segala bidang, tidak terbatas hanya pada bidang keagamaan saja. Keberanian KH. Abdul Wahid Hasyim menawarkan ide pembaharuan
dalam sistem
pendidikan di
pesantren membuahkan
hasil yang
memuaskan. Secara kuantitatif, pertumbuhan Madrasah yang pesat dengan hasil yang membanggakan, jumlah santri Pesantren Tebuireng mengalami
peningkatan drastis, mulai dari 28 orang santri pada 1889, meningkat jadi 200 orang pada akhir 1910-an, dan 10 tahun berikutnya melonjak hampir
mencapai 2000 santri Zamakhsari Dhofier, 1984:106. Pada awalnya perhatian orang terhadap Madrasah ini tidak begitu
besar. Hanya ada satu kelas dengan jumlah muridnya 29 anak, termasuk adiknya sendiri, A. Karim Hasyim. Ternyata manfaatnya makin lama
makin dirasakan masyarakat. Ide pembaharuan yang digulirkan KH. Abdul Wahid Hasyim ini juga
membawa efek domino kepada pesantren-pesantren lain yang mulai mengadopsi sistem yang digagas oleh KH. Abdul Wahid Hasyim tersebut.
Sejak saat itulah, Pesantren Tebuireng semakin dikenal sebagai pusat pendidikan bagi kader-kader Nahdlatul Ulama.
3. Pembaharuan Institusi
Pada sebuah lembaga pendidikan, kurikulum merupakan salah satu komponen utama yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan isi
pengajaran, mengarahkan proses mekanisme pendidikan, tolak-ukur keberhasilan dan kualitas hasil pendidikan. Kurikulum merupakan
program pendidikan sekolah yang disediakan untuk siswa. Kurikulum pesantren dalam hal ini pesantren “salaf”, hanya mempelajari agama,
bersumber pada kitab-kitab klasik meliputi bidang-bidang studi: Tauhid, Tafsir, Hadis, Fiqh, Ushul Fiqh, Tashawuf, Bahasa Arab Nahwu, Sharaf,
Balagah, dan Tajwid, Mantiq, dan Akhlak, yang kesemuanya dapat digolongkan ke dalam 3 golongan yaitu: 1 kitab dasar, 2 kitab menengah,
3 kitab besar. Kurikulum dalam jenis pendidikan pesantren berdasarkan tingkat kemudahan dan kompleksitas ilmu atau masalah yang dibahas
dalam kitab, jadi ada tingkat awal, tingkat menengah, dan tingkat lanjut. Setiap kitab bidang studi memiliki tingkat kemudahan dan kompleksitas
pembahasan masing-masing, sehubungan dengan itu, maka evaluasi kemajuan belajar pada pesantren juga berbeda dengan evaluasi dengan
jenis pendidikan lainnya. Saat itu, KH. Abdul Wahid Hasyim menerapkannya sistem klasikal di
Pondok Pesantren
Tebuireng, yaitu
dengan dikenalkannya
sistem Madrasah Nidzamiyah, karena itu ia dikenal sebagai perintis pendidikan
dan pendidikan modern di dunia pesantren Masyhuri, 2008:16 mau tak mau pengayaan metodologi tidak lagi sebatas yang sudah dikenal di
kalangan Pondok.
Hal itu
disebabkan karena
terpengaruh oleh
perkembangan hidup modern yang bagi KH. Abdul Wahid Hasyim harus menuntut orang maupun lembaga
untuk menyesuaikan diri
dengan perkembangan tersebut. Karena itulah cara yang bisa ditempuh agar di
Pondok Pesantren tetap bisa digandrungi oleh masyarakat. Artinya dengan memadukan pola pendidikan tradisional dengan pola pendidikan modern.
Selain mendirikan Madrasah KH. Abdul Wahid Hasyim juga mengembangkan pendidikan di kalangan umat Islam, beliau Mendirikan