1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan keahlian tertentu kepada manusia
untuk mengembangkan bakat serta kepribadian mereka. Pendidikan juga merupakan aktivitas manusia yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia, mulai dari manusia dilahirkan sampai akhir hayatnya. Tujuan yang ingin dicapai dari proses pendidikan tersebut adalah
pengabdian kepada Allah, hal ini sejalan dengan tujuan penciptaan manusia yang ditegaskan oleh Al-Quran dalam surat Al-Dzariyat 56:
ِ ْا ُ ْ ََ َ َو ِنْوُ ُْ َِ ِإ َ ِْ اَو
ت را ا :
٥٦ Artinya: ”Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar
mereka beribadah kepada-Ku.” Tujuan tersebut sejalan dengan tujuan hidup manusia, yaitu semata-
mata untuk beribadah kepada Allah swt. Dalam hal ini pendidikan harus memungkinkan manusia memahami dan menghayati tentang Tuhannya
sedemikian rupa, sehingga semua ibadahnya dilakukan dengan penuh penghayatan dan kekhusu’an kepada-Nya.
Sejalan dengan itu, UUD 1945 pasal 31 ayat 1 mengamanatkan kepada Pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu
pendidikan nasional yang mampu meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini senada dengan yang tertuang dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional
BAB II Pasal 3 yang berbunyi: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan mejadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.
1
Untuk mewujudkan
tujuan pendidikan
tersebut, maka
diselenggarakanlah rangkaian kependidikan. Diantaranya pendidikan formal seperti sekolah, mulai dari tingkat kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah
menengah sampai perguruan tinggi. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar dan pembelajaran merupakan kegiatan yang paling
pokok. Hal ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar dan pembelajaran di
sekolah. Di sekolah, proses belajar dan pembelajaran meliputi berbagai bidang
ilmu pengetahuan diantaranya ilmu agama, sains, sosial, bahasa dan matematika. Dalam sistem pendidikan, matematika merupakan bidang studi
yang menduduki peranan penting. Hal ini dapat dilihat dengan adanya jam pelajaran matematika di sekolah yang lebih banyak di banding dengan jam
mata pelajaran lainnya. Selain itu, matematika merupakan mata pelajaran yang diberikan di semua jenjang pendidikan mulai dari pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan sebagian di perguruan tinggi PT. Tidak seperti halnya mata pelajaran lain yang hanya diberikan pada jenjang tertentu.
Bertolak dari pentingnya peranan matematika dalam pendidikan, maka matematika perlu diajarkan. Cockroft mengemukakan bahwa
matematika perlu diajarkan karena 1 selalu digunakan dalam segala segi kehidupan; 2 semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika
yang sesuai; 3 merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas; 4 dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara; 5
meningkatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran
1
Depag R.I., UU R.I. No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta: Depag R.I., 2006, h. 8.
keruangan; dan 6 memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.
2
Atas dasar pentingnya peranan matematika dalam pendidikan, maka sampai batas tertentu matematika hendaknya dapat dikuasai oleh setiap
individu. Namun, dibalik pentingnya peranan yang dimiliki matematika, matematika juga merupakan momok yang masih ditakuti oleh sebagian besar
siswa. Banyak siswa di setiap jenjang pendidikan menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit dan sering menimbulkan berbagai masalah yang
sulit untuk dipecahkan, sehingga berdampak pada rendahnya prestasi belajar siswa.
Prestasi belajar matematika siswa yang secara umum belum menggembirakan tersebut dapat dilihat dari hasil UN SMP 2010 dengan
angka kelulusan yang mengalami penurunan cukup signifikan dibanding UN 2009, yaitu dari 95,05 menjadi 90,27 atau dari 3.605.163 siswa yang
mengikuti UN sebanyak 350.798 9,73 siswa tidak lulus dan harus mengikuti UN ulang.
3
Dari empat mata pelajaran yang diujikan dalam UN yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, umumnya siswa yang tidak lulus dikarenakan nilai mata pelajaran matematika yang tidak mencapai standar kelulusan.
Rendahnya prestasi belajar matematika bukan hanya disebabkan karena matematika yang sulit, melainkan disebabkan oleh beberapa faktor
yang meliputi berbagai hal seperti siswa itu sendiri, guru, metode pembelajaran, maupun lingkungan belajar yang saling berhubungan satu
sama lain. Faktor dari siswa itu sendiri adalah kurangnya pemahaman konsep siswa terhadap materi yang diajarkan. Selain itu, faktor lain yang dapat
mempengaruhi rendahnya
prestasi belajar
siswa adalah
adanya
2
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003, h. 253.
3
Muhammad Nuh,
9,73 Siswa
SMP Harus
Mengulang, dari
http:edukasi.kompas.comread20100506174531529.73.Persen.Siswa.SMP.Harus.Mengulang, 15 Maret 2011, 14:15.
anggapanasumsi yang keliru dari guru-guru yang menganggap bahwa pengetahuan itu dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran
siswa. Dengan adanya asumsi tersebut, guru memfokuskan pembelajaran matematika pada upaya penuangan pengetahuan tentang matematika
sebanyak mungkin kepada siswa. Akan tetapi, dalam perkembangan seperti sekarang ini, guru dituntut agar tugas dan peranannya tidak lagi sebagai
pemberi informasi melainkan sebagai pendorong belajar agar siswa dapat mengkonstruksi sendiri pengetahuannya melalui berbagai aktifitas seperti
komunikasi matematis. Kemampuan
komunikasi matematis
merupakan salah
satu kemampuan berpikir tingkat tinggi yang dikembangkan dalam pembelajaran
matematika. Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan mengkomunikasikan gagasan atau ide-ide matematik kedalam bentuk simbol,
tabel, grafik, atau diagram dan sebaliknya, untuk memperjelas keadaan atau masalah serta pemecahannya.
Kemampuan komunikasi perlu diperhatikan dalam pembelajaran matematika sebab kemampuan komunikasi sangat diperlukan dalam
menghadapi berbagai masalah, khususnya masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Dengan berkomunikasi, siswa dapat lebih memahami
simbol-simbol dan informasi yang ada di dalam pelajaran tersebut. Ironisnya dalam pelaksanaan pembelajaran matematika di sekolah, jarang sekali siswa
diberi kesempatan untuk mengkomunikasikan ide-idenya. Hal ini berdampak pada rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa.
Laporan TIMSS menyebutkan bahwa kemampuan siswa Indonesia dalam komunikasi matematis sangat jauh di bawah negara-negara lain.
Sebagai contoh, untuk permasalahan matematik yang menyangkut kemampuan komunikasi matematis, siswa Indonesia yang berhasil menjawab
dengan benar hanya 5 dan jauh di bawah negara seperti Singapura, Korea,
dan Taiwan yang mencapai lebih dari 50.
4
Sejalan dengan hal tersebut, Rohaeti dan Wihatma dalam Priyambodo menyatakan bahwa “rata-rata
kemampuan komunikasi matematis siswa berada dalam kualifikasi kurang”.
5
Rendahnya kemampuan komunikasi matematis tidak terlepas dari proses pembelajaran. Pembelajaran matematika masih banyak menggunakan
rumus-rumus yang sudah baku. Hal ini menyebabkan proses pembelajaran masih cenderung pasif dan peserta didik kurang kreatif. Siswa yang tidak
dilibatkan untuk aktif dalam pembelajaran, dapat menyebabkan siswa sulit untuk berekplorasi, berkreatifitas terhadap ide-ide yang mereka miliki
khususnya ide-ide matematika. Proses pembelajaran seperti ini menjadikan siswa tidak komunikatif dan tidak mempunyai keterampilan dalam
mengembangkan dirinya. Atas dasar permasalahan tersebut maka kemampuan komunikasi
matematis siswa harus ditingkatkan. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilakukan dengan mengadakan perubahan-perubahan
dalam pembelajaran. Dalam hal ini, perlu dirancang suatu pembelajaran yang membiasakan siswa untuk mengkonstruksi pemikirannya baik dengan guru,
teman maupun terhadap materi matematika itu sendiri. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis
siswa adalah dengan menerapkan model pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran yang sebaiknya diterapkan adalah model
pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri sehingga siswa lebih mudah untuk
memahami konsep-konsep yang diajarkan dan mengkomunikasikan ide- idenya dalam bentuk lisan maupun tulisan. Salah satu alternatif untuk
mendukung hal tersebut adalah dengan menerapkan model pembelajaran
4
Andri Setiawan, Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama, Bandung:
Tesis UPI, Tidak Diterbitkan, 2008, h. 8.
5
Sudi Priyambodo, Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa sekolah Menengah Pertama Melalui Strategi Heuristik, Bandung: Tesis UPI,
Tidak Diterbitkan, 2008, h. 2.
kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk berinteraksi satu sama lain, baik interaksi
dengan sesama siswa maupun dengan guru. Model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tipe. Salah satu
tipe model pembelajaran kooperatif yang dapat mendorong partisipasi aktif siswa di dalam kelas adalah model pembelajaran kooperatif tipe think-pair-
share. Think-Pair-Share merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa serta memberikan
kesempatan kepada setiap siswa untuk menunjukkan pertisipasinya kepada orang lain. Think-Pair-Share juga merupakan salah satu metode
pembelajaran dengan kelompok kecil. Jumlah anggota kelompok yang hanya terdiri dari 2 orang berpasangan dapat mengoptimalkan peran aktif setiap
siswa dalam kelompoknya serta memudahkan siswa untuk saling bekerja sama dalam menuangkan dan mendiskusikan gagasan-gagasan matematika
yang dimilikinya baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Berdasarkan latar belakang yang telah paparkan tersebut, penulis
merasa tertarik untuk melakukan penelitian secara teoritik dan praktik
dengan judul Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share TPS Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis
Siswa.
B. Identifikasi Masalah