Manfaat Penelitian Kerangka Berpikir

Think Pair Share dengan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang dilakukan, diantaranya: 1. Bagi penulis, sebagai pedoman sekaligus menambah pengetahuan tentang strategi mengajar mata pelajaran matematika dalam mempersiapkan diri menjadi seorang pendidik profesional. 2. Bagi guru, agar dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam memilih variasi yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa serta menjadikan proses belajar-mengajar menjadi lebih efektif, efisien dan bermakna. 3. Bagi siswa, agar dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dan meningkatkan kemampuan bersosialisasi dalam kelompok belajar matematika. 4. Bagi sekolah yang di teliti, agar dapat meningkatkan mutu pendidikan di sekolah tersebut. 5. Bagi pembaca, agar dapat dijadikan suatu kajian yang menarik untuk perlu diteliti lebih lanjut. 9 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori

1. Kemampuan Komunikasi Matematis

a. Pembelajaran Matematika

Belajar merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Untuk memenuhi kebutuhan dan sekaligus mengembangkan dirinya, manusia telah melakukan kegiatan belajar sejak dilahirkan. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Rasulullah yang mewajibkan manusia untuk belajar semenjak dari ayunan sampai liang lahat. Belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. 1 Perubahan-perubahan yang dihasilkan akibat proses belajar merupakan hasil pengalaman yang dilakukan dengan sadar dan bukan kebetulan karena melibatkan kognitif seseorang. Dalam hal ini, seseorang yang belajar menyadari adanya perubahan dalam dirinya. Perubahan yang diakibatkan oleh mabuk, gila dan sebagainya tidak dapat dikatakan belajar karena individu yang bersangkutan tidak menyadarinya. Lebih dari sekedar melibatkan kemampuan kognitif, proses belajar juga melibatkan kemampuan afektif sikap dan psikomotorik keterampilan yang dimiliki seseorang. Hal ini dimaksudkan agar perubahan akibat proses belajar bersifat positif dan berguna sehingga lebih baik dari yang sebelumnya. Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Djamarah dalam bukunya Psikologi Belajar yang 1 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006, h. 92. mengatakan bahwa “belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik”. 2 Mengenai pengertian belajar, lebih lanjut Yamin mengemukakan bahwa belajar adalah “perubahan perilaku seseorang akibat pengalaman yang ia dapat melalui pengamatan, pendengaran, membaca dan meniru”. 3 Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa perubahan yang terjadi pada proses belajar tidak hanya diperoleh melalui proses interaksi atau pengalaman saja, melainkan melalui proses latihan yang meliputi pengamatan, pendengaran, membaca dan meniru. Berdasarkan beberapa definisi belajar yang diutarakan oleh beberapa ahli tersebut, secara umum belajar dapat didefinisikan sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap untuk mencapai pribadi yang lebih baik sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Pembelajaran adalah segala upaya yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses belajar pada diri peserta didik. 4 Hal senada juga dikemukakan oleh Muhaimin dalam Riyanto yang mengatakan bahwa “pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa untuk belajar”. 5 Dalam hal ini kegiatan pembelajaran tidak berarti jika tidak menghasilkan kegiatan belajar pada para peserta didiknya. Sehingga kegiatan pembelajaran akan melibatkan peserta didik untuk mempelajari sesuatu dengan cara yang efektif dan efisien. 2 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008, h. 13. 3 Martinis Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, Jakarta: PT. Gaung Persada Press, 2005, h. 99. 4 Bambang Warsita, Teknologi Pembelajaran, Landasan dan Aplikasinya, Jakarta: Rineka Cipta, 2008, h. 85. 5 Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, Jakarta: Kencana, 2009, h. 131. Menurut Fontana dalam Suherman pembelajaran merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang secara optimal. 6 Dengan demikian proses pembelajaran bersifat eksternal yang sengaja direncanakan dan bersifat rekayasa perilaku. Untuk itu, agar kegiatan pembelajaran menjadi bermakna bagi peserta didik, maka harus diciptakan lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi peserta didik. Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai proses belajar mengajar, karena pada dasarnya pembelajaran merupakan interaksi antara pendidik dalam mengajar theaching dan peserta didik dalam belajar learning. 7 Implikasi dari pengertian tersebut adalah dalam mencapai tujuan pembelajaran melibatkan unsur-unsur manusiawi yang satu sama lain saling bersinergi. Berdasarkan pengertian-pengertian yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah suatu proses yang disengaja atau upaya yang dirancang oleh pendidik dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan kelassekolah yang memungkinkan siswa melakukan kegiatan belajar, serta terjadinya interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa. Matematika berasal dari perkataan latin mathematica yang mulanya diambil dari perkataan mathematike yang berarti relating to learning. Perkataan itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu knowledge, science. Kata mathematike berhubungan erat dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathenein yang artinya belajar berpikir. Jadi, berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir bernalar. 8 6 Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, Bandung: JICA UPI, 2003, h. 7. 7 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2009, h. 57. 8 Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran..., h. 15. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang mempelajari tentang bilangan-bilangan dengan operasinya dan dengan aturan tertentu. Matematika sangat berkaitan dengan simbol-simbol, konsep-konsep, pola bilangan dan sebagainya, yang semuanya menyertakan logika dan pola pikir untuk bisa menganalisa dan dapat dibuat kesimpulan. Seperti yang dikemukakan oleh James dan James bahwa “matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri”. 9 Terdapat beberapa definisi lain mengenai matematika, Paling mendefinisikan matematika sebagai “suatu cara untuk menemukan jawaban, menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, serta menggunakan pengetahuan tentang menghitung dan memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan.” 10 Sedangkan Hudoyo mengatakan bahwa “matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur- struktur dan hubungan-hubungan yang diatur menurut urutan yang logis”. 11 Berdasarkan definisi-definisi yang telah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan matematika adalah ilmu pengetahuan mengenai logika, bentuk, susunan, besaran dan konsep yang saling berhubungan satu sama lain dan diatur secara logis, dimana konsep-konsep yang baru didasarkan pada konsep-konsep terdahulu yang telah diterima kebenarannya. Matematika merupakan ilmu yang diperoleh melalui penalaran. Dalam hal ini konsep-konsep yang ada dalam matematika dibuktikan kebenarannya secara deduktif. Selain itu 9 Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran..., h. 16. 10 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003, h. 252. 11 Sri Anitah, dkk., Strategi Pembelajaran Matematika, Jakarta: Universitas Terbuka, 2008, h. 7.4. matematika juga dapat digunakan sebagai cara untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan. Matematika yang diajarkan di Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah disebut matematika sekolah. 12 Matematika sekolah merupakan bagian dari matematika yang dipilih berdasarkan atau berorientasi kepada kepentingan pendidikan dan perkembangan IPTEK sehingga tidak terlepas dari karakteristik matematika. Matematika sekolah berkaitan dengan peserta didik yang menjalani proses perkembangan kognitif dan emosional masing- masing. Secara khusus dapat dikatakan bahwa dalam matematika sekolah perlu memperhatikan aspek teori psikologi khususnya teori psikologi perkembangan. Peserta didik memerlukan tahapan belajar sesuai dengan perkembangan jiwa dan kognitifnya. Potensi yang ada dalam diri anak berkembang dari tingkat rendah ke tingkat yang tinggi, dari sederhana ke kompleks, dan dari konkrit menuju abstrak. Matematika sekolah mempunyai peranan yang sangat penting bagi semua komponen yang meliputi siswa, warga negara, negara dan matematika itu sendiri. Bagi siswa, matematika sekolah berperan sebagai bekal pengetahuan, pembetukan sikap dan pola pikirnya. Bagi negara dan warga negaranya, matematika sekolah berperan bagi perkembangan negara dan agar warga negaranya dapat hidup layak. Sedangkan bagi matematika sendiri, matematika sekolah berperan dalam rangka melestarikan dan mengembangkannya. Pada pelaksanaannya, pembelajaran matematika di sekolah tidak bisa terlepas dari sifat-sifat matematika yang abstrak dan sifat perkembangan intelektual siswa yang diajar. Oleh karena itu, kita perlu memperhatikan beberapa sifat atau karakteristik pembelajaran matematika di sekolah. Menurut Erman Suherman, dkk dalam buku yang berjudul “Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer”, 12 Soemoenar, dkk., Penerapan Matematika Sekolah, Jakarta: Universitas Terbuka, 2007, h. 1.11. beberapa karakteristik matematika di sekolah diantaranya adalah bahwa pembelajaran matematika adalah berjenjang, mengikuti metoda spiral, menekankan pola pikir deduktif, serta menganut kebenaran konsistensi. 13 Karakteristik pembelajaran matematika yang menyatakan pembelajaran matematika adalah berjenjang dimaksudkan bahwa materi matematika diajarkan secara bertahap. Dimulai dari mengajarkan hal yang konkrit dilanjutkan ke hal yang abstrak. Dalam pembelajaran matematika harus dilakukan tahap demi tahap, dimulai dengan hal yang sederhana ke hal yang kompleks. Siswa tidak mungkin mempelajari konsep yang tinggi sebelum dia menguasai konsep yang lebih rendah, karenanya matematika diajarkan dari konsep yang mudah menuju konsep yang lebih sukar. Selain diajarkan secara bertahap, pembelajaran matematika juga mengikuti metoda spiral. Dalam mengajarkan konsep yang baru, perlu dikaitkan dengan konsep yang telah dimiliki siswa sebelumnya, sekaligus untuk mengingatkannya kembali. Pengulangan konsep dengan cara memperluas dan memperdalam diperlukan dalam pembelajaran matematika. Metoda spiral yang dimaksud di sini adalah mengajarkan konsep dengan pengulangan atau perluasan dengan adanya peningkatan. Jadi, spiral yang dimaksud adalah spiral naik, bukan spiral datar. Sifat pembelajaran matematika selanjutnya adalah menekankan pola pikir deduktif. Matematika merupakan ilmu deduktif. Namun demikian, dalam mengajarkannya perlu disesuaikan dengan kondisi siswa. Misalnya, sesuai dengan perkembangan intelektual siswa di SMP, maka dalam pembelajaran matematika tidak sepenuhnya menggunakan pendekatan secara deduktif, melainkan dikombinasikan dengan induktif. Seperti dalam pengenalan himpunan, siswa tidak 13 Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran..., h. 68-69. langsung diberikan definisi himpunan tersebut, tetapi diawali dengan memberikan beberapa contoh kumpulankelompok yang di antaranya ada yang merupakan himpunan. Sehingga dari contoh-contoh tersebut siswa dapat membedakan antara himpunan dengan bukan himpunan. Pembelajaran matematika juga menganut kebenaran konsistensi yang didasarkan kepada kebenaran-kebenaran terdahulu yang telah diterima. Kebenaran dalam matematika diperoleh secara deduktif. Walaupun dimulai dengan pembuktian secara induktif, tetapi selanjutnya harus bisa dibuktikan secara deduktif dengan cara pengandaian. Pada proses pembelajaran matematika, hendaknya guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk turut serta dalam membangun sendiri pemahaman mengenai suatu konsep. Selain itu guru juga harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggungkapkan pendapatnya mengenai konsep yang telah diperoleh sehingga siswa dapat mengembangkan kemampuan komunikasi matematisnya sesuai dengan yang diharapkan.

b. Kemampuan Komunikasi Matematis

Komunikasi merupakan hal yang sangat penting bagi manusia. Untuk kelangsungan hidup manusia dari hari ke hari, manusia tidak pernah terlepas dari komunikasi. Pada dasarnya komunikasi dapat terjadi dalam berbagai konteks kehidupan termasuk dunia pendidikan. Komunikasi dalam dunia pendidikan terjadi baik antara pendidik dan peserta didik, maupun antara sesama peserta didik. Komunikasi berasal dari bahasa latin “communis” atau dalam bahasa inggrisnya “commun” yang artinya sama. Suwardi dalam Rohim menyatakan bahwa “apabila kita berkomunikasi to communicate, ini berarti bahwa kita berada dalam keadaan berusaha untuk menimbulkan kesamaan”. 14 Dalam hal ini, komunikasi dapat terjadi apabila ada kesamaan antara penyampai pesan dan orang yang menerima pesan. Komunikasi merupakan cara berbagi gagasan dan mengklarifikasi pemahaman, sehingga melalui komunikasi gagasan- gagasan direfleksikan, diperbaiki, didiskusikan, dan diubah. 15 Dalam proses komunikasi, ide-ide yang diperoleh tidak semuanya dapat diterima begitu saja. Beberapa ide tersebut ada yang mengalami perbaikan dan perubahan melalui proses diskusi, sebelum akhirnya ide- ide tersebut diterima dan kemudian digunakan. Menurut Carl I. Hovland, komunikasi adalah “the process by whichan individuals the communicator transmits stimuli usually verbal symbols to modify the behavior of other indivisuals communicant” yang berarti: “proses dimana seseorang komunikator menyampaikan perangsang-perangsang biasanya lambang-lambang dalam bentuk kata-kata untuk merubah tingkah laku orang-orang lain komunikan”. 16 Hal yang senada dikemukakan oleh Effendy, menurutnya “komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek”. 17 Proses komunikasi dikatakan berhasil apabila tujuannya yakni terciptanya keadaan “saling mengerti” antara pihak pemberi pesan dan pihak penerima pesan akan ide yang dikomunikasikan. Untuk mencapai keberhasilan tersebut, proses komunikasi bergantung pada berbagai faktor yang meliputi komunikator pengirim pesan, pesan yang 14 Syaiful Rohim, Teori Komunikasi Perspektif, Ragam dan Aplikasi, Jakarta: Rineka Cipta, 2009, h. 8. 15 Wahyudin, Pembelajaran dan Model-model Pembelajaran, Jakarta: CV. Ipa Abong, 2008, Seri-1, h. 38. 16 Roudhonah, Ilmu Komunikasi, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2007, h. 20. 17 Majalah Ilmiah Pendidikan Matematika dan IPA, Volume 8, nomor 1, Kendari: Jurusan Pendidikan MIPA Universitas Haluoleo Kendari, 2009, h. 63. disampaikan, komunikan penerima pesan, konteks dan sistem penyampaian pesan. 18 Keberhasilan proses komunikasi tidak hanya melibatkan pengirim dan penerima pesan saja. Isi pesan yang sesuai dengan kebutuhan penerima pesan, keadaan yang kondusif nyaman, menyenangkan, aman dan menantang pada saat menyampaikan pesan, serta metode dan media yang digunakan dalam menyampaikan pesan juga merupakan faktor yang menunjang dan menentukan keberhasilan komunikasi. Berdasarkan beberapa definisi komunikasi yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian, pemberitahuan, dan penerimaan ide-ide dari seseorang komunikator kepada orang lain komunikan melalui media yang menimbulkan efek; baik berupa lisan, tulisan, maupun gerakan, dimana melalui komunikasi ide-ide direfleksikan, diperbaiki dan didiskusikan sehingga ide-ide yang disampaikan memiliki kesamaan makna diantara keduanya. Komunikasi merupakan kemampuan penting dalam pendidikan matematika, karena pembelajaran matematika pada umumnya terfokus pada pengkomunikasian. Kemampuan komunikasi matematis adalah menempatkan matematika sebagai alat untuk mempresentasikan dan menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan. 19 Dengan demikian komunikasi matematis merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran matematika di sekolah, karena selain sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh setiap siswa, komunikasi matematis juga merupakan sebuah alat yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan khususnya permasalahan matematika. 18 Igak Wardani, Dasar-dasar Komunikasi dan Keterampilan Dasar Mengajar, Jakarta: Universitas Terbuka, 2001, h. 5-7. 19 Laporan Penelitian, Desain dan Pengembangan Multimedia Matematika Interaktif untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran, Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP, Bandung: UPI, 2007, h. 11. Mengenai komunikasi matematis, Greenes dan Schulman dalam Satriawati mengutarakan bahwa: “komunikasi matematik merupakan: 1 kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan strategi matematik, 2 modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematik, 3 wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh informasi, membagi pikiran, dan penemuan, curah pendapat, menilai dan mempertajam ide untuk meyakinkan yang lain.” 20 Dalam hal ini komunikasi matematis selain sebagai alat dalam merumuskan konsep dan menyelesaikan permasalahan matematika, juga sebagai sarana bagi siswa untuk saling bertukar informasi dan ide- ide matematika sehingga konsep-konsep yang dirumuskan dapat diyakini kebenarannya oleh semua pihak. Aryan mengemukakan bahwa “kemampuan komunikasi dalam matematika mengandung arti kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam matematika yang meliputi penggunaan keahlian membaca, menulis, menyimak, menelaah, menginterpretasi, dan mengevaluasi ide, simbol, istilah, serta informasi matematika”. 21 Ketika siswa memperoleh konsep atau informasi matematika yang diberikan oleh guru melalui proses menyimak yang kemudian mencatat ide penting dari konsep yang disampaikan tersebut, atau siswa memperoleh konsep tersebut secara sendiri melalui bacaan yang ditelaah dan kemudian diinterpretasikannya, maka pada saat tersebut berlangsung proses komunikasi dalam pembelajaran matematika. Menurut Ernest dalam Kadir dan Sumarna komunikasi matematis terdiri dari dua jenis, yakni tulisan non-verbal dan lisan verbal. 22 Komunikasi matematis dalam bentuk tulisan adalah 20 Algoritma, Volume 1 No.1, Jakarta: CeMED Jurusan Pendidikan Matematika UIN Jakarta, 2006, h. 109. 21 Bambang Aryan, Komunikasi dalam Matematika, dari http:rbaryans.wordpress.com20070530komunikasi-dalam-matematika, 14 Juli 2010, 15:20. 22 Majalah Ilmiah Pendidikan Matematika dan IPA, Volume 8, nomor 1, ... , h.64. kemampuan dan keterampilan siswa menggunakan kosa kata, notasi dan struktur matematika untuk menyatakan hubungan dan gagasan serta memahaminya dalam memecahkan masalah. Sedangkan komunikasi lisan tercermin melalui intensitas keterlibatan siswa dalam kelompok kecil selama berlangsungnya proses pembelajaran . Kedua jenis komunikasi matematis tulisan dan lisan memainkan peranan yang penting dalam interaksi sosial siswa di kelas matematika. Guru yang membiasakan siswa mampu mengkomunikasikan ide melalui bahasa lisan dan tulisan ini dapat membantu meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa sesuai standar komunikasi matematis yang ditetapkan . Standar Isi SI yang terdapat pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan KTSP menguraikan bahwa komunikasi matematis merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa selain kemampuan pemahaman konsep, kemampuan penalaran, kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan koneksi matematis. 23 Berdasarkan hal tersebut, seorang siswa dikatakan mampu dalam komunikasi secara matematis apabila ia mampu mengkomunikasikan gagasan matematik dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Sejumlah ahli mengemukakan bahwa kemampuan komunikasi matematis merupakan salah satu kemampuan yang perlu ditumbuhkembangkan di kalangan siswa. Menurut Baroody, ada dua alasan penting mengapa kemampuan komunikasi dalam pembelajaran matematika perlu ditumbuhkembangkan di kalangan siswa, yaitu: mathematics as language matematika sebagai bahasa dan mathematics learning as social activity matematika sebagai aktifitas sosial dalam pembelajaran. 24 23 Sri Wardhani, Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMPMTs untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika, Yogyakarta: PPPPTK Matematika, 2008, h. 8. 24 Majalah Ilmiah Pendidikan Matematika dan IPA, ... , h.64. Alasan yang menyatakan matematika sebagai bahasa dimaksudkan bahwa matematika tidak hanya sekedar alat bantu berpikir, menemukan pola, atau menyelesaikan masalah, namun matematika merupakan alat yang tak terhingga nilainya untuk mengkomunikasikan berbagai ide dengan jelas, tepat dan ringkas. Sedangkan matematika sebagai aktifitas sosial dalam pembelajaran maksudnya bahwa matematika sebagai wahana interaksi, baik interaksi antar sesama siswa maupun antar guru dan siswa. Selain mengemukakan tentang pentingnya menumbuhkembangkan kemampuan komunikasi di kalangan siswa, Baroody juga mengemukakan bahwa pembelajaran harus dapat membantu siswa mengkomunikasikan ide matematika melalui lima aspek komunikasi yang meliputi: 25 1 Representasi representing, yang diartikan sebagai kemampuan siswa dalam mengungkapkan ide kedalam bentuk-bentuk visual. 2 Mendengar listening, adalah aktifitas mendengarkan saat guru ataupun siswa lain sedang berbicara. 3 Membaca Reading, adalah aktifitas membaca teks secara aktif dan mengelaborasi untuk mencari jawaban atas pertanyaan- pertanyaan yang telah disusun, kemudian membuat catatan-catatan kecil dari teks tersebut. 4 Diskusi discussing, adalah aktifitas siswa dalam mengkomunikasikan hasil yang diperoleh dari proses membaca. Melalui diskusi dan saling interaksi yang dijalin oleh siswa dalam bentuk kelompok, akan terbina suasana ketergantungan yang positif antar anggota kelompok yang akhirnya akan dicapai suatu pemahaman bersama. 25 Algoritma, Volume 1 No.1, ..., h.109. 5 Menulis writing, adalah kegiatan yang dilakukan dengan sadar untuk mengungkapkan dan merefleksikan pikiranide kedalam bentuk tulisan. Kemampuan komunikasi matematis yang dikembangkan di tiap- tiap tingkat kelas memiliki karakteristik yang berbeda. Di tingkat- tingkat kelas 5-8, pelajaran matematika hendaknya meliputi kesempatan-kesempatan untuk berkomunikasi sehingga siswa mampu: 26 1 memodelkan situasi-situasi menggunakan metode lisan, tertulis, konkret, gambar, grafik dan aljabar. 2 merefleksikan dan memperjelas pemikiran mereka tentang ide-ide dan situasi-situasi matematis. 3 membangun pemahaman umum mengenai ide-ide matematis, termasuk peranan definisi-definisi. 4 menggunakan keahlian membaca, menulis dan memandang untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide matematis. 5 mendiskusikan ide-ide matematis serta membuat dugaan dan argumen yang meyakinkan. 6 mengapresiasi nilai notasi matematis dan peranannya dalam pembangunan ide-ide matematis. Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa di tingkat-tingkat kelas tersebut, NCTM menyarankan agar komunikasi difokuskan pada tugas-tugas matematika yang bermakna. Guru seharusnya mengidentifikasi dan menggunakan tugas-tugas yang berkaitan penting dengan ide matematika, dapat diselesaikan dengan berbagai metode, memenuhi banyak contoh, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengartikan, menyelidiki, dan melakukan perkiraandugaan. 27 26 Wahyudin, Pembelajaran dan Model-model Pembelajaran, Jakarta: CV. Ipa Abong, 2008, Seri-1, h.64. 27 NCTM, Principles and Standards for School Mathematics, Reston VA: The NCTM, 2000, h. 227-228. Dalam mengembangkan kemampuan komunikasi matematis di kalangan siswa, terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan, antara lain: 28 1 Pengetahuan prasyarat Prior knowledge. Pengetahuan prasyarat merupakan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebagai hasil dari proses belajar sebelumnya. Hasil belajar yang diperoleh siswa bervariasi sesuai dengan kemampuan siswa itu sendiri. Jenis kemampuan yang dimiliki siswa sangat menentukan hasil pembelajaran selanjutnya. 2 Kemampuan membaca, diskusi, dan menulis. Dalam komunikasi matematis, kemampuan membaca, diskusi, dan menulis dapat membantu siswa memperjelas pemikiran dan dapat mempertajam pemahaman. Diskusi dan menulis adalah dua aspek penting dari komunikasi untuk semua tingkatan kelas. 3 Pemahaman matematik Mathematical knowledge. Merujuk pada pengertian komunikasi matematis di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan siswa dalam mengekspresikan atau menyampaikan ide-ide matematika mathematical thinking mereka dengan bahasa matematika secara benar, baik dalam bentuk lisan, tulisan, gambar, grafik, maupun simbol, dimana dengan kemampuan komunikasi matematis yang dimiliki, siswa dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam kehidupan khususnya permasalahan-permasalahan yang menuntut untuk diselesaikan secara matematis .

c. Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis

Ada beberapa indikator dalam kemampuan komunikasi matematis yang dapat dicermati. Standar kurikulum NCTM tentang komunikasi matematis, menyatakan bahwa indikator kemampuan komunikasi matematis dapat dilihat dari: 29 28 Algoritma, Volume 1 No.1, ..., h. 111. 29 Mumun Syaban, Mengembangkan Daya Matematis Siswa, dari http:educare.e- fkipunla.netindex.php?option=com_contenttask=viewid=62Itemid=7, 19 Juli 2010, 19:32. 1 Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual. 2 Kemampuan memahami, menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide matematis baik secara lisan, tulisan maupun dalam bentuk visual lainnya. 3 Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi. Sumarmo mengemukakan bahwa indikator kemampuan komunikasi matematis siswa meliputi: 30 1 Menghubungkan benda nyata, gambar dan diagram kedalam idea matematika. 2 Menjelaskan idea, situasi dan relasi matematika, secara lisantulisan dengan benda nyata, grafik dan aljabar. 3 Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasasimbol matematika. 4 Mendengarkan, berdiskusi dan menulis tentang matematika. 5 Membaca dengan pemahaman suatu prosentase matematika tertulis. 6 Membuat konjektur, mengurus argumen, merumuskan definisi dan generalisasi. 7 Menjelaskan dan membuat pertanyaan matematika yang telah dipelajari. Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa kemampuan komunikasi matematis meliputi kemampuan komunikasi lisan dan tulisan. Untuk melihat kemampuan komunikasi tertulis, Ross mengemukakan sebagai berikut: 31 1 Menggambarkan situasi masalah dan menyatakan solusi masalah menggunakan gambar, bagan tabel dan secara aljabar. 2 Menyatakan hasil dalam bentuk tertulis. 3 Menggunakan representasi menyeluruh untuk menyatakan konsep matematika dan solusinya. 4 Membuat situasi matematika dengan menyediakan ide dan keterangan dalam bentuk tertulis. 30 Prosiding Seminar Nasional Matematika, Permasalahan Matematika dan Pendidikan Matematika Terkini, Bandung: UPI, 2007, h. 71. 31 Prosiding Seminar Nasional Matematika, Permasalahan Matematika..., h. 71. Adapun indikator kemampuan komunikasi matematis yang dikemukakan oleh Satriawati, yaitu: 32 1 Written Text, yaitu memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa sendiri, membuat model situasi atau persoalan menggunakan lisan, tulisan, konkret, grafik dan aljabar, menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari, mendengarkan, mendiskusikan, dan menulis tentang matematika, membuat konjektur, menyusun argumen dan generalisasi. 2 Drawing, yaitu merefleksikan benda-benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide-ide matematika. 3 Mathematical Expression, yaitu mengekspresikan konsep matematika dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika. Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi matematis dalam bentuk tertulis yang meliputi written text, drawing dan mathematical expression.

2. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share TPS

a. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif adalah sebuah bentuk dari strategi mengajar yang di desain untuk mendukung kerjasama di dalam kelompok dan interaksi diantara siswa. Strategi ini dibuat untuk mengurangi kompetisi yang ditemukan di banyak ruang kelas, yang dapat menimbulkan “siapa yang menang dan siapa yang kalah” dan dapat meningkatkan motivasi siswa untuk saling membantu dengan tujuan yang sama. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama 32 Algoritma, Volume 1 No.1, ..., h. 111. lainnya dalam mempelajari materi pelajaran”. 33 Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif tertuang dalam wadah kelompok. Dalam masing-masing kelompok tersebut para siswa saling bekerjasama. Kerjasama yang dijalin oleh setiap siswa tidak hanya dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru, melainkan lebih kompleks lagi dengan saling bekerjasama dalam memahami materi yang telah disampaikan dengan cara tutor sebaya. Dengan demikian, dalam pembelajaran kooperatif siswa dijadikan sebagai sumber belajar, selain guru, buku maupun sumber belajar lainnya. Banyak para ahli yang mendefinisikan pembelajaran kooperatif, diantaranya Wena mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai “sistem pembelajaran yang berusaha memanfaatkan teman sejawat teman lain sebagai sumber belajar, disamping guru dan sumber belajar yang lain”. 34 Sedangkan Trianto mengemukakan bahwa “pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang memerlukan kerjasama antar siswa dan saling ketergantungan dalam struktur pencapaian tugas, tujuan, dan penghargaan”. 35 Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu variasi pembelajaran dimana siswa belajar, bekerja, dan berinteraksi di dalam kelompok-kelompok kecil untuk mencapai tujuan bersama dengan memanfaatkan sesama siswa sebagai sumber belajar, selain guru maupun sumber belajar lainnya. Pembelajaran kooperatif tidak hanya sekedar belajar kelompok, sistem pembelajaran kooperatif bisa didefinisikan sebagai kerjabelajar 33 Robert E. Slavin, Cooperative Learning-Teori, Riset, dan Praktik, Bandung: Nusa Media, 2005, h. 4. 34 Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009, h. 190. 35 Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, Jakarta: Kencana, 2009, h. 66. kelompok yang terstruktur. Sebagai kelompok belajar yang terstruktur, pembelajaran kooperatif memiliki unsur-unsur dasar sebagai berikut: 36 1 Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama”. 2 Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi. 3 Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama. 4 Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para anggota kelompok. 5 Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok. 6 Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar. 7 Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. Pada hakikatnya, pembelajaran kooperatif sama dengan kerja kelompok. Oleh sebab itu, banyak guru yang mengatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam pembelajaran kooperatif, karena mereka menganggap telah terbiasa menggunakannya. Walaupun pembelajaran kooperatif terjadi dalam bentuk kelompok, tetapi tidak setiap kerja kelompok dikatakan pembelajaran kooperatif. Bennet menyatakan ada lima unsur dasar yang dapat membedakan pembelajaran kooperatif dengan kerja kelompok, yaitu: 37 1 Positive Interdependence, yaitu hubungan timbal balik yang didasari adanya kepentingan yang sama, atau perasaan diantara anggota kelompok di mana keberhasilan seseorang merupakan keberhasilan yang lain pula atau sebaliknya. 2 Interaction Face to face, yaitu interaksi yang langsung terjadi antar siswa tanpa adanya perantara. Tidak adanya penonjolan kekuatan individu, yang ada hanya pola interaksi dan perubahan yang 36 Isjoni, Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran kelompok, Bandung: Alfabeta, 2009, h. 13-14. 37 Isjoni, Cooperative Learning..., h. 41-44. bersifat verbal diantara siswa yang ditingkatkan oleh adanya saling hubungan timbal balik yang bersifat positif. Sehingga dapat mempengaruhi hasil pendidikan dan pengajaran. 3 Adanya tanggung jawab pribadi mengenai materi palajaran dalam anggota kelompok. 4 Membutuhkan keluwesan, yaitu menciptakan hubungan antar pribadi, mengembangkan kemampuan kelompok, dan memelihara hubungan kerja yang efektif. 5 Meningkatkan keterampilan bekerja sama dalam memecahkan masalah proses kelompok. Apabila unsur-unsur dasar tersebut dilaksanakan oleh siswa dalam pembelajaran maka siswa dapat meraih academic skill, social skill, dan interpersonal skill yang baik.

b. Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share TPS

Think-Pair-Share berpikir, berpasangan, berbagi merupakan salah satu jenis pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Frank Lyman dan koleganya di Universitas Maryland. Menurutnya think-pair- share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi pola suasana diskusi kelas. 38 Think-Pair-Share TPS atau berpikir berpasangan berbagi ini merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Interaksi dalam hal ini meliputi interaksi antar sesama siswa maupun antara siswa dengan guru. Think-Pair-Share memberikan kepada siswa waktu untuk berpikir dan merespon serta saling membantu satu sama lain. Dalam hal ini siswa memiliki waktu lebih banyak untuk memikirkan jawaban atas pertanyaanpermasalahan yang diajukan oleh guru, siswa diberi kesempatan untuk menanggapi jawaban yang dikemukakan oleh sesama 38 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivis, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007, h. 61. temannya, serta siswa dipercaya untuk membantu temannya dalam berbagai kesempatan, baik itu dalam menyelesaikan tugas maupun dalam memahami materi pelajaran. Adapun langkah-langkah yang ada dalam think-pair-share adalah sebagai berikut: 39 1 Berpikir Thinking Guru mengajukan suatu pertanyaan atau permasalahan yang dikaitkan dengan materi pelajaran yang sedang dipelajari. Selanjutnya guru meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk memikirkan jawaban atas pertanyaan atau permasalahan tersebut secara individu. Dalam tahap ini siswa perlu dijelaskan bahwa berbicara atau mengerjakan bukan bagian dari berpikir. 2 Berpasangan Pairing Guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh dari proses berpikir thinking sebelumnya. Interaksi yang dilakukan oleh siswa selama proses ini dapat menyatukan jawaban yang dimiliki oleh masing-masing siswa jika yang diajukan adalah suatu pertanyaan, dan dapat menyatukan idegagasan apabila yang diajukan adalah suatu masalah khusus yang diidentifikasi. 3 Berbagi Sharing Pada tahap ini guru meminta pasangan-pasangan yang telah dibentuk untuk membagikan hasil diskusinya kepada seluruh kelas. Secara bergiliran masing-masing kelompok pasangan mendapatkan kesempatan untuk melaporkan hasil diskusi tersebut di depan kelas. Tahap ini berakhir sampai hampir sebagian dari seluruh kelompok pasangan mendapat kesempatan melaporkan. 39 Trianto, Model-model Pembelajaran..., h. 61-62. Berdasarkan uraian diatas, langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share memiliki 3 tahapan yang meliputi tahap berpikir thinking, berpasangan pairing, dan berbagi sharing. Ketiga tahap ini harus dilakukan secara sempurna, apabila tidak dilakukan secara sempurna maka pembelajaran kooperatif tipe think- pair-share ini tidak akan mencapai hasil yang diharapkan.

c. Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif tipe

Think Pair Share TPS Jika dibandingkan dengan pembelajaran yang masih bersifat konvensional, pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share memiliki beberapa keunggulan. Keunggulan dari think-pair-share ini diantaranya: dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan orang lain, dapat mengoptimalkan partisipasi siswa selama proses pembelajaran, dan dapat digunakan dalam semua mata pelajaran pada semua tingkat usia anak didik. 40 Selain memiliki keunggulan, pembelajaran kooperatif tipe think- pair-share juga memiliki kekurangan. Kekurangan dari metode ini adalah sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata kemampuan siswanya rendah. Selain itu, terbatasnya waktu yang tersedia dan banyaknya jumlah kelompok yang terbentuk ditiap kelas menyebabkan pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share ini tidak efektif untuk diterapkan. Dalam hal ini guru harus pintar mengalokasikan waktu yang tersedia dan adil dalam mendistribusikan kesempatan kepada setiap kelompok pasangan. Setelah mengetahui keunggulan dan kelemahan yang terdapat pada pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share, baik siswa maupun guru harus lebih menguasai aturan-aturan yang ada dalam pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share ini. Dengan begitu pembelajaran 40 Anita Lie, Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas, Jakarta: Grasindo, 2010, h. 57. kooperatif tipe think-pair-share dapat dilaksanakan dengan maksimal dan menjadikan suasana belajar yang menyenangkan .

3. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan suatu istilah dalam pembelajaran yang lazim diterapkan dalam pembelajaran matematika. Pembelajaran konvensional ini merupakan pembelajaran yang banyak di kritik, namun banyak disukai oleh guru-guru karena pada dasarnya pembelajaran konvensional mudah untuk diajarkan kepada siswa. Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran secara klasikal dimana pada prosesnya lebih berpusat pada guru 41 atau instruktur. Pada proses pembelajaran ini keaktifan siswa kurang optimal. Dalam pelaksanaannya, pembelajaran ini menitikberatkan pada metode ceramah dan tanya jawab. Metode ceramah merupakan suatu cara menyajikan pelajaran melalui penuturan secara lisan atau penjelasan langsung kepada sekelompok siswa. 42 Pembelajaran ini cenderung membuat siswa pasif dalam belajar, karena komunikasi yang digunakan oleh guru dalam interaksinya dengan siswa adalah komunikasi satu arah. Siswa hanya mendengar dan mencatat hal-hal apa yang disampaikan oleh guru. Dalam hal ini guru seolah-olah bertugas memindahkan atau mentransfer pengetahuan yang dimilikinya kepada siswa. Ceramah sebagai metode pengajaran mempunyai beberapa kelebihan, yaitu: 43 a. Ceramah merupakan metode yang ’murah’ dan ’mudah’ untuk dilakukan. b. Ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang luas. 41 Erman Suherman, dkk, Strategi Pembelajaran..., h. 255. 42 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2008, h. 147. 43 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran..., h. 148. c. Ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang mana yang perlu ditonjolkan. d. Melalui ceramah, guru dapat mengontrol keadaan kelas karena sepenuhnya kelas merupakan tanggung jawab guru yang memberikan ceramah. e. Organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur menjadi lebih sederhana. Selain beberapa kelebihan di atas, ceramah juga memiliki banyak kelemahan diantaranya: 44 a. Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbatas pada apa yang dikuasai guru. b. Ceramah yag tidak disertai peragaan dapat mengakibatkan terjadinya verbalisme. c. Guru yang kurang memiliki kemampuan bertutur kata yang baik, ceramah sering dianggap metode yang membosankan. d. Melalui ceramah sangat sulit mengetahui apakah siswa sudah mengerti apa yang dijelaskan atau belum. Agar keefektifan pengajaran dengan metode ceramah lebih meningkat, selain memanfaatkan keunggulannya, juga diupayakan agar kelemahan-kelemahannya dapat diatasi dengan baik. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika secara konvensional adalah suatu kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru pada umumnya dimana guru mendominasi kelas dengan metode ceramah dan tanya jawab, siswa hanya menerima saja apa yang disampaikan oleh guru, sehingga aktivitas siswa dalam pembelajaran menjadi pasif dan proses belajar siswa menjadi kurang bermakna. 44 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran..., h. 149.

4. Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Think Pair Share

dapat Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kemampuan komunikasi dalam matematis mengandung arti kemampuan siswa untuk membahasakan matematika yang meliputi penggunaan keahlian membaca, menulis, menyimak, menelaah, menginterpretasi, dan mengevaluasi ide, simbol, istilah, serta informasi matematika. Selain itu, kemampuan komunikasi matematis juga dapat berarti menempatkan matematika sebagai alat untuk mempresentasikan dan menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan. Kemampuan komunikasi matematis merupakan bagian penting dari matematika dan pendidikan matematika. Pentingnya kemampuan ini dapat terlihat dengan dijadikannya kemampuan komunikasi matematis ini sebagai salah satu yang diorientasikan pada kurikulum matematika sekolah selain kemampuan pemahaman, penalaran, pemecahan masalah dan koneksi matematika. Selain itu, kemampuan komunikasi metematis merupakan salah satu standar kurikulum internasional yang dicanangkan oleh NCTM The National Council of Teachers of Matematics. Dengan kemampuan komunikasi matematis, siswa dapat berinteraksi dengan guru dan berbagi ide-ide matematika untuk memperjelas pemahaman. Jika kemampuan komunikasi matematis tersebut bisa dimiliki oleh siswa, siswa dapat mengekspresikan ide-ide matematika kedalam benda nyata, gambar, diagram, dan sebaliknya. Begitu juga siswa dapat mendiskusikan permasalahan yang terjadi dengan teman atau gurunya. Pentingnya kemampuan komunikasi matematis berbanding terbalik dengan kenyataan yang terjadi saat ini. Kemampuan yang termasuk pada salah satu kemampuan berpikir tingkat tinggi higher level thinking ini belum sepenuhnya dimiliki oleh siswa. Untuk itu, perlu sebuah inovasi baru dalam pembelajaran yang dapat membantu para siswa membangun dan mengembangkan kemampuan ini. Think Pair Share adalah strategi pembelajaran kooperatif yang dapat meningkatkan dan mendukung kemampuan berpikir tingkat tinggi. 45 Selain itu, Think Pair Share juga merupakan salah satu pembelajaran kooperatif dengan kelompok kecil. Menurut Sharan dalam bukunya Handbook of Cooperative Learning menjelaskan bahwa: 46 “pembelajaran kooperatif kelompok kecil menawarkan kesempatan kepada semua anggota untuk bisa berhasil dalam matematika. Dalam kelompok-kelompok mereka, para siswa bekerja bersama untuk mendiskusikan gagasan matematika, memecahkan masalah, mencari pola-pola dan hubungan dalam rangkaian-rangkaian data, dan membuat serta menguji dugaan. Para siswa secara aktif bertukar gagasan dengan siswa lain dan saling membantu memahami pekerjaan mereka.” Berdasarkan uraian tersebut dapat diasumsikan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share akan dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

5. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Nurlaela 2005 dengan judul “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair share terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa” skripsi. Jurusan pendidikan matematika fakultas ilmu tarbiyah dan keguruan Universitas Islam Negeri Jakarta, menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif teknik think-pair-share memberikan pengaruh yang positif pada kegiatan belajar mengajar di kelas. Hal ini diketahui dengan lebih tingginya rata-rata nilai hasil belajar kelas eksperimen yaitu 68,2 dan kelas kontrol 59,3. 45 Online Teaching Result, Cooperative Learning: Think-Pair-Share strategy, http:www.eworkshop.on.caedupdfMod08_think_pair_share.pdf , 15 Juli 2010, 17:12. 46 Shlomo Sharan, Handbook of Cooperative Learning, Yogyakarta: Imperium, 2009, h. 349. Penelitian yang dilakukan oleh Dewi Ratih Komala 2006 dengan judul “Penggunaan Model Pembelajaran Think Pair Share TPS dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik” skripsi. Dalam penelitiannya diperoleh hasil bahwa peningkatan kemampuan komunikasi matematik untuk siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran Think Pair Share adalah lebih baik bila dibandingkan dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran biasa. Selain itu, selama proses pembelajaran dengan Think Pair Share berlangsung siswa pada umumnya memberikan respon yang positif. Terdapat juga penelitian yang dilakukan oleh Ari Sabilulungan 2008 dengan judul “Pembelajaran Kooperatif dengan Teknik Think Pair Square TPS untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa SMP” tesis, menyatakan bahwa pembelajaran dengan kooperatif teknik Think Pair Square mengalami peningkatan kemampuan penalaran matematis dan komunikasi matematis yang lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional.

B. Kerangka Berpikir

Proses pembelajaran matematika pada dasarnya bukanlah hanya sekedar mentransfer idegagasan dan pengetahuan dari guru kepada siswa. Lebih dari itu, proses pembelajaran matematika merupakan suatu proses yang dinamis, dimana guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengamati dan memikirkan gagasan-gagasan yang diberikan. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran matematika sebenarnya merupakan kegiatan interaksi antara guru-siswa, siswa-siswa, dan siswa-guru untuk memperjelas pemikiran dan pemahaman terhadap suatu gagasan. Seorang guru perlu menyadari bahwa pola interaksi yang selama ini berlangsung dalam proses pembelajaran tidak selalu dapat berjalan dengan lancar. Bahkan pola interaksi yang terjadi selama ini terkadang dapat menimbulkan kebingungan, salah pengertian atau kesalahan konsep yang diterima siswa. Kesalahan pola interaksi seseorang guru akan dirasakan siswanya sebagai penghambat pembelajaran, dan begitu pula sebaliknya. Dengan demikian kemampuan komunikasi matematis merupakan kemampuan yang penting dan mendasar dalam pembelajaran khususnya pembelajaran matematika yang harus dibangun dan dikembangkan dengan kokoh pada diri siswa. Model pembelajaran sangat penting untuk diterapkan dalam proses belajar mengajar. Model pembelajaran yang dibutuhkan saat ini adalah model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat mengkontruksi pengetahuannya sendiri sehingga lebih memahami konsep-konsep, dan dapat mengkomunikasikan ide-ide matematika yang dimilikinya baik secara lisan maupun tulisan. Selain itu, model pembelajaran yang diterapkan harus sesuai dengan materi yang akan dijarkan, mudah digunakan, dapat menciptakan komunikasi multi arah, proses belajar yang tidak monoton sehingga lebih efektif dan dapat memotivasi siswa. Misalkan saja, untuk menciptakan kemampuan komunikasi matematika di buat kelompok kecil. Dengan pembentukan kelompok kecil siswa lebih terkontrol dalam melakukan diskusi, siswa tidak merasa segan sehingga mudah untuk menuangkan ide-ide matematika yang dimilikinya kepada teman kelompoknya. Model pembelajaran alternatif yang dapat mendukung hal tersebut salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share. Think Pair Share adalah salah satu jenis pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan siswa lainnya dalam kelompok, dan memberikan siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain. Dalam kelompok yang dibentuk secara berpasangan, siswa dilatih untuk mengkomunikasikan ide-ide matematika yang telah dipikirkannya baik secara lisan maupun tulisan. Untuk lebih jelasnya, kerangka berpikir yang dibangun dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Bagan 2.1 Kerangka Berpikir

C. Hipotesis Penelitian