Latar Belakang dr. Halinda Sari Lubis, M.KKK 4. Ir. Evi Naria, M.Kes

B A B 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rumah Sakit adalah bagian dari integral dari keseluruhan sistem pelayanan kesehatan yang dikembangkan melalui rencana pembangunan kesehatan, yakni yang sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara GBHN, Sistem Kesehatan Nasional dan Repelita dibidang kesehatan serta Peraturan Perundang-undangan lainnya, merupakan dasar untuk mengembangkan Indonesia Sehat 2010. Salah satunya peraturan perundangan sebagai landasan hukum yang berkaitan dengan program kesehatan lingkungan Rumah Sakit, dalam Undang-Undang No.23 tahun 1992, pasal 2, ayat 4. Menyatakan bahwa: “Setiap tempat atau sarana pelayanan umum wajib memelihara dan meningkatkan lingkungan yang sehat sesuai dengan standar dan persyaratan”. Kegiatan Rumah Sakit menimbulkan dampak positif dan negatif bagi masyarakat sekitarnya. Dampak positifnya adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat, sedangkan dampak negatifnya antara lain menghasilkan limbah rumah sakit baik limbah medis padat maupun limbah medis non padat yang dapat menimbulkan penyakit dan pencemaran yang perlu perhatian khusus Depkes, 2001. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi. Kepmenkes RI No. 1204MenkesSKX2004, Depkes RI, 2004. Universitas Sumatera Utara World Health Organisazation WHO 1999, sebuah laporan yang diajukan oleh US Environmental Protection Agency di depan kongres Amerika menyajikan perkiraan kasus infeksi Hepatitis B HBV akibat cedera oleh benda tajam di kalangan tenaga medis dan pengelolaan limbah rumah sakit. Jumlah kasus infeksi HBV per-tahun di AS akibat pajanan limbah rumah sakit adalah sekitar 162-321 kasus dari jumlah total pertahun yang mencapai 300.000 kasus. Pada fasilitas layanan kesehatan dimanapun, perawat dan tenaga kebersihan merupakan kelompok utama yang berisiko mengalami cedera, jumlah yang bermakna justru berasal dari luka teriris dan tertusuk limbah benda tajam. Depkes RI, 2003 Pada bulan Juni 1994 WHO melaporkan, di Amerika Serikat terdapat 39 kasus infeksi HIV yang berhasil di kenali oleh Centers for Disease Control and prevention sebagai infeksi okupasional dengan cara penularan yakni, 32 kasus akibat tertusuk jarum suntik, 1 kasus akibat teriris pisau, 1 kasus akibat luka terkena pecahan gelas pecahan kaca dari tabung berisi darah yang terinfeksi, 1 kasus akibat kontak dengan dengan limbah benda infeksius yang tidak tajam, 4 kasus akibat kulit atau membran mukosa terkena darah yang terinfeksi. Pada bulan juni 1996, jumlah keseluruhan kasus infeksi HIV okupasional meningkat menjadi 51 kasus. Semua kasus tersebut yang terkena adalah perawat Depkes RI, 2005 Data P2M-PL Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan menunjukkan, limbah alat suntik di Indonesia diperkirakan sekitar 300 juta per tahun.. Dengan demikian jumlah limbah medis benda tajam di Indonesia menjadi sangat tinggi. Limbah alat suntik dan limbah medis lainnya dapat menjadi Universitas Sumatera Utara faktor risiko penularan berbagai penyakit seperti HIVAIDS, Hepatitis B dan C serta penyakit lain yang ditularkan melalui darah. Depkes RI, 2003. Hasil penelitian Siregar, N.,2004 di RSU Dr. Pirngadi Kota Medan mengatakan bahwa pengelolaan limbah di RSU Dr. Pirngadi Kota Medan belum terlaksana baik. Pada pihak penghasil terlihat sebagian besar limbah medis masih ditampung pada tempat yang sama dengan tempat sampah yang biasa. Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Kota Medan, rumah sakit pemerintah dengan Akreditasi Type B Plus, dengan berbagai tenaga pelayanan kesehatan, yakni : Tenaga medis keperawatan sebanyak 532 orang, Tenaga medis sebanyak 193 orang, tenaga paramedis non keperawatan sebanyak 168 orang, tenaga non medis sebanyak 308 orang. Selama periode satu tahun enam bulan terakhir Januari - Desember 2006 sd Januari - Juni 2007, jumlah tempat tidur 677. Rata-rata tempat tidur BOR Bed Of Rate adalah 81,76 , sedangkan LOS = Lenght of Stay rata-rata lama waktu tinggal pasien di rumah sakit adalah 6,12 hari. Jumlah pasien dirawat hari 554 orang. Data BOR menunjukkan berapa banyak tempat tidur di rumah sakit yang digunakan dalam jangka waktu tertentu, dan data LOS menunjukan lamanya waktu tinggal pasien dirumah sakit. Dengan mengetahui jumlah kapasitas tempat tidur, jumlah pasien dirawat, jumlah pasien bedah yang tinggal di rumah sakit dalam jangka tertentu, dapat diperkirakan jumlah sampah yang dihasilkan dalam setiap harinya. Dan harus segera di tangani pihak RSU Dr. Pirngadi Medan, serta bagaimana cara- cara penanganannya. Semakin tinggi angka BOR maka diperkirakan jumlah sampah medis semakin banyak yang dihasilkan. Universitas Sumatera Utara Sub instalasi sanitasi membuat prosedur tetap untuk pengelolaan limbah medis padat dan limbah padat non medis, sehingga menjadi pedoman bagi petugas yang terkait dengan pembuangan limbah medis dan non medis. Prosedur tetap pembuangan limbah medis RSU Dr. Pirngadi Kota Medan menyebutkan bahwa untuk limbah medis, di ruang penghasil limbah medis padat disediakan tempat sampah medis khusus dengan volume 100-200 liter, dilengkapi kantong plastik dan bertutup, kemudian diangkut dengan kereta dorong oleh petugas kebersihan dibawa ke incinerator minimal 1 kali dalam 24 jam dengan waktu pengiriman 08.00 – 16.00 wib. Dari survey pendahuluan penulis, pada ruangan yang menghasilkan limbah medis terlihat perawat lebih banyak berperan dalam hal melakukan tindakan pelayanan keperawatan kepada pasien seperti : menyuntik, memasang selang infuse, mengganti cairan infus, memasang selang urine, dan perawatan luka kepada pasien, perawatan dalam pemberian obat, dll kemungkinan besar perawatlah yang pertama kali berperan apakah limbah medis akan berada pada tempat yang aman atau tidak tempat pengumpulan sementara alat –alat medis yang sudah tidak dipakai lagi, sebelum di kumpulkan dan diangkut ke tempat pembuangan akhir yakni incinerator oleh petugas pengangkut limbah rumah sakit. Di ruang penghasil limbah medis padat ditemukan hasil limbah medis seperti : perban bekas bercampur darah, infuset bekas, tranfusi set bekas, suntikan bekas pakai, sarung tangan bekas, dan yang lainnya bercampur dengan tempat sampah limbah non medis di tempat penampungan di dalam ruangan, tempat penampungan sementara di luar ruangan sebelum diangkut ke tempat pembuangan akhir. Hal ini Universitas Sumatera Utara besar kemungkinan ada hubungannya dengan pengawasan yang hanya minim dan kurangnya sanksi ataupun teguran yang diberikan kepada perawat, sehingga perawat kurang peduli dalam memilah-milahkan hasil limbah medis pada tempat yang telah disediakan oleh pihak rumah sakit. Selain itu terlihat limbah medis padat berserakantercecer ditempat penampungan sementara. Kondisi ini menyebabkan tikus, kecoa, nyamuk dan lalat berkeliaran dan berinteraksi dengan limbah medis sehingga rentan terjadinya penularan kuman pathogen. Pembuangan limbah medis tidak pada tempat ada kaitannya dengan perilaku perawat dalam membuang limbah medis padat. Menurut Green dalam Notoadmojo 2005 Perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu : 1 faktor predisposisi seperti karakteristik individu. 2 faktor reinforcingmemperkuat berupa kebijakan yang tertulis dan motivasi petugas. 3 faktor enablingpendukung yang merupakan dukungan dalam bentuk sarana dan prasarana fasilitas kesehatan. Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang melatar belakangi pengetahuan yang selanjutnya dapat mempengaruhi perilaku. Ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi yaitu faktor intrinsik, faktor yang pendorong yang berasal dari diri seseorang. Faktor ekstrinsik, faktor pendorong dari luar seperti kebijakan, kualitas kerja, hubungan kerja, kondisi kerja, keamanan kerja, dan status pekerjaan. Pengawasan yang kurang, tidak adanya kebijakan berupa sanksi dan penghargaan, interaksi yang kurang baik antar karyawan, dapat mengurangi motivasi ekstrinsik. Herzberg cit. Robbins, 1996; Dunn,1972 dalam Sumiati, 2004. Semua perawat yang menghasilkan limbah medis padat harus bertanggung jawab di dalam pemilahannya Prüss, A, 2005. Dalam Rakhminiar dan Dian 2006, Universitas Sumatera Utara proses pengolahan sampah medis infeksius dilakukan oleh perawat pada tahap pemilahannya dan petugas kebersihan pada tahap pengangkutan. Hasil penelitian Sumiati 2004 di RS Panembahen Senopati Bantul, mengatakan bahwa faktor dominan yang mempengaruhi perilaku karyawan dalam membuang limbah klinis adalah ketersediaan fasilitas pembuangan limbah klinis yang kurang, mempunyai resiko mempengaruhi perilaku yang kurang baik. Memperhatikan kondisi keadaan limbah medis padat di RSU Dr. Pirngadi Kota Medan tersebut dan hasil hasil penelitian yang pernah dilakukan diberbagai tempat diatas, maka perlu dilakukan penelitian dan diharapkan mampu menjelaskan tentang determinan tindakan perawat dalam membuang limbah medis padat, sehingga dapat dijadikan sebagai dasar intervensi program penanganan.

1.2. Perumusan Masalahan