Pembelajaran Matematika Kemampuan Komunikasi Matematis

9 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori

1. Kemampuan Komunikasi Matematis

a. Pembelajaran Matematika

Belajar merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Untuk memenuhi kebutuhan dan sekaligus mengembangkan dirinya, manusia telah melakukan kegiatan belajar sejak dilahirkan. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Rasulullah yang mewajibkan manusia untuk belajar semenjak dari ayunan sampai liang lahat. Belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. 1 Perubahan-perubahan yang dihasilkan akibat proses belajar merupakan hasil pengalaman yang dilakukan dengan sadar dan bukan kebetulan karena melibatkan kognitif seseorang. Dalam hal ini, seseorang yang belajar menyadari adanya perubahan dalam dirinya. Perubahan yang diakibatkan oleh mabuk, gila dan sebagainya tidak dapat dikatakan belajar karena individu yang bersangkutan tidak menyadarinya. Lebih dari sekedar melibatkan kemampuan kognitif, proses belajar juga melibatkan kemampuan afektif sikap dan psikomotorik keterampilan yang dimiliki seseorang. Hal ini dimaksudkan agar perubahan akibat proses belajar bersifat positif dan berguna sehingga lebih baik dari yang sebelumnya. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Djamarah dalam bukunya Psikologi Belajar yang 1 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006, h. 92. mengatakan bahwa “belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik”. 2 Mengenai pengertian belajar, lebih lanjut Yamin mengemukakan bahwa belajar adalah “perubahan perilaku seseorang akibat pengalaman yang ia dapat melalui pengamatan, pendengaran, membaca dan meniru”. 3 Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa perubahan yang terjadi pada proses belajar tidak hanya diperoleh melalui proses interaksi atau pengalaman saja, melainkan melalui proses latihan yang meliputi pengamatan, pendengaran, membaca dan meniru. Berdasarkan beberapa definisi belajar yang diutarakan oleh beberapa ahli tersebut, secara umum belajar dapat didefinisikan sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap untuk mencapai pribadi yang lebih baik sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Pembelajaran adalah segala upaya yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri peserta didik. 4 Hal senada juga dikemukakan oleh Muhaimin dalam Riyanto yang mengatakan bahwa “pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa untuk belajar”. 5 Dalam hal ini kegiatan pembelajaran tidak berarti jika tidak menghasilkan kegiatan belajar pada para peserta didiknya. Sehingga kegiatan pembelajaran akan melibatkan peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan cara yang efektif dan efisien. 2 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008, h. 13. 3 Martinis Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, Jakarta: PT. Gaung Persada Press, 2005, h. 99. 4 Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran, Landasan dan Aplikasinya, Jakarta: Rineka Cipta, 2008, h. 85. 5 Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta: Kencana, 2009, h. 131. Menurut Fontana dalam Suherman pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. 6 Dengan demikian proses pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja direncanakan dan bersifat rekayasa perilaku. Untuk itu, agar kegiatan pembelajaran menjadi bermakna bagi peserta didik, maka harus diciptakan lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi peserta didik. Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai proses belajar mengajar, karena pada dasarnya pembelajaran merupakan interaksi antara pendidik dalam mengajar theaching dan peserta didik dalam belajar learning. 7 Implikasi dari pengertian tersebut adalah dalam mencapai tujuan pembelajaran melibatkan unsur-unsur manusiawi yang satu sama lain saling bersinergi. Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses yang disengaja atau upaya yang dirancang oleh pendidik dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan kelassekolah yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan belajar, serta terjadinya interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa. Matematika berasal dari perkataan latin mathematica yang mulanya diambil dari perkataan mathematike yang berarti relating to learning. Perkataan itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu knowledge, science. Kata mathematike berhubungan erat dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathenein yang artinya belajar berpikir. Jadi, berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir bernalar. 8 6 Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: JICA UPI, 2003, h. 7. 7 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2009, h. 57. 8 Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran..., h. 15. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang mempelajari tentang bilangan-bilangan dengan operasinya dan dengan aturan tertentu. Matematika sangat berkaitan dengan simbol-simbol, konsep-konsep, pola bilangan dan sebagainya, yang semuanya menyertakan logika dan pola pikir untuk bisa menganalisa dan dapat dibuat kesimpulan. Seperti yang dikemukakan oleh James dan James bahwa “matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri”. 9 Terdapat beberapa definisi lain mengenai matematika, Paling mendefinisikan matematika sebagai “suatu cara untuk menemukan jawaban, menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, serta menggunakan pengetahuan tentang menghitung dan memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan.” 10 Sedangkan Hudoyo mengatakan bahwa “matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur- struktur dan hubungan-hubungan yang diatur menurut urutan yang logis”. 11 Berdasarkan definisi-definisi yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan matematika adalah ilmu pengetahuan mengenai logika, bentuk, susunan, besaran dan konsep yang saling berhubungan satu sama lain dan diatur secara logis, dimana konsep-konsep yang baru didasarkan pada konsep-konsep terdahulu yang telah diterima kebenarannya. Matematika merupakan ilmu yang diperoleh melalui penalaran. Dalam hal ini konsep-konsep yang ada dalam matematika dibuktikan kebenarannya secara deduktif. Selain itu 9 Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran..., h. 16. 10 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003, h. 252. 11 Sri Anitah, dkk., Strategi Pembelajaran Matematika, Jakarta: Universitas Terbuka, 2008, h. 7.4. matematika juga dapat digunakan sebagai cara untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan. Matematika yang diajarkan di Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah disebut matematika sekolah. 12 Matematika sekolah merupakan bagian dari matematika yang dipilih berdasarkan atau berorientasi kepada kepentingan pendidikan dan perkembangan IPTEK sehingga tidak terlepas dari karakteristik matematika. Matematika sekolah berkaitan dengan peserta didik yang menjalani proses perkembangan kognitif dan emosional masing- masing. Secara khusus dapat dikatakan bahwa dalam matematika sekolah perlu memperhatikan aspek teori psikologi khususnya teori psikologi perkembangan. Peserta didik memerlukan tahapan belajar sesuai dengan perkembangan jiwa dan kognitifnya. Potensi yang ada dalam diri anak berkembang dari tingkat rendah ke tingkat yang tinggi, dari sederhana ke kompleks, dan dari konkrit menuju abstrak. Matematika sekolah mempunyai peranan yang sangat penting bagi semua komponen yang meliputi siswa, warga negara, negara dan matematika itu sendiri. Bagi siswa, matematika sekolah berperan sebagai bekal pengetahuan, pembetukan sikap dan pola pikirnya. Bagi negara dan warga negaranya, matematika sekolah berperan bagi perkembangan negara dan agar warga negaranya dapat hidup layak. Sedangkan bagi matematika sendiri, matematika sekolah berperan dalam rangka melestarikan dan mengembangkannya. Pada pelaksanaannya, pembelajaran matematika di sekolah tidak bisa terlepas dari sifat-sifat matematika yang abstrak dan sifat perkembangan intelektual siswa yang diajar. Oleh karena itu, kita perlu memperhatikan beberapa sifat atau karakteristik pembelajaran matematika di sekolah. Menurut Erman Suherman, dkk dalam buku yang berjudul “Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer”, 12 Soemoenar, dkk., Penerapan Matematika Sekolah, Jakarta: Universitas Terbuka, 2007, h. 1.11. beberapa karakteristik matematika di sekolah diantaranya adalah bahwa pembelajaran matematika adalah berjenjang, mengikuti metoda spiral, menekankan pola pikir deduktif, serta menganut kebenaran konsistensi. 13 Karakteristik pembelajaran matematika yang menyatakan pembelajaran matematika adalah berjenjang dimaksudkan bahwa materi matematika diajarkan secara bertahap. Dimulai dari mengajarkan hal yang konkrit dilanjutkan ke hal yang abstrak. Dalam pembelajaran matematika harus dilakukan tahap demi tahap, dimulai dengan hal yang sederhana ke hal yang kompleks. Siswa tidak mungkin mempelajari konsep yang tinggi sebelum dia menguasai konsep yang lebih rendah, karenanya matematika diajarkan dari konsep yang mudah menuju konsep yang lebih sukar. Selain diajarkan secara bertahap, pembelajaran matematika juga mengikuti metoda spiral. Dalam mengajarkan konsep yang baru, perlu dikaitkan dengan konsep yang telah dimiliki siswa sebelumnya, sekaligus untuk mengingatkannya kembali. Pengulangan konsep dengan cara memperluas dan memperdalam diperlukan dalam pembelajaran matematika. Metoda spiral yang dimaksud di sini adalah mengajarkan konsep dengan pengulangan atau perluasan dengan adanya peningkatan. Jadi, spiral yang dimaksud adalah spiral naik, bukan spiral datar. Sifat pembelajaran matematika selanjutnya adalah menekankan pola pikir deduktif. Matematika merupakan ilmu deduktif. Namun demikian, dalam mengajarkannya perlu disesuaikan dengan kondisi siswa. Misalnya, sesuai dengan perkembangan intelektual siswa di SMP, maka dalam pembelajaran matematika tidak sepenuhnya menggunakan pendekatan secara deduktif, melainkan dikombinasikan dengan induktif. Seperti dalam pengenalan himpunan, siswa tidak 13 Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran..., h. 68-69. langsung diberikan definisi himpunan tersebut, tetapi diawali dengan memberikan beberapa contoh kumpulankelompok yang di antaranya ada yang merupakan himpunan. Sehingga dari contoh-contoh tersebut siswa dapat membedakan antara himpunan dengan bukan himpunan. Pembelajaran matematika juga menganut kebenaran konsistensi yang didasarkan kepada kebenaran-kebenaran terdahulu yang telah diterima. Kebenaran dalam matematika diperoleh secara deduktif. Walaupun dimulai dengan pembuktian secara induktif, tetapi selanjutnya harus bisa dibuktikan secara deduktif dengan cara pengandaian. Pada proses pembelajaran matematika, hendaknya guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk turut serta dalam membangun sendiri pemahaman mengenai suatu konsep. Selain itu guru juga harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggungkapkan pendapatnya mengenai konsep yang telah diperoleh sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematisnya sesuai dengan yang diharapkan.

b. Kemampuan Komunikasi Matematis