Model Standar Willen’s Open Access Dynamic

63 belum ada produksi yang berasal dari rumpon =0, dan jika ada produksi yang berasal dari rumpon =1. Hasil analisis regresi secara lengkap disajikan pada Lampiran 9. Sedangkan nilai initial value produksi rumpon merupakan rata-rata produksi ikan yang berasal dari rumpon pada tahun 2004-2006. Selanjutnya nilai parameter yang digunakan dalam analisis dinamik secara lengkap disajikan pada Tabel 21. Tabel 21. Parameter Biologi dan Ekonomi Dalam Analisis Dinamik Pengelolaan Perikanan Tuna Kecil di Teluk Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi. No Parameter Nilai 1. Laju pertumbuhan alami intrinsict growth rate =r 1,58642899 2. Koefisien daya tangkap catchability coefficient=q 0,00052961 3. Daya dukung lingkungan carrying capacity=K ton 3.397,98 4. Stok Biomass X t ton 1.784,32 5. Skala Usaha θ 1 6. Harga Ikan P x Juta Rp. 6,5 7. Biaya Operasional c x Juta Rp. 0,5262402 8. Jumlah Effort E t hari melaut 1.422,25 9. Initial Produksi Rumpon ton 200,116 10. Parameter Dampak Rumpon γ 0,0494 Dalam penelitian ini dilakukan analisis dinamik pengelolaan perikanan melalui tiga tahap, yakni : dinamika model standar antara effort dan biomass yang merupakan model standar Willen’s open access dynamic, dampak keberadaan rumpon dimasukan kedalam model dinamis secara implisit melalui fungsi effort dan dampak keberadaan rumpon diasumsikan mengalami dinamika tersendiri.

4.7.1 Model Standar Willen’s Open Access Dynamic

Dengan menggunakan nilai parameter pada Tabel 21 dan memasukan pada persamaan 47 dan 48, diperoleh hasil analisis hubungan antara biomass terhadap effort model standar seperti disajikan pada Gambar 12. Sedangkan analisis phase plane untuk model standar disajikan pada Gambar 14. 64 Trajektori Dinamis antara Biomas Ikan dan Jumlah Effort 500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 1 10 19 28 37 46 55 64 73 82 91 100 Waktu B io m as s I k an to n 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000 18,000 20,000 Ju m la h E ffo rt H a ri Me la u t Biomass Effort Gambar 12. Trajektori Dinamis antara Effort dan Biomass Model Standar Gambar 12 memperlihatkan trajektori dinamis antara effort dan biomass. Nilai biomass pada kondisi awal adalah sebesar 1.784,32 ton. Sedangkan jumlah effort adalah sebesar 1.422,52 hari melaut. Pada kondisi awal, tingkat effort yang digunakan masih rendah, level biomass relatif masih tinggi. Ketika effort semakin meningkatkan, maka biomass mulai mengalami penurunan. Effort mencapai kondisi maksimal pada tahun ke-10 sebesar 16.341 hari melaut. Pada kondisi effort mencapai kondisi maksimal, maka level biomass mencapai kondisi terendah yakni sebesar 1.558,58 ton. Tahap selanjutnya effort mengalami penurunan, kemudian effort kembali mengalami kenaikan dan mencapai tingkat steady state pada tahun ke-49 dengan 14.909 hari melaut. Sedangkan biomass sendiri mengalami trajektori yang berlawanan dengan effort. Pada saat effort telah mencapai titik keseimbangan pada tahun ke-49, maka biomass juga megalami keseimbangan mulai tahun ke-60, yakni sebesar 1.706,63 ton. Kondisi keseimbangan ini dicapai pada kondisi rente ekonomi sama dengan nol. Penambahan jumlah effort justru akan menyebabkan laju kenaikan produksi yang semakin menurun, sehingga rente ekonomi yang diterima nelayan justru akan menurun. Guna melakukan kebijakan yang tepat dalam pengelolaan sumberdaya ikan tuna kecil, maka terlebih dahulu harus diketahui phase plane antara biomass ikan dan effort serta perilaku keduanya. Menurut Fauzi 2006 secara umum hubungan biomass ikan dengan effort disajikan pada Gambar 13. 65 Gambar 13. Analisis Phase Plane Biomass Ikan dan Effort Merujuk gambar 13, hubungan biomass dan effort dalam pengusahaan ikan tuna kecil di perairan Teluk Palabuhanratu termasuk dalam sistem pengelolaan kuadran 3 peningkatan effort, akan menyebabkan penurunan biomass ikan seperti disajikan pada Gambar 13. Pada kondisi demikian, maka kebijakan yang harus diambil dalam rangka menjaga kelestarian sumberdaya adalah mengurangi jumlah effort melalui penerapan instrumen ekonomi, yakni peningkatan biaya operasional per effort. Salah satu kebijakan yang dapat diterapkan adalah melalui pemberlakuan pajak terhadap input ataupun pajak terhadap output. Selanjutnya dapat digambarkan trajektori antara biomass, effort dan rente sumberdaya seperti disajikan pada Gambar 14. Berdasarkan Gambar 14, terlihat trajektori perilaku biomass ikan dan effort pada pengelolaan perikanan tuna kecil di perairan teluk Palabuhanratu, yang menunjukkan bahwa tingkat effort yang ada saat ini dapat dikatagorikan berlebih excessive sehingga keseimbangan dicapai dalam waktu yang relatif lama pada tahun ke-49 dan pada saat biomass sudah mengalami penurunan biomass mencapai 1.706,71ton. Berdasarkan phase plane yang disajikan pada Gambar 14, maka kebijakan yang harus diambil untuk tetap menjaga kelestarian sumberdaya perikanan tuna kecil adalah dengan mengurangi effort. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peningkatan biomass hanya bisa dicapai, jika penggunaan effort dikurangi. 1 4 X X 2 3 E E 66 Analisis Phase Plane Perikanan Tuna Kecil 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000 18,000 20,000 500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500 Biomass Ikan ton E ffo rt h a ri m ela u t Gambar 14. Analisis Phase Plane Perikanan Tuna Kecil di Perairan Teluk Palabuhanratu Model Standar Trajektori Effort , Produksi dan Rente 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000 18,000 20,000 1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56 61 66 71 76 81 86 91 96 101 Waktu E ffo rt h a ri m e la u t, P roduk s i ton -2,000 -1,000 1,000 2,000 3,000 4,000 Re n te x Rp J u ta Effort Produksi Rente Gambar 15. Trajektori Effort, Produksi dan Rente di Perairan Teluk Palabuhanratu Model Standar Pada kondisi biomass masih tinggi, maka para nelayan akan terus meningkatkan effort sehingga jumlah effort semakin meningkat. Terjadi peningkatan jumlah effort menyebabkan peningkatan produksi ikan yang berhasil ditangkap. Hal ini dikarena 67 produksi berbanding linier dengan jumlah effort sampai kondisi kondisi produksi lestari tercapai. Sedangkan setelah melewati kondisi produksi lestari keberadaan biomass semakin menurun, maka peningkatan jumlah effort justru akan menyebabkan laju penambahan produksi semakin menurun. Oleh sebab itu peningkatan effort, berdampak terhadap rente yang di terima nelayan semakin menurun, hingga akhirnya rente mencapai 0 mulai tahun tahun ke 64 dimana produksi telah mencapai steady state, rente juga mengalami steady state. Kondisi demikian merupakan ciri dari sumberdaya perikanan. Suplai dari sumber daya perikanan ini bersifat tidak tak terbatas. Menurut Copes 1970 diacu Fauzi 2006, suplai sumber daya perikanan tangkap sangat unik yaitu mengalami apa yang disebut sebagai kurva suplai ”backward bending”. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa kurva suplai tidak selamanya linier. Pada saat harga meningkat yang mengakibatkan effort juga meningkat, maka secara inisial produksi akan meningkat pula. Namun produksi ini tidak akan terus meningkat, karena kemampuan sumberdaya perikanan itu sendiri yang terbatas ketersediaannya di alam, sesuai kemampuan daya dukung lingkungannya. Selanjutnya produksi akan menurun pada suatu titik harga tertentu threshold price. Kondisi demikian lebih dikenal dengan kurva backward bending supply. Kurva backward bending supply pada perikanan tangkap sangat tergantung pada karakteristik biofisik perikanan itu sendiri dan juga sangat berhubungan dengan level eksploitasinya. Dalam kondisi eksploitasi rendah under exploited kurva suplai menaik, sedangkan pada kondisi eksploitasi berlebih over exploited kurva suplai akan membelok ke kiri backward bending seperti disjikan pada Gambar 16. Gambar 16. Kurva suplai dan Demand Pada perikanan Tangkap Copes, 1972 68

4.7.2 Model Dampak Rumpon Implisit melalui Fungsi Effort