Latar Belakang Biaya Penelitian 7. Lembar Konsul

Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009. BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemberian makanan tambahan pada bayi merupakan salah satu upaya pemenuhan kebutuhan gizi bayi sehingga bayi dapat mencapai tumbuh kembang yang optimal Sulastri, 2004. Pemberian makanan tambahan pada bayi adalah pemberian makanan atau minuman yang mengandung zat gizi pada bayi atau anak usia 6-24 bulan untuk memenuhi kebutuhan gizi setelah pemberian ASI eksklusif Depkes RI, 2007. Pemberian makanan tambahan pada bayi harus dilakukan secara bertahap untuk mengembangkan kemampuan bayi mengunyah, menelan, dan mampu menerima bermacam-macam bentuk makanan yaitu dari bentuk bubur cair ke bentuk bubur kental, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan lembek, dan akhirnya makanan padat Sulistijani, 2001. Pemberian ASI eksklusif pada bayi baru lahir sampai usia enam bulan cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi bayi tersebut, namun setelah usia enam bulan kebutuhan gizi bayi akan meningkat sehingga dibutuhkan tambahan zat gizi pendamping ASI, selain itu alasan pemberian makanan tambahan ini karena produksi ASI juga semakin menurun. Pemenuhan gizi yang tidak optimal ini akan menimbulkan kekurangan energi protein KEP pada bayi atau anak. Jumlah kebutuhan energi dan zat-zat gizi yang diperlukan dari makanan tambahan bayi ditinjau berdasarkan pada usia bayi, suhu lingkungan, aktivitas bayi sendiri, faktor kelamin, status gizi ibu, makanan tambahan pada ibu waktu hamil dan menyusui, dan stres mental Pudjiadi, 2000. Pemberian makanan Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009. tambahan pada bayi sebaiknya diberikan setelah usia bayi lebih dari enam bulan atau setelah pemberian ASI eksklusif karena pada usia tersebut kebutuhan nutrisi masih terpenuhi melalui ASI, selain itu pemberian ASI akan mengurangi faktor resiko jangka pendek seperti diare. Bayi yang lebih cepat mendapatkan makanan tambahan akan lebih rentan terhadap penyakit infeksi seperti infeksi telinga dan pernapasan, diare, resiko alergi, gangguan pertumbuhan dan perkembangan bayi Arisman, 2004, perubahan perilaku bayi, pengurangan produksi ASI, penurunan absorpsi besi dari ASI, dan resiko terjadinya kehamilan baru Boedihardjo, 1994. Penundaan pemberian makanan tambahan pada bayi sebelum berusia enam bulan akan mengurangi faktor resiko tersebut pada bayi. Fenomena yang terjadi dimasyarakat bahwa ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif lebih memilih memberikan susu formula atau makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan. Sebagian ibu menganggap bahwa dengan memberikan makanan tambahan pada bayi usia kurang dari enam bulan akan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi bayi dan bayi tidak akan merasa kelaparan lagi. Di samping itu, masih banyak ibu yang belum mengetahui manfaat pemberian ASI eksklusif. Hal ini berbahaya dilihat dari sistem pencernaan bayi belum sanggup mencerna atau menghancurkan makanan secara sempurna Boedihardjo, 1994. Departemen Kesehatan Republik Indoneia Depkes RI 2004 menyatakan bahwa di Indonesia hanya 14 bayi mendapat ASI eksklusif sampai enam bulan, selanjutnya diberikan susu formula dan makanan tambahan pada bayi. Data Survei Sosial Ekonomi Nasional Susenas 20052006 menunjukkan peningkatan pemberian ASI secara eksklusif sampai enam bulan. Pemberian ASI Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009. eksklusif enam bulan pada tahun 2005 sebesar 18,1 meningkat menjadi 21,2 pada tahun 2006, sedangkan pemberian ASI eksklusif pada seluruh bayi dibawah enam bulan 0-6 bulan meningkat dari 49,0 pada tahun 2005 menjadi 58,5 pada tahun 2006 Depkes RI, 2007. Meski dilaporkan pemberian ASI Ekslusif pada bayi meningkat, akan tetapi di beberapa daerah di Indonesia masih banyak yang memiliki gangguan nutrisi bayi akibat pemberian makanan yang terlalu dini. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Susenas 2002 menyatakan bahwa persentase ibu yang memberi makanan tambahan terlalu dini kepada bayi usia 2-3 bulan sebanyak 32 dan bayi usia 4-5 bulan sebanyak 69 di Indonesia. Sehubungan dengan itu, hasil penelitian Padang 2007 menyatakan bahwa sebesar 52,15 dari 1.268 bayi sudah mendapat makanan tambahan di bawah usia enam bulan di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah. Hasil penelitian Harsiki 1991 di Padang juga menunjukkan bahwa pemberian makanan tambahan sudah dimulai sejak bayi berusia kurang dari tiga bulan. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Baso 2007 mengenai Studi Longitudinal Pertumbuhan Bayi yang Diberi Makanan Pendamping ASI Pabrik dan Makanan Pendamping ASI Non Pabrik di Kabupaten Gowa dari 99 orang bayi didapatkan bahwa makanan pendamping ASI pabrik telah diberikan sejak bayi berusia kurang dari 4 bulan 54,4 dan makanan pendamping ASI non pabrik diberikan pada bayi usia kurang dari 4 bulan 45,5. Jenis pemberian makanan pendamping ASI non pabrik pada bayi usia kurang dari 4 bulan adalah buah 0,5 dan bubur 0,6. Hasil penelitian menunjukkan bahwa makanan Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009. pendamping ASI pabrik seperti susu tidak diberikan pada bayi usia kurang dari empat bulan. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Manalu mengenai Pola Makan dan Penyapihan Serta Hubungannya dengan Status Gizi Batita di Desa Palip Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi Tahun 2008 dari 41 orang bayi didapatkan bahwa 92,68 bayi mendapatkan makanan tambahan dalam bentuk bubur, dan 7,26 dalam bentuk nasi. Dari penelitian tersebut pemberian makanan tambahan pada bayi usia 2 bulan 75,61, 5-7 bulan 19,51, dan selebihnya 3-4 bulan 4,88. Dari penelitian tersebut juga didapatkan rata-rata pemberian makanan tambahan pada bayi dengan frekuensi 2 kali sehari 63,41, 3 kali sehari 26,83, dan satu kali sehari 9,36. Semua bayi yang diteliti mengkonsumsi beras dan ubi sebagai makanan tambahan bayi yang utama 1-3 kali sehari, sumber protein adalah ikan asin 1-3 kali sehari 80,49, telur dan daging 1 kali seminggu 19,51. Semua bayi yang diteliti kekurangan konsumsi buah untuk frekuensi 1-3 kali seminggu 100 Manalu, 2008. Di wilayah Simalingkar terdapat ibu-ibu yang memiliki bayi usia kurang dari enam bulan. Survei awal yang dilakukan oleh peneliti di wilayah Simalingkar bahwa ibu-ibu yang memiliki bayi usia kurang dari enam bulan telah mendapatkan makanan tambahan yang seharusnya masih mendapatkan ASI eksklusif selama enam bulan. Fenomena mengenai pemberian makanan tambahan yang terlalu dini pada bayi yang terus terjadi hingga saat ini telah mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang perilaku ibu dalam pemberian makanan tambahan pada bayi kurang dari enam bulan. Renata Pardosi : Perilaku Ibu dalam Pemberian Makanan Tambahan pada Bayi Usia Kurang dari Enam Bulan di Kelurahan Mangga Perumnas Simalingkar Medan, 2009.

1.2 Perumusan Masalah