KH. Abdul Wahid Hasyim 1914-1953
seribu judul buku. Perpustakaan Tebuireng juga berlangganan majalah seperti Panji Islam, Dewan Islam, Berita Nahdlatul Ulama, Adil, Nurul
Iman, Penyebar Semangat, Panji Pustaka, Pujangga Baru , dan lain
sebagainya. Langkah ini merupakan terobosan besar yang-saat itu-belum pernah dilakukan pesantren manapun di Indonesia. Pada tahun 1947,
ketika sang ayah meningal dunia, Kiai Wahid terpilih secara aklamasi sebagai pengasuh Tebuireng. Pilihan ini berdasarkan kesepakatan
musyawarah keluarga Bani Hasyim dan Ulama NU Kabupaten Jombang. Pada bulan November 1947, Wahid Hasyim bersama M. Natsir
menjadi pelopor pelaksanaan Kongres Umat Islam Indonesia yang diselenggarakan di Yogyakarta. Dalam kongres itu diputuskan pendirian
Majelis Syuro Muslimin Indonesia Masyumi, sebagai satu-satunya partai politik Islam di Indonesia. Ketua umumnya adalah ayahnya sendiri, Kiai
Hasyim Asy’ari. Namun Kiai Hasyim melimpahkan semua tugasnya kepada Wahid Hasyim. Dia dalam Masyumi tergabung tokoh-tokoh Islam
nasional, seperti KH. Wahab Hasbullah, KH. Bagus Hadikusumo, KH. Abdul Halim, KH. Ahmad Sanusi, KH. Zainul Arifin, M. Roem, dr.
Sukiman, H. Agus Salim, Prawoto Mangkusasmito, Anwar Cokroaminoto, Mohammad Natsir, dan lain-lain.
Setelah terjadi penyerahan kedaulatan RI dan berdirinya RIS, dalam Kabinet Hatta tahun 1950 dia diangkat menjadi Menteri Agama. Jabatan
Menteri Agama selalu dipercayakan kepadanya selama tiga kali kabinet, yakni Kabinet Hatta, Natsir, dan Sukiman. Selama menjabat sebagai
Menteri Agama RI, Kiai Wahid mengeluarkan tiga keputusan yang sangat
mepengaruhi sistem pendidikan Indonesia di masa kini. Kiai Wahid juga memberikan ide kepada Presiden Soekarno untuk mendirikan masjid
Istiqlal sebagai masjid Negara http:majelis-alumni-ipnu.:masjid-istiqlal- jakartacatid=7:wisata-religiItemid=14