Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

commit to user 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pelayanan kesehatan yang baik perlu mendapatkan perhatian kita semua. Sebagaimana diketahui, pelayanan kesehatan melibatkan banyak pihak, baik dari pemerintah, masyarakat, maupun pelaku pelayanan itu sendiri. Pelaku pelayanan dalam melaksanakan tugasnya tidak bisa lepas dari berbagai masalah yang sering terjadi di dunia kerja. Keperawatan sebagai suatu profesi dan berdasarkan pengakuan masyarakat adalah ilmu kesehatan tentang asuhan atau pelayanan keperawatan atau the health science of caring . Caring adalah memberikan bantuan kepada individu atau sebagai advokasi pada individu yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya Linberg dalam Nursalam, 2008. Tujuan asuhan keperawatan adalah untuk memandirikan pasien sehingga dapat berfungsi secara optimal Rusdi, 2008. Perawat sebagai seorang yang telah dipersiapkan melalui pendidikan untuk turun serta merawat dan menyembuhkan orang yang sakit, usaha rehabilitasi, pencegahan penyakit, baik yang dilaksanakan sendiri maupun di bawah pengawasan dokter atau suster kepala, maka kadar keterlibatan kerja akan menentukan bagaimana kualitas kerja perawat tersebut dalam merawat pasien dengan menerapkan pendekatan komprehensif dan merencanakan perawatan yang bersifat individual berdasarkan kebutuhan biologis, psikologis, sosial, dan spiritual dari pasien, pada tingkat tumbuh kembang yang berbeda. Pelayanan perawat memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan pelayanan commit to user 2 kesehatan secara keseluruhan, karena tenaga perawat selama dua puluh empat jam harus berada di sisi pasien Darmawan, 2002. Hal yang sering menjadi permasalahan bagi perawat salah satunya adalah masalah yang terkait dengan kepuasan kerja. Menurut As’ad 1992 kepuasan kerja menjadi masalah yang menarik dan penting karena terbukti manfaatnya baik bagi kepentingan individu, industri dan masyarakat. Bagi individu, penelitian tentang sebab-sebab dan sumber-sumber kepuasan kerja memungkinkan timbulnya usaha-usaha peningkatan kebahagiaan hidup mereka. Bagi industri, penelitian tentang kepuasan kerja dilakukan dalam usaha peningkatan produksi dan pengurangan biaya melalui perbaikan sikap dan tingkah laku karyawannya. Selanjutnya masyarakat tentu akan mengetahui hasil kapasitas maksimal dari industri serta naiknya nilai manusia di dalam konteks pekerjaan. Menurut Howell dan Dipboye dalam Munandar, 2001 kepuasan kerja didefinisikan sebagai hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya. Dengan kata lain kepuasan kerja mencerminkan sikap tenaga kerja terhadap pekerjaannya. Gibson, Ivancevich, dan Donelly dalam Sutanto, 2002 menyatakan kepuasan kerja merupakan ekspresi seseorang terhadap penghargaan well-being yang diterimanya terkait dengan pekerjaan yang dilakukannya. Pendapatan yang diterima dapat berbentuk intrinsik maupun ekstrinsik. Penghargaan intrinsik dapat berupa adanya perasaan tanggung jawab, tantangan, dan pengakuan dari orang lain. Penghargaan ekstrinsik dapat berupa gaji, kondisi kerja, tingkat pengawasan, lingkungan kerja, dan supervisi. commit to user 3 Spector dalam Arofani dan Seniati, 2007 menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan salah satu bentuk sikap yang paling sering diteliti oleh para ahli dalam penelitian mengenai perilaku keorganisasian. Hasil penelitian Andrew Oswald dan Jonathan Gardner dari Warwick University menyatakan dari tahun 1990 sampai dengan tahun 1998 terjadi penurunan 85 kepuasan kerja para pegawai sektor layanan publik seperti dokter, perawat, guru, dosen, dan pegawai negeri sipil di Britania Raya Satria, 2007. Menurut Munandar 2001 kepuasan kerja karyawan dirasakan penting karena memiliki dampak terhadap absenteeism dan pindah kerja turnover. Karyawan yang memiliki kepuasan kerja rendah cenderung untuk tidak hadir dan keluar dari pekerjaannya. Menurut Kettle, perawat memegang peranan utama dalam hal perawatan kesehatan. Oleh karena itu penggantian dari tenaga perawat sangat merugikan dan menghabiskan waktu. Sedangkan Weisman berpendapat bahwa penyebab utama dari pindah kerja tenaga perawat disebabkan oleh rendahnya kepuasan kerja. Selanjutnya menurut Lee, kesuksesan dalam industri rumah sakit tergantung dari bagaimana mengatur dan mempertahankan perawat sehingga tidak terjadi pindah kerja dalam Stefanie, 2004. Lawler mengemukakan teorinya yang disebut teori “Model Aspek Kepuasan” Satisfaction Facet Model yang menyatakan bahwa individu dipuaskan dengan suatu aspek khusus dari pekerjaan mereka seperti: rekan kerja, atasan, upah, dan lain-lain, jika jumlah aspek yang mereka alami tersebut adalah yang seharusnya mereka peroleh karena telah melaksanakan pekerjaannya sama dengan jumlah yang benar-benar mereka peroleh. commit to user 4 Herzberg memperkuat pendapat tersebut dengan melakukan penelitian terhadap 200 orang insinyur dan akuntan. Hasil penelitian Herzberg tersebut melahirkan dua simpulan. Pertama, ada serangkaian kondisi atau faktor ekstrinsik keadaan pekerjaan job context yang menyebabkan rasa tidak puas di kalangan karyawan bila kondisi tersebut tidak ada. Faktor-faktor tersebut meliputi: kebijaksanaan dan administrasi perusahaan, supervisi, kondisi kerja, hubungan antar-pribadi, gaji, status, dan keamanan. Kedua, serangkaian kondisi intrinsik isi pekerjaan job content yang meliputi: prestasi, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, dan kemungkinan berkembang. Gilmer juga mengemukakan sepuluh aspek yang dinilai memiliki kontribusi terhadap kepuasan kerja yaitu keamanan, kesempatan untuk maju, perusahaan dan manajemen, upah atau gaji, aspek intrinsik dari pekerjaan, supervisi, aspek-aspek sosial dari pekerjaan, komunikasi, kondisi-kondisi kerja, dan benefit dalam Temaluru, 2001. Salah satu faktor yang menunjang kepuasan kerja menurut Munandar 2001 adalah rekan-rekan sejawat. Di dalam kelompok kerja dimana para pekerjanya harus bekerja dalam satu tim, kepuasan kerja mereka dapat timbul karena kebutuhan-kebutuhan tingkat tinggi mereka kebutuhan harga diri, kebutuhan aktualisasi diri dapat dipenuhi. Kepuasan kerja yang ada pada diri pekerja timbul karena mereka dalam jumlah tertentu berada dalam satu ruangan kerja, sehingga mereka dapat saling berbicara kebutuhan sosialnya dipenuhi, misalnya tenaga kerja yang dalam menjalankan tugas pekerjaannya memperoleh masukan dari tenaga kerja lain. Fenomena yang terjadi berkaitan dengan commit to user 5 komunikasi dan kepuasan kerja yaitu hasil penelitian yang dilakukan di Washington bahwa 80 dokter dan 50 perawat mengaku melihat rekan kerja mereka melakukan kekeliruan, namun hanya 10 dari tenaga medis tersebut yang bersedia mengkomunikasikan kekeliruan tersebut, dan mereka merasa puas dan lega dengan lingkungan kerjanya. Kekeliruan tersebut adalah kesalahan pemberian obat atau dosis, kesalahan operasi, dan penyebaran bakteri. Kekeliruan tersebut mengakibatkan kematian puluhan dari ribuan orang di Amerika Serikat Iyan, 2005. Komunikasi yang baik akan meningkatkan hubungan profesional antar perawat dan tim kesehatan lainnya, dan untuk pemberian informasi dan kejelasan dari masing-masing individu sesuai dengan kedudukannya. Menurut Tappen komunikasi sebagai suatu pertukaran pikiran, perasaan dan pendapat, memberikan nasehat yang terjadi antara dua orang atau lebih yang saling bekerjasama dalam Nursalam, 2002. Supratiknya mengatakan bahwa komunikasi dikatakan efektif apabila penerima menginterpretasikan pesan yang diterimanya sebagaimana dimaksudkan oleh pengirim pesan. Komunikasi interpersonal sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Selanjutnya Johnson menyatakan bahwa komunikasi interpersonal akan memudahkan terjadinya saling pemahaman diantara orang-orang yang terlibat dalam komunikasi dan selanjutnya mengembangkan suatu relasi yang memuaskan bagi kedua belah pihak serta kerja sama yang efektif dalam Supratiknya, 1999. commit to user 6 Menurut Lee dalam Stefanie, 2004 kepuasan kerja pada perawat menjadi salah satu hal yang sangat penting dalam industri rumah sakit karena sikap dan perilaku karyawan berhubungan dengan kualitas dari pelayanan. Kepuasan pelanggan dan persepsi pelanggan terhadap kualitas pelayanan rumah sakit dipengaruhi oleh sikap dan perilaku dari pelayanan yang diberikan oleh karyawan, khususnya perawat. Kepuasan kerja berhubungan positif dengan kepuasan pelanggan. Menurut Robbins karyawan yang merasa puas mampu bertindak lebih ramah dan responsif sehingga membentuk kepuasan dan kesetiaan pelanggan. Pekerjaan menuntut adanya interaksi dengan sesama rekan kerja dan atasan, mengikuti kebijakan dan peraturan organisasi, memperlihatkan standar kinerja, dan bekerja dalam lingkungan yang terkadang kurang ideal. Dari hasil analisis data utama penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan adanya hubungan positif antara kepuasan kerja dan kesejahteraan psikologis. Spector juga menjelaskan bahwa salah satu faktor dari kepuasan kerja adalah stres kerja dalam Tenggara, Zamralita, dan Suyasa, 2008. Menurut Oentoro, Zamralita, dan Lianawati 2006 stres kerja adalah suatu keadaan tertekan baik secara fisik maupun psikologis, dan kondisi ini akibat dari tanggung jawab dan beban kerja yang berat serta keterbatasan individu dalam menghadapi lingkungan kerja yang penuh tekanan. Keadaan ini menyebabkan individu merasa tidak nyaman dan pada akhirnya akan berpengaruh pada pekerjaannya. Menurut Anoraga 2001 pekerjaan atau lingkungan kerja sosial pekerjaan biasanya dapat mengakibatkan ketegangan pada manusia, baik karena commit to user 7 sebab-sebab yang rumit ataupun sederhana. Jika terdapat kondisi yang demikian, stres akan muncul dan pada giliranya perasaan tidak puas akan sedikit banyak mempengaruhi produktivitas dan prestasi kerja. Dalam penelitian yang dilakukan Utomo 2009 menyatakan beberapa fenomena yang terjadi berkaitan dengan stres kerja di RSUD Pandan Arang Boyolali adalah sebagai berikut: a. Tingginya jumlah pasien masuk IGD RSUD Pandan Arang Boyolali dengan BOR Bed Occupational Rate tahun 2007 yang berjumlah 85. b. Perawat dituntut untuk bekerja secara maksimal dan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. c. Beban kerja perawat IGD dalam kategori besar. d. Tuntutan yang tinggi dari pasien dan keluarga terhadap perawat, misalnya: keluarga pasien menuntut kesembuhan atas keadaan atau penyakit yang dideritanya. e. Perawat IGD dituntut siap dengan keadaan gawat darurat, dan cepat tanggap dengan perubahan kondisi pasien. Menurut Hariyatun dalam Utomo, 2009, perawat yang bekerja di IGD menghadapi berbagai aspek dalam lingkungan kerja antara lain lingkungan fisik dan lingkungan psikososial. Lingkungan fisik berupa terdapatnya berbagai jenis penyakit, area kerja yang luas, kebisingan dari pasien serta penunggu pasien karena jam besuk yang relatif tidak dibatasi atau pengunjung tidak memperhatikan commit to user 8 peraturan yang berlaku menjadikan beban kerja meningkat, tuntutan yang tinggi dari pasien, pembuatan keputusan yang cepat dan tepat untuk menolong. Ketidakmampuan dalam menjawab tuntutan lingkungan akan menimbulkan stres dalam lingkungan kerja. Stres yang berat akan mempengaruhi kualitas dari pelayanan yang diberikan. Niven 2000 menyatakan salah satu sumber stres kerja perawat adalah kesulitan dalam berhubungan dengan staf lain. Menurut Stamper dan Johlke dalam Chen Chen, Silverthorne, dan Hung, 2006 komunikasi organisasional dapat menurunkan stres. Argumentasi dan konflik dengan sejawat ditemukan menjadi kejadian yang menimbulkan stres. Brauer dalam Wijono, 2006 mengemukakan bahwa dimensi hubungan iklim organisasi yang berkaitan dengan pemberian instruksi yang kurang jelas, tidak adanya pengakuan dan ganjaran dari atasan, kurang adanya kesempatan kepada individu untuk berpartisipasi dalam melaksanakan tugas, dan hubungan interaksi antara individu dengan orang-orang yang ada di dalam dan di luar perusahaan yang kurang berjalan baik dapat menimbulkan stres kerja. Du Brin dalam Hartanti dan Rahaju, 2003 menyatakan bahwa stres kerja disebabkan oleh kondisi-kondisi tertentu yang apabila berlarut-larut akan menimbulkan burnout. Menurut Schuler and Jackson 2005 kelelahan kerja job burnout adalah sejenis stres yang banyak dialami oleh orang-orang yang bekerja dalam pekerjaan-pekerjaan pelayanan terhadap manusia lainnya, seperti: perawat kesehatan. Menurut Caplan dalam Antoniou, Davidson, dan Cooper, 2003 hal tersebut dikarenakan mereka yang bekerja sebagai pekerja sosial memiliki commit to user 9 tanggung jawab langsung kepada manusia dan aksi-aksi mereka berimbas pada kehidupan manusia. Jexx dalam Nuzulia, 2005 menyatakan bahwa individu yang memiliki strategi problem focused of coping mekanisme coping yang berfokus pada masalah yang dihadapi, maka individu tersebut akan efektif dalam menghadapi stressor kerja. Hasil dari penelitian yang dilakukan Dawal, Taha, dan Ghazilla 2006 menunjukkan bahwa ciri-ciri kerja, lingkungan, organisasi kerja, dan faktor-faktor sosial terkait secara bermakna dengan kepuasan kerja. Hasil penelitian Ernst, dkk 2004 stres kerja memiliki hubungan yang signifikan dengan usia, lama bekerja, dan usia organisasi. Menurut hasil penelitian Chandraiah, dkk 2003 usia memiliki korelasi negatif dengan stres kerja dan berkorelasi positif dengan kepuasan kerja. Cox dalam Gibson, Ivancevich, dan Donelly, 1995 menyebutkan salah satu kategori stres yang potensial adalah organisasi, dengan ciri-ciri sebagai berikut: angka absensi, omset, produktivitas rendah, terasing dari mitra kerja, ketidakpuasan kerja, komitmen organisasi, dan loyalitas. Hasil yang senada diungkapkan Jamal dan Baba 2000 ada hubungan yang siginifikan antara stres kerja perawat dengan kesehatan psikosomatik dan komitmen organisasi. Hasil analisis yang dilakukan Sameon dan Omar 2003 menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara nilai kerja dan kepuasan kerja, dan kepuasan kerja berhubungan positif dengan komitmen organisasi. Menurut Iswanto 2001 tingginya level stres kerja dipersepsikan berhubungan secara negatif dengan kepuasan kerja. Penelitian tersebut senada dengan hasil penelitian commit to user 10 Ahsan, dkk 2009 yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan secara negatif antara stres kerja dan kepuasan kerja. Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta RSUD Dr. Moewardi Surakarta merupakan rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Misi dari RSUD Dr. Moewardi Surakarta salah satunya adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu prima dan memuaskan. Perawat RSUD Dr. Moewardi Surakarta dituntut untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan kepada pasien secara optimal dan bermutu prima untuk menjaga citra baik serta mempertahankan mutu layanan kesehatan sehingga tercipta kepuasan pelanggan. Berdasarkan observasi, penulis menjumpai beberapa masalah yang dialami perawat RSUD Dr. Moewardi Surakarta, antara lain: seringkali perawat merasa kesal jika dokter atau kepala perawat menyalahkan perawat sepenuhnya atas layanan perawatan yang lambat dan tidak tepat sedangkan beberapa pasien harus di tangani perawat secara bersamaan, pasien yang tidak menuruti instruksi dokter, keluarga pasien yang tidak mengindahkan peraturan jam besuk, perawat lain yang tidak saling membantu, pasien yang tidak kunjung membaik bahkan setiap saat perawat harus menghadapi kematian pasien karena kegagalan dari intervensi perawatan. Masalah tersebut merupakan stressor kerja bagi perawat yang apabila tidak diimbangi dengan adanya komunikasi interpersonal yang lancar dan kemampuan dalam mengatasi stres kerja, maka akan mengakibatkan ketidakpuasan kerja. Kepuasan kerja menggambarkan sikap suka atau tidak suka perawat terhadap commit to user 11 pekerjaannya yang ditunjukkan dengan adanya keberhasilan komunikasi interpersonal dan stres kerja yang rendah. Berdasarkan hal di atas maka dapat dikatakan bahwa tinggi rendahnya kepuasan kerja perawat RSUD Dr. Moewardi Surakarta berhubungan dengan komunikasi interpersonal dan stres kerja. Oleh karena itu, penulis perlu melakukan pengujian secara empiris dengan melakukan penelitian yang berjudul: “Hubungan antara Komunikasi Interpersonal dan Stres Kerja dengan Kepuasan Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Moewardi Surakarta”.

B. Rumusan Masalah