30 e.
Berdasarkan distribusinya, lebih dari seperempat penduduk Asli Papua tinggal di Kabupaten Manokwari.  Jumlahnya  mencapai  107.857  jiwa  26,63.  Sedangkan  Kota  Sorong
memberikan  kontribusi  terbesar  kedua,  yaitu  62.070  jiwa  15,32.  Kontributor  terkecil penduduk Asli Papua adalah Kabupaten Tambrauw, yaitu 1,45.
f. Struktur  penduduk  Asli  Papua  sangat  berbeda  dengan  penduduk    Non  Asli  Papua.  Pada
piramida  penduduk  asli  papua,  penduduk  usia  muda  sangat  dominan  karena  dipengaruhi oleh tingkat fertilitas yang tinggi. Sedangkan struktur penduduk Non Asli Papua didominasi
oleh penduduk usia produktif, terutama 25-29 tahun. g.
Dependency  ratio  pada  penduduk  Non  Asli  Papua  hanya  sebesat  47,27  sedangkan  pada penduduk  asli  papua  sebesar  64,07.  Rendahnya  dependency  ratio  pada  penduduk  Non  Asli
Papua  tidak  lepas  dari  tingginya  persentase  penduduk  usia  produktif  15-64  tahun  yang mencapai 67,90, terutama disumbang oleh penduduk laki-laki.
Tabel 2-8. Indikator Kependudukan Asli Papua dan Non Asli Papua di Provinsi Papua Barat URAIAN
PENDUDUK ASLI PAPUA PENDUDUK NON ASLI PAPUA
Jumlah Penduduk jiwa 405.074
355.348 Laki-laki
208.658 193.740
Perempuan 196.416
161.608 Persentase Penduduk
53,27 46,73
Sex Ratio 106,23
119,88 Median Umur th
16,39 20,19
Dependency Ratio 64,07
47,27 Penduduk menurut kelompok umur
0-14 37,30
30,57 15-64
60,95 67,90
65+ 1,75
1,53 Jumlah Rumah Tangga
84.747 83.333
Sumber: Statistik Daerah Provinsi Papua Barat Tahun 2011.
2.2 Aspek Kesejahteraan Masyarakat
Aspek  kesejahteraan  masyarakat  terdiri  dari  kesejahteraan  dan  pemerataan  ekonomi,  kesejahteraan sosial, serta seni budaya dan olahraga, dipaparkan sebagai berikut:
2.2.1.  Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi
1. Pertumbuhan PDRB
Dalam  perkembangan  PDRB  Papua  Barat,  baik  dari  segi  nilai  tambah  bruto  maupun  kontribusi sektoral memiliki kontribusi terhadap PDB  Nasional sekitar 0,26  di Tahun 2009, yang berarti
kapasitas  perekonomian  wilayah  ini  masih  sebatas  pada  level  lokal  saja.  Nilai  absolut  PDRB Papua  Barat  harga  konstan  Tahun  2000  pada  Tahun  2008  sebesar  Rp.  6.369,37  miliar,  naik
menjadi  Rp.  6.768,20  miliar  pada  Tahun  2009.  Kenaikan  ini  cukup  positif  akan  tetapi  belum
31 menunjukan perubahan yang signifikan terhdap pembangunan Provinsi Papua Barat
Gambar 2-5. Perbandingan Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Dengan Migas dan Tanpa Migas Tahun 2006-2010
Sumber: Papua Barat Dalam Angka 2011 Terkait  dengan  tingkat  kesejahteraan,  meskipun  PDRB  Provinsi  Papua  Barat  memiliki  laju
pertumbuhan  yang  cukup  baik  namun  prosentase  tingkat  kemiskinan  Provinsi  Papua  Barat berada  di  posisi  kedua  nasional.  Berbagai  faktor  berpengaruh  atas  kenaikan  garis  kemiskinan
seperti  kebijakan  energi,  kebijakan  harga,  kelancaran  arus  distribusi  barang,  kondisi  alam  dan lain-lain. Papua Barat tidak bisa melepaskan diri dari pengaruh dari luar disamping dari internal
wilayah  ini  sendiri.  Garis  kemiskinan  di  perkotaan  lebih  tinggi  dibandingkan  dengan  di pekampungan karena perbedaan harga barang dan jasa antara Kota dan Kampung dimana harga
di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan di peKampungan.
PDRB Dengan Migas
a. Dalam  kurun  waktu  2007-2010  Papua  Barat  dapat  dikatakan  stabil  memperlihatkan
pertumbuhan yang tinggi dan menunjukkan percepatan setiap tahunnya. Hal ini jelas terlihat dari pertumbuhan ekonomi yang mencapai 26,82  pada Tahun 2010  setelah  memasukkan
nilai tambah gas alam cair LNG. Sementara pertumbuhan tanpa migas mencapai 6,83. b.
Pada  Tahun  2010,  pertumbuhan  tertinggi  sebesar  149,52  dicapai  oleh  sektor  industri pengolahan  didorong  oleh  pertumbuhan  subsektor  migas  terutama  pertumbuhan  gas  alam
cair  akibat  tercakupnya  produksi  gas  alam  cair  di  Teluk  Bintuni.  Sementara  sektor pertambangan dan penggalian justru mengalami kontraksi mencapai minus o,84.
c. Sektor  pertanianm  industri  pengolahan,  dan  bangunan  tetap  menjadi  sumber  utama
pertumbuhan  ekonomi.  Bahkan  21,94  dari  pertumbuhan  ekonomi  26,82  pada  Tahun 4.55
6.95 7.84
7.02 26.82
7.63 8.61
9.25 7.86
6.83
2006 2007
2008 2009
2010 PDRB Dengan Migas
PDRB Tanpa Migas
32 2010  berasal  dari  sektor  industri  pengolahan.  Sektor  pertanian  memberikan  kontribusi
pertumbuhan sebesar 0,93. d.
Sektor-sektor  utama  perekonomian  Papua  Barat  pada  periode  2007-2010  adalah  sektor pertanian,  sektor  industri  pengolahan,  dan  sektor  pertambangan  dan  penggalian.  Ketiga
sektor tersebut memberikan kontribusi lebih dari 60 PDRB Papua Barat. e.
PDRB  per  kapita  Papua  Barat  ADHB  pada  tahun  2010  meningkat  26,63  terhadap  Tahun 2009, yaitu dari 23,40 juta Rupiah menjadi 29,62 juta rupiah. PDRB per kapita Papua Barat
ADHK mencapai 11,42 juta Rupiah atau meningkat 22,72 terhadap Tahun 2009 9,31 juta Rupiah.
Gambar 2-6. Sumber Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2010 dalam
Sumber: Buku PDRB Papua Barat 2011
Tabel 2-9. Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Papua Barat Menurut Penggunaan Tahun 2006
–2009
NO SEKTOR
2006 2007
2008 2009
1 Konsumsi Rumah Tangga
9.19 6.15
10.57 6.18
2 Lembaga Swasta Nirlaba
9.54 7.59
5.3 19.91
3 Konsumsi Pemerintah
19.21 15.61
10.62 5.45
4 Pembentukan Modal Tetap Bruto
4.08 5.53
2.46 4.01
5 Perubahan Stok
2.19 2.24
-0.38 -11.04
6 Ekspor
11.04 0.18
-6.99 -27.15
7 Dikurangi Impor
17.88 1.47
-3.98 -24.1
PDRB Dengan Migas 4.55
6.95 7.33
6.26
1.72
-0,13
21.94
0.03 0.93
0.42 0.88
0.25 0.80
33
Gambar 2-7. Peranan Sektor Dominan Terhadap Penciptaan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2007-2010 dalam
Sumber: Buku PDRB Papua Barat 2011
PDRB Tanpa Migas
a. Pertumbuhan  ekonomi  tanpa  migas  yang  tercipta  pada  tahun  2010  sebesar  6,83.
Pertumbuhan  tertinggi  dicapai  oleh  sektor  pertambangan  dan  penggalian  yang  tumbuh 12,20.  Kemudian  diikuti  oleh  pertumbuhan  di  sektor  keuangan,  persewaan,  dan  jasa
perusahaan sebesar 11,02;  sektor pengangkuan dan komunikasi 10,93; sektr bangunan 9,77; sektor jasa-jasa 7,34; sektor listrik dan air bersih 7,30; sektor pertanian 6,20;
sektor  pengangkutan  dan  komunikasi  3,99.  Sementara  sektor  industri  pengolahan  hanya tumbuh 2,77.
Gambar 2-8. Sumber Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Migas Menurut Lapangan Usaha
Tahun 2007-2010 dalam  Sumber: Buku PDRB Papua Barat 2011
20 40
60 80
100
2007 2008
2009 2010
62.27 62.27
62.29 66.37
37.28 37.73
37.71 33.63
Sektor Pertanian, Pertambangan  Penggalian, Industri Pengolahan Sektor Lainnya
- 0.50
1.00 1.50
2.00 2.50
2.19
0.14 0.29
0.04 1.19
0.53 1.12
0.31 1.01
34 b.
Dalam rentang waktu empat tahun terakhir, tiga sektor utama yang mendominasi penciptaan PDRB  tanpa  migas  di  Papua  Barat  adalah  sektor  pertanian,  sektor  bangunan,  dan  sektor
perdagangan,  hotel  dan  restoran.  Ketiga  sektor  tersebut  memberikan  kontribusi  lebih  dari 60 terhadap PDRB tanpa migas Papua Barat.
Gambar 2-9. Peranan Sektor Dominan terhadap Penciptaan PDRB Tanpa Migas Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2007-2010 dalam
Sumber: Buku PDRB Papua Barat 2011 c.
PDRB per kapita ADHB mencapai 18,01 juta Rupiah. Nilai tersebut mengalami peningkatan sebesar 10,15 dibandingkan dengan PDRB per kapita pada Tahun 2009. Sementara PDRB
per kapita ADHK 2000 bernilai 7,55 juta Rupiah dan mengalami pertumbuhan sebesar 3,37 dibandingkan keadaan tahun 2009.
2. Laju Inflasi Provinsi
a. Indeks  Harga  Konsumen  IHK  Papua  Barat  Tahun  2010  sebesar  143,49  artinya  terjadi
kenaikan harga secara umum sebesar 43,49 dibandingkan dengan harga tahun dasar 2007, atau  dengan  kata  lain,  harga  secara  umum  saat  ini  hampir  satu  setengah  kali  lebih  mahal
daripada tahun 2007. Selama tahun 2008-2011, inflasi lebih banyak terjadi daripada deflasi. Bila  mencermati  fluktuasi  yang  ada,  tampaknya  perkembangan  harga  belum  terkontrol
dengan baik b.
Selama Januari 2009 - September 2011 inflasi gabungan tertinggi sebesar 2,35 yang terjadi di Juli 2010. Sedangkan deflasi terendah terjadi di September 2010 sebesar -0,76.
c. Inflasi tahun 2010 tercatat 6,25. Penyumbang inflasi terbesar dari kelompok pengeluaran
bahan  makanan,  yaitu  sebesar  8,34.  Inflasi  kelompok  pengeluaran  sandang  memiliki 20
40 60
80 100
2007 2008
2009 2010
63.79 63.63
63.07 62.69
36.21 36.37
36.93 37.31
Sektor Pertanian, Bangunan, Perdagangan, Hotel,  Restoran Sektor Lainnya
35 tingkat  inflasi  terendah,  yaitu  hanya  2,36.  Pada  tahun  2010  inflasi  terjadi  pada  seluruh
kelompok pengeluaran. d.
Laju inflasi perKampungan tahun kalender tahun 2010 sebesar 5,86, lebih tinggi dari tahun 2009 sebesar 4,53. Berarti tingkat kenaikan harga di tahun 2010 lebih tinggi dibandingkan
tahun 2009. e.
Selama Januari 2009 - September 2011 inflasi gabungan tertinggi sebesar 2,35 yang terjadi di Juli 2010. Sedangkan deflasi terendah terjadi di September 2010 sebesar -0,76.
f. Inflasi tahun 2010 tercatat 6,25. Penyumbang inflasi terbesar dari kelompok pengeluaran
bahan  makanan,  yaitu  sebesar  8,34.  Inflasi  kelompok  pengeluaran  sandang  memiliki tingkat  inflasi  terendah,  yaitu  hanya  2,36.  Pada  tahun  2010  inflasi  terjadi  pada  seluruh
kelompok pengeluaran. g.
Laju inflasi perKampungan tahun kalender tahun 2010 sebesar 5,86, lebih tinggi dari tahun 2009 sebesar 4,53. Berarti tingkat kenaikan harga di tahun 2010 lebih tinggi dibandingkan
tahun 2009.
3. Indeks Gini
Koefisien Gini pada tahun 2007 sebesar 0,33 naik menjadi 0,35 pada tahun 2009 dan pada tahun 2010  menjadi  0,37.  Meskipun  terjadi  kenaikan  koefisien  gini,  namun  status  ketimpangan
pendapatan masih pada posisi diantara ketimpangan rendah. 4.
Tingkat Pemerataan Pendapatan Menurut Bank Dunia a.
Tingkat  kemerataan  menurut  Bank  Dunia,  Provinsi  Papua  Barat  masih  dalam  kategori ketimpangan rendah.
b. Selama periode 2007-2010, proporsi pengeluaran dari kelompok penduduk 40 terbawah
terhadap total pengeluaran seluruh penduduk masih diatas 17.
2.2.2.  Fokus Kesejahteraan Sosial
1. Pendidikan
a. Angka Melek Huruf AMH Provinsi Papua Barat tahun 2010 adalah sebesar 93,19,.  dan
92,34.Angka  melek  huruf  pada  tahun  2010  meningkat  dibandingkan  dengan  tahun  2009 sebesar 90,15; tahun 2008  sebesar 92,15; pada tahun 2007 sebesar 90,32; dan tahun
2006  sebesar  88,55.  Semakin  tinggi  angka  melek  huruf  maka  kenaikan  persentase  angka melek  huruf  ini  akan  cenderung  semakin  lambat.  Dalam  artian  pertumbuhan  angka  melek
36 hurufnya  semakin  kecil  atau  mengalami  perlambatan.  Dengan  menggunakan  angka  melek
huruf  dapat  diketahui  jumlah  penduduk  yang  berumur  15  tahun  ke  atas  yang  dapat membaca dan menulis huruf latin atau huruf lainnya.
Gambar 2-10. Perkembangan Angka Melek Huruf dan Angka Buta Huruf di Provinsi Papua Barat Tahun 2007-2010
b. AMH  penduduk  laki-laki  tahun  2009  sebesar  94,95  atau  mengalami  peningkatan
dibandingkan  dengan  kondisi  tahun  2008  yaitu  sebesar  93,01  dan  kembali  mengalami peningkatan pada tahun 2010 menjadi 95,33.
c. AMH  penduduk  perempuan  walaupun  selalu  lebih  rendah  daripada  laki-laki  namun  selalu
mengalami  peningkatan  menjadi  90,83  di  tahun  2010  dibandingkan  dengan  tahun  2009 dan 2008 yang masing masing sebesar 88,55 dan 88,35.
Gambar 2-11. Perkembangan Angka Melek Huruf Berdasarkan Jenis Kelamin di Provinsi Papua Barat Tahun 2007-2010
d. Angka rata-rata lama sekolah terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2010 rata-rata lama
sekolah  sebesar  8,21  tahun  atau  mengalami  peningkatan  dari  tahun  2009  dan  2008  yakni sebesar  8,01  tahun  dan  7,67  tahun.  Artinya  rata-rata  penduduk  baru  mampu  menempuh
pendidikan  sampai  kelas  2  SLTP.  Berarti  pencapaian  pendidikan  di  Provinsi  Papua  Barat 90.32
92.15 92.94
93.19
9.68 7.85
7.06 6.81
2007 2008
2009 2010
Angka Melek Huruf Angka Buta Huruf
92.69 93.61
94.95 95.33
87.86 88.35
89.55 93.19
2007 2008
2009 2010
Laki - Laki Perempuan
37 belum  memenuhi Program Wajib Belajar 9 Tahun. Meskipun demikian, masih ada disparitas
gender,  dimana  penduduk  perempuan  belum  sepenuhnya  memperoleh  pendidikan  yang setara  dengan  penduduk  laki
–laki.  Sehingga  perlu  diperhatikan  lagi  faktor–faktor  yang menjadi  penyebab  masih  lambatnya  kemajuan  peningkatan  pendidikan  bagi  perempuan  di
Provinsi Papua Barat. e.
Angka  Partisipasi  Murni  APM  SDMI  pada  tahun  2010  sebesar  91,91  meningkat  dari tahun  2009  sebesar  91,25.APM  SLTPMTs  meningkat  menjadi  49,65  di  tahun  2010
setelah  tahun  sebelumnya  sebesar  49,03.  Artinya  banyak  penduduk  yang  tidak melanjutkan  pendidikan  ke  jenjang  SLTPMTs.APM  SLTAMA  tahun  2010  hanya  mencapai
43,93 atau mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2009 sebesar 43,55.
Gambar 2-12. Angka Partisipasi Sekolah APS dan Angka Partisipasi Murni APM Antar Jenjang Pendidikan Tahun 2010
f. APK  SDMI  tahun  2010  sebesar  115,00,  menurun  dibandingkan  tahun  2009  sebesar
117,50.  Tertinggi  di  Kabupaten  Raja  Ampat  142,15  dan  terendah  di  Kabupaten Tambrauw 107,98.APK  SLTPMTs  tahun 2009  sebesar 66,29  mengalami peningkatan
menjadi  66,68  pada  tahun  2010  setelah  sebelumnya  mengalami  penurunan  dari  89,99 tahun  2008.  Tertinggi  di  Kabupaten  Teluk  Wondama  87,72  dan  terendah  Kabupaten
Sorong  Selatan  43,24.APK  SLTAMA  terus  meningkat  dari  tahun  2008  sebesar  57,25 menjadi 62,04 di tahun 2009 dan 72,07 di tahun 2010.
g. Angka  Pendidikan  yang  Ditamatkan  APT  SDMI  mengalami  penurunan  pada  tahun  2010
menjadi 26,24 sementara pendidikan tinggi SLTA keatas sebesar 32,95 dengan rincian 24,59  berpendidikan  SLTAsederajat  dan  8,36  berpendidikan  perguruan  tinggi.
Meningkat  1,54  dibandingkan  dengan  tahun  2008  dan  2009.  Menandakan  terdapat perbaikan  kualitas  pendidikan  dengan  menurunnya  persentase  pendidikan  rendah  dan
meningkatnya  persentase  pendidikan  tinggi.  Kota  Sorong  dengan  tingkat  pendidikan tertinggi dan Kabupaten Tambrauw yang terendah.
94,04 89.95
58,98
14,45 91,91
49,65 43,93
7,36 SDMI
SMPMTS SMASMKMA
PT APS
APM
38 2.
Kesehatan a.
Angka rata-rata anak lahir hidup tahun 2010 sebesar 2,55 dan angka rata-rata anak masih hidup sebesar 2,39.
b. Secara umum Angka Harapan Hidup AHH di masing-masing daerah mengalami kemajuan.
di  tahun  2010  AHH  Papua  Barat  mencapai  68,51  pertahun.  AHH  tertinggi  di  Kota  Sorong sebesar  71,95pertahun  dan  terendah  di  Kabupaten  Tambrauw  sebesar  66,51pertahun.
Tahun  2009-2010  AHH  mengalami  kemajuan  0,31pertahun.  Peningkatan  tertinggi  di Kabupaten Raja Ampat dan  Kota Sorong sebesar 0.42  pertahun dan terendah  di  Kabupaten
Sorong Selatan sebesar 0,17 pertahun. c.
Status gizi buruk pada Balita di Papua Barat tahun 2010 tercatat mencapai 9,1, sedangkan gizi  kurang  mencapai  17,4.  Angka  ini  masih  diatas  angka  nasional  yang  hanya  mencapai
4,9 dan 13,1.
Gambar 2-13. Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup di Provinsi PapuaBarat
3. Kemiskinan
a. Dilihat  dari  aspek  ekonomi,  jumlah  penduduk  miskin  di  Provinsi  Papua  Barat  mengalami
penurunan  dari  tahun  ke  tahun  dalam  kurun  waktu  tahun  2006 – 2010, meskipun sempat
mengalami peningkatan sebesar dari  35,12 pada tahun 2008 menjadi 35,71 pada tahun 2009 atau meningkat sebesar 0,59. Bila dilihat perbandingan antara penduduk miskin dan
tidak miskin pada tahun 2010 di Provinsi Papua Barat, jumlah penduduk tidak miskin adalah sebesar  65,12,  sedangkan  penduduk  miskin  adalah  sebesar  34,88  dengan  persentase
penduduk miskin kota sebesar 1,32 dan penduduk miskin Kampung sebesar 33,56. b.
Penurunan angka kemiskinan di perKampungan pada tahun  2009 sebesar 44,71 menjadi 43,48 di Tahun 2010 sedangkan angka kemiskinan di perkotaan naik dari 5,22 menjadi
5,73. 36
32.7 31.6
30.5 2006  2007  2008  2009  2010
Angka Kematian Bayi
67.3 67.6
67.9 68.2  68.96
2006  2007  2008  2009  2010
Angka Harapan Hidup
39
Gambar 2-14. Perbandingan Jumlah Penduduk Provinsi Papua Barat Berdasarkan Status Kemiskinan Tahun 2010
c. Kabupaten  Teluk  Wondama,  Teluk  Bintuni,  Tambrauw,  dan  Maybrat  memiliki  angka
kemiskinan  diatas  40  sehingga  membutuhkan  effort  yg  sangat  besar  untuk penanggulangannya.  Diduga  karena  wilayahnya  yang  terbilang  cukup  terisolir  sehingga
tingginya biaya transportasi dalam pengadaan kebutuhan barang dan jasa. d.
Garis kemiskinan Provinsi Papua Barat tahun 2010 sebesar 294.727 Rupiah per kapita per bulan, terdiri dari garis kemiskinan makanan sebesar 237.147 rupiah dan garis kemiskinan
non makanan sebesar 57.580 Rupiah. Kontribusi garis kemiskinan makanan terthadap garis kemiskinan  sebesr  80,46.  Dibandingkan  tahun  2009,  garis  kemiskinan  tahun  2010
mengalami kenaikan sebesar 6,24. Kenaikan garis kemiskinan di perkotaan 4,74 lebih rendah daripada kenaikan garis kemiskinan di perKampungan 6,74.
e. Indeks  Kedalaman  Kemiskinan  turun  dari  10,47  di  tahun  2010  menjadi  8,78  di  tahun
2011.
f. Indeks  Keparahan  Kemiskinan  juga  mengalami  penurunan  dari  4,30  menjadi  3,43  di
tahun 2010. g.
Penurunan  kedua  indeks  kemiskinan  mengandung  makna  bahwa  kondisi  kemiskinan  di Papua Barat semakin membaik. Artinya rata-rata pendapatan penduduk miskin dengan garis
kemiskinan  semakin  dekat  dan  ketimpangan  pendapatan  antar  penduduk  miskin  semakin rendah.
4. Kesempatan Kerja
a. Dengan pertumbuhan  ekonomi tahun 2007-2010 mencapai 13,54  dan laju pertumbuhan
kesempatan kerja sebesar 0,65, elastisitas kesempatan kerja Papua Barat hanya mencapai 0,05. Artinya bahwa setiap kenaikan pertumbuhan ekonomi 1 hanya akan menciptakan
kesempatan kerja sebesar 0,05 Penduduk
Miskin Kota,
1.32 Penduduk
Miskin Desa,
33.56 Penduduk
Tidak Miskin,
65.12
41.34 39.31
35.12 35.71
34.88 31.92
2006  2007  2008  2009  2010  2011
Penduduk Miskin
40 b.
Angkatan kerja tahun 2010 meningkat menjadi 342.888 orang dari 330.121 orang di tahun 2009  dan  319.675  orang  di  tahun  2008.  Pada  periode  2008-2010,  peningkatan  angkatan
kerja  diikuti  oleh  peningkatan  penduduk  yang  bekerja  namun  jumlah  penduduk  yang menganggur  justru  juga  mengalami  peningkatan.  Jumlah  penduduk  bekerja  meningkat  dari
295.223  orang  di  tahun  2008  menjadi  316.547  orang  di  tahun  2010.  Sementara  jumlah penganggur  meningkat  dari  24.452  orang  di  tahun  2008  menjadi  26.341  orang  di  tahun
2010.
2.3 Aspek Pelayanan Umum