Analisis Penerapan Performance Bond pada Kegiatan Pertambangan Bahan Galian C (Studi Kasus: Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)

(1)

ANALISIS PENERAPAN PERFORMANCE BOND PADA

KEGIATAN PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN C

(Studi Kasus: Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor,

Propinsi Jawa Barat)

ANIS PURNAMASARI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis

Penerapan Performance Bond Pada Kegiatan Pertambangan Bahan Galian C

(Studi Kasus: Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan manapun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini

Bogor, Oktober 2012

ANIS PURNAMASARI H44080047


(3)

RINGKASAN

Anis Purnamasari. Analisis Penerapan Performance Bond pada Kegiatan Pertambangan Bahan Galian C (Studi Kasus: Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). Dibimbing Oleh Rizal Bahtiar.

Bertambahnya penduduk meningkatkan kebutuhan pangan dan lapangan kerja. Besarnya kebutuhan penduduk akan meningkatkan ekstraksi Sumberdaya Alam dan Lingkungan (SDAL). Setiap ekstraksi Sumberdaya Alam (SDA) pasti menghasilkan limbah atau sulit untuk mencapai zero waste. Selain menghasilkan limbah yang menurunkan kualitas jasa lingkungan, usaha-usaha peningkatan kebutuhan penduduk juga menimbulkan eksternalitas negatif berupa peningkatan kerusakan lingkungan. Performance bond diberlakukan ketika aktivitas ekonomi yang dilakukan berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup dan kelestarian SDA. Kebijakan tersebut dinilai dapat mengurangi tingkat kerusakan lingkungan, bahkan diharapkan dapat merestorasi lingkungan pasca tambang.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kecamatan Rumpin, manfaat yang diterima masyarakat atas pendapatan keluarga lebih besar dari kerugian yang diterima masyarakat. Kerugian yang dirasakan masyarakat sekitar kawasan tambang yaitu adanya tambahan biaya pengobatan dan biaya memperoleh air bersih. Oleh karena itu perusahaan tidak harus member kompensasi kepada masyarakat. Tetapi perusahan harus member kompensasi kepada pihak Kecamatan Rumpin sebagai ganti rugi atas kerusakan jalan sebesar Rp 90 000 000 000 yang harus dibayarkan selama 14 tahun. Kenyataannya, banyaknya perusahaan yang tidak membayar jaminan atau tidak melakukan reklamasi. Hal tersebut mungkin karena peraturan pemerintah tingkat meso dan mikro yang belum melengkapi peraturan tingkat makro dengan baik, selain karena pengawasan dan pembinaan yang perlu ditingkatkan. Hasil analisis kelayakan finansial menunjukkan bahwa perusahan tambang bahan galian C yang diteliti layak berdasarkan empat kriteria kelayakan yaitu, NPV, BCR, IRR, dan Payback Period. Perusahaan tersebut ternyata masih dapat dikatakan layak setelah biaya reklamasi dan kompensasi jalan kecamatan dimasukkan dalam perhitungan. Kata Kunci: Performance Bond, Tambang, Bahan Galian C


(4)

ANALISIS PENERAPAN PERFORMANCE BOND PADA

KEGIATAN PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN C

(Studi Kasus: Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor,

Propinsi Jawa Barat)

ANIS PURNAMASARI H44080047

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012


(5)

Judul Skripsi : Analisis Penerapan Performance Bond pada Kegiatan Pertambangan Bahan Galian C (Studi Kasus: Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)

Nama : Anis Purnamasari

NIM : H44080047

Disetujui

Rizal Bahtiar S.Pi, M.Si Pembimbing

Diketahui

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT Ketua Departemen


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, nikmat, dan karunia-Nya selama penulis menyusun skripsi ini. Skripsi ini tidak akan pernah terwujud jika tidak ada orang-orang di sekitar penulis, untuk itu penulis ingin memberikan ucapan terima kasih yang ditujukan kepada:

1. Suamiku tersayang (Mohammad Taufik), Orangtua tercinta, papa

(Achmad), mama (Suyati), adiku yang manis (Anita Fitriyani), atas segala dukungan, perhatian, doa, pengorbanan, serta segala cinta dan kasih sayang terhadap penulis selama ini.

2. Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi dan Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan, saran, kritik, dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

3. Dr. Ir. Ahyar Ismail, M.Agr sebagai dosen penguji utama sidang skripsi dan Benny Osta Nababan, S.Pi, M.Si sebagai penguji sidang perwakilan Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan yang senantiasa memberikan koreksi dan saran terhadap skripsi ini agar menjadi lebih baik lagi.

4. Dosen-dosen dan staf Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

(ESL) yang telah membantu selama penulis menyelesaikan studi.

5. Sahabat-sahabatku selama di IPB (Nina, Tya, Asih, Gea, Elok, Tantri, livia, Pebri, Stevan, dll). Teman satu bimbingan (Erna, Nia, Dini, Nanda, Budi, dan Dika). Serta teman-teman ESL 45 atas dukungan selama penulis menyelesaikan studi.


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal yang

berjudul“Analisis PenerapanPerformance Bond pada Kegiatan Pertambangan

Bahan Galian C (StudiKasus: KecamatanRumpin, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat)”.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi kegiatan akademik mahasiswa program sarjana dan sebagai ajang pembelajaran penulis dalam menyelesaikan permasalahan yang terkait dengan keahliannya pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, InstitutPertanian Bogor. Skripsi ini dilatarbelakangi oleh adanya kegiatan penambangan bahan galian C yang selain memberikan eksternalitas positif juga mengakibatkan eksternalitas negative terhadap masyarakat di kawasan penambangan. Eksternalitas yang ada berasal dari puluhan perusahaan penambangan skala kecil hingga skala besar. Eksternalitas ini berdampak negative bagi lingkungan hidup dan menimbulkan kerugian bagi masyarakat yang tinggal di kawasan pertambangan.

Penulis mohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat dalam penyusunan skripsi ini. SemogaTuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhoi kita, amin.

             


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 5

1.3Tujuan Penelitian ... 6

1.4Manfaat Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertambangan ... 8

2.2 Performance Bond ... 11

2.3PenelitianTerdahulu ... 17

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 18

3.1.1. Analisis Kelayakan FinansialP royek ... 18

3.1.2 Kompensasi Bagi Masyarakat ... 21

3.1.3Habitat Equivalency Analysis ... 21

3.2 KerangkaOperasional ... 23

IV. METODE PENELITIAN 4.1 LokasidanWaktu ... 26


(9)

4.3 Penentuan Jumlah Responden/Sampel ... 26

4.4 Pengumpulan Data ... 28

4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 28

4.5.1 Estimasi Manfaat dan Kerugian ... 28

4.5.2 Metode Analisis Finansial ... 31

4.5.3Metode Habitat Equivalency Analysis ... 34

V. GAMBARAN UMUM 5.1 Kondisi Geografis dan Administratif ... 36

5.2 Kependudukan dan Sumberdaya Manusia ... 38

5.3 Ekonomi dan Sosial ... 39

5.4 Sarana dan Prasarana Wilayah ... 41

VI. IDENTIFIKASI MANFAAT DAN KERUGIAN PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN C 6.1 Identifikasi Manfaat yang Dirasakan Masyarakat dari Kegiatan Pertambangan ... 44

6.2Identifikasi Kerugian Masyarakat dari Kegiatan Pertambangan ... 46

6.3 Analisis Kompensasi Masyarakat ... 49

VII. ANALISIS REGULASI PEMERINTAH 7.1Kasus-kasus Akibat Kegiatan Pertambangan di Kecamatan Rumpin 53 7 .1.1 Warga Kecamatan Rumpin Datangi DPRD untuk Menuntut PerbaikanJalan ... 53 7.1.2 Warga Kecamatan Rumpin Mengancam Pengusaha


(10)

Tambang yang Tidak Memperbaiki Jalan ... 54

7.1.3 Jembatan diKecamatanRumpinBerbahaya ... 54

7.1.4 Kasus Dana Reklamasi Tambang ... 56

7.2 Peraturan Pemerintah Terkait Pertambangan ... 57

7.3 Kebijakan Pemerintah Daerah Terkait PertambanganBahan Galian C ... 64

VIII. KOMPENSASI REKLAMASI LAHAN BEKAS TAMBANG DENGAN METODE HEA 8.1Skenario Kompensasi Lahan Bekas Tambang ... 66

8.2 Luas Kompensasi Lahan Bekas Tambang ... 73

IX. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL 9.1Asumsi-asumsi Dasar dalam Analisis Finansial Usaha Pertambangan 76 9.2 Analisis Finansial Usaha Pertambangan ... 77

9.2.1Arus Penerimaan ... 77

9.2.2 Arus Pengeluaran ... 81

9.2.3 Biaya Pemilikan dan Operasi Alat Besar ... 83

9.2.3.1 Biay Pemilikan ... 84

9.2.3.2 Biaya Operasi ... 85

9.2.4 Analisis Kelayakan Usaha Sebelum Adanya Kompensasi ... 87

9.2.5Analisis Kelayakan Usaha Setelah Adanya Kompensasi ... 95


(11)

9.2.6Perbandingan Analisis Kelayakan Usaha Sebelum dan

Setelah Adanya Kompensasi ... 96

X. SIMPULAN DAN SARAN 10.1 Simpulan ... 98

10.2 Saran ... 99

DAFTAR PUSTAKA ... 100


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1 Keperluan Air per Orang per Hari ... 4

2 Data yang Diperlukan dalam Penelitian ... 27 3 Daftar Nama Desa dan Luas Wilayahnya ... 36 4 Jarak Pusat Pemerintahan Kecamatan

Rumpin dengan Lokasi Penting ... 37 5 Jumlah Penduduk Menurut Usia ... 38 6 Jumlah Sarana Pendidikan di Kecamatan

Rumpin ... 41 7 Jumlah Sarana Ibadah di Kecamatan Rumpin ... 43 8 Manfaat Ekonomi Keberadaan Perusahaan

Tambang BahanGalian C ... 45 9 Tabel Biaya Reklamasi yang Dikeluarkan

Perusahaan ... 70

10 Matriks Luas Lahan Bekas Tambang

yang Harus Direklamasi ... 73

11 Nama Penambang dan Luas Ijin Lahan

Tambang ... 75 12 Komponen Biaya Investasi ... 81 13 Kriteria Kelayakan Usaha Sebelum Adanya

Kompensasi ... 91 14 Kriteria Kelayakan Usaha Setelah Adanya


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Jumlahpenduduk Indonesia menuruthasilsensus... 1

2 MekanismePenerapanJaminanReklamasiPertambangan ... 16

3 KerangkaPemikiranPenelitian ... 25

4 KerangkaHabitat Equivalency Analysis ... 35

5 JumlahPendudukMenurut Tingkat Pendidikan ... 39

6 Diagram Mata PencaharianPenduduk ... 40

7 GrafikPersentaseJumlahRespondenTerhadapManfaat Pertambangan di KecamatanRumpin ... 48

8 GrafikJumlahKasusPenyakitPasienPuskesmas KecamatanRumpinTahun 2010 ... 48

9 Grafik Penurunan Jasa Lahan Tambang ... 71


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman 1 Kuesioner Penelitian ... 106

2 Jenis Peraturan yang Mendukung Reklamasi

Pertambangan Berdasarkan Tingkatan Kepemerintahan ... 108 3 Sanksi Atas Pelanggaran Kegiatan Pertambangan ... 111 4 Luas Lahan yang Harus Dikompensasi dengan

Metode HEA pada Tingkat Suku Bunga 5.75 % ... 113 5 Analisis Kelayakan Usaha padaSuku Bunga12.51%Setelah


(15)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Statistik Indonesia 2001, pertambahan penduduk dari tahun 1980 sampai tahun 2000 meningkat cepat. Pada tahun 1980 penduduk berjumlah 147.5 juta jiwa bertambah menjadi 179.4 juta jiwa pada tahun 1990. Pada tahun 2000

jumlah penduduk menjadi 205.3 juta jiwa1. Bertambahnya penduduk

meningkatkan kebutuhan pangan dan lapangan kerja. Besarnya kebutuhan penduduk akan meningkatkan ekstraksi Sumberdaya Alam dan Lingkungan (SDAL).

Sumber: Badan Pusat Statistik (2011)

Gambar 1. Jumlah Penduduk Indonesia Menurut Hasil Sensus

SDAL merupakan sumber yang penting bagi kehidupan manusia dan makhluk lainnya. Sumberdaya alam menyediakan sesuatu yang diperoleh dari lingkungan fisik untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan manusia, sedangkan

      

1


(16)

lingkungan merupakan tempat dalam arti luas bagi manusia dalam melakukan aktivitasnya2.

Setiap ekstraksi Sumberdaya Alam (SDA) pasti menghasilkan limbah atau sulit untuk mencapai zero waste. Selain menghasilkan limbah yang menurunkan kualitas jasa lingkungan, usaha-usaha peningkatan kebutuhan penduduk juga menimbulkan eksternalitas negatif berupa peningkatan kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan adalah deteriorasi lingkungan dengan hilangnya sumber daya air, udara, dan tanah; kerusakan ekosistem dan punahnya fauna liar. Kerusakan lingkungan adalah salah satu dari sepuluh ancaman yang secara resmi diperingatkan oleh high level threat panel dari PBB.3

Kerusakan lingkungan dapat digolongkan ke dalam dua jenis kerusakan, yakni kerusakan karena peristiwa alam dan kerusakan karena hasil perbuatan manusia. Kerusakan lingkungan karena manusia terjadi akibat perilaku manusia yang tidak dilandasi oleh pemikiran penggunaan sumberdaya alam pada jangka panjang. Ekstraksi sumberdaya alam yang dilakukan manusia lebih berorientasi pada keuntungan jangka pendek tanpa memikirkan keberlanjutan sumberdaya alam dan lingkungan. Untuk meminimalisir kerusakan lingkungan salah satu kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah yaitu instrumen ekonomi berupa

performance bond atau jaminan pelaksanaan.

Kebijakan pemerintah diharapkan dapat menjalankan fungsi negara untuk mensejahterakan dan melindungi rakyatnya (Pembukaan UUD 1945) serta diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat (Pasal 33 UUD 1945) melalui pengaturan pengelolaan sumberdaya. Kebijakan performance bond yang

      

2

Renstrada Provinsi DKI Jakarta 2002-2007.www.bappedajakarta.go.id. diakses pada 8 Januari 2011  3

http://id.wikipedia.org/wiki/Kerusakan_lingkungan diakses pada 14 Desember 2011  


(17)

dibahas pada penelitian ini mewajibkan pelaku ekonomi memberikan dana jaminan pelaksanaan kepada pemerintah di awal tahun proyek. Dana jaminan pelaksanaan diberlakukan ketika aktivitas ekonomi yang dilakukan berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup dan kelestarian SDA. Kebijakan tersebut dinilai dapat mengurangi tingkat kerusakan lingkungan, bahkan diharapkan dapat merestorasi lingkungan sampai tingkat 100 %.

Pemerintah Indonesia menerapkan performance bond untuk kelestarian lingkungan di berbagai sektor, diantaranya:

1. Sektor kehutanan 2. Sektor pertambangan

Penelitian ini akan membahas penerapan performance bond pada sektor pertambangan. Pertumbuhan industri pertambangan semakin meningkat sejak tahun 1970-an. Hal tersebut disebabkan kebutuhan manusia akan produk mentah dan produk olahan bahan galian mengalami peningkatan. Produk bahan galian yang dibutuhkan dan digunakan hampir seluruh orang di dunia untuk membangun rumah dan gedung.

Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang relatif luas dibangun sebagai tempat usaha pertambangan bahan galian C. Keberadaan usaha pertambangan memberi manfaat bagi penduduk sekitar. Manfaat yang didapat yaitu meningkatnya lapangan pekerjaan, menurunnya angka pengangguran, dan lain sebagainya. Salah satu daerah pertambangan bahan galian C legal dan ilegal di Kabuparen Bogor adalah di Kecamatan Rumpin.

Selain memberikan manfaat, usaha pertambangan bahan galian C juga menimbulkan dampak negatif bagi warga di kawasan pertambangan. Dampak


(18)

negatif tersebut terlihat dalam kondisi kesehatan warga yang menurun dan terserang berbagai penyakit. Penyakit yang biasa diderita warga akibat dampak negatif pertambangan adalah Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) dan penyakit kulit. Penyakit kulit sebagai dampak penggunaan air sungai di sekitar pertambangan yang tercemar bahan kimia residu. Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa warga setempat menggunakan sungai untuk kegiatan sehari-hari yang memberikan manfaat dalam pemenuhan kebutuhan hidup terutama dalam pemenuhan kebutuhan akan air. Keperluan manusia akan air dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Keperluan Air per Orang per Hari

No Keperluan Air yang dipakai (Liter)

1 Minum 2,0

2 Memasak, kebersihan dapur 14,5

3 Mandi, kakus 20,0

4 Cuci Pakaian 13,0

5 Air Wudhu 15,0

6 Air untuk kebersihan rumah 32,0

7 Air untuk menyiram tanam-tanaman 11,2

8 Air untuk mencuci kendaraan 22,5

9 Air untuk keperluan lain-lain 20,0

Jumlah 150,0

Sumber : Wardhana (2004)

Dampak negatif lain yang diduga disebabkan pertambangan bahan galian

C di Rumpin adalah meningkatnya diare dan menurunnya biodiversity serta

habitat satwa di kawasan pertambangan. Selain terhadap makhluk hidup, dampak pertambangan lainnya adalah rusaknya jalan karena sering dilewati oleh alat-alat berat pendukung kegiatan pertambangan.

Rencana peningkatan status dan perbaikan jalan di Kecamatan Rumpin antara Pemerintah Kabupaten Bogor dengan Asosiasi Perusahaan Pertambangan dan Konstruksi Indonesia (APKI) terancam gagal. Gagalnya rencana tersebut


(19)

karena beberapa perusahaan bertaraf internasional di Rumpin (anggota AKPI) belum menyanggupi. Dampak negatif terhadap lingkungan hidup rata-rata hanya dapat pulih dalam jangka waktu yang relatif lama. Untuk mengatasi dampak negatif pertambangan, pemerintah menerapkan instrumen yang disebut

performance bond atau jaminan pelaksanaan.

Melalui penerapan performance bond diharapkan pelaku ekonomi dapat turut serta menjaga kelestarian lingkungan. Penerapan jaminan pelaksanaan akan digunakan sebagai jaminan bahwa pelaku usaha pertambangan akan melakukan perbaikan lingkungannya akibat dampak negatif dari seluruh kegiatan pertambangan. Akan tetapi perlu adanya penelitian tentang penerapan

performance bond dalam proyek pertambangan bahan galian C. Oleh karena

pentingnya analisis penerapan performance bond terhadap kegiatan

pertambangan, maka diperlukan penelitian mengenai hal tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Semua aktivitas manusia dalam mengelola SDAL memiliki dampak positif bagi pemenuhan kebutuhan keluarga hingga peningkatan pertumbuhan ekonomi negara. Aktivitas pertambangan bahan galian C yang merupakan bahan galian yang tidak termasuk dalam bahan galian yang strategis dan vital memiliki dampak positif. Namun, pertambangan juga mengakibatkan dampak negatif terhadap masyarakat sekitar kegiatan pertambangan dan terhadap lingkungan hidup. Perlu diketahui apakah manfaat atau kerugian yang lebih besar dirasakan oleh masyarakat. Pemerintah sebagai pengelola barang publik (bahan galian C) membuat regulasi mengenai ekstraksinya. Perlu adanya analisis regulasi


(20)

pemerintah terkait penerapan performance bond. Selain regulasi, untuk mengadakan reklamasi perlu adanya perhitungan berapa luas lahan yang harus direklamasi dalam kondisi-kondisi tertentu. Analisis kelayakan finansial perusahaan juga harus diperhitungkan, baik sebelum maupun setelah perusahaan tersebut mengeluarkan biaya tambahan untuk melakukan reklamasi lahan pasca tambang dan kompensasi kepada masyarakat. Keadaan tersebut membuat beberapa rumusan masalah, yaitu:

1. Berapakah manfaat dan kerugian dari pertambangan bahan galian C ? 2. Bagaimana analisis regulasi pemerintah terkait penerapan performance

bond di Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat ?

3. Bagaimanakah restorasi yang dapat dilakukan oleh pemilik usaha

pertambangan dengan metode Habitat Equivalency Analysis ?

4. Apakah proyek pertambangan dapat dikatakan layak secara finansial

sebelum dan setelah ditambah biaya kompensasi ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan diadakannya penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi manfaat dan kerugian dari pertambangan bahan galian C. 2. Menganalisis regulasi pemerintah terkait penerapan performance bond di

Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat.

3. Menganalisis restorasi yang dapat dilakukan oleh pemilik usaha


(21)

4. Menganalisis kelayakan finansial proyek pertambangan sebelum dan setelah ditambah biaya kompensasi.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Mahasiswa

Penelitian ini dilakukan untuk menerapkan dan mengaplikasikan ilmu atau pelajaran yang telah diperoleh melalui perkuliahan pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan.

2. Pemerintah

Hasil dari penelitian ini nantinya dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan yang dapat mengurangi kegiatan yang bisa menyebabkan rusaknya sumberdaya alam dan lingkungan.

3. Masyarakat

Penelitian ini memberikan informasi kepada masyarakat dan pemerintah mengenai dampak yang ditimbulkan dari adanya pertambangan di Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor.


(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertambangan

Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting bagi kehidupan manusia. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa pada umumnya setelah manusia berhasil menguasai sebidang atau seluas tanah, mereka mengabaikan fungsi tanah, bahkan merusak dan selanjutnya menelantarkan tanah itu sendiri (Kartasapoetra, dkk, 2005). Usaha penambangan merupakan usaha melakukan kegiatan eksplorasi, eksploitasi, produksi, dan penjualan. Menurut Rahmi (1995), penggolongan bahan-bahan galian adalah sebagai berikut :

1. Golongan a, merupakan bahan galian strategis, yaitu strategis untuk perekonomian negara serta pertahanan dan keamanan negara

2. Golongan b, merupakan bahan galian vital, yaitu dapat menjamin hajat hidup orang banyak, Contohnya besi, tembaga, emas, perak dan lain-lain

3. Golongan c, bukan merupakan bahan galian strategis ataupun vital, Karena sifatnya tidak langsung memerlukan pasaran yang bersifat internasional. Contohnya marmer, batu kapur, tanah liat, pasir, yang sepanjang tidak mengandung unsur mineral.

Menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan menyebutkan bahawa pertambangan rakyat adalah suatu usaha pertambangan bahan-bahan galian dari semua golongan a, b, dan c yang dilakukan oleh rakyat setempat secara kecil-kecilan atau gotong royong dengan alat-alat sederhana untuk pencairan sendiri (As’ad, 2005). Pertambangan rakyat dilakukan oleh rakyat, artinya dilakukan oleh masyarakat yang berdomisili di area pertambangan secara kecil-kecilan atau gotong royong


(23)

dengan alat-alat sederhana. Tujuan mereka adalah untuk meningkatkan kehidupan sehari-hari. Dilaksanakan secara sederhana dan dengan alat sederhana, jadi tidak menggunakan teknologi canggih, sebagaimana halnya dengan perusahaan pertambangan yang mempunyai modal besar dan memakai telknologi canggih. Dari uraian di atas, dapat dikemukakan unsur-unsur pertambangan rakyat, yaitu : 1. Usaha pertambangan

2. Bahan galian meliputi bahan galian strategis, vital dan galian c 3. Dilakukan oleh rakyat

4. Domisili di area tambang rakyat 5. Untuk penghidupan sehari-hari 6. Diusahakan dengan cara sederhana.

Kegiatan penambangan rakyat dapat mempengaruhi sifat fisika, kimia serta biologi tanah melalui pengupasan tanah lapisan atas, penambangan, pencucian serta pembuangan tailing. Penambangan rakyat yang tidak memperhatikan aspek lingkungan akan menyebabkan terancamnya daerah sekitarnya dengan bahaya erosi dan tanah longsor karena hilangnya vegetasi penutup tanah (As’ad, 2005). Lahan yang digunakan untuk pertambangan tidak seluruhnya digunakan untuk operasi pertambangan secara serentak, tetapi secara bertahap. Sebagian besar tanah yang terletak dalam kawasan pertambangan menjadi lahan yang tidak produktif. Sebagian dari lahan yang telah dikerjakan oleh pertambangan tetapi belum direklamasi juga merupakan lahan tidak produktif. Lahan bekas kegiatan pertambangan menunggu pelaksanaan reklamasi pada tahap akhir penutupan tambang. Kalau lahan yang telah selesai digunakan


(24)

secara bertahap direklamasi, maka lahan tersebut dapat menjadi lahan produktif (Nurdin, dkk, 2000).

Pertambangan dapat menciptakan kerusakan lingkungan yang serius dalam suatu kawasan/wilayah. Potensi kerusakan tergantung pada berbagai faktor kegiatan pertambangan dan faktor keadaan lingkungan. Faktor kegiatan pertambangan antara lain pada teknik pertambangan, pengolahan dan lain sebagainya. Sedangkan faktor lingkungan antara lain faktor geografis dan morfologis, fauna dan flora, hidrologis dan lain-lain (Nurdin, dkk, 2000).

Kegiatan pertambangan mengakibatkan berbagai perubahan lingkungan, antara lain perubahan bentang alam, perubahan habitat flora dan fauna, perubahan struktur tanah, perubahan pola aliran air permukaan dan air tanah dan sebagainya. Perubahan-perubahan tersebut menimbulkan dampak dengan intensitas dan sifat yang bervariasi. Selain perubahan pada lingkungan fisik, pertambangan juga mengakibatkan perubahan kehidupan sosial, budaya dan ekonomi. Dampak kegiatan pertambangan terhadap lingkungan tidak hanya bersumber dari pembuangan limbah, tetapi juga karena perubahan terhadap komponen lingkungan yang berubah atau meniadakan fungsi-fungsi lingkungan. Semakin besar skala kegiatan pertambangan, makin besar pula areal dampak yang ditimbulkan (Nurdin, dkk, 2000).

Perubahan lingkungan akibat kegiatan pertambangan dapat bersifat permanen, atau tidak dapat dikembalikan kepada keadaan semula. Perubahan topografi tanah, termasuk karena mengubah aliran sungai, bentuk danau atau bukit selama masa pertambangan, sulit dikembalikan kepada keadaannya semula. Kegiatan pertambangan juga mengakibatkan perubahan pada kehidupan sosial,


(25)

ekonomi dan budaya masyarakat. Perubahan tata guna tanah, perubahan kepemilikan tanah, masuknya pekerja, dan lain-lain. Pengelolaan dampak pertambangan terhadap lingkungan bukan untuk kepentingan lingkungan itu sendiri tetapi juga untuk kepentingan manusia (Nurdin, dkk, 2000).

2.2 Performance Bond

Performance dan Bond system merupakan sejumlah uang yang diserahkan di muka kepada pemerintah oleh pelaku ekonomi apabila aktivitas ekonomi yang dilakukan berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup dan kelestarian SDA.4 Uang tersebut dapat diambil kembali setelah dinyatakan oleh pihak yang berwenang bahwa aktivitas ekonomi tersebut tidak menimbulkan

dampak negatif. Obyek dari performance bond adalah barang serta jasa

lingkungan hidup (hutan, udara, air) yang dapat terkena dampak polutif atau ekstraktif dari suatu kegiatan ekonomi. Contohnya: reklamasi tanah, manajemen hutan (biasanya hutan produksi), kecelakaan lingkungan hidup (tumpahnya minyak di laut). Mekanisme yang terdapat pada performance bond yaitu:

1. Memperhitungkan biaya sosial dari kerusakan lingkungan hidup yang

mungkin terjadi

2. Meminta pelaku ekonomi untuk mendepositokan sejumlah uang sesuai

dengan biaya tersebut kepada pemerintah atau pihak lain yang ditunjuk pemerintah

      

4 

Laporan interim: Draft rencana aksi strategis. ESP-Environmental Support Programme Danida  


(26)

3. Apabila terjadi kerusakan, telah tersedia dana untuk merestorasi lingkungan hidup dan SDA sehingga instrumen ini tidak sangat bergantung kepada kegiatan monitoring

Pemerintah sebagai lembaga yang memimpin negara memiliki peran terhadap berbagai bidang, termasuk dalam Performance Bond. Peran Pemerintah dalam penerapan Performance Bond adalah:

1. Melakukan sosialisasi pengimplementasian sistem bond 2. Menentukan standar baku lingkungan hidup yang diharapkan 3. Meregulasikan pengimplementasian sistem bond

Performance bond diterapkan di sektor pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Migas) dan beberapa bahan galian lain. Pada pertambangan Migas bahkan telah diatur kapan pemilik pertambangan harus menyerahkan dana jaminan pelaksanaan, yaitu dalam Peraturan Menteri ESDM No 35 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Penetapan Dan Penawaran Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi. Bab VI pasal 41 ayat 2 menyebutkan, jaminan pelaksanaan wajib diserahkan kepada Direktur Jenderal (Dirjen) paling lambat pada saat penandatanganan kontrak kerja sama.

Pada ayat 5 dinyatakan bahwa peserta lelang wilayah kerja atau penawaran langsung wilayah kerja yang telah menandatangani kontrak kerja sama yang tidak dapat memenuhi kewajibannya melaksanakan komitmen tiga tahun pertama masa eksplorasi (firm commitment), atau komitmen dua tahun pertama masa eksploitasi dan kewajiban keuangan lainnya berdasarkan kontrak kerja sama. Berdasarkan pemberitahuan dari Badan Pelaksana, Dirjen akan mencairkan Jaminan


(27)

Pelak-sanaan dan wajib disetorkan ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Jaminan reklamasi diawali dengan perencanaan reklamasi tambang yang dibuat oleh perusahaan tambang terkait. Perusahaan memperkirakan rencana persentase reklamasi yang dapat dilakukan setelah memperhitungkan keuntungan yang akan diperoleh perusahaan. Besarnya dana jaminan reklamasi tersebut tergantung pada besarnya biaya reklamasi langsung dan tidak langsung. Biaya langsung jaminan reklamasi terdiri dari:

1. Biaya pembongkaran bangunan dan sarana penunjang yang sudah tidak

digunakan

2. Reklamasi tapak bekas tambang, fasilitas pengolahan dan pemurnian, serta fasilitas penunjang

3. Penanganan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan limbah B3 4. Pemeliharaan dan perawatan

5. Pemantauan

6. Aspek sosial, budaya, dan ekonomi

Sedangkan biaya tidak langsung dilihat dari: 1. Mobilisasi dan demobilisasi

2. Perencanaan kegiatan

3. Administrasi dan keuntungan pihak ketiga sebagai kontraktor pelaksana

penutupan tambang 4. Supervisi

Penyusunan rencana reklamasi tersebut diajukan setiap lima tahun sekali, kepada Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota untuk dinilai. Penilaian


(28)

dilakukan paling lambat 30 hari sejak diserahkannya rencana reklamasi. Luaran dari penilaian tersebut berupa disetujui atau tidaknya rencana kegiatan pertambangan tersebut. Jika rencana belum disetujui, perusahaan tambang dapat memperbaiki rencana reklamasi tersebut. Apabila dalam jangka waktu 30 hari pihak penilai tidak memberikan informasi tentang hasil penilaian, maka pengusaha tambang diasumsikan disetujui usahanya dan dapat menjalankan usahanya.

Setelah kegiatan pertambangan berjalan, perusahaan wajib menyusun rencana reklamasi setiap lima tahun dan menyerahkannya kepada pihak penilai. Pada umur proyek yang kurang dari lima tahun, rencana reklamasi disusun sesuai umur proyek tambang. Setelah seluruh kegiatan penambangan berakhir, perusahaan diwajibkan untuk menutup proyek paling lambat setelah satu bulan proyek pertambangan berakhir. Setelah penutupan proyek, laporan penutupan pertambangan harus dibuat oleh perusahaan.

Jaminan reklamasi dapat dicairkan dan dikembalikan apabila reklamasi telah dilaksanakan. Pengembalian Jaminan Reklamasi dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Pengembalian 60 % (enam puluh perseratus) dari besaran Jaminan Reklamasi apabila telah selesai melaksanakan penatagunaan lahan yang dilakukan sesuai dengan peruntukannya sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Reklamasi yang telah disetujui.

b. Pengembalian 80 % (delapan puluh perseratus) dari besaran Jaminan

Reklamasi apabila telah selesai melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada poin a dan telah selesai melaksanakan pekerjaan:


(29)

a. revegetasi

b. pencegahan dan penanggulangan air asam tambang; c. pekerjaan sipil; dan/atau

d. kegiatan reklamasi lainnya, sebagairnana ditetapkan dalam Rencana Reklamasi yang disetujui.

Pengembalian 100 % (seratus persen) dari besaran Jaminan Reklamasi setelah kegiatan reklamasi memenuhi kriteria keberhasilan reklamasi sebagaimana tercantum pada Lampiran V Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No. 18 tahun 2008 Tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang. Setiap penerapan jaminan lingkungan hidup (performance bond) telah memiliki mekanisme yang diatur dalam beberapa aturan pemerintah, yaitu:


(30)

Perusahaan menyusun rencana reklamasi dan rencana penutupan tambang

Disetujui

Tidak disetujui Penilaian oleh Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota

(paling lambat selesai pada 30 hari).

Mengajukan perubahan rencana reklamasi.

Disetujui oleh Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota.

Pelaksanaan reklamasi.

Menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan reklamasi (sampai tahap ini dilakukan berulang hingga ditutup).

Penutupan tambang (paling lambat satu bulan setelah semua kegiatan penambangan berakhir.

Perusahaan menyampaikan laporan penutupan tambang.

Perusahaan membuat permohonan pencairan dana jaminan reklamasi.

Evaluasi

Pencairan jaminan reklamasi (persentase pengembalian sesuai

Permen. ESDM pasal 31). Jaminan reklamasi mencukupi

semua biaya reklamasi.

Jaminan reklamasi tidak mencukupi biaya reklamasi.

Perusahaan harus menutupi sisa biaya reklamasi.

Sumber: Peraturan Menteri ESDM No.18 Tahun 2008, Diolah Peneliti (2012)


(31)

2.3 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu tentang performance bond belum saya temukan. Tetapi penelitian tentang bahan galian C terdapat pada tulisan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang berjudul Penilaian Kerusakan Lingkungan Akibat

Pertambangan Bahan Galian C dengan Metode Damage Assesment Analysis Di

Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin, Bogor, Jawa Barat yang ditulis oleh (Larastiti R. et al, 2010). kesimpulan dari penelitian tersebut adalah:

1. Terjadi perubahan sosial di Desa Cipinang, masyarakat desa Cipinang awalnya bermata pencaharian sebagai petani. Tingkat kesejahteraan masyarakat perlahan meningkat walaupun tidak cukup signifikan. Dampak positifnya adalah terjadinya peningkatan perekonomian warga, terbukanya lapangan kerja baru.

2. Manfaat ekonomi dari adannya pertambangan pasir diestimasi menggunakan pendekatan pendapatan. Rata-rata pendapatan pertahun masyarakat yang memiliki pekerjaan terkait pertambangan adalah sebesar Rp 6 000 000. Kerugian ekonomi akibat adannya pertambangan diestimasi menggunakan pendekatan Cost of Illness atau biaya kesehatan adalah sebesar Rp 584 700

setahun. Dengan menggunakan Replacement Cost diestimasi kerugiannya

adalah sebesar Rp 437 250 per tahun. Dengan menggunakan Replacement

Cost juga, dapat diestimasi kerusakan jalan secara ekonomi, yaitu sebesar Rp 600 000 000.

3. Besarnya biaya kompensasi yang seharusnnya diberikan perusahaan kepada masyarakat desa dan pemerintah desa adalah sebesar Rp 13 886 503 650 per tahun.


(32)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Analisis Kelayakan Finansial Proyek

Gittinger (1986) mendefinisikan proyek merupakan suatu kegiatan yang mengeluarkan uang atau biaya-biaya dengan harapan akan memperoleh hasil dan yang secara logika merupakan wadah untuk melakukan kegiatan-kegiatan perencanaan, pembiayaan, dan pelaksanaan dalam satu unit. Menurut Kadariah et

al (1999) proyek merupakan suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan

sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit) atau suatu aktivitas yang mengeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan hasil (returns) diwaktu yang akan datang, dan dapat direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai satu unit. Aktivitas suatu proyek selalu ditujukan untuk mencapai suatu tujuan (objective) dan mempunyai suatu titik tolak (starting point) dan suatu titik akhir (ending point).

Definisi lain menyebutkan bahwa studi kelayakan usaha merupakan suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam tentang suatu kegiatan atau usaha atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan layak atau tidaknya usaha tersebut dijalankan (Kasmir, 2003). Kelayakan usaha yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspek kelayakan finansial. Aspek kelayakan finansial berkaitan dengan pengaruh secara finansial terhadap proyek yang sedang dilaksanakan. Hal ini menggambarkan keuntungan atau manfaat yang diterima perusahaan secara internal dari adanya proyek pertambagan tersebut.


(33)

Aspek finansial merupakan proyeksi anggaran dan pengeluaran bruto pada masa yang akan datang setiap tahunnya. Analisis finansial juga merupakan suatu analisis yang membandingkan antara biaya dan manfaat untuk menentukan apakah suatu proyek akan menguntungkan selama umur proyek (Husnan dan Suwarsono 2000). Analisis finansial terdiri dari:

1. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) suatu proyek menunjukkan manfaat bersih yang diterima proyek selama umur proyek pada tingkat suku bunga tertentu. NPV merupakan nilai sekarang dari selisih antara manfaat (benefit) dengan biaya (cost) pada tingkat suku bunga tertentu. NPV juga dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus kas yang ditimbulkan oleh investasi. Dalam menghitung NPV perlu ditentukan tingkat suku bunga yang relevan. Kriteria investasi berdasarkan NPV yaitu:

a. NPV > 0, artinya suatu proyek sudah dinyatakan menguntungkan dan dapat dilaksanakan.

b. NPV < 0, artinya proyek tersebut tidak menghasilkan nilai biaya yang dipergunakan. Dengan kata lain, proyek tersebut merugikan dan sebaiknya tidak dilaksanakan.

c. NPV = 0, artinya proyek tersebut mampu mengembalikan persis

sebesar modal sosial Opportunity Cost faktor produksi normal. Dengan kata lain, proyek tersebut tidak untung dan tidak rugi.

2. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Rasio)

Net B/C Rasio menyatakan besarnya pengembalian terhadap setiap satu satuan biaya yang telah dikeluarkan selama umur proyek. Net B/C Rasio


(34)

merupakan angka perbandingan antara present value dari net benefit yang positif dengan present value yang negatif. Kriteria berdasarkan Net B/C Rasio adalah:

a. Net B/C Rasio > 1, maka NPV > 0, proyek menguntungkan b. Net B/C Rasio < 1, maka NPV < 0, proyek merugikan

c. Net B/C Rasio = 1, maka NPV = 0, proyek tidak untung dan tidak

rugi

3. Internal Rate Return (IRR)

Internal Rate Return adalah tingkat bunga yang menyamakan present value aliran kas masuk yang diharapkan, atau didefinisikan juga sebagai tingkat bunga yang menyebabkan NPV sama dengan nol. Gittinger (1986) menyebutkan bahwa IRR adalah tingkat rata-rata keuntungan internal tahunan bagi perusahaan yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan persen. Tingkat IRR mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan.

4. Payback Period (PP)

Payback Period (PP) merupakan suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi yang didanai dengan aliran kas. Payback Period (PP) atau tingkat pengembalian investasi juga merupakan salah satu metode dalam menilai kelayakan suatu usaha yang digunakan untuk mengukur periode jangka waktu pengembalian modal. Semakin cepat modal itu kembali dapat dipakai untuk membiayai kegiatan lain (Husnan dan Suwarsono 2000).


(35)

3.1.2 Kompensasi Bagi Masyarakat

Nilai kompensasi bagi masyarakat yang terkena dampak akibat rusaknya SDAL karena eksternalitas pencemaran dari satu pihak yang bertanggung jawab seharusnya meliputi semua nilai ekonomi masyarakat yang berasosiasi dengan sumber daya yang rusak, termasuk nilai use values dan passive use values seperti

option value, existence values, dan bequest values (DOI, 1991). Prinsip kompensasi kebanyakan digunakan untuk mengukur perubahan kesejahteraan dan menjadi standar legal dan ekonomi damage assessment.

Analisis kompensasi memperhatikan: 1. Siapa yang membuat kerusakan lingkungan 2. Siapa yang terkena dampak negatifnya 3. Property right

4. Jenis dampak/eksternalitas

5. Besaran dampak

6. Lamanya dampak

7. Jenis sumber daya alam dan lingkungan yang terkena dampak

8. Nilai sumber daya alam dan lingkungan baik marketed dan non-marketed

3.1.3 Habitat Equivalency Analysis (HEA)

Metode HEA terbentuk pada tahun 1992 untuk mengkuantifikasi kerusakan pada lahan basah yang terkontaminasi di Amerika Serikat. Sejak saat itu metode ini digunakan untuk mengkuantifikasi kerusakan di berbagai jenis habitat. Berdasarkan Ray (2008) yang menjabarkan bahwa restorasi suatu habitat saat ini berkembang dari penyederhanaan bahwa mengganti secara fisik suatu


(36)

habitat akibat kerusakan akan mengganti jasa ekologi yang hilang yang dihasilkan habitat tersebut. Langkah-langkah dalam analisis HEA antara lain yaitu:

1. Tentukan luas area yang terkena dampak kerusakan.

2. Pilih jasa yang akan diganti dan satuan metrik yang menggambarkan jasa tersebut.

3. Estimasi jasa yang hilang dari habitat yang rusak. 4. Tentukan bentuk kurva pemulihan (restorasi).

5. Tentukan jasa yang hilang selama masa pemulihan sumber daya. 6. Estimasi total jasa yang hilang.

7. Estimasi total habitat yang harus direstorasi untuk mengganti kerugian dari hilangnya jasa.

Komponen utama dari HEA adalah scaling, yang artinya menentukan

ukuran atau magnitude dari proyek restorasi yang dibutuhkan untuk mengganti rugi secara penuh jasa yang hilang akibat injury (Dunford et al., 2003). Adapun asumsi yang dipakai dalam penerapan HEA antara lain yang disebutkan oleh Dunford Et al (2003):

1. Jasa yang disediakan dari habitat hasil restorasi adalah sama baik dalam jumlah maupun kualitasnya (NOAA, 2000 dalam Dunford et al., 2003).

2. Menggunakan satu metriks jasa menggambarkan jasa ekologi dari setiap tipe habitat atau sumber daya. Contoh yang pernah digunakan yaitu jumlah individu yang hilang, luas habitat dan kelimpahan biomass.

3. Proporsi yang tetap antara jasa habitat dan nilai habitat. Dengan kata lain, jika jasa habitat yang rusak turun 40%. Nilai habitat ini ditunjukkan oleh metriks yang digunakan.


(37)

4. Nilai jasa yang rusak dari suatu habitat adalah konstan antar waktu.

5. Unit nilai dari habitat yang rusak dan jasa habitat yang dikompensasi adalah sama.

3.2 Kerangka Operasional

Indonesia merupakan negara yang relatif kaya akan sumber daya. Salah satu sumber daya yang melimpah di Indonesia adalah bahan galian C. Jenis bahan galian C di Kabupaten Bogor banyak terdapat di Kecamatan Rumpin. Potensi batu, kerikil, dan pasir di Kecamatan Rumpin mendorong masyarakat lokal melakukan pertambangan secara tradisional.

Potensi bahan galian C yang melimpah di Kecamatan Rumpin mendorong pihak swasta mendirikan perusahaan pertambangan. Perusahaan pertambangan yang berdiri disana berupa perusahaan legal dan illegal. Puluhan perusahaan tersebut melakukan kegiatan pertambangan setiap harinya, baik secara tradisional maupun modern. Pertambangan tradisional dilakukan oleh perusahaan berskala kecil dan masyarakat lokal. Pertambangan modern yang berada di sana dikelola oleh pihak swasta berskala besar dan beberapa ada yang bertaraf internasional. Pernambang modern menggunakan bahan kimia untuk meledakkan gunung untuk menperoleh andesit.

Kerugian bagi masyarakat di sekitar lokasi pertambangan diantaranya adalah Kerusakan habitat dan keanekaragaman hayati, perubahan lanskap/gangguan visual/kehilangan penggunaan, pencemaran yang disebabkan oleh limbah tambang dan tailing, Kecelakaan/terjadinya longsoran fasilitas tailing, peningkatan emisi udara, pelumpuran dan perubahan aliran sungai serta


(38)

perubahan air tanah dan kontaminasi, menimbulkan kebisingan, perusakan peninggalan budaya dan situs arkeologi, terganggunya/menurunnya kesehatan masyarakat dan permukiman di sekitar tambang.

Selain kerugian, pertambangan juga memberi manfaat bagi masyarakat lokal. Manfaat tersebut diantaranya adalah terserapnya tenaga kerja, meningkatnya pendapatan masyarakat lokal dan non-lokal, serta meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diagram alur berfikir terdapat pada Gambar 3.

Manfaat dan kerugian dari pertambangan bahan galian C di Kecamatan Rumpin akan diidentifikasi. Setelah itu, diestimasi nilai kerugian dan manfaatnya dengan menggunakan metode estimasi manfaat, replacement cost, effect of productivity, dan metode cost of illness. Analisis finansial juga dilakukan untuk melihat kelayakan proyek pertambangan tersebut. Hasil dari metode-metode tersebut digunakan untuk pengambilan kebijakan lingkungan yang tepat. Regulasi-regulasi pemerintah tentang restorasi di berbagai tingkat akan dianalisis secara deskriptif. Selain itu, gambaran rencana restorasi akan dapat diperoleh dengan menggunakan HEA.


(39)

Bahan Galian C

Pertambangan Bahan Galian C

Nilai Kerusak -an

Institusi yang mengatur

performance bond Tingkat Mikro Estimasi Manfaat Nilai Manfaat

1.Net Present  Value  (NPV) 

2.Net Benefit Cost  Ratio (Net B/C) 

3.Internal Rate  Return (IRR) 

4.Payback Period  (PP) 

1.Effect on  Productivity  2.Replacement 

cost 

3.Cost of Illness  4.Kompensasi  5.Habitat  Equivalency  Analysis  Tingkat Meso Analisis Deskriptif Regulasi Pemerintah Analisis kelayakan Finansial Tingkat Makro

Kebijakan Pengelolaan Lingkungan yang Tepat dalam Upaya Restorasi Lahan

Pertambangan

Analisis Ekonomi


(40)

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini mengambil lokasi di pertambangan bahan galian C Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan selama lima bulan. Pemilihan lokasi tersebut ditentukan secara acak dengan mempertimbangkan kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan yang terjadi di kawasan tersebut serta dampaknya terhadap masyarakat sekitar lokasi pertambangan.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara dan membagikan kuesioner terhadap masyarakat sekitar pertambangan bahan galian C Kecamatan Rumpin yang merupakan responden terpilih. Data sekunder diperoleh melalui studi literatur dan data yang terkait dengan pelaksanaan proyek pertambangan dari perusahaan penambang. Studi literatur dilakukan diantaranya dengan cara pengumpulan data dari pemerintah daerah setempat, Badan Pusat Statistik, buku, internet, dan literatur-literatur lain yang mendukung.

4.3 Penentuan Jumlah Responden

Metode pengambilan atau penentuan responden untuk diwawancara


(41)

kemungkinan yang sama bagi tiap unsur populasi untuk dipilih) yaitu jenis

convenient.

Pengambilan sampel dilakukan di Kecamatan Rumpin, salah satu lokasi berlangsungnya kegiatan pertambangan bahan galian C terbesar di Kabupaten Bogor. Jumlah responden dari masyarakat Kecamatan Rumpin sebanyak 60 orang. Perusahaan yang dijadikan acuan untuk pelaksanaan reklamasi dalam penelitian ini adalah PT. Holcim Beton.

Tabel 2. Data yang Diperlukan dalam Penelitian No. Data yang

diperlukan

Teknik pengambilan data

Kegunaan data Hasil

1 Karakteristik Responden Primer Mengetahui karakteristik responden Analisis Deskriptif 2 Manfaat pertambangan Primer/ Kuesioner Estimasi manfaat pertambangan Estimasi Manfaat 3 Kerugian Pertambangan Primer/ Kuesioner

Estimasi kerugian Kompensasi

4 Kerusakan SDA Primer/

Kuesioner

Estimasi kerusakan

Kompensasi dan restorasi

5 Pengeluaran dan

pemasukan perusahaan

Primer/ Wawancara

Estimasi biaya CBA/Kelayakan

finansial

6 Luas tambang Primer/

Wawancara

Estimasi restorasi HEA

7 SDA yang

hilang/rusak Primer/ Wawancara Estimasi kerusakan Effect on Productivity

8 Jenis penyakit yang sering dialami masyarakat Primer/ Wawancara Estimasi biaya kesehatan

Cost of Illness

9 Pregulasi Pemerintah

Sekunder/

desk study

Analisis regulasi Analisis Deskriptif


(42)

4.4 Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara dan menanyakan pertanyaan-pertanyaan terkait tujuan penelitian. Pertanyaan yang diajukan tertera dalam kuesioner yang telah disediakan sebelumnya. Data diperoleh dari masyarakat sekitar lokasi pertambangan, satu perusahaan tambang dengan skala produksi besar, dan lembaga-lembaga pemerintahan.

4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data 4.5.1 Estimasi Manfaat dan Kerugian

Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan data secara kualitatif dilakukan dengan analisis deskriptif dan interpretatif. Analisis kuantitatif dilakukan dengan metode Effect on Productivity, Replacement cost, Cost Of Illness, analisis kelayakan finansial, dan Habitat Equivalency Analysis

(HEA).

Selain itu, penelitian ini juga mengestimasi dua nilai terkait dampak dari adanya pertambangan bahan galian C, meliputi nilai manfaat dan nilai kerugian. Estimasi nilai manfaat dapat digunakan pendekatan pendapatan yang diterima masyarakat. Estimasi manfaat dapat diketahui dengan menjumlahkan pendapatan penduduk. Estimasi total manfaat dari pendapatan penduduk dapat menggunakan rumus dibawah ini :

Estimasi total manfaat = I1+I2+I3+...Ii

Nilai estimasi kerugian yang diakibatkan adanya pertambangan kapur di Kecamatan Rumpin dapat ditempuh dengan tiga metode, yaitu metode Effect on Productivity (Nilai Produktivitas) Cost of Illness (Biaya Kesehatan) dan


(43)

Replacement Cost (Biaya Pengganti). Ketiga metode ini dapat mengestimasi nilai kerugian ekonomi yang dialami masyarakat berupa hilangnya produktivitas sumberdaya alam yang dikonversi ke nilai rupiah, biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk mengganti kebutuhan mereka dengan biaya alternatif maupun biaya pengobatan.

Dalam hal ini produktivitas sumberdaya yang hilang adalah wilayah persawahan yang memproduksi padi. Secara matematis dapat ditulis :

D1= Q x F x L x P

Keterangan :

D1 = Nilai kerusakan yang terjadi (Rp/tahun)

Q = Jumlah produksi (ton/ha)

F = Jumlah panen/tahun P = Harga gabah/ton (Rp)

L = Luas sawah yang terkena dampak (ha)

Kerugian yang dirasakan masyarakat lainnya adalah krisis air tanah, sehingga masyarakat harus mengganti dengan membeli air kemasan. Kerugian masyarakat akibat krisis air tanah dihitung dengan metode replacement cost

(metode biaya pengganti) yaitu dihitung dari berapa banyak air kemasan yang dibeli selama satu bulan sebagai pengganti air bersih yang seharusnya dapat diperoleh secara gratis. Selain krisis air tanah, kerugian lain adalah kesehatan masyarakat yang menurun akibat setiap hari menghirup udara yang berdebu sehingga menimbulkan penyakit seperti batuk dan sesak nafas. Metode Biaya Pengobatan (Cost Of Illness) digunakan untuk memperkirakan biaya morbiditas akibat perubahan yang menyebabkan orang menderita sakit. Total biaya dihitung


(44)

baik secara langsung maupun tidak langsung. Biaya langsung, yaitu mengukur biaya yang harus disediakan untuk perlakukan penderita lain meliputi:

1. Perawatan pada rumah sakit.

2. Perawatan selama penyembuhan.

3. Pelayanan kesehatan yang lain.

4. Obat-obatan.

Nilai ekonomi dari fungsi biaya kesehatan didapatkan dengan cara mengalikan nilai rataan biaya kesehatan dengan kepala keluarga yang terdapat disekitar kawasan pertambangan bahan galian C. Secara sistematis dapat ditulis :

NE = BKSH x ∑ KK

Dimana :

NE = nilai ekonomi Lingkungan (Rp)

BKSH = rata-rata biaya kesehatan per bulan (Rp) ∑KK = jumlah kepala keluarga (unit)

Lalu lintas truk besar yang mengangkut bahan galian dalam jumlah banyak berakibat rusaknya jalan di Kecamatan Rumpin. Metode yang dapat digunakan adalah replacement cost (biaya pengganti). Replacement cost menghitung berapa biaya yang dibutuhkan untuk memperbaiki jalan yang rusak akibat lalu lintas truk besar. Secara matematis dapat ditulis :

D7 = p x l x P

Keterangan:

D7 = Nilai kerugian (Rp)

l = Lebar jalan yang rusak (m) p = Panjang jalan yang rusak (m)


(45)

P = Biaya aspal (m2)

Langkah terakhir adalah mengestimasi biaya kompensasi yang dapat diterima masyarakat akibat kerugian yang diderita masyarakat karena aktivitas pertambangan. Secara matematis dapat ditulis :

TD = ∑Di + ∑NEi

Keterangan :

TD = Total kerusakan (Rp/tahun)

Di = Jumlah kerugian (Rp/tahun)

NEi = Jumlah nilai ekonomi lingkungan (Rp/tahun)

1.5.2 Metode Analisis Finansial

Analisis aspek finansial menggunakan alat ukur kelayakan melalui pendekatan kriteria investasi sehingga dapat diketahui tingkat kelayakan pengusahaan pupuk kompos. Kriteria kelayakan investasi yang digunakan antara lain Net Present Value (NPV), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Internal Rate Return (IRR), dan Payback Period (PP).

1. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara nilai benefit sekarang dan nilai biaya sekarang pada tingkat suku bunga tertentu selama umur proyek. Kriteria kelayakan investasi ini menjelaskan bahwa suatu bisnis dapat dinyatakan layak apabila jumlah seluruh manfaat yang diterimanya melebihi biaya yang dikeluarkan. NPV dirumuskan sebagai berikut:


(46)

Sumber: Nurmalina et al. (2009) Keterangan:

NPV = Jumlah nilai bersih sekarang (Rupiah)

Bt = Manfaat yang diperoleh pada tahun ke-t (Rupiah)

Ct = Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t (Rupiah)

t = Periode waktu (t = 1,2,3,…,n tahun) n = Umur proyek (Tahun)

i = Tingkat suku bunga/diskonto (%) 2. Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Net B/C merupakan manfaat bersih yang diperoleh setiap penambahan satu rupiah pengeluaran bersih.

Secara matematis Net B/C dapat dirumuskan sebagai berikut:

Sumber: Nurmalina et al. (2009)

Keterangan:

Bt = Manfaat yang diperoleh pada tahun ke-t (Rupiah)

Ct = Biaya yang dikeluarkan paa tahun ke-t (Rupiah)

t = Periode waktu (t = 1,2,3,…,n tahun) n = Umur proyek (Tahun)


(47)

3. Internal Rate Return (IRR)

Internal Rate Return (IRR) merupakan kriteria investasi yang digunakan untuk mengukur seberapa besar pengembalian proyek atau usaha terhadap investasi yang ditanamkan. IRR merupakan nilai discount rate yang membuat NPV dari usaha sama dengan nol. IRR dirumuskan sebagai berikut:

Sumber: Nurmalina et al. (2009) Keterangan:

i = tingkat discount rate yang mengahasilkan NPV positif (%)

i = tingkat discount rate yang mengahasilkan NPV positif (%) NPV = NPV yang bernilai positif (Rupiah)

NPV’ = NPV yang bernilai negatif (Rupiah) 4. Payback Period (PP)

Payback Period atau masa pengembalian investasi merupakan jangka waktu yang diperlukan untuk membayar kembali semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan di dalam investasi suatu proyek. Semakin cepat pengembalian biaya investasi suatu usaha, semakin baik usaha tersebut karena semakin lancar perputaran modal dan semakin kecil resiko yang dihadapi investor. Payback period dapat dirumuskan sebagai berikut:


(48)

Sumber: Nurmalina et al. (2009) Keterangan:

I = Jumlah modal investasi yang dibutuhkan (Rupiah)

Ao = Keuntungan bersih yang diperoleh pada setiap tahunnya (Rupiah /tahun)

Nilai payback period berbanding terbalik dengan nilai NPV, semakin tinggi nilai NPV maka nilai payback period yang dihasilkan akan semakin kecil. Semakin kecil nilai payback period yang didapat, maka manfaat yang diperoleh semakin besar karena investasi yang ditanamkan cepat dikembalikan.

1.5.3 Metode Habitat Equivalency Analysis (HEA)

Habitat Equivalency Analysis (HEA) merupakan metode yang disusun untuk menghitung atau mengkalkulasikan kompensasi atau ganti rugi dari hilangnya jasa ekologi akibat adanya kerusakan (injury) terhadap sumber daya dalam kurun waktu yang spesifik (NOAA, 1997). Metode HEA mengestimasi besaran habitat yang harus diganti yang sama dengan tingkat hilangnya jasa ekologi dalam kurun waktu tertentu pada suatu ekosistem akibat adanya injury. Pendekatan HEA dapat didefinisikan sebgai metode biaya pengganti dan service to service. Formua dasar HEA yaitu:


(49)

Sumber: Nurmalina et al. (2009) Keterangan:

Lt = Jasa yang hilang di waktu tertentu

Rs = Jasa yang digantikan pada waktu tertentu

to = Waktu saat jasa hilang pertama kali

t1 = Waktu saat jasa hilang terakhir kali

So = Waktu saat penggantian jasa awal disediakan

S1 = Waktu saat penggantian jasa disediakan

P = Waktu saat kerusakan dimulai i = Suku bunga

Persamaan di atas menggambarkan bahwa jasa ekologi yang hilang dari suatu sumber daya akibat injury harus sama dengan jasa ekologi yang akan diterima dari hasil restorasi. Kegiatan restorasi sebaiknya bertujuan mengembalian keadaan dan fungsi sumber daya seperti semula atau baseline sebelum terjadi

injury. Kerangka HEA antara lain yaitu:

1. Memasukkan “interim loss” atau jasa yang hilang sementara sejak kerusakan terjadi hingga kegiatan restorasi dimulai.

2. Jasa yang hilang akibat kerusakan sama dengan jasa yang akan dikompensasi dari upaya restorasi.

3. Memperoleh “equivalency” antara dari jasa yang hilang dan jasa yang diterima dari upaya restorasi.


(50)

Sumber: Chapman, D. J (2004)

Gambar 4. Kerangka Habitat Equivalency Analysis

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

5.1 Kondisi Geografis dan Administratif

Wilayah penelitian pada masyarakat Kecamatan Rumpin secara administratif merupakan bagian dari Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Kecamatan Rumpin berada di ketinggian 90 m dari permukaan laut. Kecamatan tersebut memiliki luas wilayah 2 561 415.95 ha dan terdiri dari 13 desa, 43 dusun, 101 Rukun Warga (RW) dan 460 Rukun Tetangga (RT). Nama 13 desa yang terdapat di Kecamatan Rumpin dapat dilihat pada Tabel 3. Di kecamatan ini tidak terdapat kelurahan. Suhu udara berada di antara 28-33°C dan curah hujan per tahunnnya sekitar 944 mm. Curah hujan terbanyak sekitar 51 hari.

Tabel 3.Daftar Nama Desa dan Luas Wilayahnya

No. Nama Desa Luas Wilayah (ha)

1 Leuwibatu 1 420

2 Cidokom 954

3 Gobang 628

4 Cibodas 914

5 Rabak 1 555 550

6 Kp. Sawah 650.25


(51)

8 Cipinang 996.625

9 Sukasari 855

10 Tamansari 997

11 Sukamulya 1 070

12 Kertajaya 597.7

13 Mekarsari 580

Sumber : Laporan Monografi Kecamatan Rumpin Semester II tahun 2010

Dari data kelembagaan desa, diketahui bahwa saat ini ada tiga jenis kelembagaan yang menunjang pengembangan masyarakat, yaitu LPM, PKK, dan Karang Taruna. Akan tetapi jumlah anggota yang berpartisipasi tak lebih dari 460 orang yang diperkirakan dapat mewakili tiap RT. Masyarakat yang mengikuti LPM berjumlah 79 orang. Ibu rumah tangga yang mengikuti kegiatan PKK hanya 194 orang. Pemuda-Pemudi yang tercantum sebagai anggota Karang Taruna hanya berjumlah 227 orang. Selain itu, jumlah Kader Pembangun Desa (KPD) se-Kecamatan hanya 94 orang dan yang aktif berjumlah 50 orang.

Tabel 4. Jarak Pusat Pemerintahan Kecamatan Rumpin dengan Lokasi Penting

No. Lokasi Jarak dengan Pusat Pemerintahan

Kecamatan Rumpin

1 Desa terjauh 15 Km

2 Ibukota Kabupaten Bogor 45 Km

3 Ibukota Propinsi Jawa Barat 157 Km

4 Ibukota Negara RI 60 Km

Sumber : Laporan Monografi Kecamatan Rumpin Semester II tahun 2010

Kecamatan Rumpin merupakan daerah yang jauh dari lokasi pemerintahan di atas kecamatan, hal tersebut terlihat pada Tabel 4. Bentuk wilayah Kecamatan Rumpin terdiri dari tiga jenis. Wilayah datar sampai berombak sekitar 75%.


(52)

Daerah yang berbentuk gelombang sampai berbukit sekitar 10%. Daerah yang berbukit sampai bergunung mencapai 15% dari luas kecamatan.

Dari seluruh luas kecamatan, 2 179 ha merupakan tanah sawah yang terdiri dari sawah irigasi teknis, irigasi setengah teknis, irigasi sederhana, dan tadah hujan. Seluas 7 879.6 ha merupakan tanah kering yang sebagian besarnya berupa kebun/tegalan. Tanah hutan sebesar 595 ha. Sebesar 564.89 ha diperuntukan sebagai tanah perkebunan swasta. Tanah makam yang ada seluas 3 ha. Sedangkan tanah untuk keperluan fasilitas umum sekitar 57.5 ha.

5.2 Kependudukan dan Sumberdaya Manusia

Menurut data tahun 2011 yang diperoleh dari pihak kecamatan, jumlah penduduk yang tercatat yaitu sebesar 129 211 jiwa yang terdiri dari 31 350 KK. Jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki terdiri dari 67 801 jiwa dan jumlah penduduk berjenis kelamin perempuan terdiri dari 61 410 jiwa.

Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Usia

No. Golongan Umur (Tahun) Total (Jiwa)

1 0 – 4 11 826

2 5 – 9 11 483

3 10 – 14 10 550

4 15 – 19 9 798

5 20 – 24 10 643

6 25 – 29 11 229

7 30 – 34 11 028

8 35 – 39 10 258

9 40 tahun ke atas 42 140

Sumber : Laporan Monografi Kecamatan Rumpin Semester II tahun 2010

Usia penduduk banyak yang termasuk dalam kategori usia tidak produktif ini rata-rata bekerja sebagai buruh tani, buruh kebun, dan buruh pertambangan


(53)

tidak tetap. Hal tersebut dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang rendah. Tingkat pendidikan tertinggi yang dicapai oleh penduduk Kecamatan Rumpin adalah Perguruan Tinggi/Sederajat sebanyak 144 orang. Rata-rata pendidikan akhir yang ditempuh adalah Sekolah Dasar (SD)/Sederajat sebanyak 31 893 orang. Jumlah warga yang telah menempuh program Wajib Belajar Sembilan Tahun (Wajar) sebanyak 25 490 orang. Pekerjaan dan pendapatan yang baik hanya dirasakan oleh penduduk yang memiliki tingkat pendidikan tinggi.

46530 6352

31893 16973

8101 272

144

Belum Sekolah Tidak Tamat Sekolah Tamat SD/Sederajat Tamat SLTP/Sederajat Tamat SLTA/Sederajat Tamat Akademi/Sederajat Tamat Perguruan Tinggi

Jumlah (Orang)

Sumber : Laporan Monografi Kecamatan Rumpin Semester II tahun 2010

Gambar 5. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Sumber penghasilan mayoritas penduduk Kecamatan Rumpin adalah

sebagai buruh tani sebanyak 8 000 orang. Buruh Pertambangan Bahan Galian C sebanyak 1 241 orang atau 7% dari jumlah penduduk kecamatan Rumpin. Jenis pertambangan yang ada hanya jenis pertambangan bahan galian C.


(54)

5.3 Ekonomi dan Sosial

Sarana perekonomian yang ada berupa Koperasi sebanyak enam belas buah. Jenis koperasi yang ada berbentuk Koperasi Simpan Pinjam, Koperasi Unit Desa, Badan-Badan Kridit, Koperasi Konsumsi, dan koperasi lainya. Jumlah Pasar Umum yang ada sebanyak tiga buah. Satu pasar dalam bentuk bangunan permanen sedangkan dua pasar lain dalam bangunan semi permanen.

Hampir seluruh pekerja pertambangan rakyat dan pertambangan skala kecil merupakan penduduk lokal, tetapi untuk perusahaan tambang skala besar hanya menerima penduduk lokal sebagai pekerja jika memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi. Penduduk lainnya bermata pencaharian sebagai pengemudi, buruh perkebunan, pedagang, Pegawai Negeri Sipil (PNS), pengrajin, dan lain-lain. Seluruh warga tersebut tercatat sebagai Warga Negara Indonesia (WNI).

Sebagian besar mata pencaharian penduduk Kecamatan Rumpin adalah petani, yaitu sebanyak 60% dari jumlah total penduduk hal tersebut terlihat dari Gambar 6. Sebanyak 9% penduduk bekerja sebagai pengemudi atau menawarkan jasa. Penduduk yang menjadi buruh pertambangan bahan galian C sebanyak 7%. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai buruh perkebunan sebanyak 7%. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai pengrajin sebanyak 3%. Penduduk yang bekerja sebagai pedagang sebanyak 5%. Penduduk yang bermata pencaharian sebagai PNS sebanyak 2%. Penduduk lainnya sekitar 7% bekerja di luar mata pencaharian yang ada dalam Gambar 6.


(55)

7% 9% 3

Sumber : L

Sa (TK) samp terbanyak penting ol tidak diim mendirika rendah m Walaupun lebih mem daripada s

Tabel 6. J No. 1 2 3 4 Laporan Mo Gamb arana sosial pai Sekolah adalah SD leh masyara mbangi deng an SD di ba membuat ba

n ada progr milih untuk sekolah. Jumlah Sar Sarana Taman K Sekolah D Madrasah SD Swas 7% % % 3% 5% 2% onografi Ke

ar 6. Diagr

berupa fasi h Menengah

, karena me akat dan pem gan sarana t

anyak loka anyak oran ram gratis bekerja mem rana Pendi Pendidika Kanak-kanak Dasar (SD) h/Ibtidaiyah sta Islam 7% ecamatan Ru

ram Mata P

litas pendid h Atas (SMA

enempuh pe merintah. Se transportasi

si. Kondisi g yang ha

biaya seko mbantu ora

dikan di K an k (TK) h Negeri umpin Sem Pencaharia dikan tersed A). Sarana p endidikan s elain itu, lua

yang baik rata-rata p anya sangg olah sampai ang tua dala

Kecamatan

60%

mester II tahu

an Pendudu

dia dari Tam pendidikan sampai tingk as Kecamat membuat p pendapatan gup mencap

i tingkat SM am mempero Rumpin Jumlah Petani Buruh Buruh Pengem Pengra Pedag PNS Lainny un 2010 uk man Kanak-k yang jumla kat SD dian tan Rumpin pemerintah per kapita pai bangku MP, masya oleh pengha h i h Pertamban h Perkebuna mudi/Jasa ajin ang ya ngan an kanak ahnya nggap n yang harus yang u SD. arakat asilan 4 62 16 1


(56)

5 SLTP Negeri 2

6 SLTP Swasta Umum 1

7 SLTP Swasta Islam 3

8 SMU Negeri 1

9 SMU Swasta Umum 1

10 SMK Swasta/SMEA 3

Sumber : Laporan Monografi Kecamatan Rumpin Semester II tahun 2010

5.4 Sarana dan Prasarana Wilayah

Kecamatan Rumpin memiliki prasarana pemerintahan desa. Prasarana tersebut adalah Balai Desa dan Kantor Desa yang terdiri dari 13 unit. Tanah kering milik desa seluas 14 ha. Prasarana Olah Raga yang ada yaitu lapangan sepak bola sebanyak 13 unit, lapangan bulu tangkis empat unit, dan lapangan tenis satu unit.

Selain prasarana pemerintahan desa, Kecamatan Rumpin juga memiliki beberapa prasarana pengairan. Terdapat tiga unit waduk dengan kondisi baik sedangkan dua unit waduk yang lain dalam keadaan rusak sama sekali. Dam yang berfungsi berjumlah satu unit. Sungai yang melintasi kecamatan ini sebanyak tiga buah. Danau yang ada sebanyak sebelas unit. Prasarana transportasi yang ada hanya ojek dan sepeda yang berjumlah 3 446 unit, angkot sebanyak 225 unit, dan truk sebanyak 150 unit.

Sarana perekonomian yang ada yaitu koperasi dan pasar. Fasilitas pendidikan dari Taman Kanak-kanak (TK) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA)/sederajat sudah tersedia. Menurut sifat dan konstruksinya, rumah yang ada di sana merupakan rumah permanen, semi permanen, rumah kayu, dan rumah bambu. Fasilitas pariwisata yang ada yaitu sarana kebudayaan dan rumah makan. Sarana kesehatan milik pemerintah yang tersedia hanya Pusat Kesehatan


(57)

Masyarakat (Puskesmas) sebanyak tiga buah dan Puskesmas Pembantu sebanyak empat buah. Sedangkan sarana kesehatan lainnya berupa Dokter Umum satu orang, Bidan Praktek 10 orang, Dukun Sunat dua orang, dan Dukun Bayi satu orang.

Sarana jalan yang ada berupa jalan kabupaten dan jalan desa sepanjang 972.3 Km. dari jalan tersebut, sepanjang 15 Km jalan dalam keadaan rusak. Selain jalan, jembatan yang ada berupa jembatan beton dan jembatan gantung. Seluruh kondisi jembatan gantung terkategori dalam kondisi sedang sepanjang 10 m. sarana perhubungan yang ada berupa kantor telepon dan Warung Telekomunikasi (Wartel) masing-masing sebanyak satu buah. Sarana ibadah yang banyak dibangun di Kecamatan Rumpin hampir seluruhnya merupakan tempat ibadah Agama Islam, karena sebagian besar penduduk memeluk Agama Islam. Hal tersebut terlihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah Sarana Ibadah di Kecamatan Rumpin

No. Tempat Ibadah Jumlah (Unit)

1 Mesjid Agung 0

2 Mesjid Jami 73

3 Mesjid 66

4 Mushola 194

5 Vihara 1


(58)

VI. IDDENTIFIKKASI MAN BA FAAT DAN AHAN GA N KERUG ALIAN C

GIAN PERTTAMBANGGAN

6.1 Inde Pert

ntifikasi M tambangan

Manfaat y n

yang Dirasakan Maasyarakat dari Keggiatan

Ba Rumpin s Kabupaten Manfaat te dari adany Dari pene Responden galian C a dilihat d pertamban

anyaknya in ebagai sala n Bogor ya

ersebut dap ya kegiatan elitian yang n yang mer adalah sebe ari total ngan tidak s

ndustri tam ah satu daer ang membe pat dirasakan pertambang g telah dilak rasakan man esar 25 ora

responden, sampai 50%

mbang di be rah penghas

eri banyak n masyarak gan, baik se kukan, man nfaat dari k ang dari tota

masyarak %, atau hany

erbagai ska sil bahan ta

manfaat k kat dalam be ecara langsu nfaat terseb keberadaan al responde kat yang ya sekitar 42

ala menjadi ambang gali kepada mas entuk tamba ung maupun ut terdapat perusahaan en sebanyak merasakan 2%. ikan Kecam ian C terbes syarakat se ahan penda n tidak lang dalam Tab n tambang b k 60 orang n manfaat matan sar di ekitar. apatan gsung. bel 7. bahan . Jika dari T mer ma 5

Sumber : L

Gamb

Laporan Mo

bar 7. Graf P Tidak rasakan anfaat 58% onografi Ke fik Persent Pertamban 0% ecamatan Ru tase Jumlah ngan di Kec

umpin Sem

h Responde camatan R

mester II tahu

en Terhada Rumpin 0% un 2010 ap Manfaa Merasakan manfaat 42% n at


(59)

Tabel 8. Manfaat Ekonomi Keberadaan Perusahaan Tambang Bahan Galian C

No .

Manfaat Ekonomi Per Tahun (Rp)

Jumlah (Rp) Pendapata n Responden Membuk a Warung Membuk a Bengkel Menjad i Buruh Pendapata n Anggota Keluarga Lain

1 0 0 0 0 1 000 000 12 000 000

2

0 0 0

4 320

000 0 4 320 000

3

0 0 0

1 900

000 0 22 800 000

4 0 0 7 200 000 0 0 7 200 000

5 0 0 0 0 2 700 000 2 700 000

6

0 0 0 0 10 000 000

120 000 000

7 0 0 0 0 1 500 000 18 000 000

8 0 1 800 000 0 0 2 500 000 51 600 000

9 0 0 0 0 20 000 240 000

10 0 600 000 0 0 0 7 200 000

11 0 600 000 0 0 0 7 200 000

12 0 900 000 0 0 0 10 800 000

13 0 0 0 840 000 0 10 080 000

14 900 000 0 0 0 700 000 19 200 000

15 0 3 000 000 0 0 0 36 000 000

16 0 0 0 0 1 200 000 14 400 000

17 0 0 0 0 1 500 000 18 000 000

18 0 0 0 0 1 100 000 13 200 000

19 0 0 0 0 600 000 7 200 000

20 0 0 0 0 600 000 7 200 000

21 0 0 0 0 600 000 7 200 000

22 0 0 0 750 000 0 9 000 000

23 0 0 0 240 000 0 2 880 000

24 0 0 0 0 1 500 000 18 000 000

25 0 0 0 0 600 000 7 200 000

Jumlah

433 620 000

Rata-rata Per KK 17 344 800

Rata-rata Per Bulan 1 445 400

Sumber : Olahan Penelitian (2012)

Manfaat yang dirasakan responden berasal dari pendapatan responden, kepala keluarga dan anggota keluarga lain yang mendapat sumber penghasilan sebagai pekerja di kantor dan buruh perusahaan tambang, serta penghasilan dari


(60)

membuka usaha di dekat perusahaan tambang. Bentuk usaha di sekitar perusahaan tersebut seperti membuka warung dan bengkel.

Total manfaat yang diperoleh per Kepala Keluarga (KK) dari adanya perusahaan tambang di daerah mereka adalah sebesar Rp 433 620 000 dalam setahun. Rata-rata nilai manfaat yang dirasakan tiap KK per bulan sebesar Rp 17 344 800. Nilai manfaat tersebut tertera pada Tabel 8. Setelah didapat nilai manfaat per KK dan per tahun, maka diperoleh total manfaat untuk seluruh masyarakat Kecamatan Rumpin sebesar Rp 228 378 981 600. Selain di tingkat kecamatan, manfaat tersebut dalam secondary effect juga dapat dirasakan sampai tingkat nasional, karena hasil tambang tersebut dijadikan bahan baku produk pihak swasta dan BUMN yang selanjutnya digunakan untuk mendirikan bangunan-bangunan dan perdagangan ekspor.

6.2 Indentifikasi Kerugian Masyarakat dari Kegiatan Pertambangan

Selain manfaat, masyarakat juga merasakan kerugian akibat keberadaan kegiatan pertambangan di sekitar tempat tinggal mereka. Daerah tempat tinggal yang asri dan memiliki jumlah pohon dan hutan yang luas diubah menjadi kawasan industri yang padat. Industri yang berdiri terdiri dari berbagai skala produksi, dari skala produksi besar sampai skala kecil yang dikelola oleh perorangan.

Kegiatan tambang yang diawali dengan proses pembabatan/pembersihan lahan awal sampai dapat digunakan, mengakibatkan lahan hijau penyerap air berkurang drastis. Selain lahan hijau berkurang, perusahaan-perusahaan tambang juga membuat tampungan air yang menyerupai danau buatan, mengebor air


(61)

dengan kedalaman tinggi, dan pengeboman gunung setiap harinya. Tampungan air yang seluas danau mengakibatkan cadangan air warga dialokasikan menjadi cadangan air untuk perusahaan.

Pengeboran air tanah juga membuat sumur warga kering dan tidak dapat menyediakan air dalam jumlah cukup di musim kemarau. Pengeboman gunung yang berisi material penting dan benilai ekonomi membuat pengusaha tambang terus-menerus melakukan pengeboman gunung. Akibatnya, tanah subur yang berada di gunung jumlahnya semakin berkurang dan yang tersisa hanya tanah sisa peledakan yang tingkat kesuburannya lebih rendah daripada tingkat kesuburan tanah mula-mula sebelum adanya kegiatan pertambangan. Hal tersebut membuat kuantitas air yang melimpah berubah, kini jika dalam tiga hari tidak turun hujan penduduk mengalami kekeringan. Masyarakat tersebut harus mengeluarkan tenaga, uang, dan waktu untuk mengambil air di tempat yang berjarak jauh dari tempat tinggal.

Kualitas air pun memburuk, air kali yang biasanya dapat digunakan dalam proses memasak makanan dan minuman serta dapat dipakai mencuci pakaian dan memenuhi kebutuhan Mandi Cuci Kakus (MCK) menjadi keruh. Total kerugian dari seluruh responden untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga dalam satu tahun sebanyak Rp 14 400 000. Rata-rata kerugian yang dialami setiap KK per tahun adalah Rp 3 600 000. Total kerugian atas memburuknya kualitas air masyarakat Kecamatan Rumpin adalah sebesar Rp 7 524 000 000.

Kerugian lain yang juga dialami masyarakat yaitu adanya biaya tambahan yang harus dikeluarkan masyarakat akibat polusi udara dari kegiatan pertambangan dan transportasi hampir 24 jam oleh ratusan truk. Keberadaan truk


(62)

yang teru menempel saluran pe

s menerus l di bagian ernafasan se

datang dan depan ruma eperti ISPA,

n pergi mem ah sehingga , batuk men

mbuat debu a masyaraka nahun, dan a

u di jalan b at mudah te asma. beterbangan erserang pen n dan nyakit Katego Penya

Sumber : L

Gamba

Ak memperol Puskesma dialami p pernapasa

Metode C

pengobata dikeluarka harus dik

Laporan Mo

ar 8. Grafik

kibat mend leh pengoba as Kecamat

pasien sepa an. Jenis pe

Cost of

an dalam s an adalah R keluarkan o Sistem Infek Influ ori kit onografi Ke

k Jumlah K Ru

derita sakit atan agar k an Rumpin anjang tahu enyakit salu

Illness did setahun seb Rp 403 47

leh setiap Inf Mata dan m Pembuluh

ksi Saluran P uenza dan P Kulit da ecamatan Ru Kasus Peny umpin Tah , masyarak kondisi kese n, terlihat b un 2010 a uran pernaf dapat total

banyak Rp 8,26 per ta

kepala kel feksi Usus n Adneksia h Darah103 Pernafasan Pneumonia an Jaringan umpin Sem akit Pasien hun 2010

kat harus m ehatan kemb bahwa jenis adalah peny fasan menc

kerugian 18 560 0 ahun. Sedan uarga setia

0 5

Ju

mester II tahu

n Puskesma

mengeluark bali normal s penyakit yakit yang

apai 1 487 seluruh re 000. Rata-r ngkan rata-ap bulannya 00 100 umlah Kasu un 2010 as Kecamat

kan uang u l. Dalam ca

terbanyak terkait sa 7 kasus. M

esponden a rata biaya -rata biaya a adalah R

00 1500 us 0 tan untuk atatan yang aluran elalui akibat yang yang Rp 33


(63)

623.19. Total kerugian yang dirasakan oleh seluruh masyarakat Kecamatan Rumpin akibat tambahan biaya berobat adalah sebesar Rp 9 697 600 000. Total kerugian yang merupakan hasil penjumlahan biaya tambahan berobat dan biaya tambahan memperoleh air bersih adalah sebesar Rp 17 221 600 000.

Selain kerugian masyarakat, pihak Kecamatan Rumpin pun mengalami kerugian berupa kerusakan jalan. Rusaknya jalan sebagai akibat dari truk-truk perusahaan tambang melewati jalan hampir 24 jam dalam sehari. Hal tersebut diperburuk dengan pengangkutan material yang melebihi batas muatan yang diijinkan pemerintah, untuk menurunkan biaya transportasi. Nilai kerugian atas kerusakan jalan dihitung dari biaya perbaikan jalan. Total jalan yang rusak di Kecamatan Rumpin sebesar 15 Km. Biaya perbaikan sebesar Rp 60 000/m2. Nilai yang diperoleh atas kerusakan jalan sebesar Rp 90 000 000 000. Bila biaya tersebut dibagi dengan jumlah perusahaan legal sebanyak 39 perusahaan, maka biaya perbaikan jalan yang harus ditanggung oleh setiap perusahaan tambang adalah Rp 2 307 692 307.69.

6.3 Analisis Kompensasi Masyarakat

Kompensasi atau ganti rugi menjadi keharusan ketika sumberdaya yang memberikan jasa layanan mengalami kerusakan sehingga jasa layanan yang disediakan sumberdaya tersebut berkurang ataupun hilang. Berkurang dan atau hilangnya jasa layanan tersebut secara ekologis tentu akan berdampak pada nilai ekonomi sumberdaya tersebut, dalam hal ini hutan sebagai ekosistem awal sebelum diubah menjadi lahan tambang. Oleh karena itu, kompensasi yang dibutuhkan untuk pengelolaan hutan tidak hanya memperhatikan nilai ekonomi


(64)

yang hilang melainkan juga aspek biofisik yang arahnya untuk mempertahankan fungsi ekologis dari ekosistem tersebut. Pengelolaan hutan dari aspek biofisik yaitu antara lain dengan mempertahankan luas hutan. Konsekuensi dari pengelolaan ini adalah adanya ganti rugi secara fisik dalam satuan tertentu terhadap kerusakan yang terjadi pada hutan.

Nilai kompensasi dari kerusakan hutan diestimasi dengan menghitung

present value manfaat yang hilang sejak tahun awal proyek tambang hingga klaim

kerusakan dilakukan. Present value melibatkan proses compounding dan

discounting. Proses discounting merupakan cerminan dari bagaimana masyarakat berperilaku terhadap ekstraksi sumberdaya alam dan bagaimana masyarakat tersebut menilai sumberdaya alam tersebut (Hanley dan Spash, 1995 dalam Fauzi 2004).

Biaya kompensasi yang seharusnya diterima masyarakat diperoleh dari penjumlahan nilai-nilai kerugian yang dirasakan masyarakat akibat kegiatan pertambangan yang dikurangi oleh total manfaat dari kegiatan pertambangan. Nilai kerugian tersebut berasal dari biaya kesehatan, biaya pengganti, dan biaya pencegahan. Setelah penelitian dilakukan, diketahui bahwa warga tidak mengeluarkan biaya untuk pencegahan dampak negatif pertambangan. Biaya kesehatan merupakan biaya yang dikeluarkan masyarakat akibat anggota keluarganya ada yang sakit akibat terkena dampak negatif kegiatan pertambangan, sehingga warga mengeluarkan biaya untuk pemulihan kesehatan. Total biaya yang dikeluarkan setiap kepala keluarga untuk berobat adalah sebesar Rp 9 697 600 000 per tahun.


(1)

Lampiran 4.Luas Lahan yang Harus Dikompensasi dengan Metode HEA pada Tingkat Suku Bunga 5.75 %

  HABITAT EQUIVALENCY ANALYSIS

Sitename: PT. HOLCIM BETON

Area units: hectare Time units: year

Claim year: 2012

Number of affected area units: 49.48 Pre-injury service level (%): 60.00% Pre-restoration service level (%): 0.00% Value ratio injured/restored: 1.00 Discount rate per time unit (%): 5.75


(2)

SERVICE LOSS AT INJURY AREA

---

Year %Services Lost Raw Discount Discounted Beginning End Mean SAYs lost factor SAYs lost

---

2000 -40.00% -34.44% -37.22% -18.418 1.956 -36.024 2001 -34.44% -28.89% -31.67% -15.669 1.850 -28.981 2002 -28.89% -23.33% -26.11% -12.920 1.749 -22.597 2003 -23.33% -17.78% -20.56% -10.171 1.654 -16.822 2004 -17.78% -12.22% -15.00% -7.422 1.564 -11.608 2005 -12.22% -6.67% -9.44% -4.673 1.479 -6.911 2006 -6.67% -1.11% -3.89% -1.924 1.399 -2.691 2007 -1.11% 4.44% 1.67% 0.825 1.323 1.091 2008 4.44% 10.00% 7.22% 3.574 1.251 4.469 2009 10.00% 15.56% 12.78% 6.322 1.183 7.477 2010 15.56% 21.11% 18.33% 9.071 1.118 10.145 2011 21.11% 26.67% 23.89% 11.820 1.058 12.500 2012 26.67% 32.22% 29.44% 14.569 1.000 14.569 2013 32.22% 37.78% 35.00% 17.318 0.946 16.376 2014 37.78% 43.33% 40.56% 20.067 0.894 17.944 2015 43.33% 48.89% 46.11% 22.816 0.846 19.293 2016 48.89% 54.44% 51.67% 25.565 0.800 20.442 2017 54.44% 60.00% 57.22% 28.314 0.756 21.409 2018 60.00% 60.00% 60.00% 29.688 0.715 21.227 Beyond 369.174

---Total discounted SAYs lost: 410.479


(3)

SERVICE GAIN AT THE COMPENSATORY AREA

---

Year %Services Gained Raw Discount Discounted Beginning End Mean SAYs gained factor SAYs gained ---

2010 4.65% 9.70% 7.18% 3.550 1.118 3.970 2011 9.70% 15.16% 12.43% 6.150 1.058 6.504 2012 15.16% 21.02% 18.09% 8.951 1.000 8.951 2013 21.02% 27.28% 24.15% 11.949 0.946 11.300 2014 27.28% 33.95% 30.62% 15.148 0.894 13.546 2015 33.95% 41.03% 37.49% 18.550 0.846 15.686 2016 41.03% 48.50% 44.77% 22.150 0.800 17.711 2017 48.50% 56.39% 52.45% 25.950 0.756 19.621 2018 56.39% 64.67% 60.53% 29.950 0.715 21.415 2019 64.67% 73.36% 69.02% 34.149 0.676 23.089 2020 73.36% 82.46% 77.91% 38.550 0.639 24.648 2021 82.46% 91.96% 87.21% 43.152 0.605 26.090 2022 91.96% 100.00% 95.98% 47.491 0.572 27.152 2023 100.00% 100.00% 100.00% 49.480 0.541 26.751 Beyond 465.241 ---

Total discounted SAYs gained 711.68 Discounted SAYs gained per unit area: 14.38 Replacement habitat size (hectare): 1.00 * 410.479/14.383 28.539


(4)

(5)

(6)

RINGKASAN

Anis Purnamasari. Analisis Penerapan Performance Bond pada Kegiatan Pertambangan Bahan Galian C (Studi Kasus: Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). Dibimbing Oleh Rizal Bahtiar.

Bertambahnya penduduk meningkatkan kebutuhan pangan dan lapangan kerja. Besarnya kebutuhan penduduk akan meningkatkan ekstraksi Sumberdaya Alam dan Lingkungan (SDAL). Setiap ekstraksi Sumberdaya Alam (SDA) pasti menghasilkan limbah atau sulit untuk mencapai zero waste. Selain menghasilkan limbah yang menurunkan kualitas jasa lingkungan, usaha-usaha peningkatan kebutuhan penduduk juga menimbulkan eksternalitas negatif berupa peningkatan kerusakan lingkungan. Performance bond diberlakukan ketika aktivitas ekonomi yang dilakukan berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup dan kelestarian SDA. Kebijakan tersebut dinilai dapat mengurangi tingkat kerusakan lingkungan, bahkan diharapkan dapat merestorasi lingkungan pasca tambang.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Kecamatan Rumpin, manfaat yang diterima masyarakat atas pendapatan keluarga lebih besar dari kerugian yang diterima masyarakat. Kerugian yang dirasakan masyarakat sekitar kawasan tambang yaitu adanya tambahan biaya pengobatan dan biaya memperoleh air bersih. Oleh karena itu perusahaan tidak harus member kompensasi kepada masyarakat. Tetapi perusahan harus member kompensasi kepada pihak Kecamatan Rumpin sebagai ganti rugi atas kerusakan jalan sebesar Rp 90 000 000 000 yang harus dibayarkan selama 14 tahun. Kenyataannya, banyaknya perusahaan yang tidak membayar jaminan atau tidak melakukan reklamasi. Hal tersebut mungkin karena peraturan pemerintah tingkat meso dan mikro yang belum melengkapi peraturan tingkat makro dengan baik, selain karena pengawasan dan pembinaan yang perlu ditingkatkan. Hasil analisis kelayakan finansial menunjukkan bahwa perusahan tambang bahan galian C yang diteliti layak berdasarkan empat kriteria kelayakan yaitu, NPV, BCR, IRR, dan Payback

Period. Perusahaan tersebut ternyata masih dapat dikatakan layak setelah biaya

reklamasi dan kompensasi jalan kecamatan dimasukkan dalam perhitungan. Kata Kunci: Performance Bond, Tambang, Bahan Galian C