhadap Rente Ekonomi
-550.00 450.00
1,450.00 2,450.00
3,450.00 4,450.00
5,450.00 6,450.00
1 9
17 25
33 41
49 57
65 73
81 89
97
Waktu R
e n
t x j u
ta R
p .
Baseline Harga Naik
Biaya Naik Harga dan Biaya Naik
Gambar 25. Dampak Perubahan Harga dan Biaya Terhadap Rente
Perbandingan Dampak Kenaikan Harga dan Biaya Terhadap Biomass
1,000.00 1,500.00
2,000.00 2,500.00
3,000.00 3,500.00
1 8
15 22
29 36
43 50
57 64
71 78
85 92
99
Waktu B
iom ass
ton
Baseline Harga Naik
Biaya Naik Harga dan Biaya Naik
Gambar 26. Dampak Perubahan Harga dan Biaya Terhadap Biomass
80 Dampak kenaikan biaya, seperti telah dijelas diatas akan menyebabkan jumlah
effort menurun, yang pada akhirnya menyebabkan jumlah produksi juga menurun.
Dengan adanya penurunan jumlah produksi yang sangat tajam dibanding kondisi baseline, maka menyebabkan nelayan tidak pernah menerima rente ekonomi, sebab
rente ekonomi yang peroleh negatif. Dengan rente ekonomi yang negatif, maka insentif yang seharusnya dialokasi untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan tidak
lagi diperoleh. Dengan demikian pemerintah atau nelayan harus mengalokasikan sebagian keuntungan yang diperolehnya untuk dialokasi sebagai rente sumberdaya.
Sedangkan kondisi kenaikan biaya yang juga diikuti kenaikan harga masih memungkinkan nelayan untuk mendapat rente ekonomi sebelum akhirnya tidak lagi
mendapat rente ekonomi. Dari Gambar 25 terlihat bahwa peningkatan harga yang lebih besar dari baseline
menyebabkan terjadinya penurunan yang signifikan terhadap biomass. Dampak perubahan parameter ekonomi terhadap ketersedian biomass berbanding terbalik dengan
variabel effort ataupun variabel produksi. Peningkatan harga menyebabkan jumlah effort
yang tercurah semakin meningkat. Penambahan effort tersebut, menyebabkan peningkatan produksi ikan. Peningkatan produksi ini, sama artinya dengan terjadinya
pengurasan pengambilan terhadap biomass yang lebih besar lagi. Dengan demikian jumlah biomass yang tersedia akan semakin menurun.
Respon yang sebaliknya terjadi pada perubahan biaya. Akibat perubahan biaya kenaikan biaya respon jangka pendek dari produksi adalah mengalami penurunan.
Penurunan produksi ini, akan menyebabkan jumlah biomass di perairan semakin meningkat.
81
4.9 Kebijakan Pengelolaan Perikanan Tuna Kecil