Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis
19
c. Status Sosial Ekonomi Status sosial ekonomi juga berpengaruh terhadap kesejahteraan
psikologis seseorang. Penelitian oleh Wilkinson, Walford dan Espnes 2000 menemukan bahwa ketidaksetaraan status sosial ekonomi pada
suatu negara berkembang dapat dikaitkan dengan ketidaksetaraan kesehatan mental individu di dalamnya; dimana hal ini akan berakibat
terhadap kesejahteraan seseorang maupun komunitas. Selanjutnya, status sosial ekonomi berhubungan dengan dimensi penerimaan diri,
tujuan hidup, penguasaan lingkungan dan pertumbuhan diri Ryff, Magee, Kling, Wing, 1999; Ryan Deci, 2001.
d. Pendidikan Pendidikan juga merupakan faktor lainnya yang dapat
mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang. Pendidikan yang semakin tinggi akan mengakibatkan individu memiliki berbagai macam
solusi atas permasalahan yang dimilikinya. Pendidikan akan berpengaruh terhadap dimensi tujuan hidup seseorang Ryff, Magee,
Kling Wing, 1999. e. Budaya
Faktor lainnya yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang adalah budaya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Lu 2008, budaya seseorang mempengaruhi cara individu tersebut memaknai kebahagiaan. Hal ini disebabkan karena budaya memegang
20
peranan penting dalam membentuk cara seseorang berpikir, mengkonseptualisasikan diri dan kebahagiaan, serta cara mengatasi
masalah-masalah yang timbul di dalam kehidupan sehari-hari. f.
Locus of Control Dalam penelitian VanderZee, Buunk dan Sanderman 1997
ditemukan bahwa locus of control merupakan variabel moderator yang menghubungkan antara dukungan sosial dan kesejahteraan psikologis.
Individu dengan locus of control internal selalu berusaha untuk menguasai dan memanipulasi lingkungannya secara aktif, mampu
mengendalikan kejadian-kejadian seperti keberhasilan atau kegagalan, serta mampu menghindarkan diri mereka dari situasi yang tidak
menguntungkan Kulshretha Sen, 2006, demikian sebaliknya untuk individu dengan locus of control eksternal.
g. Kepribadian Kepribadian
seseorang juga
ternyata mempengaruhi
kesejahteraan psikologisnya. Huppert 2009 mengemukakan bahwa kepribadian extraversion dan neuroticism memiliki hubungan dengan
kesejahteraan psikologis. Kepribadian seseorang merupakan prediktor terbesar dalam menentukan tipe emosi yang akan ia munculkan.
Individu dengan kepribadian neuroticism selalu identik dengan tipe emosi yang negatif. Sebaliknya, individu extraversion identik dengan
emosi yang lebih positif Diener, Suh, Lucas Smith, 1999.
21
Banyak penelitian lintas budaya yang telah melakukan penelitian
sehubungan dengan
kesejahteraan psikologis
dan extraversion-neuroticism dan penelitian dari tiga dekade belakangan ini
menunjukkan bahwa kepribadian extraversion memiliki pengaruh yang besar terhadap kesejahteraan psikologis Abbott, Ploubidis, Croudace,
Kuh, Wadsworth, Huppert, 2008. Sedangkan, neuroticism memiliki efek terhadap kesejahteraan psikologis yang dimediasi oleh distres
psikologis. h.
Marital Status Status Pernikahan Banyak penelitian telah membuktikan bahwa individu yang
telah menikah memiliki kepuasan hidup yang lebih tinggi Myers, 1999. Bierman, Fazio dan Milkie 2006 meneliti mengenai salah satu
dimensi dalam kesejahteraan psikologis, yaitu tujuan hidup. Mereka menemukan bahwa individu yang telah menikah memiliki nilai yang
lebih tinggi pada sub-skala ini dibandingkan dengan yang tidak menikah.
Penelitian lainnya oleh Clarke, Marshall, Ryff dan Roshental 2000 pada sejumlah senior di Kanada yang berumur 65 tahun ke atas
menunjukkan bahwa senoior yang sudah menikah memiliki skor yang lebih tinggi pada dimensi tujuan hidup, penerimaan diri dan hubungan
negatif dengan orang lain.
22
i. Relatedness Beberapa teoritis telah mendefinisikan relatedness sebagai
kebutuhan dasar yang sangat penting bagi kesejahteraan manusia Baumeister Leary, 1995. Hubungan interpersonal dapat dikaitkan
dengan relatedness dan banyak penelitian telah menunjukkan bahwa hubungan interpersonal yang suportif, hangat, dan penuh kepercayaan
dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang Ryan Deci, 2001.
Nezlek 2000; Ryan Deci, 2001 telah melakukan review pada beberapa penelitian dan menemukan bahwa kuantitas dari interaksi
dengan orang lain tidak dapat memprediksi kesejahteraan seseorang, melainkan kualitas interaksi dengan orang lain relatedness yang dapat
memprediksi kesejahteraan. Menurut Johnson dan Johnson 2007, hubungan interpersonal yang negatif antar individu dapat memicu
terjadinya bullying pada sekolah maupun tempat kerja. Oleh karena itu, peneliti menyimpulkan bahwa faktor relatedness ini merupakan faktor
penting munculnya bullying di tempat kerja.