11
psikologis merupakan inti dari teori positive functioning psychology yang dikemukakan oleh Ryff Ryff Keyes, 1995.
Berdasarkan uraian di atas, maka kesejahteraan psikologis adalah suatu kondisi dimana individu yang dapat berfungsi secara efektif sesuai
dengan potensi yang dimilikinya, mau mengevaluasi dirinya sendiri, mampu mengembangkan dirinya sendiri, puas terhadap kehidupannya, merasa
bahagia, dan mampu memenuhi aspek-aspek di dalam kehidupannya.
2. Konsep Kesejahteraan
Dalam perkembangannya, konsep mengenai kesejahteraan terbagi menjadi dua perspektif besar yang saling berlawanan satu dengan lainnya
Ryan Deci, 2001. Menurut Ryan dan Deci 2001, kesejahteraan merupakan suatu konstruk yang kompleks yang melibatkan pengalaman dan
keberfungsian yang optimal. Pada kenyataannya, bahkan semenjak awal permulaan perkembangannya, terdapat banyak sekali perdebatan mengenai
definisi keberfungsian optimal yang sebenarnya dan apa saja terdapat di dalam lingkaran “good life”.
Perspektif yang pertama disebut juga dengan hedonism. Hedonism memandang bahwa kesejahteraan terdiri dari komponen yang berupa
kebahagiaan dan kesenangan. Asal muasal perspektif ini dari seorang filsuf asal Yunani yang bernama Aristippus yang mengajarkan bahwa tujuan
utama dari hidup manusia adalah untuk mendapatkan kesenangan dan kebahagiaan yang tidak terhitung Ryan Deci, 2011. Setelah masa itu,
12
perspektif hedonism telah diekspresikan ke dalam berbagai macam bentuk. Namun pada umumnya, psikolog yang menganut perspektif hedonism
cenderung berfokus pada kebahagiaan subjektif, pengalaman yang mendatangkan kenikmatan dan penilaian terhadap elemen kehidupan yang
baik atau buruk. Asesmen yang digunakan untuk mengukur kebahagiaan hedonism kebanyakan menggunakan subjective well-being Diener Lucas,
1999. Diener Lucas 1999 menyatakan bahwa terdapat tiga komponen yang penting di dalam subjective well-being, antara lain kepuasan hidup,
adanya mood yang positif, dan tidak adanya mood yang negatif. Ketiga komponen inilah yang mencakup konsep kebahagiaan.
Perspektif kedua disebut dengan pandangan eudaimonic. Perspektif eudaimonic ini mendefinisikan kesejahteraan bukan semata-mata hanya dari
kebahagiaan Ryan Deci, 2001. Perspektif eudaimonic menyatakan bahwa tidak semua hal yang diinginkan akan memberi kesejahteraan pada
manusia. Walaupun hasil akhir membawa kesenangan, beberapa hasil tidak akan meningkatkan kesejahteraan dan bahkan tidak baik untuk manusia.
Waterman 1993 mengemukakan bahwa konsep kesejahteraan eudaimonic berfokus pada bagaimana manusia hidup dalam daimon, atau
true self diri mereka yang sebenarnya. Beliau menjelaskan bahwa eudaimonic akan muncul apabila aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh
seseorang sejalan dengan nilai-nilai yang dimilikinya dan orang tersbut secara penuh terlibat di dalamnya. Dalam kondisi demikian, individu
tersebut akan merasa dirinya aktif, hidup dan apa adanya. Waterman 1993
13
mendefinisikan kondisi tersebut sebagai suatu personal expressiveness PE. Personal expressiveness sangat berhubungan erat dengan aktivitas-aktivitas
yang dapat memberikan pertumbuhan dan perkembangan bagi diri individu. Selanjutnya, personal expressiveness juga lebih diasosiasikan dengan
tantangan dan usaha, sedangkan hedonism lebih diasosiasikan dengan perasaan santai, jauh dari masalah, dan menjadi individu yang bahagia
Ryan Deci, 2001. Ryff dan Keyes 1995 kemudian membedakan kesejahteraan
psikologis dengan kesejahteraan subjektif subjective psychological well- being.
Kesejahteraan psikologis
merepresentasikan perspektif
kesejahteraan eudaimonic,
sedangkan kesejahteraan
subjektif merepresentasikan perspektif hedonism Ryan Deci, 2001. Kesejahteraan
psikologis merupakan suatu konsep multidimensional yang terdiri dari enam dimensi yang menggambarkan aktualisasi diri manusia, yaitu otonomi,
pertumbuhan pribadi, penerimaan diri, tujuan hidup, penguasaan lingkungan, dan hubungan yang positif dengan orang lain Ryan Deci,
2001.
3. Dimensi-dimensi Kesejahteraan Psikologis
Ryff 1989 menjelaskan ada enam dimensi kesejahteraan psikologis yang merupakan inti dari positive functioning psychology, yaitu:
a. Penerimaan diri self-acceptance