Upawasa berarti pengekangan diri

322 Kelas XII SMA Semester 1 Tujuan pokok keempat puasa ini dimaksudkan untuk mendukung keberhasilan meditasi semadhi yang merupakan acara pokok dari perayaan hari nyepi. Bratha penyepian telah dirumuskan menjadi Catur Bratha Penyepian, yang terdiri dari; a. Amati geni yakni tidak menyalakan api termasuk memasak, itu berarti melakukan upawasa puasa. b. Amati karya yakni tidak bekerja, menyepikan indria. c. Amati lelungan berarti tidak bepergian termasuk tidak keluar rumah. d. Amati lelanguan berarti tidak menghibur diri. Pada prinsipnya, saat nyepi panca indria umat sedharma hendaknya diredakan dengan kekuatan manah dan budhi. Dengan meredakan nafsu indria itu umat sedharma dapat menumbuhkan kebahagiaan yang dinamis sehingga kualitas hidup ini semakin meningkat. Melaksanakan pengendalian diri pada saat nyepi adalah merupakan kewajiban bagi umat sedharma. Kitab Sarasamuscaya menjelaskan sebagai berikut; Àryavåttamidaý vrttamiti vijñàya sàsvatam, santah Paràrthaý, kurvànà nàveksante pratikriyàm. Tatan pakanimittha hyunira ring pratyupakàra sang sajjana ar gawayaken ikang kaparàrthan, kunang wiwekanira, prawrtti sang sadhu ta pwa iki, maryada sang mahapurusa, mangkana juga wiwekanira, tan prakoseka ring phala. Terjemahan: Bukan karena keinginanannya akan pembalasannya, sang utama budi mengusahakan kesejahteraan orang lain, melainkan karena hal itu telah merupakan keyakinannya. Pembawaan sang sadhu memang demikian. Itulah ciri orang yang berjiwa besar. Demikianlah keyakinan beliau, tidak memandang akan buah hasilnya Sarasamuscaya, 313. Caritraniyatà ràjan ye krsàh krsavrttaya á, Arthinascopacchanti tesudattam mahà phalam. Lwirning yukti ikang wehana dana wwang suddhàcara, wwang daridra, tan panemu ahara, wwang mara angegong harep kuneng, ikang dana ring wwang mangkana agong phalanika. Pendidikan Agama Hindu Dan Budi Pekerti 323 Terjemahan: Orang yang diberikan dana, ialah orang yang berkelakuan baik, orang miskin, yang tidak memperoleh makanan, orang-orang yang benar mengharapkan bantuan, pemberian dana kepada orang yang demikian besar pahalanya Sarasamuscaya,187. Manfaat dari ajaran Upawasa dalam ajaran Dasa Nyamabratha ini adalah dapat membentuk umat sedharma menjadi insan yang berkepribadian luhur dan mencapai kesempurnaan batin “moksa” dengan sikap-mental yang dimotivasi oleh sifat-sifat suka melakukan pengekangan diri.

9. Mona berarti tidak bersuara

Mona artinya tidak berkata, membatasi bersuara. Dalam kehidupan sehari – hari mona tidak diartikan tidak berkata – kata sama sekali, melainkan adalah kata – kata itu harus dibatasi dalam batasan – batasan kewajaran. Misalnya dianggap wajar bila berkata baik dan benar, berkata menyenangkan orang lain bila didengar. Dalam perilaku hidup suci upaya membatasi kata – kata itu memang penting, sebab dari kata atau suara itulah seseorang akan disenangi atau tidak, dari kata atau suara itulah akan terletak celaka tidaknya seseorang. Terutama dari kata atau suara itulah akan terdapat kebahagiaan, kedamaian rohani. Orang yang ternoda rohaninya, dia sendiri akan merasakan ketidak- tenteraman dalam batinnya. Lebih – lebih kata – kata itu sengaja diucapkan agar orang lain sakit hati. Sikap demikian itu sama saja membikin batin sendiri ternoda. Selama ucapan itu ternoda maka selama itu pula batin menjadi tidak damai. Minimal ia akan selalu menimbang – nimbang kata yang telah diucapkan. Hal ini tak dapat dihindari, karena semua manusia punya perasaan, pikiran yang selalu membututi dan ikut menimbang – nimbang ucapan yang telah dikeluarkan. Perasaan dan pikiran inilah akan selalu membayangi kehidupan suasana batin tidak tenang. Berkata-kata baik, menyenangkan, bermanfaat, penuh makna dan suci disebut wacika. Wacika adalah perkataan yang baik suci. Kata-kata ibarat pisau bermata dua, di satu pihak akan bisa mendatangkan kebaikan dan di lain pihak akan bisa mendatangkan penderitaan bahkan kematian, seperti termuat dalam kitab Nitisastra sargah V.3 sebagai berikut: “Wasita nimittanta manemu laksmi, Wasita nimittanta pati kapangguh, Wasita nimittanta manemu dukha, Wasita nimittanta manemu mitra”. 324 Kelas XII SMA Semester 1 Terjemahan: Oleh perkataan engkau akan mendapat bahagia, oleh perkataan engkau akan menemui ajalmu, oleh perkataan engkau akan mendapatkan kesusahan, oleh perkataan engkau akan mendapatkan sahabat. Demikianlah akibat dari perkataan yang diucapkan ada yang baik dan ada yang buruk. Kata-kata kotor atau buruk disebut Mada dalam Tri Mala. Kata-kata yang kotor seperti raja pisuna itnah, wak purusa berkata kasar, berbohong dan sebagainya tidak usah dipelihara, sebab hal tersebut akan bisa mendatangkan penderitaan bahkan lebih fatal lagi bisa menyebabkan kematian. Oleh karena itu marilah kita sucikan wakkata-kata sehingga menjadi “wacika” yaitu kata-kata yang suci, karena kata-kata yang suci ini akan dapat mengantarkan kita kepada sahabat atau mitra dan kepada kebahagiaan atau laksmi. Ada empat cara karma patha untuk menyucikan perkataan yaitu : a. Tidak berkata jahat ujar ahala. Kata-kata jahat yang terucap akan dapat mencemarkan vibrasi kesucian, baik kesucian yang mengucapkan maupun yang mendengarkan. Karena dalam kata-kata yang jahat itu ada gelombang yang mengganggu keseimbangan vibrasi kesucian. b. Tidak berkata kasar ujar akrodha, seperti menghardik, mencaci, mencela. Kata-kata kasar itu sangat menyakitkan bagi yang mendengarkan dan sesungguhnya akan dapat mengurangi vibrasi kesucian bagi yang mengucapkan. Perlu diperhatikan, meskipun niat baik, kalau diucapkan dengan kata-kata yang kasar maka niat baik itu akan turun nilainya menjadi tidak baik. Bagi yang mempunyai kebiasaan berkata kasar, berjuanglah untuk mengubahnya. c. Tidak memitnah raja pisuna. Ada pepatah mengatakan itnah itu lebih kejam dari pembunuhan. Dalam persaingan hidup orang sering mengalahkan persaingan dengan cara memitnah agar lawan dengan mudah dikalahkan. Salah satu sifat manusia yang dapat menimbulkan akibat negatif adalah yang disebut “distingsi” yaitu suatu dorongan untuk lebih dari orang lain. Kalau ia tidak mampu berbuat lebih dari kenyataan maka itnahpun akan dipakai senjata agar ia kelihatan lebih dari yang lain. Cegahlah lidah agar tidak mengucapkan kata-kata itnah. d. Tidak mengeluarkan kata-kata yang mengandung kebohongan. Kebiasaan berbohong ini juga sering didorong oleh nafsu distingsi tadi. Agar ia kelihatan lebih dari orang lain berbohongpun sering dilakukan. Berbohongpun sering dilakukan untuk menutupi kekurangan diri. Menghilangkan kebiasaan berbohong memang susah, namun ini haruslah dibiasakan untuk rela menerima apa adanya sesuai karma kita.