Perpustakaan dipandangnya menjadi salah satu pra syarat penting untuk mewujudkan tujuannya yaitu meningkatkan kualitas sumber daya manusia
Islam. Kegemarannya membaca dan menulis nampaknya juga menjadi latar belakang idenya untuk mendirikan perpustakaan di Pondok pesantren
Tebuireng. Perpustakaan yang didirikan oleh KH. Abdul Wahid Hasyim memiliki
koleksi sebanyak 1000 judul buku yang kebanyakan adalah buku-buku agama Islam. Selain itu, perpustakaan itu juga berlangganan majalan dan
surat kabar, seperti Panji Islam, Dewan Islam, Islam Bergerak, Berita Nahdlatul Ulama
, Adil, Nurul Islam, Al Munawarah, Panji Pustaka, Pustaka Timur
, Pujangga Baru, dan Penyebar Semangat. Dari kesebelas jurnalmajalah tersebut, hanya Berita Nahdlatul Ulama saja, yang secara
konsisten mewakili pandangan kaum tradisionalis. Selebihnya merupakan jurnalmajalah yang diterbitkan oleh kalangan Islam modernis dan
nasionalis Azis Masyhuri, 2008:23. Para santri dianjurkan membaca buku, majalah, dan surat kabar
sebanyak mungkin. Surat kabar yang baru dipasang di papan di halaman depan masjid sehingga memudahkan para santri untuk beramai-ramai
membacanya. Dengan demikian, para santri memperoleh pengetahuan yang memadai dalam berbagai bidang seperti sosial, ekonomi, dan politik.
Kesediaan KH. Abdul Wahid Hasyim untuk berlangganan majalah dan surat kabar milik kalangan Islam modernis dan nasionalis merupakan
gambaran pribadinya yang progresif dan sikapnya yang toleran dalam persoalan-persoalan ideologi, sosial, dan politik.
BAB IV ANALISIS RELAVANSI PEMBAHARUAN SISTEM PENDIDIKAN
PESANTREN MENURUT KH. ABDUL WAHID HASYIM TERHADAP PENDIDIKAN PESANTREN DI INDONESIA MASA SEKARANG
A. Tinjauan Tentang Sistem Pendidikan Pesantren
Pesantren merupakan bagian dari sistem pendidikan tertua khas Indonesia. Ia merupakan sumber inspirasi yang tidak pernah kering bagi para pencita ilmu
dan peneliti yang berupaya mengurai anatominya dari berbagai demensi. Dari awahnya, sebagai obyek studi telah lahir doktor-doktor dari berbagai disiplin
ilmu, mulai dari antropologi, sosiologi, pendidikan, politik, agama dan lain sebagainya. Sehingga kita melihat pesantren sebagai sistem pendidikan Islam
di negeri ini yang kontribusinya tidak kecil bagi pembangunan manusia seutuhnya. Pesantren sebagai pranata pendidikan ulama intelektual pada
umumnya terus menyelenggarakan misinya agar umat menjadi tafaqquh fiddin dan memotivasi kader ulama dalam misi dan fungsinya sebagai warasat al
anbiya Syatibi,2006:19.
Hal tersebut terus dipertahankan agar pesantren tidak tercerabut dari akar utamanya yang telah melembaga selama ratusan tahun. Bahwa kemudian
muncul tuntutan modernisasi pesantren, sebagai dampak dari modernisasi pendidikan pada umumnya, tentu hal itu merupakan suatu yang wajar
sepanjang menyangkut aspek teknis operasional penyelenggaraan pendidikan. Jadi, modernisasi tidak kemudian membuat pesantren terbawa arus sekularisasi
karena ternyata pendidikan sekuler yang sekarang ini menjadi tren, dengan
71
bingkai pendidikan modern, tidak mampu menciptakan generasi mandiri. Sebaliknya, pesantren yang dikenal dengan tradisionalnya justru dapat
mencetak lulusan yang berkepribadian dan mempunyai kemandirian. Pondok pesantren yang tersebar di pelosok-pelosok kepulauan nusantara, turut pula
menyumbangkan darma bakti dalam usaha mulia “character building” bangsa Indonesia.
Perjalanan panjang sejarah pesantren di Indonesia di tengah kebijakan Pendidikan Nasional sejak masa penjajahan hingga era awal pemerintahan orde
baru membawa pesantren pada posisi termarjinalkan. Sehingga jika dikatakan, seandainya Indonesia tidak pernah dijajah, pondok pesantren-pondok pesantren
tidaklah begitu jauh terperosok ke daerah-daerah pedesaan yang terpencil seperti sekarang, melainkan akan berada di kota-kota atau pusat kekuasaan dan
ekonomi, sebagaimana terlihat pada awal perkembangan pesantren yang merupakan lembaga pendidikan agama yang amat kosmopolit dan tentunya
pertumbuhan sistem pendidikan di Indonesia akan mengikuti jalur-jalur yang ditempuh oleh pondok pesantren. Sehingga perguruan tinggi di Indonesia
meminjam istilahnya Norcholish Madjid 1997:1 mungkin akan terwujud dari universitas Tremas, Krapyak, Al-Muayyad, Tebuireng, Lasem dan sebagainya.
Sistem pendidikan Islam berkembang di Indonesia sudah berkembang sejak Walisanga datang ke Indonesia. Akan tetapi dalam perkembangan
dipengaruhi oleh aliran atau faham perkembangan sistem pendidikan barat. Pengaruhnya terhadap pendidikan Islam terbukti mengakibatkan sistem
pendidikan Islam terbukti mengakibatkan sistem pendidikan Islam tidak lagi berorientasi sepenuhnya pada tujuan islam, yaitu untuk membentuk manusia