IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. IDENTIFIKASIDETERMINASI TUMBUHAN
Identifikasideterminasi tumbuhan dilakukan oleh pihak “Herbarium Bogoriense”, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor dengan
Kepala Bidang Botani LIPI adalah Dr. Eko Baroto Walujo, APU.
B. STANDAR FLAVONOID DAN LIMIT DETEKSI 1. Standar Flavonoid Bentuk Tunggal
Pembuatan standar bentuk tunggal dilakukan untuk mengetahui waktu retensi dari masing-masing standar yang digunakan agar tidak terjadi
kesalahan dalam menentukan urutan munculnya senyawa flavonoid yang diidentifikasi apalagi jika semua senyawa flavonoid tersebut terdapat dalam
suatu kromatogram sampel. Selain itu pembuatan standar bentuk tunggal ini juga dimaksudkan untuk mengetahui besarnya limit deteksi dari
masing-masing standar flavonoid yang selanjutnya akan digunakan sebagai acuan dalam penentuan konsentrasi standar campuran yang akan dibuat
sebagai referensi penentuan senyawa flavonoid yang ada di sampel. Pada penelitian ini, masing-masing kurva standar flavonoid dibuat dengan variasi
konsentrasi antara 0.5-25 µgml, kecuali untuk standar apigenin dibuat dengan variasi konsentrasi antara 2.5-25 µgml. Hal ini dilakukan karena
untuk standar apigenin pada konsentrasi 0.5 µgml setelah dilakukan penginjeksian ternyata tidak sulit untuk terdeteksi, sehingga konsentrasinya
dinaikkan dengan maksud agar standar tersebut dapat terdeteksi. Pembuatan standar tunggal tersebut dilakukan dengan cara menginjeksi masing-masing
standar flavonoid secara sendiri-sendiri pada lima variasi konsentrasi yang sudah dibuat. Dari hasil penginjeksian ini nantinya akan dihasilkan suatu
persamaan kurva standar dari masing-masing standar flavonoid tersebut. Untuk pembuatan limit of detection LOD atau limit deteksi diperoleh
dengan cara menginjeksikan masing-masing standar sebanyak sepuluh kali. Konsentrasi standar yang diinjeksikan untuk menentukan LOD adalah
konsentrasi yang terendah 0.5 µgml untuk myricetin, luteolin, quarcetin
dan kaempferol serta 2.5 µgml untuk standar apigenin. Setelah diperoleh kesepuluh area dalam tersebut, kemudian dimasukkan kedalam persamaan
kurva standar masing-masing, sehingga diperoleh konsentrasi dan standar deviasinya. Besarnya LOD adalah tiga kali dari nilai standar deviasi.
Adapun hasil dari penginjeksian masing-masing standar flavonoid yang digunakan akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Myricetin
Puncak senyawa myricetin muncul pada kisaran menit ke-3.7 sampai menit ke-4.2. Gambar 22 menunjukkan hasil kromatogram
standar myricetin pada berbagai konsentrasi. Persamaan garis yang diperoleh adalah y = 83351x-27550 dengan r
2
= 0.999. Limit deteksi dari myricetin adalah 0.039 µgml. Kurva standar dan perhitungan limit
deteksi dari senyawa myricetin dapat dilihat pada Lampiran 1.
Gambar 22 . Kromatogram standar myricetin
b. Luteolin
Puncak senyawa luteolin muncul pada kisaran menit ke-7.3 sampai menit ke-8.1. Gambar 23 menunjukkan hasil kromatogram
standar luteolin pada berbagai konsentrasi. Persamaan garis yang diperoleh adalah y = 80577x-17067 dengan r
2
= 0.999. Limit deteksi dari luteolin adalah 0.056 µgml. Kurva standar dan perhitungan limit deteksi
dari senyawa luteolin dapat dilihat pada Lampiran 2.
Gambar 23 . Kromatogram standar luteolin
c. Quercetin
Puncak senyawa quercetin muncul pada kisaran menit ke-7.9 sampai menit ke-8.8. Gambar 24 menunjukkan hasil kromatogram
standar quercetin pada berbagai konsentrasi. Persamaan garis yang diperoleh adalah y = 79751x-16750 dengan r
2
= 0.999. Limit deteksi dari quercetin adalah 0.028 µgml. Kurva standar dan perhitungan limit
deteksi dari senyawa quarcetin dapat dilihat pada Lampiran 3. Dari seluruh standar yang digunakan, quercetin memiliki limit deteksi yang
paling kecil. Hal ini berarti, dibandingkan dengan senyawa yang lain, quarcetin memiliki respon yang paling baik terhadap instrumen yang
digunakan. Artinya pada konsentrasi 0.028 µgml, senyawa quarcetin ini masih dapat dideteksi oleh instrumen atau alat analisis yang
digunakan, dalam hal ini HPLC. Di bawah konsentrasi tersebut senyawa quarcetin sudah tidak dapat lagi dideteksi oleh instrumen yang
digunakan.
Gambar 24 . Kromatogram standar quercetin
d. Apigenin
Kurva standar apigenin dibuat dengan variasi konsentrasi antara 2.5-25 µgml. senyawa apigenin muncul pada kisaran menit ke- 13.8
sampai menit ke-14.9. Gambar 25 menunjukkan hasil kromatogram standar apigenin pada berbagai konsentrasi. Persamaan garis yang
diperoleh adalah y = 29067 x - 14806 dengan r
2
= 0.998. Limit deteksi dari apigenin adalah 0.22 µgml. Kurva standar dan perhitungan limit
deteksi dari senyawa apigenin dapat dilihat pada Lampiran 4. Kebalikan dari quarcetin, dari seluruh standar yang digunakan, apigenin memiliki
limit deteksi yang paling besar. Hal ini berarti, respon dari senyawa apigenin terhadap instrumen yang digunakan adalah yang paling rendah
dibandingkan dengan keempat senyawa lainnya.
Gambar 25 . Kromatogram standar apigenin
e. Kaempferol
Puncak senyawa kaempferol muncul pada kisaran menit ke- 15.8 sampai menit ke-17.4. Gambar 26 menunjukkan hasil kromatogram
standar kaempferol pada berbagai konsentrasi. Persamaan garis yang diperoleh adalah y = 93015 x - 14742 dengan r
2
= 0.999. Limit deteksi dari apigenin adalah 0.047 µgml. Kurva standar dan perhitungan limit
deteksi dari senyawa kaempferol dapat dilihat pada Lampiran 5.
2.5 5,0
25 10
20
[ ] µg m l
Gambar 26 . Kromatogram standar kaempferol
Tabel 4 . Hasil penginjeksian standar flavonoid dalam bentuk tunggal
Standar Flavonoid
Rtwaktu retensi menit ke-
Persamaan kurva standar
Limit deteksi LOD
Myricetin 3.7-4.2
y =
83351x -
27550 0.039 0.026
Luteolin 7.3-8.1
y =
80577x -
17067 0.056 0.038
Quarcetin 7.9-8.8
y =
79751x -
16750 0.028 0.022
Apigenin 13.8-14.9
y =
29067x -
14806 0.22 0.19
Kaempferol 15.8-17.4
y =
93015x -
14742 0.047 0.037
limit deteksi LOD dari standar yang dianalisa Batari, 2007 pada instrumen sfesifikasi HPLC yang berbeda tapi dengan jenis kolom
yang sama. Dari Tabel 4. Terlihat bahwa limit deteksi yang dihasilkan pada
penelitian ini cukup berbeda dengan hasil yang di peroleh oleh Batari, 2007. Meskipun demikian urutan responnya dari yang terbesar ke yang terkecil
masih tetap sama quarcetin-myricetin-kaempferol-luteolin-apigenin. Hal ini menunjukkan bahwa respon dan kondisi instrumen dalam hal ini kolom
yang digunakan telah berkurang. Kondisi ini dapat dipengaruhi oleh perlakuan terhadap kolom yang kurang baik misalnya, setelah pemakaian
tidak dicuci dengan benar dan langsung disimpan. Selama waktu penyimpanannya yang cukup lama pun tidak pernah diconditioning
sehingga komponen pengganggu kotoran masih tertinggal dalam kolom yang akhirnya menyebabkan respon dari kolom tersebut menjadi menurun.
2. Standar Campuran Senyawa Flavonoid
Dalam suatu bahan pangan, senyawa flavonoid tidak pernah terdapat secara mandiri. Adanya senyawa lain baik itu sesama flavonoid atau bukan
akan mempengaruhi senyawa yang dimaksud. Termasuk juga di dalam perbedaan waktu retensi antara masing-masing senyawa dalam campuran jika
dibandingkan bila senyawa tersebut berdiri sendiri. Oleh karena itu, diperlukan pembuatan standar campuran untuk menentukan waktu retensi yang diharapkan
akan lebih dekat dengan waktu retensi flavonoid pada sampel. Pembuatan standar campuran dilakukan dengan mencampur semua
standar yang digunakan dengan perbandingan 1:1 pada masing-masing tingkat konsentrasi yang sama. Konsentrasi yang dibuat pada standar campuran adalah
0.83-1.67-2.5-3.33-4.17 µgml untuk senyawa myricetin, luteolin, quercetin, dan kaempferol, sedangkan untuk senyawa apigenin , konsentrasi yang dibuat
adalah1.67-3.33-5-6.67-8.33 µgml. Pembuatan konsentrasi apigenin yang menjadi dua kali konsentrasi senyawa lainnya dikarenakan respon dari apigenin
yang sangat rendah jika dibandingkan dengan keempat senyawa lainnya. Hal ini dapat diketahui dari nilai limit deteksi apigenin yang cukup besar dibandingkan
keempat senyawa lainnya. Penentuan besarnya tingkat konsentrasi yang digunakan pada standar
campuran ini mengacu pada nilai limit deteksi dari masing-masing standar. Nilai limit deteksi ini menjelaskan bahwa batas minimal konsentrasi yang masih dapat
dideteksi oleh instrumen yang digunakan. Dari nilai-nilai tersebut dibuatlah variasi konsentrasi standar campuran tersebut. Sebagai contoh, limit deteksi
terendah dari kelima standar adalah quarcetin 0.028 µgml. Untuk itu variasi konsentrasi terendah yang dibuat untuk kelima standar tersebut adalah 0.83
µgml kecuali apigenin 1.67 µgml. Nilai ini masih berada dalam batas minimal respon standar yang artinya pada konsentrasi tersebut senyawa standar yang
diinjeksikan pasti dapat teridentifikasi. Untuk standar apigenin, konsentrasi terendahnya dibuat menjadi dua kali lipat dari keempat standar lainnya yaitu
1.67 µgml. Hal ini dilakukan untuk menyeragamkan hasil penginjeksian standar tunggal dimana senyawa apigenin tersebut baru dapat terdeteksi apabila
konsentrasinya dinaikkan menjadi dua kali konsentrasi terendah dari keempat
standar lainnya. Selain itu dengan variasi konsentrasi standar campuran seperti itu dapat menghemat biaya, disamping itu hasil analisa yang dihasilkan akan
lebih baik dan efisien terutama dari peak-peak yang dihasilkan karena tentunya dengan konsentrasi yang lebih besar pastinya peak dan luas areanya akan
semakin besar juga. Dari hasil penginjeksian kelima konsentrasi campuran tersebut, ternyata ada
hal yang menarik untuk diketahui. Diantara semua standar yang diinjeksikan bila dibandingkan dengan hasil penginjeksian standar dalam bentuk tunggal
terlihat luas area yang dihasilkan pada konsentrasi 2.5 µgml myricetin, quarcetin, dan kaempferol, 5 µgml apigenin hasil penginjekasin standar
campuran ini mengalami peningkatan luas area. Kecuali luteolin justru mengalami penurunan luas area. Hal ini terjadi karena dari kromatogram standar
campuran yang dihasilkan terlihat bahwa peak yang terbentuk pada waktu retensi luteolin dan quarcetin hampir sama bahkan saling menyatu. Hal ini
memungkinkan terjadinya interaksi antara kedua senyawa tersebut sehingga terjadi pengurangan konsentrasi pada satu senyawa di sisi lain terjadi
peningkatan konsentrasi pada senyawa yang satunya yang saling berinteraksi dalam hal ini diduga sebagian senyawa luteolin terserap atau menjadi bagian
dari senyawa quarcetin sehingga luas area dari luteolin pun berkurang. Hasil penginjeksian kelima konsentrasi campuran tersebut, dibuatlah kurva
standar campuran dengan persamaan garis untuk masing-masing senyawa flavonoid yang digunakan dalam perhitungan konsentrasi flavonol dan flavone
yang terdapat di dalam sampel. Contoh kromatogram standar campuran dapat dilihat pada Gambar 27. yang menggunakan konsentrasi campuran yang
tertinggi 4.17 untuk myricetin, luteolin, quarcetin dan kaempferol serta 8.33 untuk apigenin.
Persamaan garis untuk myricetin adalah y = 171915 x - 76058, dengan nilai r
2
= 0.999. Kurva standar campuran myricetin dapat dilihat pada Gambar 28. Persamaan garis untuk luteolin adalah y = 20332 x - 5779, dengan nilai r
2
= 0.998. Kurva standar campuran luteolin dapat dilihat pada Gambar 29.
Persamaan garis untuk quercetin adalah y = 77985 x - 16728, dengan nilai r
2
= 0.998. Kurva standar campuran quercetin dapat dilihat pada Gambar 30.
Persamaan garis untuk apigenin adalah y = 54005 x - 49812, dengan nilai r
2
= 0.998. Kurva standar campuran apigenin dapat dilihat pada Gambar 31.
Persamaan garis untuk kaempferol adalah y = 183312 x - 85155, dengan nilai r
2
= 0.998. Kurva standar campuran kaempferol dapat dilihat pada Gambar 32.
Tabel 5 . Hasil penginjeksian standar flavonoid dalam bentuk campuran
Standar Flavonoid
Rtwaktu retensi menit ke-
Persamaan kurva standar
Limit deteksi LOD
Myricetin 4.1
- 5.3
y =
171915x -
76058 0.039 0.026 Luteolin
8.4 -
8.7 y
= 20332x
- 5779
0.056 0.038 Quarcetin
8.6 -
9.8 y
= 77985x
- 16728 0.028 0.022
Apigenin 15.1
- 17.3
y =
54005x -
49812 0.22 0.19 Kaempferol
17.6 –
20.2 y
= 183312x
- 85155 0.047 0.037
limit deteksi LOD dari standar yang dianalisa Batari, 2007 pada instrumen sfesifikasi HPLC yang berbeda tapi dengan jenis kolom yang sama.
Gambar 27.
Kromatogram standar campuran
konsentrasi µgml
area mAU
0.83 67525 1.67 217408
2.5 344943 3.33 491388
4.17 647387
Gambar 28 . Kurva standar campuran myricetin
konsentrasi µgml
area mAU
0.83 10602 1.67 29794
2.5 43950 3.33 61267
4.17 79645
Gambar 29 . Kurva standar campuran luteolin
konsentrasi µgml
area mAU
0.83 45729 1.67 113686
2.5 180248 3.33 247464
4.17 304052
Gambar 30 . Kurva standar campuran quercetin
konsentrasi µgml
area mAU
1.67 45844 3.33 125283
5 219199 6.67 304784
8.33 405957
Gambar 31 . Kurva standar campuran apigenin
Gambar 32 . Kurva standar campuran kaempferol
C. TOTAL FENOL
Total fenol merupakan perkiraan kasar jumlah senyawa fenolik yang terdapat dalam suatu bahan. Kebanyakan senyawa fenolik biasanya bersifat
antioksidan oleh karena itu pengukuran total fenol dapat digunakan untuk memperkirakan aktifitas antioksidan suatu bahan. Pengukuran total fenol yang
dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode yang mereaksikan ekstrak bahan dengan senyawa folin. Senyawa folin dapat bereaksi dengan gugus
kromofor pada fenolik dan dapat diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 725 nm.
Pengukuran total fenol dilakukan dengan membandingkan fenol yang ada dalam bahan dengan kurva standar fenol yang dibuat dari asam galat. Selain
asam galat kurva standar juga dapat mengunakan asam tanat. Pemilihan bahan yang akan dijadikan standar tergantung bentuk mayoritas fenol yang terdapat
dalam bahan yang diuji. Untuk produk ini total fenol mayoritas berupa polimer asam galat.
Perhitungan total fenol pada sampel dilakukan dengan menggunakan persamaan garis dari kurva standar asam galat. Konsentrasi asam galat yang
digunakan adalah 50,100,150,200,250 mgl. Kurva standar asam galat untuk ulangan 1 dan 2 dapat dilihat pada Lampiran 6. Perhitungan total fenol, pada
sampel dilakukan berdasarkan berat basah dan berat kering sampel. Basis berat basah berarti kandungan fenol dihitung sebanyak berapa miligram dalam 100
gram sampel segar, sedangkan perhitungan berdasarkan basis kering berarti kandungan fenol dihitung sebanyak berapa miligram dalam 100 gram sampel
kering. Dari hasil analisis total fenol tiga belas sampel, diketahui bahwa total fenol terbanyak berdasarkan berat kering terdapat pada pucuk mete 2809.5 mg
konsentrasi µgml
area mAU
0.83 66007 1.67 228373
2.5 369565 3.33 514269
4.17 687418
dan terkecil pada kucai 211.7 mg. Untuk nilai total fenol dari tiga belas sampel yang dianalisa dapat dilihat pada Tabel 6 dan untuk perhitungan total fenol pada
sampel selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 16.
Tabel 6 . Total fenol sayuran indigenous
Nama Lokal Total fenol
mg100 g sampel kering
Bunga turi 323,7
Kucai 211,7
Takokak 860,3
Daun kelor 536,1
Pucuk mengkudu 236,4
Lembayung 438,3
Terubuk 204,4
Mangkokan putih 491.0
Daun labu siam 412,6
Bunga papaya 376,2
Pucuk mete 2809,5
Pakis 306,7
Antanan beurit 805,5
D. ANALISIS FLAVONOID PADA SAYURAN INDIGENOUS