IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) PADA MATA PELAJARAN IPA DI SMP NEGERI 2 BOJA

(1)

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE

TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION

(TAI) PADA

MATA PELAJARAN IPA DI SMP NEGERI 2 BOJA

SKRIPSI

Disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Prodi Pendidikan Fisika

Oleh Ana Septia Amalia

4201409089

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian skripsi pada :

Hari : Selasa Tanggal : 30 Juli 2013

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Drs. M. Sukisno, M.Si. Dr. Sutikno, S.T., M.T.

NIP 19491115 197603 1 001 NIP 19741120 199903 1 003

Mengetahui, Ketua Jurusan Fisika

Dr. Khumaedi, M.Si. NIP. 196306101989011002


(3)

PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul

Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Assisted Individualization (TAI) pada Mata Pelajaran IPA di SMP Negeri 2 Boja. Disusun oleh :

Ana Septia Amalia 4201409089

Telah dipertahankan dihadapan sidang panitia Ujian Skripsi FMIPA UNNES pada tanggal 30 Juli 2013.

Panitia

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Wiyanto, M.Si. Dr. Khumaedi, M.Si.

NIP. 196310121988031001 NIP. 196306101989011002

Ketua Penguji

Prof. Dr. Ani Rusilowati, M.Pd. NIP 196012191985032002

Anggota Penguji/ Anggota Penguji/

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Drs. M. Sukisno, M.Si. Dr. Sutikno, S.T., M.T.


(4)

iv

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi ini bebas plagiat, dan apabila kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam skripsi ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan perundangan.

Semarang, Agustus 2013 Penulis,

Ana Septia Amalia NIM 4201409089


(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO :

Sikap adalah sebuah perbuatan kecil yang mampu menghasilkan perbedaan yang besar (Winston Churchill).

Bersyukurlah jika kau sudah di titik terendah dalam hidup, karena tidak ada pilihan lain selain menuju titik tertinggi.

Menjadi sukses itu bukanlah suatu kewajiban, yang menjadi kewajiban adalah perjuangan kita untuk menjadi sukses.

PERSEMBAHAN :

Skripsi ini kupersembahkan teruntuk:

Abah dan ibuku yang senantasiasa mencurahkan kasih sayang, doa dan bimbingan untukku

Sahabatku, Nurul, Emi, Ofa, makasih sudah menemaniku menjalani hari-hari dengan penuh keceriaan

Teman-temanku kost Ambassador 1 yang selalu menghibur dan menyemangatiku

Teman-teman seperjuanganku Nurul, Wiwit, terimakasih telah menjadi teman sharing selama ini


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan nikmat-Nya yang

senantiasa tercurah sehingga tersusunlah skripsi berjudul “Implementasi Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Assisted Individualization (TAI) pada Mata

Pelajaran IPA di SMP Negeri 2 Boja”. Penulis menyadari bahwa dalam

penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak berupa saran, bimbingan, maupun petunjuk dan bantuan dalam bentuk lain, maka penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Rektor Universitas Negeri Semarang

2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang

3. Ketua Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang

4. Drs. M. Sukisno, M.Si., Dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih pula atas ide dan masukan yang telah diberikan.

5. Dr. Sutikno, S.T. M.T., Dosen Pembimbing Pendamping yang telah berkenan menjadi dosen pembimbing II dan meluangkan waktu serta memberikan bimbingan, saran, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.

6. Drs. Sukiswo Supeni Edi, M.Si., Dosen Wali yang telah membimbing selama penulis belajar di jurusan fisika ini.

7. Seluruh Dosen Jurusan Fisika yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis selama belajar di Universitas Negeri Semarang.


(7)

8. Asikin, M.Pd., Kepala SMP Negeri 2 Boja yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di SMP Negeri 2 Boja.

9. Sri Winda Agustina W, SPd., Guru mata pelajaran Fisika SMP Negeri 2 Boja, atas bantuan dan dukungan dalam penelitian.

10.Seluruh siswa kelas VII G dan VII H SMP Negeri 2 Boja tahun pelajaran 2012/2013 yang telah menjadi subjek penelitian, terimakasih atas kerjasamanya.

11.Ibu dan Abah yang telah memberikan doa dan dukungan hingga terselesaikannya skripsi ini.

12.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu terselesaikannya penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari keterbatasan kemampuan yang dimiliki sehingga skripsi ini jauh dari sempurna.Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.Amin.

Semarang, Agustus 2013 Penulis


(8)

viii

ABSTRAK

Septia Amalia, Ana. 2013. Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Assisted Individualization (TAI) pada Mata Pelajaran IPA di SMP Negeri 2 Boja. Skripsi, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama: Drs. M. Sukisno, M.Si, Pembimbing Pendamping: Dr. Sutikno S.T.,M.T.

Kata Kunci: Model Pembelajaran Kooperatif, Teams Assisted Individualization, Hasil Belajar

Berdasarkan observasi di SMP Negeri 2 Boja, diketahui bahwa selama ini guru fisika dalam menyampaikan materi pembelajaran masih menggunakan metode ceramah. Selama pembelajaran berlangsung siswa menjadi pasif. Siswa kurang terlibat dalam proses pembelajaran karena jarang diadakan kerjasama dalam kelompok dan diskusi untuk menemukan dan memahami konsep materi yang diajarkan. Hal ini dapat menyebabkan hasil belajar siswa menjadi rendah. Oleh karena itu, diperlukan suatu variasi model pembelajaran yang dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam bekerjasama dalam kelompok dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.Tujuan dari penelitian untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Assisted Individualization (TAI) pada mata pelajaran IPA di SMP Negeri 2 Boja. Populasi dalam penelitian ini yaitu siswa kelas VII SMP Negeri 2 Boja kabupaten Kendal. Teknik random sampling digunakan dalam pengambilan sampel sehingga diperoleh dua kelas, yaitu kelas VII H sebagai kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Assisted Individualization (TAI) dan kelas VII G sebagai kelas kendali dengan menggunakan metode ceramah-demonstrasi. Untuk mengetahui hasil belajar kognitif siswa diberikan tes berbentuk pilihan ganda, sedangkan untuk mengetahui hasil belajar afektif (kerjasama) dan psikomotorik digunakan lembar observasi. Hasil penelitian pada aspek kognitif diperoleh rata-rata hasil belajar kelas eksperimen sebesar 75,28 dan kelas kendali sebesar 64,50. Dilihat dari uji t bahwa nilai thitung (3,37) > ttabel (1,99) sehingga t berada pada daerah penolakan H0, hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara kelas kendali dan kelas eksperimen. Dari hasil perhitungan uji gain diperoleh untuk kelas eksperimen sebesar 0,51, dan kelas kendali sebesar 0,36. Kedua hasil uji gain ini menunjukkan hasil belajar kognitif siswa mengalami peningkatan dalam kategori sedang. Aspek afektif (kerjasama), diperoleh rata-rata kelas kendali sebesar 35,31% dan kelas eksperimen sebesar 78,91%. Aspek psikomotorik diperoleh rata-rata kelas kendali sebesar 45,47% dan kelas eksperimen sebesar 78,44%. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Teams Assisted Individualization (TAI) dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Model ini juga dapat menjadi alternatif pembelajaran guru dalam menambah variasi model mengajar yang dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa.


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

PERNYATAAN ...iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...v

KATA PENGANTAR ...vi

ABSTRAK ...viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ...xi

DAFTAR GAMBAR ...xii

DAFTAR LAMPIRAN ...xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ...1

1.2 Rumusan Masalah ...6

1.3 Tujuan Penelitian ...6

1.4 Pembatasan Masalah ...6

1.5 Manfaat Penelitian ...7

1.6 Penegasan Istilah ...7

1.7 Sistematika Skripsi ...9 Halaman


(10)

x BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Belajar 12

2.2 Model Pembelajaran Kooperatif ...13

2.3 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI ...18

2.4 IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) ...23

2.5 Hasil Belajar ...25

2.6 Keterampilan Bekerjasama dalam Kelompok ...27

2.7 Tinjauan Materi Gerak ...29

2.8 Kerangka Berpikir ...37

2.9 Hipotesis ...40

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel ...41

3.2 Variabel Penelitian...42

3.3 Desain Penelitian ...42

3.4 Alur Penelitian ...43

3.5 Teknik Pengumpulan Data ...45

3.6 Analisis Instrumen Penelitian ...47

3.7 Metode Analisis Data ...52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ...58


(11)

BAB V KESIMPILAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ...87 5.2 Saran…. ...88 DAFTAR PUSTAKA ...90 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Bagan sintak / fase-fase pembelajaran kooperatif...16

Tabel 3.1 Desain penelitian yang digunakan ...42

Tabel 3.2 Kriteria indeks kesukaran...50

Tabel 3.3 Kriteria daya pembeda soal ...51

Tabel 4.1 Hasil uji normalitas data pre-test ...61

Tabel 4.2 Hasil uji normalitas data post-test ...61

Tabel 4.3 Hasil uji kesamaan dua varian data pre-test ...62

Tabel 4.4 Hasil uji kesamaan dua varian data post-test ...62

Tabel 4.5 Hasil uji peningkatan rata-rata hasil belajar kognitif ...63

Tabel 4.6 Hasil uji peningkatan rata-rata hasil belajarafektif ...64

Tabel 4.7 Hasil uji peningkatan rata-rata hasil belajar psikomotorik ...64

Tabel 4.8 Hasil belajar kognitif siswa ...65

Tabel 4.9 Nilai hasil belajar afektif kelas eksperimen dan kendali...67

Tabel 4.10 Nilai rata-rata setiap aspek hasil belajar afektif ...68

Tabel 4.11 Nilai rata-rata setiap aspek kerjasama dalam kelompok ...70

Tabel 4.12 Nilai hasil belajar psikomotorik kelas eksperimen dan kendali ...71

Tabel.4.13 Nilai rata-rata setiap aspek hasil belajar psikomotorik ...72 Halaman


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Lintasan yang ditempuh pejalan kaki ...30

Gambar 2.2 Grafik percepatan rata-rata ...33

Gambar 2.3 Grafik hubungan antara jarak terhadap waktu pada GLB ...35

Gambar 2.4 Hubungan kecepatan (v) terhadap waktu (t) pada GLB ...36

Gambar 2.5 Grafik hubungan antara v-t pada GLBB ...36

Gambar 2.6 Grafik hubungan antara s-t, v-t, dan a-t pada GLBB ...37

Gambar 2.7 Diagram kerangka berpikir...40

Gambar 3.1 Diagram alur penelitian ...45

Gambar 4.1 Diagram batang hasil belajar kognitif siswa ...65

Gambar 4.2 Diagram batang peningkatan rata-rata hasil belajar kognitif ...66

Gambar 4.3 Diagram batang rata-rata hasil belajar afektif ...67

Gambar 4.4 Peningkatan rata-rata setiap aspek afektif kelas eksperimen ...69

Gambar 4.5 Peningkatan rata-rata setiap aspek afektif kelas kendali ...69

Gambar 4.6 Peningkatan rata-rata setiap aspek kerjasama kelas eksperimen ...70

Gambar 4.7 Diagram batang rata-rata hasil belajar psikomotorik ...71

Gambar 4.8 Peningkatan rata-rata setiap aspek psikomotorik eksperimen...72

Gambar 4.9 Peningkatan rata-rata setiap aspek psikomotorik kendali ...73 Halaman


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Nilai UAS Semester 1 IPA ...92

Lampiran 2. Uji Homogenitas Data ...94

Lampiran 3. Daftar Nama Siswa Uji Coba Soal Tes Kemampuan Kognitif ...95

Lampiran 4. Kisi-Kisi Soal Uji Coba ...96

Lampiran 5. Soal Uji Coba...98

Lampiran 6. Jawaban Soal Uji Coba ...107

Lampiran 7. Analisis Data Tes Uji Coba ...108

Lampiran 8. Perhitungan Validitas Butir Soal ...110

Lampiran 9. Perhitungan Reliabilitas Instrumen ...112

Lampiran 10. Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal ...113

Lampiran 11. Perhitungan Daya Pembeda Soal ...114

Lampiran 12. Kisi-Kisi Soal Pre-test dan Post-test ...115

Lampiran 13. Soal Pre-test dan Post-test ...117

Lampiran 14. Jawaban Soal Pre-test dan Post-test ...124

Lampiran 15. Silabus Kelas Eksperimen ...125

Lampiran 16. RPP I Kelas Eksperimen ...127

Lampiran 17. RPP II Kelas Eksperimen ...133

Lampiran 18. RPP III Kelas Eksperimen ...138

Lampiran 19. Silabus Kelas Kendali ...144

Lampiran 20. RPP I Kelas Kendali ...146

Lampiran 21. RPP II Kelas Kendali ...151

Lampiran 22. RPP III Kelas Kendali ...156 Halaman


(15)

Lampiran 23. Lembar Kerja Siswa 1 ...161

Lampiran 24. Lembar Kerja Siswa II ...164

Lampiran 25. Lembar Kerja Siswa III ...168

Lampiran 26. Daftar Skor Pre-test Kelas Eksperimen dan Kendali...174

Lampiran 27. Daftar Skor Post-test Kelas Eksperimen dan Kendali ...175

Lampiran 28. Uji Normalitas Data Pre-test Kelas Eksperimen ...176

Lampiran 29. Uji Normalitas Data Pre-test Kelas Kendali ...177

Lampiran 30. Uji Normalitas Data Post-test Kelas Eksperimen ...178

Lampiran 31. Uji Normalitas Data Pre-test Kelas Kendali ...179

Lampiran 32. Uji Kesamaaan Dua Varians Data Pre-test ...180

Lampiran 33. Uji Kesamaaan Dua Varian Data Post-test ...181

Lampiran 34. Uji Perbedaan Dua Rata-Rata Data Post-test ...182

Lampiran 35. Uji Gain Kemampuan Kognitif Siswa ...183

Lampiran 36. Kriteria Penskoran Afektif Siswa ...184

Lampiran 37. Lembar Penilaian Afektif ...187

Lampiran 38. Kriterian Penskoran Psikomotorik...188

Lampiran 39. Lembar Penilaian Psikomotorik ...189

Lampiran 40. Analisis Afektif (Kerjasama) I Kelas Eksperimen ...190

Lampiran 41. Analisis Afektif (Kerjasama) II Kelas Eksperimen ...192

Lampiran 42. Analisis Afektif (Kerjasama) III Kelas Eksperimen...194

Lampiran 43. Analisis Afektif (Kerjasama) I Kelas Kendali ...196

Lampiran 44. Analisis Afektif (Kerjasama) II Kelas Kendali ...198

Lampiran 45. Analisis Afektif (Kerjasama) III Kelas Kendali ...200


(16)

xvi

Lampiran 48. Analisis Psikomotorik II Kelas Eksperimen ...204

Lampiran 49. Analisis Psikomotorik III Kelas Eksperimen ...205

Lampiran 50. Analisis Psikomotorik I Kelas Kendali ...206

Lampiran 51. Analisis Psikomotorik II Kelas Kendali ...207

Lampiran 52. Analisis Psikomotorik III Kelas Kendali ...208

Lampiran 53. Uji Gain Psikomotorik Siswa ...209


(17)

1.1

Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan aspek yang sangat mendasar bagi kelangsungan pembangunan suatu bangsa. Pendidikan yang baik dapat melahirkan sumber daya manusia yang handal dalam bidangnya untuk membantu pembangunan nasional. Semua ini dapat tercapai, jika ada hubungan yang sinergis antara masyarakat, pemerintah dan penyelenggara pendidikan (Ardianti, 2012: 219-243).

Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Indikasi lemahnya proses pembelajaran dapat terlihat dari penggunaan metode/strategi pembelajaran yang kurang tepat. Hasil observasi penulis selama melaksanakan Praktik Pengalaman Lapangan 1 (PPL 1) di SMP Negeri 2 Boja menyatakan bahwa sebagian besar guru sains khususnya guru fisika dalam menyampaikan materi pembelajaran masih menggunakan metode ceramah, latihan soal dan tidak berbasis inkuiri. Berdasarkan pangamatan pada saat proses pembelajaran dengan metode ceramah berlangsung, siswa hanya berinteraksi dengan guru saja yaitu sebatas belajar dan mengajar, tetapi interaksi dengan siswa lain sangat kurang. Mereka hanya terpaku pada penjelasan guru, siswa tidak berusaha untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya dan tidak berinteraksi dengan siswa lain untuk bekerjasama saling mendiskusikan materi yang terkait secara berkelompok. Siswa cenderung bekerja secara individual terhadap tugas-tugas yang diberikan oleh guru. Siswa tidak diberi kesempatan


(18)

2

untuk mengungkapkan ide/gagasan yang dimilikinya kemudian dibandingkan dengan pendapat siswa yang lain untuk didiskusikan dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Proses pembelajaran seperti ini dapat mengakibatkan siswa bersifat individual, mereka hanya mementingkan diri sendiri untuk memperebutkan nilai yang terbaik, sehingga proses pembelajaran seperti arena kompetisi. Hal ini dapat mengakibatkan pada masa yang akan datang siswa menjadi sulit bergaul dan bekerjasama dengan orang lain. Covey (1997) memandang bahwa keberhasilan bukan buah dari kompetisi tetapi dari kerjasama.

Komponen yang akan menentukan keberhasilan suatu proses pembelajaran salah satunya adalah kualitas hasil belajar. Hasil belajar merupakan perwakilan dari penguasaan pengetahuan dan keterampilan yang dikembangkan peserta didik setelah melalui proses pembelajaran. Hasil belajar tidak hanya dilihat dari nilai akhir yang diperoleh siswa, melainkan juga proses pembelajaran itu sendiri (Ikmah, 2012: 1-7).

Berdasarkan hasil observasi, proses pembelajaran fisika di SMP Negeri 2 Boja tidak berbasis inkuiri, hal ini mengakibatkan pembelajaran yang hanya bersifat sebagai produk saja yaitu siswa hanya menghafalkan rumus dan teori. Pembelajaran fisika sebagai proses yaitu sikap dan aplikasi tidak tersentuh sama sekali. Di dalam proses pembelajaran siswa seharusnya mengalami sendiri, memikirkan sendiri, membuktikan sendiri, dan mengalami sendiri proses berpikir, sehingga peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh, memahami fenomena alam melalui kegiatan pemecahan masalah, metode ilmiah,


(19)

dan meniru cara ilmuwan bekerja dalam menemukan fakta baru (Nuryani, 2013: 1-5).

Keadaan inilah yang menyebabkan hasil belajar siswa rendah, akibat dari proses pembelajaran yang kurang optimal. Terbukti dengan presentase tinggi rata-rata siswa yang mendapatkan nilai dibawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum). Presentase rata-rata hasil belajar fisika kelas VII dapat dilihat dari hasil ulangan akhir semester 1 yang menunjukkan angka sebesar 58,31% dengan siswa yang tuntas sebesar 12,5%, sedangkan siswa yang tidak tuntas mencapai 87,5%. Batas nilai standar KKM mata pelajaran IPA di SMP Negeri 2 Boja yaitu 68. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pembelajaran fisika di kelas VII belum optimal untuk materi fisika secara keseluruhan, terlihat pada hasil ulangan akhir semester 1 yang masih rendah.

Berdasarkan hasil observasi pra penelitian dan hasil belajar siswa yang rendah, pembelajaran fisika dikelas VII SMP Negeri 2 Boja perlu dilakukan sebuah inovasi pembelajaran yang dapat membuat sebuah proses pembelajaran dapat diterima oleh siswa dengan baik, disukai dan dapat mempermudah siswa dalam pembelajaran. Selain itu juga dengan adanya inovasi dalam pembelajaran diharapkan dapat merangsang siswa agar dapat mengembangkan kemampuannya dan aktif dalam pembelajaran.

Dari hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Okta Fiana

Safitri terkait dengan “Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted

Individulization dengan Pendekatan Peta Konsep untuk Meningkatkan Hasil


(20)

4

sebelum diberi perlakuan rata-rata hasil belajar kelompok kendali menunjukkan angka sebesar 49,16% sedangkan kelompok eksperimen menunjukkan angka sebesar 48,31%. Hasil penelitian hasil belajar setelah diberi perlakuan pada kelompok kendali dengan metode demonstrasi dan diskusi kelas menunjukkan angka 65,03% dan kelas eksperimen dengan model kooperatif tipe Teams Assisted Individulization menunjukkan angka sebesar 72,38%. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa ada suatu peningkatan hasil belajar yang signifikan dengan pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individulization.

Mengacu pada hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, peneliti berinisiatif untuk menerapkan model kooperatif tipe Teams Assisted Individulization di kelas VII SMP Negeri 2 Boja sebagai inovasi dalam pembelajaran yang diharapkan dengan diterapkannya model ini dapat meningkatkan kerjasama dalam kelompok dan hasil belajar siswa.

Model pembelajaran Teams Assisted Individulization merupakan salah satu bentuk pembelajaran kooperatif yang berarti siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen, antara lain dalam hal nilai akademiknya. Adapun keuntungan dari pembelajaran kooperatif dalam Teams Assisted Individulization yaitu pembelajaran kooperatif merupakan upaya pemberdayaan teman sejawat, meningkatkan interaksi antar siswa, serta hubungan yang saling menguntungkan antar mereka. Siswa yang pandai dapat membantu temannya yang merasa kesulitan dalam pembelajaran. Siswa dalam kelompok akan belajar mendengar ide atau gagasan orang lain, berdiskusi setuju atau tidak setuju, menawarkan, atau menerima kritikan yang membangun, dan siswa tidak merasa terbebani ketika


(21)

ternyata pekerjaannya salah. Siswa bekerja dalam kelompok saling membantu untuk menguasai bahan ajar. Keuntungan dari pembelajaran individual dalam Teams Assisted Individulization, pembelajaran individual mendidik siswa untuk belajar mandiri, tidak menerima pelajaran secara mentah dari guru. Melalui pembelajaran individual ini, siswa akan dapat mengeksplorasi pengetahuan dan pengalamannya sendiri untuk mempelajari materi pelajaran, sehingga siswa mengalami pembelajaran secara bermakna (meaningful learning) sesuai faham konstruktivisme.

Metode pembelajaran Teams Assisted Individualization akan memotivasi siswa saling membantu anggota kelompoknya sehingga tercipta semangat dalam sistem kompetisi dengan lebih mengutamakan peran individu tanpa mengorbankan aspek kooperatif (Ariani, 2008: 59-69).

Dengan adanya pembentukan kelompok diharapkan dapat menumbuhkan keterampilan sosial diantara siswa dalam kelompok tersebut. Keterampilan yang dimaksud adalah keterampilan bekerjasama dalam kelompok. Dengan bekerjasama akan membuat seseorang mampu melakukan lebih banyak hal daripada jika bekerja sendirian (Nurnawati,2012:1-7). Selain itu dengan bekerjasama segala kesulitan dan permasalahan dalam pembelajaran dapat diatasi dengan cara saling membantu sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis telah melakukan penelitian tentang “Implementasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Assisted Individualization (TAI) pada Mata Pelajaran IPA di SMP Negeri 2 Boja”.


(22)

6

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu apakah implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Teams Assisted Individualization (TAI) pada mata pelajaran IPA di SMP Negeri 2 Boja dapat meningkatkan hasil belajar siswa?.

1.3

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Teams Assisted Individualization (TAI) pada mata pelajaran IPA di SMP Negeri 2 Boja dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa.

1.4

Pembatasan Masalah

Masalah-masalah dalam penelitian ini terfokus pada implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Teams Assisted Individualization (TAI) pada mata pelajaran IPA di SMP Negeri 2 Boja untuk meningkatakan hasil belajar siswa yaitu meliputi ranah kognitif, ranah psikomotorik dan ranah afektif. Ranah afektif dalam hal ini dikhususkan pada kerjasama dalam kelompok. Adapun materi yang diteliti adalah materi gerak yang diberikan pada peserta didik SMP kelas VII semester II.


(23)

1.5

Manfaat Penelitian

1) Bagi Sekolah

Diharapkan siswa dapat mencapai hasil dan kualitas belajar yang bagus dan mampu memberikan output yang bagus pula bagi sekolah.

2) Bagi Guru

a) Peningkatan profesionalisme guru dalam pembelajaran di kelas.

b) Sebagai bahan pertimbangan bagi guru dalam menyusun dan mengembangkan strategi pembelajaran yang menerapkan bimbingan antar teman sebagai alternatif dalam upaya mengaktifan siswa belajar. c) Memberikan alternatif proses pembelajaran sehingga proses belajar

mengajar menjadi lebih variatif dan menarik. 3) Bagi Siswa

Untuk memotivasi belajar memecahkan permasalahan secara kooperatif dan sikap menghargai sesama teman.

4) Bagi Peneliti

Meningkatkan pengetahuan tentang macam-macam metode pembelajaran dan sebagai motivasi untuk kita menciptakan inovasi-inovasi pembelajaran dalam meningkatkan mutu pendidikan.

1.6

Penegasan Istilah

Penelitian ini perlu dibatasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan judul penelitian agar tidak terjadi salah penafsiran. Adapun masalah yang dibatasi adalah sebagai berikut :


(24)

8

1) Implementasi

Implementasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merupakan kata benda yang artinya pelaksanaan, penerapan.

2) Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (Sanjaya, 2006: 242).

3) Teams Assited Individualization (TAI)

Model pembelajaran Teams Assisted Individualization merupakan salah satu bentuk pembelajaran kooperatif yang berarti siswa ditempatkan dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen, antara lain dalam hal nilai akademiknya.

Pembelajaran kooperatif tipe Teams Assisted Individualization ini dikembangkan oleh Slavin. Model ini mengkombinasikan keunggulan model kooperatif dan pembelajaran individual. Model ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individu, oleh karena itu kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah. Pembelajaran model ini akan lebih meningkatkan kerjasama antar siswa (Romiyati, 2012: 49-51).

4) IPA (Ilmu Pengetahuan Alam)

Trianto (2007: 99) menyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan.


(25)

5) Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami kegiatan belajar. Menurut Bloom, sebagaimana dikutip oleh Sudjana (2009: 23-34), menyampaikan tiga taksonomi yang disebut dengan ranah belajar, yaitu: ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain), dan ranah psikomotorik (psychomotorik domain).

6) Kerjasama Siswa

Menurut Johnson & Johnson, sebagaimana dikutip oleh Apriono (2011: 159-172), kerjasama adalah bekerja bersama untuk mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Mengacu pada pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa suatu kerjasama adalah kumpulan/kelompok yang terdiri dari beberapa orang anggota yang saling membantu dan saling tergantung satu sama lain dalam melakukan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan bersama.

1.7 Sistematika Skripsi

Penulisan skripsi ini secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian awal skripsi, bagian isi skripsi, dan bagian akhir skripsi. Untuk mempermudah memahami skripsi ini, maka perlu dituliskan sistematikannya sebagai berikut:

1) Bagian awal skripsi

Pada bagian ini terdiri atas halaman judul, halaman pengesahan, halaman motto dan persembahan, abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar gambar, dan daftar lampiran.


(26)

10

2) Bagian isi skripsi

Pada bagian ini terdiri dari 5 (lima) bab, yaitu: a. BAB I : Pendahuluan

Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, pembatasan masalah, manfaat penelitian, penegasan istilah, dan sistematika penulisan skripsi.

b. BAB II : Kajian Pustaka

Bab ini berisi teori-teori yang mendukung penelitian yaitu teori tentang belajar, model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran kooperatif tipe Teams Assisted Individualization (TAI), IPA (Ilmu Pengetahuan Alam), hasil belajar, keterampilan bekerjasama dalam kelompok, materi gerak, kerangka berpikir dan hipotesis.

c. BAB III : Metode Penelitian

Bab ini berisi tentang metode populasi dan sampel, variabel penelitian, desain penelitian, alur penelitian, teknik pengumpulan data, analisis instrumen penelitian, dan metode analisis data.

d. BAB IV : Hasil penelitian dan pembahasan

Bab ini berisi tentang semua hasil penelitian yang dilakukan dan pembahasan.

e. BAB V : Kesimpulan dan saran Bab ini berisi tentang simpulan dan saran.


(27)

3) Bagian akhir skripsi

Pada bagian ini terdiri dari daftar pustaka yang digunakan sebagai acuan, dan lampiran-lampiran yang melengkapi uraian pada bagian isi, tabel, diagram batang dan gambar yang digunakan.


(28)

12

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Belajar

Belajar adalah aktifitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan perubahan pada dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman, dimana pelatihan tersebut menambah wawasan atau pengetahuan, perubahan sikap, maupun keterampilan, sehingga dengan perubahan tersebut akan dapat digunakan dalam memecahkan suatu permasalahan dan penyesuaian diri dengan lingkungan (Firmansyah, 2013: 311-317).

Efektifitas belajar yang dilakukan oleh peserta didik di sekolah tidak semata-mata ditentukan oleh derajat pemilikan potensi peserta didik yang bersangkutan, melainkan juga lingkungan, terutama pendidik yang professional. Ada kecenderungan bahwa sikap menyenangkan, kehangatan, persaudaraan, tidak menakutkan, dan sejenisnya, dipandang sebagian orang sebagai pendidik yang baik. Pendidik yang profesional dituntut memiliki karakteristik yang lebih dari aspek-aspek tersebut, seperti kemampuan untuk menguasai bahan belajar, keterampilan peserta didik, dan evaluasi peserta didik. Dengan demikian profesionalitas pendidik merupakan totalitas perwujudan kepribadian yang ditampilkan sehingga mampu mendorong peserta didik untuk belajar efektif

(Rifa’i & Ani, 2009: 81).

Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku setiap orang dan belajar itu mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan oleh


(29)

seseorang. Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi seseorang. Oleh karena itu dengan menguasai konsep dasar tentang belajar itu memegang peranan penting dalam proses psikologis (Rifa’i & Ani, 2009: 81).

2.2 Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran kelompok yang akhir-akhir ini menjadi perhatian dan dianjurkan para ahli pendidikan untuk digunakan. Menurut Labidi (1998: 286-291) bahwa pembelajaran kooperatif penting karena dapat meningkatkan prestasi belajar siswa yang lebih tinggi daripada metode pembelajaran tradisional. Selain dapat meningkatkan prestasi akademis, pembelajaran kooperatif juga dapat meningkatkan keterampilan sosial siswa. Menurut Slavin, sebagaimana dikutip oleh Sanjaya (2006: 242), bahwa pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berpikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan. Dari dua alasan tersebut, maka pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran yang dapat memperbaiki sistem pembelajaran yang selama ini memiliki kelemahan.

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika


(30)

14

kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan (Sanjaya, 2006: 242-243).

Margo Dellicarpini (2009: 42-50) menyatakan bahwa ada beberapa komponen dari pembelajaran kooperatif yaitu pertama, saling ketergantungan positif dimana pengetahuan setiap siswa terhubung dengan siswa yang lain dalam satu kelompok dan bahwa keberhasilan kelompok tergantung pada kontribusi individu. Dengan cara ini, semua kontribusi siswa dinilai dan diperlukan untuk menyelesaikan tugas, dan anggota saling membantu sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Kedua, akuntabilitas individu yaitu pengetahuan yang tidak hanya produk yang dinilai dalam kelompok tersebut, tetapi kontribusi individu juga akan dinilai. Ketiga, interaksi tatap muka dimana setelah saling ketergantungan positif ditetapkan, bekerjasama untuk memecahkan masalah, saling membantu, menghargai usaha satu sama lain, mendukung, dan mendorong satu sama lain. Berbagai strategi bahasa lisan yang digunakan (menjelaskan, mendiskusikan, membuat permintaan, membujuk, menyarankan, mengajukan pertanyaan, mencari klarifikasi) serta berbagai strategi interaktif (bernegosiasi, mengambil keputusan, berbicara, mengikuti petunjuk, menggunakan dan menginterpretasikan verbal dan non verbal. Keempat, keterampilan sosial dimana siswa harus menggunakan keterampilan sosial yang tepat diajarkan dan diperkuat secara positif oleh guru untuk memungkinkan mereka terlibat dalam kerjasama. Keterampilan seperti kepemimpinan, pengambilan keputusan, membangun kepercayaan, komunikasi, dan manajemen konflik harus ada, serta keterampilan sosial yang diperlukan untuk lintas budaya, interaksi dan komunikasi. Kelima, pengolahan grup yang


(31)

memungkinkan peserta untuk fokus pada peran masing-masing siswa dalam satu kelompok. Siswa harus diberi waktu yang tepat dalam kelompok mereka sehingga mereka dapat fokus pada kerja kelompok dan terlibat dalam pemecahan masalah untuk meningkatkan produktivitas kelompok.

Pola interaksi guru dan siswa selama pembelajaran kooperatif mempunyai maksud dalam belajar dan mengajar di sekolah. Sebagian besar tujuan interaksi guru dan siswa selama pembelajaran kooperatif adalah meningkatkan pemahaman siswa. Pertukaran pikiran diantara guru dan siswa dalam pembelajaran kooperatif difokuskan agar siswa dapat berfikir dengan sendirinya tanpa membaca referensi. Guru harus memberi petunjuk kepada siswanya dalam melaksanakan kerjasama dan berbagi tugas dengan siswa lain dalam satu kelompok selama pembelajaran kooperatif berlangsung. Kemudian guru juga harus memperluas interaksi antar siswa agar masing-masing siswa mempunyai kesempatan untuk memberikan jawaban dari tugas yang telah diberikan oleh guru (Ajaja & Eravwoke, 2010: 1-18).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nattiv, Winitzky dan Dricky yang menyatakan bahwa siswa berinteraksi paling banyak dengan temannya ketika teknik pembelajaran kooperatif digunakan. Demikian pula dengan kemajuannya dapat diamati dalam interaksi antara guru dan siswa. Dalam situasi ini dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasi siswa secara pribadi. Dengan demikian siswa berusaha untuk bertanggungjawab pada masing-masing anggota kelompok dalam memberikan kontribusinya (Tanel & Erol, 2008: 124-136).


(32)

16

Tabel 2.1 Bagan Sintak / Fase Pembelajaran Kooperatif (Jauhar, 2011: 54)

Fase Peran Guru

1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai dalam pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

2. Menyajikan informasi Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan cara demonstrasi atau bahan bacaan. 3. Mengorganisasi siswa ke

dalam kelompok belajar

Menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

4. Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Membimbing kelompok dalam belajar, yaitu pada saat mereka mengerjakan tugas.

5. Evaluasi Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari kelompok atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

6. Memberikan penghargaan Memberi penghargaan kepada individu ataupun kelompok yang mendapatkan hasil yang baik. Misalnya, dengan memberi hadiah.


(33)

Struktur tujuan kooperatif terjadi jika siswa dapat mencapai tujuan mereka hanya jika siswa lain dengan siapa mereka bekerjasama mencapai tujuan tersebut. Menurut Ibrahim, sebagaimana dikutip oleh Jauhar (2011: 55), tujuan pembelajaran ini mencapai tiga jenis tujuan penting yaitu:

a) Hasil belajar akademik

Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis yang lainnya. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. b) Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.

c) Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan siswa keterampilan bekerjasama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang memiliki keterampilan sosial.


(34)

18

Keunggulan pembelajaran kooperatif sebagai suatu strategi pembelajaran yaitu siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain, siswa dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain, kemudian siswa dapat membantu anak untuk peduli pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan (Sanjaya, 2006: 249).

Adapaun kelemahan dari strategi pembelajaran kooperatif yaitu untuk memahami dan mengerti filosofis strategi pembelajaran kooperatif memang butuh waktu. Sangat tidak rasional kalau kita mengharapkan secara otomatis siswa dapat mengerti dan memahami filsafat cooperative learning. Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan, mereka akan merasa terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaan semacam ini dapat mengganggu iklim kerjasama dalam kelompok. Ciri utamanya adalah bahwa siswa saling membelajarkan. Penilaian yang diberikan didasarkan kepada hasil kerja kelompok. Namun demikian, guru perlu menyadari bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu.

2.3

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Teams Assisted

Individualization

(TAI)

Model pembelajaran Teams Assisted Individualization merupakan salah satu bentuk pembelajaran kooperatif yang berarti siswa ditempatkan dalam


(35)

kelompok-kelompok kecil yang heterogen, antara lain dalam hal nilai akademiknya. Pengelompokan ini masing-masing kelompok beranggotakan empat sampai lima orang siswa. Salah satu dari anggota kelompok sebagai seorang ketua yang bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya. Teams Assisted Individualization mempunyai peran yang sangat penting bagi perkembangan kognitif individu, sebagaimana yang diungkapkan Vygotsky bahwa perkembangan kognitif terjadi melalui interaksi dan percakapan seorang anak dengan lingkungan sekitarnya, baik teman sebaya, orang dewasa, atau orang lain dalam lingkungannya (Nuryani, 2013: 1-5).

Menurut Ibrahim, sebagaimana dikutip oleh Firmansyah (2013: 211-317), bahwa pembelajaran kooperatif Teams Assisted Individualization memberi keuntungan baik pada siswa kelompok atas maupun kelompok bawah yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Siswa yang pandai ikut bertanggung jawab membantu yang lemah dalam kelompoknya. Dengan demikian siswa yang pandai dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilannya sedangkan siswa yang lemah akan terbantu dalam memahami materi pelajaran. Kunci model pembelajaran kooperatif Teams Assisted Individualization adalah penerapan bimbingan antar teman.

Ada beberapa alasan perlunya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Assisted Individualization untuk dikembangkan sebagai variasi pembelajaran agar hasil belajar dapat tercapai, antara lain adalah dalam model pembelajaran ini tidak ada persaingan antar siswa karena siswa saling


(36)

20

berbeda, siswa tidak hanya mengharap bantuan dari guru, tetapi siswa juga termotivasi untuk belajar cepat dan akurat pada seluruh materi dan guru setidaknya hanya menggunakan setengah dari waktu mengajarnya sehingga akan lebih mudah dalam pemberian bantuan secara individu (Slavin, 1995: 98).

Model pembelajaran tipe Teams Assisted Individualization ini memiliki 8 komponen, kedelapan komponen tersebut adalah sebagai berikut (Nuryani, 2013: 1-5).

a) Teams yaitu pembentukan kelompok heterogen yang terdiri dari 4 sampai 5 siswa.

b) Placement Test yaitu pemberian pre-test kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu.

c) Student Creative yaitu melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan dimana keberhasilan individu ditentukan oleh keberhasilan kelompoknya.

d) Teams Study yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh kelompok dan guru memberikan bantuan secara individual kepada siswa yang membutuhkan.

e) Teams Score and Teams Recognition yaitu pemberian score terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan kriteria penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas.


(37)

f) Teaching Group yaitu pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian tugas kelompok.

g) Fact test yaitu pelaksanaan tes-tes kecil berdasarkan fakta yang diperoleh siswa.

h) Whole-Class Units yaitu pemberian materi oleh guru kembali diakhiri waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah (Suyitno, 2004: 8).

Adapun tahap-tahap dalam model pembelajaran TAI adalah sebagai berikut. 1) Guru menentukan suatu pokok bahasan yang akan disajikan kepada siswa

dengan mengadopsi model pembelajaran TAI

2) Guru menjelaskan kepada seluruh siswa tentang akan diterapkannya model pembelajaran TAI, sebagai suatu variasi model pembelajaran. Guru menjelaskan kepada siswa tentang pola kerjasama antar siswa dalam suatu kelompok.

3) Guru menyiapkan materi bahan ajar yang akan diselesaikan oleh kelompok siswa.

4) Guru memberikan pre-test kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian siswa agar guru mengetahui kelemahan siswa pada bidang tertentu. (Mengadopsi komponen Placement Test).

5) Guru memberikan materi secara singkat. (Mengadopsi komponen Teaching Group).

6) Guru membentuk kelompok kecil yang heterogen tingkat kepandaiannya tetapi harmonis berdasarkan nilai ulangan harian siswa, setiap kelompok 4-5


(38)

22

7) Setiap kelompok mengerjakan tugas dari guru berupa LKS yang telah dirancang sendiri sebelumnya. Kemudian siswa menerapkan bimbingan anatar teman (Teams Assisted Individualization) sebelum guru memberikan bantuan secara individual bagi yang memerlukannya. (Mengadopsi komponen Teams Study).

8) Ketua kelompok melaporkan keberhasilan kelompoknya dengan mempresentasikan hasil kerjanya dan siap untuk diberi ulangan oleh guru. (Mengadopsi komponen Student Creative).

9) Guru memberikan post-test untuk dikerjakan secara individu. (Mengadopsi komponen Fact Test).

10)Guru menetapkan kelompok terbaik sampai kelompok yang kurang berhasil (jika ada) berdasarkan hasil koreksi. (Mengadopsi komponen Teams Score and Teams Recognition).

11)Guru memberikan tes formatif sesuai dengan kompetensi yang ditentukan. Setiap metode pelajaran sudah pasti ada kekurangan ada pula kelebihannya. Begitu pula pada pembelajaran kooperatif metode TAI (Teams Assisted Individualization), kekurangan terjadi ketika pengelolaan kelas yang dilakukan oleh guru kurang baik maka jalan proses pembelajarannya juga kurang baik. Dan ketika dilihat dari faktor siswa adanya anggota kelompok yang pasif dan tidak mau berusaha serta hanya mengandalkan diri teman sekelompoknya. Hal tersebut dapat terjadi, dan oleh karena itu instruksi dari guru dengan pengawasan ketika dalam proses kelompok belajar harus lebih ditingkatkan dan tentunya dapat meminimalisasi efek kepasifan siswa.


(39)

2.4

IPA (Ilmu Pengetahuan Alam)

Trianto (2007: 99) menyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.

Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

Ilmu Pengetahuan Alam merupakan pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah mengalami uji kebenaran melalui metode ilmiah, dengan ciri objektif, metodik, sistimatis, universal, dan tentatif. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu yang pokok bahasannya adalah alam dan segala isinya.

Merujuk pada pengertian IPA itu, maka dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi empat unsur utama yaitu sikap dalam hal ini rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar, IPA bersifat open ended. Proses yaitu prosedur pemecahan masalah melalui


(40)

24

metode ilmiah. Metode ilmiah meliputi penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan. Produk berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum. Dan aplikasi merupakan penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam proses pembelajaran IPA keempat unsur itu diharapkan dapat muncul, sehingga peserta didik dapat mengalami proses pembelajaran secara utuh, memahami fenomena alam melalui kegiatan pemecahan masalah, metode ilmiah, dan meniru cara ilmuwan bekerja dalam menemukan fakta baru. Kecenderungan pembelajaran IPA pada masa kini adalah peserta didik hanya mempelajari IPA sebagai produk, menghafalkan konsep, teori dan hukum. Keadaan ini diperparah oleh pembelajaran yang beriorientasi pada tes/ujian. Akibatnya IPA sebagai proses, sikap, dan aplikasi tidak tersentuh dalam pembelajaran.

Abad 21 ditandai oleh pesatnya perkembangan IPA dan teknologi dalam berbagai bidang kehidupan di masyarakat, terutama teknologi informasi dan komunikasi. Oleh karena itu, diperlukan cara pembelajaran yang dapat menyiapkan peserta didik untuk melek IPA dan teknologi, mampu berpikir logis, kritis, kreatif, serta dapat berargumentasi secara benar. Dalam kenyataan, memang tidak banyak peserta didik yang menyukai bidang kajian IPA, karena dianggap sukar, keterbatasan kemampuan peserta didik, atau karena mereka tak berminat menjadi ilmuwan atau ahli teknologi. Namun demikian, mereka tetap berharap agar pembelajaran IPA di sekolah dapat disajikan secara menarik, efisien dan efektif.


(41)

Melalui pembelajaran IPA terpadu, diharapkan peserta didik dapat membangun pengetahuannya melalui cara kerja ilmiah, bekerjasama dalam kelompok, belajar berinteraksi dan berkomunikasi, serta bersikap ilmiah.

2.5 Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami kegiatan belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh peserta didik. Dalam peserta didikan, perubahan perilaku yang harus dicapai oleh peserta didik setelah melaksanakan kegiatan belajar dirumuskan dalam tujuan peserta didikan. Tujuan peserta didikan merupakan bentuk harapan yang dikomunikasikan melalui pertanyaan dengan cara menggambarkan perubahan yang diinginkan pada diri peserta didik, yakni pernyataan tentang apa yang diingikan pada diri peserta didik setelah menyelesaikan pengalaman belajar. Kerumitan pengukuran hasil belajar itu disebabkan karena bersifat psikologis. Untuk mengukur kemampuan peserta didik di dalam mencapai tujuan peserta didikan tersebut diperlukan adanya pengamatan kinerja (performance) peserta didik sebelum dan setelah peserta didikan berlangsung, serta mengamati perubahan kinerja yang telah terjadi (Rifa’i & Ani, 2009: 85).

Menurut Bloom, sebagaimana dikutip oleh Sudjana (2009: 23-34), menyampaikan tiga taksonomi yang disebut dengan ranah belajar, yaitu: ranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain), dan ranah psikomotorik (psychomotorik domain).


(42)

26

1) Ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan dan kemahiran intelektual. Ranah kognitif mencakup kategori sebagai berikut :

- pengetahuan (knowledge), perilaku mengingat atau mengenali informasi (materi pembelajaran) yang telah dipelajari sebelumnya (C1).

- pemahaman (comprehension), kemampuan memperoleh makna dari materi pelajaran (C2).

- penerapan (application), kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari di dalam situasi baru dan konkrit (C3).

- analisis (analysis), kemampuan memecahkan materi ke dalam bagian-bagian sehingga dapat dipahami struktur organisasinya (C4).

- sintesis (synthesis), kemampuan menggabungkan bagian-bagian dalam rangka membentuk struktur yang baru (C5).

- penilaian (evaluation), kemampuan membuat keputusan tentang nilai materi pembelajaran (C6).

2) Ranah afektif berkaitan dengan perasaan, sikap minat dan nilai. Kategori tujuannya mencerminkan hirarki yang berentangan dari keinginan untuk menerima sampai dengan pembentukan pola hidup. Kategori tujuan peserta didikan afektif adalah penerimaan (receiving), penanggapan (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian (organization), dan pembentukan pola hidup (organization by a value complex).


(43)

3) Ranah psikomotorik berkaitan dengan kemampuan fisik seperti keterampilan motorik dan syaraf, manipulasi objek, dan koordinasi syaraf. Penjabaran ranah psikomotorik ini sangat sukar karena sering kali tumpang tindih dengan ranah kognitif dan afektif. Misalnya di dalam tujuan peserta didikan seperti : menulis kalimat sempurna. Hal ini dapat mencakup ranah kognitif (pengetahuan tentang bagian-bagian kalimat), ranah afektif (keinginan untuk merespon), dan psikomotorik (koordinasi syaraf). Kategori jenis perilaku untuk ranah psikomotorik menurut Elizabeth Simpson adalah persepsi (perception), kesiapan (set), gerakan terbimbing (guided response), gerakan biasa (mechanism), gerakan kompleks (complex overt response), penyesuaian (adaption) dan kreativitas (originality).

2.6 Keterampilan Bekerjasama dalam Kelompok

Keterampilan bekerjasama merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat dalam kehidupan dewasa ini, karena hampir semua perilaku yang ada di masyarakat menunjukkan adanya kerjasama dari semua lapisan masyarakat, tanpa memandang perbedaan suku, agama, ras laki-lakidan perempuan.

Kerjasama adalah kumpulan/kelompok yang terdiri dari beberapa orang anggota yang saling membantu dan saling bergantung satu sama lain dalam melakukan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan bersama. Individu-individu yang ada dalam kelompok tersebut mempunyai tanggungjawab yang sama, sehingga tujuan yang diinginkan akan bisa dicapai oleh mereka, apabila mereka saling


(44)

28

bekerjasama (Apriono, 2011: 159-172). Penelitian aziz et al (2006: 98) sebagaimana dikutip oleh Nurnawati (2012: 1-7), menemukan bahwa dalam kerjasama potensi siswa lebih diberdayakan dengan dihadapkan pada keterampilan-keterampilan sosial yang mengakibatkan siswa secara aktif menemukan konsep serta mengkomunikasikan hasil pikirannya kepada orang lain. Kerjasama memberikan banyak manfaat, begitu pula dalam pembelajaran.

Manfaat dari kerjasama adalah mempertinggi hasil belajar secara kuantitatif maupun kualitatif. Hal tersebut disebabkan motivasi belajar anak lebih besar karena rasa tanggungjawab bersama, kelompok lebih sanggup melihat kekurangan-kekurangan. Untuk segera diperbaiki dan dengan kerjasama lebih banyak orang yang memikirkannya. Keputusan kelompok lebih mudah diterima oleh setiap anggota bila mereka turut memikirkannya dan memutuskan bersama-sama. Dengan bekerjasama dapat dikembangkan perasaan sosial dan pergaulan sosial yang baik. Anak-anak saling mengenal tentang hak dan kewajiban, kelemahan dan kekuatan masing-masing. Group theraphy, Therapy atau terapi maksudnya adalah pengobatan. Di dalam kerjasama mungkin ada anggota yang merasa rendah diri, tak sanggup menyesuaikan diri, pemalu, nakal, dan menderita gangguan psikologis. Dengan adanya terapi ini diharapkan dapat lebih percaya diri untuk mengemukakan pendapat dan mengembangkan kemampuan serta keterampilan yang dimilikinya sebagai bentuk kontribusi dalam kelompoknya. Suatu kerjasama dalam belajar kemungkinan besar tidak dapat berjalan/berlangsung dengan optimal dan mencapai tujuan kelompok belajar secara maksimal tanpa didukung oleh adanya keterampilan kerjasama diantara


(45)

semua anggota. Hal ini akan mendorong para anggota kelompok bekerjasama secara sinergis mencapai tujuan belajar secara optimal (Apriono, 2011: 159-172).

Aspek-aspek kemampuan kerjasama siswa yang diteliti, antara lain (Nurnawati, 2012: 1-7) yaitu keterampilan berkomunikasi lisan meliputi bertanya, menjawab pertanyaan, mengemukakan serta menanggapi pendapat. Keterampilan berkoordinasi dalam kerjasama kelompok, aspek berkoordinasi dalam penelitian ini meliputi menghargai serta mendengarkan pendapat atau jawaban teman, tidak mendominasi pengerjaan tugas kelompok, pemberian kesempatan mengemukakan pendapat ataupun berbicara dan tidak bertindak bossy terhadap siswa lain. Berkooperasi antara lain adanya interaksi antara siswa dalam kelompok, tanggungjawab terhadap tugas, memberi dan menerima masukan, serta percaya diri mengemukakan pendapat. Keterampilan bertukar informasi antara lain memberi penjelasan materi atau jawaban kepada teman, memahami pendapat, dan berbagai informasi atau pengetahuan.

2.7 Tinjauan Materi Gerak

Kendaraan seperti sepeda, becak, sepeda motor, mobil atau bus yang berlalu lalang di jalan raya tersebut dapat digunakan sebagai alat transportasi. Kendaraan-kendaraan tersebut dapat digunakan untuk menempuh jarak tertentu atau mengangkut barang. Pada pembahasan berikut ini, akan dibahas tentang gerak lurus beraturan dari suatu benda dan gerak lurus berubah beraturan serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.


(46)

30

2.7.1 Pengertian Gerak

Suatu benda dikatakan bergerak jika benda itu mengalami perubahan kedudukan terhadap titik tertentu sebagai acuan. Jadi, gerak adalah perubahan posisi atau kedudukan terhadap titik acuan tertentu. Gerak juga dapat dikatakan sebagai perubahan kedudukan suatu benda dalam selang waktu tertentu.

Berbeda halnya dengan peristiwa orang berlari di mesin lari fitnes (mesin kebugaran), anak yang bermain komputer dan lain sebagainya.

Kegiatan tersebut tidak mengalami perubahan posisi atau kedudukan karena kerangka acuannya diam. Penempatan kerangka acuan dalam peninjauan gerak merupakan hal yang sangat penting, mengingat gerak dan diam itu mengandung pengertian yang relatif. Sebagai contoh, ada seorang yang duduk di dalam kereta api yang sedang bergerak, dapat dikatakan bahwa orang tersebut diam terhadap kursi yang didudukinya dan terhadap kereta api tersebut, namun orang tersebut bergerak relatif terhadap stasiun maupun terhadap pohon-pohon yang dilewatinya.

2.7.2 Jarak dan Perpindahan

Seorang pejalan kaki bergerak ke utara sejauh 3 km, kemudian berbelok ke timur sejauh 4 km, lalu berhenti.

3 km

4 km

Awal

Akhir


(47)

Jarak yang ditempuh siswa tersebut berarti keseluruhan lintasan yang ditempuh yaitu 3 km + 4 km = 7 km, sedangkan perpindahannya sepanjang garis putus-putus yaitu = = 5 km. Dengan demikian, jarak didefinisikan sebagai panjang seluruh lintasan yang ditempuh. Perpindahan merupakan jarak dan arah dari kedudukan awal ke kedudukan akhir atau selisih kedudukan akhir dengan kedudukan awal. Jarak merupakan besaran skalar, sedangkan perpindahan merupakan besaran vektor.

2.7.3 Kecepatan dan Kelajuan

Istilah kecepatan dan kelajuan dikenal dalam perubahan gerak. Kecepatan termasuk besaran vektor, sedangkan kelajuan merupakan besaran skalar. Besaran vektor memperhitungkan arah gerak, sedangkan besaran skalar hanya memiliki besar tanpa memperhitungkan arah gerak benda. Kecepatan merupakan perpindahan yang ditempuh tiap satuan waktu, sedangkan kelajuan didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh tiap satuan waktu. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut.

2.7.4 Kecepatan Rata-Rata dan Kelajuan Rata-Rata

Kecepatan rata-rata didefinisikan sebagai perpindahan yang ditempuh terhadap waktu. Jika suatu benda bergerak sepanjang sumbu-x dan posisinya dinyatakan dengan koordinat-x, secara matematis persamaan kecepatan rata-rata dapat ditulis sebagai berikut :


(48)

32

Keterangan :

= Kecepatan rata-rata (m/s)

= = Perpindahan (m)

= Perubahan waktu (s)

Kelajuan rata-rata merupakan jarak yang ditempuh tiap satuan waktu. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut

Keterangan :

= Kecepatan rata-rata (m/s) s = Jarak tempuh (m)

t = Waktu tempuh (s)

2.7.5 Percepatan

Suatu benda akan mengalami percepatan apabila benda tersebut bergerak dengan kecepatan yang tidak konstan dalam selang waktu tertentu. Misalnya, ada sepeda yang bergerak menuruni sebuah bukit memiliki suatu kecepatan yang semakin lama semakin bertambah selama geraknya. Gerak sepeda tersebut dikatakan dipercepat. Jadi, percepatan adalah kecepatan tiap satuan waktu. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut.


(49)

Keterangan :

a = Percepatan (m/s2) v = Kecepatan (m/s) t = Waktu (s)

Percepatan merupakan besaran vektor. Percepatan dapat bernilai positif (+a) dan bernilai negatif (-a) bergantung pada arah perpindahan dari gerak tersebut. Percepatan yang bernilai negatif (-a) sering disebut dengan perlambatan. Padakasus perlambatan, kecepatan v dan percepatan a mempunyai arah yang berlawanan. Berbeda dengan percepatan, percepatan rata-rata didefinisikan sebagai perubahan kecepatan terhadap selang waktu.

Percepatan rata-rata memiliki nilai dan arah.

Berdasarkan bahwa hubungan antara perubahan kecepatan terhadap waktu adalah linier. Artinya perubahan kecepatan pada setiap ruas di dalam grafik dibagi dengan selang waktu akan menghasilkan sebuah nilai tetap yang disebut dengan percepatan rata-rata.

Percepatan rata-rata dari grafik tersebut dapat dituliskan sebagai berikut.

V2 V1

t1 t2

t (sekon) V (m/s)


(50)

34

Keterangan :

= Perubahan kecepatan (m/s) = Perubahan waktu (s) a = Percepatan rata-rata (m/s2)

2.7.6 Gerak Lurus

Gerak suatu benda dalam lintasan lurus disebut gerak lurus. Buah kelapa yang jatuh dari pohonnya adalah contoh gerak lurus. Gerak bumi mengelilingi matahari merupakan gerak dengan kecepatan tetap dengan waktu tempuh satu tahun. Menurut bentuk lintasannya, gerak lurus dibagi menjadi gerak lurus beraturan dan gerak lurus berubah beraturan.

Benda yang bergerak dengan kecepatan tetap dikatakan melakukan gerak lurus beraturan. Jadi, syarat benda bergerak lurus beraturan apabila gerak benda menempuh lintasan lurus dan kelajuan benda tidak berubah. Pada gerak lurus beraturan, benda menempuh jarak yang sama dalam selang waktu yang sama. Dengan kata lain, perbandingan jarak dengan selang waktu selalu konstan atau kecepatannya konstan. Pada gerak lurus beraturan (GLB) kelajuan dan kecepatan hampir sulit dibedakan karena lintasannya yang lurus menyebabkan jarak dan perpindahan yang ditempuh besarnya sama. Persamaan GLB, secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut.


(51)

Keterangan : v = kecepatan (m/s) s = perpindahan (m) t = waktu (s)

Secara grafik digambarkan sebagai berikut

Hubungan jarak terhadap waktu adalah sebagai berikut.

Jika benda sudah memiliki jarak tertentu terhadap acuan maka :

Dengan = kedudukan benda pada t = 0 (kedudukan awal)

Kecepatan gerak benda pada GLB adalah tetap. Seperti terlihat pada grafik di bawah, benda bergerak dengan kecepatan tetap v (m/s). Selama t sekon maka jarak yang ditempuh adalah s = v x t. Jarak yang ditempuh benda tersebut dalam suatu grafik v – t pada GLB adalah sama dengan luas daerah yang diarsir.

t (sekon) V (m/s)

V


(52)

36

Jika sebuah sepeda motor menuruni sebuah bukit maka kecepatannya semakin bertambah besar. Gerak lurus berubah beraturan (GLBB) adalah gerak benda pada lintasan lurus dengan kecepatannya berubah secara teratur tiap detik. percepatan adalah perubahan kecepatan tiap detik. Dengan demikian, pada GLBB benda mengalami percepatan secara teratur atau tetap.

Hubungan antara besar kecepatan (v) dengan waktu (t) pada gerak lurus berubah beraturan (GLBB) ditunjukkan pada grafik dibawah ini.

Jika Vo menyatakan kelajuan benda mula-mula (t = 0) dan Vt menyatakan kelajuan benda pada waktu t, maka kelajuan rata-rata benda ( dapat dituliskan berikut ini.

t (sekon) V (m/s)

v

t

t (sekon) V (m/s)

Vt

t Vo

Gambar 2.4 Hubungan Kecepatan (v) dan Waktu (t) pada GLB


(53)

Percepatan maka atau

Dari persamaan di atas diperoleh :

=

atau

t atau

Jadi,

s menyatakan jarak yang ditempuh benda yang bergerak dengan percepatan tetap

a selama waktu t dari kedudukannya mula-mula.

Di bawah ini adalah grafik hubungan s-t, v-t dan a-t pada GLBB.

2.8 Kerangka Berpikir

Penetapan standar proses pendidikan merupakan kebijakan yang sangat penting dan strategis untuk pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan.

s v a

t t t

Gambar 2.6 Grafik Hubungan antara ; (a) s-t, (b) v-t, (c) a-t pada GLBB


(54)

38

Melalui standar proses pendidikan setiap guru dan atau pengelola sekolah dapat menentukan bagaimana seharusnya proses pembelajaran berlangsung (Sanjaya, 2006: 13).

Proses pembelajaran adalah merupakan suatu sistem. Dengan demikian, pencapaian standar proses untuk meningkatkan kualitas pendidikan dapat dimulai dari menganalisis setiap komponen yang dapat membentuk dan mempengaruhi proses pembelajaran. Begitu banyak komponen yang dapat mempengaruhi kualitas pendidikan, namun demikian, tidak mungkin upaya meningkatkan kualitas dilakukan dengan memperbaiki setiap komponen secara serempak. Hal ini selain komponen-komponen itu keberadaanya terpencar, juga kita sulit menentukan kadar keterpengaruhannya setiap komponen.

Komponen yang selama ini dianggap sangat mempengaruhi proses pendidikan adalah komponen guru. Berdasarkan hasil observasi menunjukkan bahwa sebagian besar guru sains khususnya guru fisika di SMP Negeri 2 Boja dalam menyampaikan materi masih menggunakan metode ceramah, latihan soal dan tidak berbasis kepada inkuiri. Selama proses pembelajaran dengan metode ceramah berlangsung, sebagian besar siswa cenderung pasif, bosan dan cenderung meremehkan penjelasan guru pada saat pembelajaran. Proses pembelajaran fisika yang bersifat (teacher center), guru tidak berusaha untuk mengajak siswa berfikir sehingga tidak ada timbal balik dan kerjasama kelompok atau diskusi antara guru dan siswa saat pembelajaran berlangsung. Siswa cenderung hanya menerima penjelasan dari guru tanpa adanya usaha untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya.


(55)

Pembelajaran fisika yang tidak berbasis inkuiri mengakibatkan pembelajaran yang hanya bersifat sebagai produk saja yaitu siswa hanya menghafalkan rumus dan teori. Pembelajaran fisika sebagai proses yaitu sikap dan aplikasi tidak tersentuh sama sekali. Hal ini dapat berdampak pada hasil belajar siswa yang rendah berdasarkan hasil ulangan akhir semester mata pelajaran IPA semester 1 tahun ajaran 2012/2013.

Dalam proses pembelajaran guru harus bisa selektif dalam menerapkan, memilih atau menggabungkan beberapa pendekatan, metode, strategi dan model-model pembelajaran. Dengan begitu kompetensi dan tujuan pembelajaran akan tercapai secara optimal apabila pemilihan model-model pembelajaran tepat dan disesuaikan dengan materi, tingkat kemampuan siswa, karakter siswa, kemampuan sarana dan prasarana dan kemampuan guru dalam menerapkan secara tepat guna (Iru, 2012: 1).

Melalui model pembelajaran kooperatif tipe Teams Assisted Individualization siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama yaitu tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan bahan pelajaran tetapi adanya unsur kerjasama untuk penguasaan materi tersebut.


(56)

40

Gambar 2.7 Diagram Kerangka Berpikir

2.9 Hipotesis

Berdasarkan dari tinjauan pustaka diatas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah:

Implementasi model pembelajaran kooperatif tipe Teams Assisted Individualization (TAI) pada mata pelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa di SMP Negeri 2 Boja.

Penggunaan metode ceramah

Proses pembelajaran tidak ada interaksi antar siswa dan

diskusi kelompok

Proses pembelajaran tidak menekankan pada pengalaman

langsung

Kerjasama siswa rendah Hasil belajar siswa rendah

Model kooperatif tipe Teams Assisted Individualization


(57)

3.1 Populasi dan Sampel

3.1.1 Populasi

Populasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah semua peserta didik kelas VII SMP Negeri 2 Boja tahun pelajaran 2012/2013. Secara keseluruhan populasi terdiri dari 8 kelas yaitu kelas VII A sampai dengan VII H. 3.1.2 Sampel

Dari populasi tersebut diambil dua kelas sebagai sampel penelitian yang ditentukan melalui teknik random sampling, yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi dengan syarat populasi tersebut bersifat homogen.

Teknik random sampling digunakan setelah memperhatikan ciri-ciri, yaitu siswa mendapat materi berdasarkan kurikulum yang sama, kemudian siswa diampu oleh guru yang sama, dan siswa menjadi objek penelitian duduk pada tingkat kelas yang sama

Pada penelitian ini, diambil 2 sampel yaitu satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas sebagai kelas kendali. Kelas VII H dengan jumlah siswa 32 anak sebagai kelas eksperimen sedangkan kelas VII G dengan jumlah siswa 32 anak sebagai kelas kendali.


(58)

42

3.2

Variabel Penelitian

3.2.1 Variabel bebas

Variabel bebas penelitian ini adalah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran.

3.2.2 Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar siswa.

3.3

Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah true experimental dengan bentuk pretest-postest control group design. Dalam desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara acak, kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kendali (Sugiyono, 2010: 112). Dalam penelitian ini terdapat perbedaan perlakuan antara kelas kendali dan kelas eksperimen, dimana kelas eksperimen diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Assisted Individualization (TAI) dan kelas kendali menggunakan metode pembelajaran ceramah-demonstrasi.

Tabel 3.1 Desain penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut :

Kelompok Pre-test Perlakuan Post-test

VII G O1 X1 O3

VII H O2 X2 O4

Keterangan :


(59)

O2 = Pre-test kelompok ekperimen

X1 = Pembelajaran fisika pada kelas kendali dengan metode pembelajaran ceramah-demonstrasi

X2 = Pembelajaran fisika pada kelas eksperimen dengan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Assisted Individualization (TAI)

O3 = Post-test pada kelompok kendali O4 = Post-test pada kelompok eksperimen

Pada akhir pembelajaran dilakukan evaluasi (post-test) kemudian data-data yang diperoleh dari soal evaluasi pada kelas eksperimen dan kelas kendali dianalisis dengan statistik yang sesuai. Hal ini dilakukan untuk mengetahui hasil belajar siswa pada akhir materi yang telah disampaikan.

3.4

Alur Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap akhir.

3.4.1 Tahap Persiapan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap persiapan antara lain: 1) Menentukan populasi dan sampel.

2) Melakukan observasi awal untuk mengetahui subjek yang akan diteliti. 3) Menyusun instrumen uji coba.


(60)

44

5) Menganalisis data hasil uji coba untuk mengetahui validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya beda soal.

6) Hasil uji coba digunakan untuk mengetahui homogenitas kelas kendali dan kelas eksperimen.

7) Memberikan pelatihan pelaksanaan eksperimen kepada para asisten dan dilanjutkan dengan pembentukan kelompok.

3.4.2 Tahap pelaksanaan

1) Pemberian pretest kepada kelompok kendali dan kelompok eksperimen. 2) Pemberian perlakuan kepada kelompok kendali yaitu pembelajaran dengan

metode ceremah-demonstrasi.

3) Pemberian perlakuan kepada kelompok eksperimen yaitu dengan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Assisted Individuaization (TAI).

4) Pemberian post-test kepada kelompok kendali dan kelompok eksperimen. 3.4.3 Tahap Akhir

1) Mengolah data hasil penelitian.

2) Menganalisis dan membahas hasil penelitian. 3) Menarik kesimpulan.


(61)

Secara garis besar bagan alur penelitian ini diperlihatkan pada gambar berikut:

3.5 Teknik Pengumpulan Data

3.5.1 Metode Dokumentasi

Metode ini digunakan untuk memperoleh data-data awal siswa berupa daftar nama siswa dan nilai ulangan umum semester I mata pelajaran IPA kelas VII SMP Negeri 2 Boja tahun ajaran 2012/2013.

Persiapan Pelaksanaan Uji coba soal

Kelas Kendali

Instrumen

Kelas Eksperimen Analisis hasil

uji coba soal

Pre test Pre test

Pembelajaran Kooperatif tipe TAI

Pembelajaran Ceramah-demonstrasi Post test

Analisis Data

Post test Observasi

Pembahasan Kesimpulan


(62)

46

3.5.2 Metode Tes (Pre-test dan Post-test)

Tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran. Tes yang digunakan adalah tes objektif. Tes ini diberikan kepada siswa dalam 2 tahap (Mariati, 2011: 22-26) yaitu tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test).

Tes awal diberikan kepada siswa sebelum dimulai proses belajar mengajar. Tes ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa sebelum proses belajar mengajar dimulai. Tes akhir diberikan kepada siswa setelah berlangsungnya proses belajar mengajar. Tes ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan/pengetahuan siswa setelah diterapakan pembelajaran kooperatif tipe Teams Assisted Individualization.

3.5.3 Metode Observasi

Sudjana (2009: 84) menyatakan bahwa observasi atau pengamatan sebagai alat penilaian banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan. Melalui pengamatan dapat diketahui perilaku siswa, kegiatan yang dilakukannya, kemampuan, bahkan hasil yang diperoleh dari kegiatannya. Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan observasi langsung yaitu pengamatan yang dilakukan terhadap gejala atau proses kegiatan dalam situasi yang sebenarnya dan langsung diamati oleh pengamat. Lembar pengamatan yang digunakan yaitu lembar observasi psikomotorik dan lembar observasi afektif.


(63)

Lembar observasi psikomotorik digunakan untuk mengamati dan menilai kemampuan/keterampilan siswa dalam melakukan eksperimen. Lembar observasi afektif digunakan untuk mengamati dan menilai sikap dan kemampuan kerjasama siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

Pengamat terlebih dahulu harus menetapkan aspek-aspek tingkah laku apa yang hendak diobservasinya, lalu dibuat pedoman agar memudahkan dalam pengisisan observasi. Pengisian hasil observasi dalam pedoman yang dibuat sebenarnya bisa diisi secara bebas dalam bentuk uraian mengenai gejala yang tampak dari perilaku individu yang diobservasi, bisa pula dalam bentuk memberi tanda (V) pada kolom jawaban hasil observasi jika pedoman observasi yang dibuat telah disediakan jawabannya (Sudjana, 2009: 85).

3.6

Analisis Instrumen Penelitian

Sebelum digunakan untuk menunujukkan hasil belajar siswa, tes diujicobakan terlebih dahulu. Uji coba ini dilakukan untuk mengetahui validitas, reliabilitas, taraf kesukaran, dan daya beda soal.

3.6.1 Validitas Soal

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2006: 168).

Untuk menguji validitas instrumen, peneliti menggunakan rumus Point Biseral Corelation :


(64)

48

Keterangan :

= Koefisien korelasi point biserial

Mp = Mean skor dari subjek-subjek yang menjawab betul item yang dicari korelasinya dengan tes

Mt = Mean skor total (skor rata-rata dari seluruh pengikut tes) St = Standar deviasi skor total

p = Proporsi siswa yang menjawab benar pada setiap butir soal q = Proporsi siswa yang menjawab salah pada setiap butir soal

(Arikunto, 2006: 283) Kemudian dari hasil perhitungan tersebut dikonsultasikan dengan harga r tabel hasil korelasi point biserial dengan taraf signifikansi 5% dan n = jumlah siswa peserta tes = 32. Jika , maka item tersebut dikatakan valid.

3.6.2 Reliabilitas Soal

Analisis reliabilitas suatu tes atau alat ukur lainnya, termasuk non tes, pada hakikatnya menguji keajegan pertanyaan tes apabila diberikan berulang kali pada objek yang sama. Suatu tes dikatakan reliabel atau ajeg apabila beberapa kali pengujian menunjukkkan hasil yang relatif sama. Pengujian suatu tes bisa dilakukan terhadap objek yang sama pada waktu yang berlainan dengan selang


(65)

waktu yang tidak terlalu lama dan juga tidak terlalu singkat, bisa juga dilakukan dengan membandingkan hasil pengujian dari tes yang setara (Sudjana, 2009: 148).

Untuk menguji reliabilitas instrumen, digunakan rumus K-R 20 :

Keterangan :

= Reliabilitas instrumen k = Banyaknya butir soal S2 = Varians total

∑pq = jumlah hasil kali perkalian antara p dan q

p = Proporsi subjek yang menjawab betul pada sesuatu butir (proporsi subjek yang mendapat skor 1)

q = Proporsi subjek yang menjawab salah pada sesuatu butir (proporsi subjek yang mendapat skor 0)

(Sugiyono, 2010: 186) harga yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan harga dengan


(66)

50

3.6.3 Taraf Kesukaran Soal

Tingkat kesukaran soal dipandang dari kesanggupan atau kemampuan siswa dalam menjawabnya, bukan dilihat dari sudut guru sebagai pembuat soal. Persoalan yang penting dalam melakukan analisis tingkat kesukaran soal adalah penentuan proporsi dan kriteria soal yang termasuk mudah, sedang, dan sukar (Sudjana, 2009: 131).

Cara melakukan analisis untuk menentukan tingkat kesukaran soal adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

(Arikunto, 2009: 208) Keterangan:

P = Indeks Kesukaran

= Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Tabel 3.2 Kriteria Indeks Kesukaran

Interval IK Kriteria

P = 0,00 Terlalu Sukar

0,00 < IK 0,30 Sukar

0,30 < IK 0,70 Sedang

0,70 < IK 1,00 Mudah

P = 1,00 Terlalu Mudah


(67)

3.6.4 Daya Pembeda

Dalam penelitian ini penentuan daya pembeda diawali dengan menggunakan skor seluruh peserta dari skor teratas sampai skor terbawah, yang kemudian dibagi dua kelompok. Besar indeks daya pembeda soal ditentukan dengan rumus :

(Suherman, 2006: 201) Keterangan :

DP = Daya Pembeda

JBA = Jumlah yang benar pada butir soal pada kelompok atas JBB = Jumlah yang benar pada butir soal pada kelompok bawah JSA= Banyaknya siswa pada kelompok atas

Tabel 3.3 Kriteria Daya Pembeda Soal

Interval DP Kriteria

DP ≤ 0,00 Sangat Jelek

0,00 < DP < 0,20 Jelek 0,20 < DP < 0,40 Cukup 0,40 < DP < 0,70 Baik 0,70 < DP < 1,00 Sangat Baik


(68)

52

3.7

Metode Analisis Data

Dalam penelitian yang dilaksanakan, analisis data terbagi menjadi dua tahap yaitu tahap awal dan tahap akhir.

3.7.1 Analisis Data Awal

Analisis tahap awal digunakan untuk mengetahui apakah populasi berangkat dari titik nol yang sama. Data yang digunakan untuk tahap awal adalah nilai UAS mata pelajaran IPA kelas VII A sampai VII H semester 1 SMP Negeri 2 Boja tahun ajaran 2012/2013. Adapun pengujian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Uji Homogenitas

Uji homogenitas kesamaan dari sampel dibuktikan dengan uji Barlett.

Dengan :

Keterangan :

= Besarnya homogenitas

= Varians masing-masing kelompok = Varians total


(1)

Nama

Responden 1 2 3 4 5

1 K-01 2 4 3 9 45.00% Cukup

2 K-02 2 4 3 9 45.00% Cukup

3 K-03 2 3 3 8 40.00% Cukup

4 K-04 2 3 3 8 40.00% Cukup

5 K-05 3 3 3 9 45.00% Cukup

6 K-06 2 3 3 8 40.00% Cukup

7 K-07 4 3 3 10 50.00% Cukup

8 K-08 2 3 3 8 40.00% Cukup

9 K-09 3 3 3 9 45.00% Cukup

10 K-10 3 2 3 8 40.00% Cukup

11 K-11 3 2 2 7 35.00% Cukup

12 K-12 3 3 2 8 40.00% Cukup

13 K-13 3 3 4 10 50.00% Cukup

14 K-14 3 2 4 9 45.00% Cukup

15 K-15 3 2 2 7 35.00% Cukup

16 K-16 3 2 2 7 35.00% Cukup

17 K-17 3 3 2 8 40.00% Cukup

18 K-18 3 3 3 9 45.00% Cukup

19 K-19 3 3 3 9 45.00% Cukup

20 K-20 2 3 2 7 35.00% Cukup

21 K-21 3 2 2 7 35.00% Cukup

22 K-22 3 3 2 8 40.00% Cukup

23 K-23 3 2 3 8 40.00% Cukup

24 K-24 3 2 3 8 40.00% Cukup

25 K-25 2 3 2 7 35.00% Cukup

26 K-26 2 2 2 6 30.00% Cukup

27 K-27 2 3 3 8 40.00% Cukup

28 K-28 2 3 3 8 40.00% Cukup

29 K-29 2 2 3 7 35.00% Cukup

30 K-30 3 2 3 8 40.00% Cukup

31 K-31 3 2 2 7 35.00% Cukup

32 K-32 3 4 2 9 45.00% Cukup

85 87 86 258 40.31% Cukup

66.406 67.969 67.188 50.390625

Analisis Lembar Penilaian Psikomotorik Kelas Kendali Pertemuan 2

Jumlah

Kriteria yang dinilai

Rata-rata


(2)

208

Nama

Responden 1 2 3 4 5

1 K-01 3 3 3 9 45.00% Cukup

2 K-02 4 2 3 9 45.00% Cukup

3 K-03 3 3 3 9 45.00% Cukup

4 K-04 3 3 3 9 45.00% Cukup

5 K-05 3 3 3 9 45.00% Cukup

6 K-06 3 4 3 10 50.00% Cukup

7 K-07 3 3 3 9 45.00% Cukup

8 K-08 2 3 3 8 40.00% Cukup

9 K-09 2 4 3 9 45.00% Cukup

10 K-10 2 3 3 8 40.00% Cukup

11 K-11 2 3 4 9 45.00% Cukup

12 K-12 3 3 3 9 45.00% Cukup

13 K-13 4 4 3 11 55.00% Cukup

14 K-14 3 4 3 10 50.00% Cukup

15 K-15 3 3 3 9 45.00% Cukup

16 K-16 2 3 3 8 40.00% Cukup

17 K-17 3 3 3 9 45.00% Cukup

18 K-18 3 3 4 10 50.00% Cukup

19 K-19 3 3 3 9 45.00% Cukup

20 K-20 4 3 3 10 50.00% Cukup

21 K-21 3 2 3 8 40.00% Cukup

22 K-22 3 2 3 8 40.00% Cukup

23 K-23 3 4 3 10 50.00% Cukup

24 K-24 3 3 2 8 40.00% Cukup

25 K-25 3 3 4 10 50.00% Cukup

26 K-26 3 3 3 9 45.00% Cukup

27 K-27 4 3 3 10 50.00% Cukup

28 K-28 3 3 3 9 45.00% Cukup

29 K-29 2 3 3 8 40.00% Cukup

30 K-30 2 2 3 7 35.00% Cukup

31 K-31 4 3 3 10 50.00% Cukup

32 K-32 4 3 4 11 55.00% Cukup

95 97 99 291 45.47% Cukup

74.219 75.781 77.344 56.8359375 Jumlah

Rata-rata

Analisis Lembar Penilaian Psikomotorik Kelas Kendali Pertemuan 3

No Kriteria yang dinilai Skor Total % KET


(3)

Uji Gain digunakan untuk mengetahui peningkatan rata-rata

= skor rata-rata tes awal (%)

= skor rata-rata tes akhir (%) kriteria nilai g

g > 0,7 tinggi 0,3 ≤ g ≤ 0,7 sedang g < 0,3 rendah

awal akhir

66.25%

78.44%

38.75%

45.47%

UJI GAIN KELAS EKSPERIMEN

78.44%

-

66.25%

= =

0.36

<g> = sedang

100%

-

66.25%

UJI GAIN KELAS KONTROL

45.47%

-

38.75%

= =

0.11

<g> = rendah

100%

-

38.75%

UJI GAIN PSIKOMOTORIK SISWA

KELAS EKSPERIMEN DAN KENDALI

kemampuan kognitif siswa baik kelas eksperimen maupun kelas kendali

Kontrol

Kelas Skor rata-rata(%)

Eksperimen pre pre post

S

S

S

g

0 0

100

pre

S

post

S

g g


(4)

210

DOKUMENTASI

Gambar 1. Guru memberikan materi secara singkat kepada siswa

Gambar 2. Siswa melakukan percobaan mengenai jarak suatu benda

Lampiran 54


(5)

Gambar 3. Siswa melakukan percobaan Gerak Lurus Beraturan


(6)

212

Gambar 5. Siswa melakukan diskusi kelompok


Dokumen yang terkait

Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe team assisted individuallization (tai) terhadap pemahaman konsep matematika siswa kelas v sdi ummul quro bekasi

0 10 221

Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI).

6 9 167

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA DI MTS NEGERI 2 SEMARANG

1 7 128

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION) Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Tai (Team Assisted Individualization) Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Prestasi Belajar Siswa Dalam Pembelajaran Matematika

0 2 16

PENINGKATAN KREATIVITAS BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION Peningkatan Kreativitas Belajar Matematika Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization (TAI) pada Siswa K

0 1 17

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION ( TAI ) Peningkatan Motivasi Belajar Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization ( TAI ) Dengan Pemanfaatan Media Komik

0 0 18

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION ( TAI ) Peningkatan Motivasi Belajar Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualization ( TAI ) Dengan Pemanfaatan Media Komik

0 0 13

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI (Team Assisted Individualization) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN ILMU BANGUNAN DI SMK PU NEGERI BANDUNG.

0 1 30

1 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA

1 1 14

BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization) - PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TAI (TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION) TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI EFIKASI DIRI SISWA KELAS VII SMP NEG

0 0 19