Peraturan Pemerintah Terkait Pertambangan

perusahaan tersebut, yakni penambahan kawasan tambang seluas 17 hektar. Sebelumnya Komisi C DPRD Kabupaten Bogor telah mengecek ke Dinas Tata Ruang dan lingkungan hidup DLHK, ternyata benar perusahaan tersebut mengajukan perluasan lahan seluas 17 hektar untuk buffer zone, tetapi setelah dicek ke lokasi ternyata lahan tersebut juga ditambang. Komisi C juga telah menanyakan masalah tersebut, kepada kantor PT Holcim di wilayah Kecamatan Rumpin, namun pihak kepala kantor PT Holcim kecamatan Rumpin mengatakan tidak tahu mengenai peralihan peruntukan dari semula untuk buffer zone menjadi lahan tambang. Menurut keterangan pihak kantor PT Holcim di kecamatan Rumpin, hal tersebut merupakan kebijakan Holcim Pusat. Oleh karena itu pihaknya dalam waktu dekat ini akan memanggil pihak Holcim dan dinas pemerintahan terkait mengenai permasalahan tersebut. Komisi C kan memanggil dan minta klarifikasi dari pihak perusahaan, baik berkenaan dengan dana reklamasi lahan maupun masalah peralihan peruntukan lahan yang tidak sesuai dengan rencana yang diajukan. Kasus tersebut menurut Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Bogor, terjadi karena lemahnya pengawasan dari dinas terkait, bahkan ia menduga tidak menutup kemungkinan adanya oknum tertentu yang bekerja sama dengan pihak perusahaan dalam hal pelanggaran pelaksanaan kegiatan tambang.

7.2 Peraturan Pemerintah Terkait Pertambangan

Peraturan perundang-undangan terkait pertambangan mewajibkan perusahaan pertambangan untuk melakukan reklamasi atas areal sisa tambang yang diusahakannya. Untuk memberikan efek memaksa bagi para pengusaha pertambangan guna melakukan reklamasi, para pengusaha tersebut diwajibkan untuk menyerahkan sejumlah uang sebagai jaminan reklamasi, yang harus ditempatkan sebelum perusahaan melakukan kegiatan operasi produksi. Kewajiban penyerahan jaminan reklamasi tersebut tidak menghilangkan kewajiban para pengusaha pertambangan untuk melaksanakan reklamasi. Dalam kenyataannya, di lapangan didapati adanya pengusaha pertambangan yang melakukan kegiatan usaha pertambangan tanpa memberikan jaminan reklamasi. Lebih buruk lagi, didapati pula kenyataan bahwa pengusaha dapat mencairkan uang jaminan reklamasi, dalam arti dikembalikan kepada pengusaha pertambangan tanpa melakukan reklamasi. Usaha pertambangan merupakan kegiatan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam tambang bahan galian yang terdapat dalam perut bumi. Berdasarkan Pasal 14 UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan ditentukan jenis-jenis usaha pertambangan, yang meliputi: 1 penyelidikan umum 6 2 eksplorasi 7 3 eksploitasi 8 4 pengolahan dan pemurnian 9 5 pengangkutan 10 dan 6 penjualan 11 . 6 Penyelidikan umum adalah usaha untuk menyelidiki secara geologi umum atau fisika, di daratan, perairan, dan dari udara, segala sesuatu dengan maksud untuk membuat peta geologi umum atau untuk menetapkan tanda-tanda adanya bahan galian pada umumnya. 7 Eksplorasi adalah adalah segala penyelidikan geologi pertambangan untuk menetapkan lebih telitiseksama adanya dan letak sifat letakan bahan galian. 8 Eksploitasi adalah usaha pertambangan dengan maksud untuk menghasilkan bahan galian dan memanfaatkannya. 9 Pengolahan dan pemurnian adalah pengerjaan untuk mempertinggi mutu bahan galian serta untuk memanfaatkan dan memperoleh unsur-unsur yang terdapat pada bahan galian itu. 10 Pengangkutan adalah segala usaha pemindahan bahan galian dan hasil pengolahan dan pemurnian bahan galian dari daerah eksplorasi atau tempat pengolahanpemurnian. Kewajiban perusahaan pertambangan 12 untuk melakukan pemulihan kawasan bekas pertambangan diatur dalam berbagai peraturan perundang- undangan, yaitu: 1. Pasal 30 UU No. 11 tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan, yang berbunyi sebagai berikut: Apabila selesai melakukan penambangan bahan galian pada suatu tempat pekerjaan, pemegang kuasa pertambangan diwajibkan mengembalikan tanah sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan bahaya bagi masyarakat sekitarnya. 2. Pasal 46 ayat 4 dan 5 Peraturan Pemerintah No. 75 tahun 2001 tentang perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 1969, yang berbunyi sebagai berikut: a. Ayat 4; Sebelum meninggalkan bekas wilayah kuasa pertambangannya, baik karena pembatalan maupun karena hal yang lain, pemegang kuasa pertambangan harus terlebih dahulu melakukan usaha-usaha pengamanan terhadap benda-benda maupun bangunan-bangunan dan keadaan tanah di sekitarnya yang dapat membahayakan keamanan umum. b. Ayat 5; Menteri, Gubernur, BupatiWalikota sesuai kewenangannya dapat menetapkan pengaturan keamanan bangunan dan pengendalian keadaan tanah yang harus dipenuhi dan ditaati oleh pemegang kuasa pertambangan sebelum meninggalkan bekas wilayah kuasa pertambangan. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, perusahaan pertambangan berkewajiban melakukan upaya pengamanan sedemikian rupa 11 Penjualan adalah segala usaha penjualan bahan galian dan hasil pengolahanpemurnian. 12 Perusahaan pertambangan adalah pemegang Surat Ijin Pertambangan Daerah, Kuasa Pertambangan Ijin Usaha Pertambangan, Kontrak Karya, dan Perjanjian terhadap perlengkapaninfrastruktur pertambangan, termasuk tanah bekas areal pertambangan dan tanah sekitar bekas pertambangan sehingga tidak menimbulkan bahaya bagi masyarakat sekitar, yang dapat dilakukan, baik melalui pelaksanaan penutupan pertambangan sesuai dengan prosedur penutupan pertambangan yang ditetapkan pemerintah, maupun melalui pelaksanaan reklamasi areal bekas pertambangan. Ketentuan mengenai reklamasi diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 18 Tahun 2008 tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang 13 . Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan agar dapat berfungsi dan berdayaguna sesuai dengan peruntukkannya. Beberapa hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan pelaksanaan reklamasi adalah sebagai berikut: 1. Reklamasi wajib dilakukan paling lambat 1 satu bulan setelah tidak ada kegiatan usaha pertambangan pada lahan terganggu, yang meliputi: a. Lahan bekas tambang b. Lahan di luar bekas tambang, yang meliputi: 1 timbunan tanah penutup 2 timbunan bahan bakuproduksi 3 jalur transportasi 4 pabrikinstalasi pengolahanpemurnian 5 kantor dan perumahan 13 Berlaku sejak tanggal 29 Mei 2008. Dengan berlakunya Peraturan Menteri tersebut, maka: - Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi tentang Pencegahan dan Penanggulangan Perusakan dan Pencemaran Lingkungan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Umum; dan - Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1453.K29MEM2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan di Bidang Pertambangan Umum, sepanjang ketentuan yang berkaitan dengan reklamasi dan penutupan tambang, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 6 pelabuhandermaga. Pelaksanaan reklamasi tersebut dilaporkan oleh perusahaan pertambangan setiap tahun kepada Menteri, Gubernur, atau BupatiWalikota, sesuai dengan kewenangannya 14 . Dalam hal Menteri, Gubernur, atau BupatiWalikota menilai bahwa perusahaan tidak memenuhi kriteria keberhasilan pelaksanaan reklamasi, baik berdasarkan evaluasi laporan dan atau berdasarkan penilaian lapangan, maka Menteri, Gubernur, atau BupatiWalikota sesuai kewenangannya dapat menunjuk pihak ketiga untuk melaksanakan kegiatan reklamasi dengan menggunakan jaminan reklamasi, sebagaimana diuraikan lebih lanjut di bawah. 2. Reklamasi dilakukan oleh perusahaan pertambangan sesuai dengan Rencana Reklamasi, termasuk perubahan Rencana Reklamasi, yang telah disetujui oleh Menteri, Gubernur, atau BupatiWalikota, sesuai dengan kewenangannya. Rencana Reklamasi disusun untuk pelaksanaan setiap 5 lima tahun dengan rincian tahunan yang meliputi tata guna lahan sebelum dan sesudah ditambang, rencana pembukaan lahan, program reklamasi, dan rencana biaya reklamasi. Dalam hal, umur pertambangan kurang dari 5 lima tahun, maka Rencana Reklamasi disusun sesuai dengan umur tambang tersebut. Rencana reklamasi tersebut wajib disampaikan sebelum memulai kegiatan eksploitasioperasi produksi. Rencana reklamasi tersebut wajib disampaikan sebelum memulai kegiatan eksploitasioperasi produksi. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa upaya pengembalian kondisi tanah agar dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya melalui reklamasi, bukan semata tanggung jawab perusahaan pertambangan, tapi 14 Masalah pembagian kewenangan antara Pusat dengan Daerah dilakukan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah KabupatenKota. juga tanggung jawab pemerintah, dalam hal ini Menteri, Gubernur, maupun BupatiWalikota, karena merekalah yang melakukan penilaian dan persetujuan rencana reklamasi, sekaligus melakukan pengawasan atas pelaksaan reklamasi oleh perusahaan perusahaan pertambangan tersebut. Biaya reklamasi yang diperlukan untuk mengembalikan kondisi tanah harus ditanggung oleh perusahaan pertambangan. Biaya reklamasi, sebagai bagian dari biaya pengelolaan lingkungan hidup yang timbul selama tahap produksi, merupakan bagian dari beban produksi, yang merupakan salah satu faktor pengurang penjualan usaha pendapatan yang berasal dari hasil tambang perusahaan untuk memperoleh laba rugi kotor. Peraturan-peraturan yang mendukung terwujudnya reklamasi lahan bekas tambang tertera pada Lampiran 2. Peraturan telah tertera, dari peraturan yang bersifat umum sampai yang bersifat khusus dan membahas teknis reklamasi. Berbagai tingkat lembaga kepemerintahan mendukung terwujudnya reklamasi lahan tambang sehingga dapat kembali ke kondisi baseline. Kategori jenis peraturan dibagi menjadi tiga berdasarkan tingkat kepemerintahan lembaga negara yang menetapkannya yaitu, makro, meso, dan mikro. Makro merupakan kategori peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintahan yang bersifat berlaku bagi seluruh daerah di Indonesia. Meso merupakan kategori peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintahan yang berlaku di tingkat Propinsi Jawa Barat. Mikro merupakan kategori peraturan yang disusun oleh lembaga pemerintahan tingkat daerah Kabupaten Bogor. Sebagian besar peraturan berasal dari tingkat makro dan terdapat beberapa peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintahan tingkat meso dan mikro. Walaupun demikian, peraturan tingkat makro yang ada sudah dapat menjelaskan hal-hal terkait reklamasi lahan bekas tambang. Sanksi yang berlaku terkait kegiatan tambang tertera pada Lapiran 3. Sanksi-sanksi yang telah berlaku terdiri dari sanksi administratif dan sanksi pidana. Sanksi tersebut diberlakukan bagi pemilik kuasa tambang yang melakukan pelanggaran, mulai dari pelanggaran ringan hingga pelanggaran berat. Pelanggaran ini juga berlaku ketika ada persyaratan sebagai penambang yang tidak dipenuhi atau tidak sesuai Undang-Undang yang berlaku. Peraturan berskala nasional dapat menyentuh daerah, sehingga tidak perlu peraturan tambahan dan peraturan ganda, kecuali di lokasi terdapat kondisi unik sehingga memerlukan peraturan tambahan yang bersifat khusus. Peraturan tingkat makro, meso, dan mikro terkait pertambangan di Kecamatan Rumpin tidak ada yang saling bertentangan. Tetapi meskipun peraturan tingkat makro sudah baik, diperlukan adanya peraturan tambahan dari tingkat meso dan mikro untuk memperkuat kedudukan hukum tersebut di suatu wilayah. Pemerintahan di tingkat daerah seharusnya selain mendukung dengan peraturan mikro juga melaksanakan semua tahapan pengawalan dan pengawasan teknis kegiatan pertambangan. Selain itu, sanksi-sanksi dari peraturan makro, meso, dan mikro yang dikenakan kepada pelaku kegiatan tambang lebih baik jika diterapkan oleh pemerintah daerah, agar setiap pelanggar ditangani langsung oleh daerahnya. Penanganan langsung oleh pemerintah daerah dalam hal penegakan hukum dan sanksi dinilai lebih efektif karena selain menghemat biaya transportasi hal tersebut juga mempercepat proses penegakan hukum. Selama ini pemerintah daerah yang ingin menegakan sanksi mengalami beban lain, yaitu tujuan peningkatan ekonomi. Kegiatan pertambangan pada dasarnya dapat meningkatkan kondisi perekonomian warga serta meningkatkan pemasukan pemerintah. Jika sanksi berupa penutupan sementara atau bahkan pemortalan akses ke jalan kabupaten dijalankan, kondisi perekonomian warga akan menurun. Kondisi tersebut berpengaruh bagi warga yang bekerja sebagai karyawan pabrik tambang, wirausahawan di sekitar tambang, dan buruh tidak tetap yang kadang kala menambah pemasukan keluarga melalui kegiatan penunjang tambang seperti mengangkut hasil tambang ke truk. Peraturan yang ada relatif dapat menunjang reklamasi lahan bekas tambang di kecamatan Rumpin. Akan tetapi peran pemerintah dalam pembuatan peraturan saja belum cukup, perlu ditunjang dengan pengawalan dan pengawasan yang baik. Potensi pertambangan yang besar di Indonesia meningkatkan jumlah penambang dalam berbagai skala. Penambang skala besar memungkinkan untuk melakukan reklamasi, tetapi pada penambang skala menengah dan kecil sulit untuk diterapkan di lapangan karena keuntungannya tidak cukup dialokasikan sebagai biaya reklamasi yang terlalu besar. Tidak tercapainya reklamasi diperkirakan terjadi karena masih lemahnya fungsi pengawasan pemerintah.

7.3 Kebijakan Pemerintah Daerah Terkait Pertambangan Bahan Galian C