Pemanfaatan Tumbuhan Sirih-Sirihan (Piperaceae) Dan Palem-Paleman (Aracaceae) Dalam Kehidupan Masyarakat Melayu Di Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batubara

(1)

PEMANFAATAN TUMBUHAN SIRIH-SIRIHAN (PIPERACEAE)

DAN PALEM-PALEMAN (ARACACEAE) DALAM KEHIDUPAN

MASYARAKAT MELAYU DI KECAMATAN TANJUNG TIRAM

KABUPATEN BATUBARA

TESIS

Oleh :

TRI HANDAYANI

087030027

PROGRAM STUDI MAGISTER BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PEMANFAATAN TUMBUHAN SIRIH-SIRIHAN (PIPERACEAE)

DAN PALEM-PALEMAN (ARECACEAE) DALAM KEHIDUPAN

MASYARAKAT MELAYU DI KECAMATAN TANJUNG TIRAM

KABUPATEN BATUBARA

TESIS

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Sains pada Program Pascasarjana Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Oleh

TRI HANDAYANI

087030027

PROGRAM STUDI MAGISTER BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

Judul Tesis : PEMANFAATAN TUMBUHAN SIRIH - SIRIHAN

(PIPERACEAE) DAN PALEM-PALEMAN (ARECACEAE ) DALAM KEHIDUPANMASYARAKAT MELAYU

DI KECAMATAN TANJUNG TIRAM KABUPATEN BATUBARA

Nama Mahasiswa : TRI HANDAYANI N I M : 087030027

Program Studi : BIOLOGI

Menyetujui Komisi Pembimbing :

Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.S Prof. Dr. Chalida Fachruddin Ketua Anggota

Ketua Program Studi Biologi Dekan FMIPA

Prof. Dr. Dwi Suryanto, MSc Dr. Sutarman, M.Sc


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 14 Agustus 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.S Anggota : Prof. Dr. Chalida Fachruddin

Prof. Dr. Drs. Syafruddin Ilyas, M.Biomed Dr. Suci R, M.S


(5)

PERNYATAAN

PEMANFAATAN TUMBUHAN SIRIH-SIRIHAN (PIPERACEAE) DAN PALEM-PALEMAN (ARECACEAE) DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT MELAYU

DI KECAMATAN TANJUNG TIRAM KABUPATEN BATUBARA

TESIS

Dengan ini Saya menyatakan bahwa tesis ini adalah benar-benar hasil karya Saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Medan, Juli 2010 Penulis,


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat Melayu dalam pemanfaatan tumbuhan. Diharapkan dengan adanya pendokumentasian pengetahuan etnobotani masyarakat Melayu di Kecamatan Tanjung Tiram, pengetahuan yang ada di masyarakat tidak hilang dan hasil dari penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai masukan bagi pemerintah daerah dalam kegiatan pengembangan, pemanfaatan dan pelestarian tumbuhan berguna secara lestari yang berbasis kepada kearifan lokal masyarakat.

Penelitian ini dilakukan pada Masyarakat Melayu yang terdapat di Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat Melayu dalam pemanfaatan tumbuhan. Diharapkan dengan adanya pendokumentasian pengetahuan etnobotani masyarakat Melayu, pengetahuan yang ada di masyarakat tidak hilang dan hasil dari penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai masukan bagi pemerintah daerah dalam kegiatan pengembangan sumberdaya alam, khususnya berbagai spesies tumbuhan untuk kesejahteraan masyarakat berbasis pengetahuan/ kearifan lokal.

Penelitian dilakukan melalui tiga tahapan yaitu studi pustaka, observasi lapangan dan wawancara serta pengolahan dan analisis data. Dari penelitian yang dilakukan Masyarakat Melayu Tanjung Tiram memanfaatkan 12 spesies tumbuhan dari famili Arecaceae dan 2 spesies tumbuhan dari famili Piperaceae. Pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat Melayu Tanjung Tiram yaitu tumbuhan pangan (8 spesies), bahan bangunan (6 spesies), penghasil tali, kerajinanan dan anyaman (8 spesies), tumbuhan obat (4 spesies), kegunaan adat (3 spesies) dan tumbuhan hias (3 spesies).

Pengetahuan masyarakat Melayu di Kecamatan Tanjung Tiram tentang pemanfaatan tumbuhan dari generasi tua ke generasi muda mengalami penurunan. Tingkat degradasi tertinggi terdapat pada kelompok umur A (remaja) yaitu 0,24 dan yang terkecil adalah pada kelompok umur B (dewasa) yaitu 0,09.


(7)

ABSTRACT

The aims of this study are to identify the utilization of plants by Malayan community in using the plants. By documenting the ethnobotany of Malayan community in Tanjung Tiram Subdistrict, it is expected that the community’s knowledge concerning about the traditional usage of plants will not be lost. In addition, it can be input data for the local government in managing, especially in managing various species of plants for developing community’s welfare based on traditional knowledge and wisdom.

This study was conducted to Malayan community who lives at Tanjung Tiram Subdistric, Batubara Regency, North Sumatra. The aims of this study are to identify the utilization of plants by Malayan of community in using the plants. By documenting the ethnobotany of Malayan community, it is expected that the community’s knowledge concerning about the traditional usage of plants will not be lost. In addition, it can be input data for the local government in managing forest resources, especially in managing various species of plants for developing community’s welfare based on traditional knowledge and wisdom.

The study was conducted through 3 stages: literature study, field observation and interviews, data processing and analysis. The result of the research showed that Malayan of community’s Tanjung Tiram use 12 species of plants of Arecaceae families. The plants utilization of Malayan community consists of food plants (8 species), building materials (6 species), rope and handicraft materials (8 species), medicinal plants (4 species), cultural purposes (3 species), and ornamental plants (3 species).

The public of Malayan knowledge at Tanjung Tiram Subdistric about the utilization of plants from the older generation to younger generation have lowering. The highest level of degradation in the age group A (teenager) are 0,24 and the smallest in the age group B (adult) are 0,09.


(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmaanirrahiim

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang melimpahkan rahmat dan hidayah- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul ” Pemanfaatan Tumbuhan Sirih-sirihan (Piperaceae) dan Paem-paleman (Arecaceae) Dalam Kehidupan Masyarakat Melayu di Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batubara ”. Tesis ini diajukan untuk memperoleh gelar magister sains pada Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Proses penulisan tesis ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, M.S selaku pembimbing pertama dan Prof. Dr. Chalida Fachruddin selaku pembimbing kedua atas kesabaran dan keikhlasan dalam memberikan ilmu,bimbingan dan nasehat kepada penulis.

2. Prof. Dr. Drs. Syafruddin Ilyas, M.Biomed selaku penguji dan Dr. Suci R, M.Si selaku penguji atas masukan dan saran dalam perbaikan karya ilmiah.

3. Seluruh dosen Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu dan pengalaman selama penulis kuliah di Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera.


(9)

4. Suamiku tercinta Drs. Nala Gromi Rambe dan Anakku tersayang M. Argab Rambe atas semua do’a, dukungan, dan perjuangan demi memenuhi setiap harapan penulis.

5. Bapak dan Ibu tersayang serta seluruh keluarga untuk semua do’a, dukungan dan semangat yang diberikan.

6. Sundari, S.Pd (kakak) dan Irwanto (abang) untuk semua do’a, dukungan dan semangat yang diberikan.

7. Bapak Mustafa (pendamping di lapangan) dan semua masyarakat Kecamatan Tanjung Tiram yang membantu dalam proses pengambilan data sehingga penulis bisa menyelesaikan tesis ini.

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengembangan dan pelestarian sumberdaya alam hayati khususnya potensi tumbuhan berguna demi mencapai kesejahteraan masyarakat setempat. Akhirnya penulis berharap melalui karya ini dapat berbagi ilmu dan semoga bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Amiin.

Medan, 7 Juli 2010


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan dari keluarga Bapak Suharto dan Ibu Darma Latifah di Kota Medan, Sumatera Utara pada tanggal 10 November

1979. Penulis merupakan anak ke tiga dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan formal yaitu pendidikan sekolah dasar di SD Inpres 064965 Medan pada tahun 1992 kemudian penulis melanjutkan ke sekolah lanjutan tingkat pertama di SLTP Swasta Pertiwi Medan pada tahun 1995 dan sekolah menengah atas di SMA Swasta Dharmawangsa Medan pada tahun 1998. Pada tahun 1999 penulis di terima di Universitas Negeri Medan melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Menyelesaikan Pendidikan Sarjana di Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Medan pada tahun 2004. Kemudian mengabdi sebagai staf pengajar di SMA Sinar Husni dari tahun 2004 sampai 2007 dan SMA Kemala Bhayangkari 1 Medan tahun 2005 sampai sekarang.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI ……… vi

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN... xi

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Botani ... 5

2.1.1 Piperaceae (Sirih-sirihan)... 5

2.1.2 Arecacea (Palem) ... 11

2.2 Pemanfaatan Piperaceae dan Arecaceae Secara Umum ... 22

2.3 Sejarah Asal-Usul Melayu ... 24

2.4 Sejarah Terbentuknya Batubara ... 26

2.5 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Melayu Tanjung Tiram ... 28

2.5.1 Bahasa... 28

2.5.2 Pendidikan ... 29

2.5.3 Mata Pencaharian ... 29

2.6 Pemanfaatan Tumbuhan Dalam Masyarakat Melayu ... 29

III METODOLOGI PENELITIAN... 31

3.1 Deskripsi Area ... 31

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... 32


(12)

Halaman

3.4 Populasi dan Sampel ... 32

3.5 Pelaksanaan Penelitian... 33

3.6 Tekhnik Pengumpulan Data... 34

3.7 Analisis Data... 36

IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 39

4.1 Keanekaragaman Spesies Tumbuhan... 39

4.2 Pemanfaatan Tumbuhan Berdasarkan Asal Tumbuhan ... 40

4.3 Pemanfaatan Tumbuhan Berdasarkan Bagian yang Digunakan ... 42

4.4 Pemnafaatan Tumbuhan Berdasarkan Kelompok Kegunaan ... 44

4.4.1 Tumbuhan sebagai bahan pangan ... 45

4.4.2 Tumbuhan penghasil alat, anyaman, kerajinan... 46

4.4.3 Tumbuhan untuk bahan bangunan ... 51

4.4.4 Tumbuhan obat ... 54

4.4.5 Tumbuhan untuk upacara adat ... 56

4.4.6 Tumbuhan hias... 60

4.5 Nilai Guna Tumbuhan (UVis) dan Guna Setiap Jenis Tumbuhan (UVs) di Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batubara... 62

4.6 Perbandingan Nilai Guna Relatif (RUV) dan Indeks of Cultural Significance (ICS)... 64

4.7 Degradasi Pengetahuan ... 67

V KESIMPULAN DAN SARAN... 69

5.1 Kesimpulan ... 69

5.2 Saran... 71

DAFTAR PUSTAKA... 73


(13)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Jumlah spesies dari masing-masing famili ... 39

2. Pengelompokkan spesies berdasarkan perolehan tempat tumbuhan... 40

3. Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan... 43

4. Kelompok pemanfaatan tumbuhan ... 44

5. Beberapa spesies tumbuhan penghasil pangan ... 45

6. Beberapa spesies tumbuhan penghasil alat, anyaman dan kerajinan ... 49

7. Beberapa spesies penghasil bahan bangunan... 52

8. Beberapa spesies tumbuhan obat ... 55

9. Tumbuhan bahan upacara adat... 60

10. Beberapa spesies tumbuhan hias... 60

11. Nilai guna tumbuhan dan guna setiap tumbuhan ... 63

12. Nilai guna relatif (RUV) ... 64

13. Indeks of cultural significance (ICS) ... 65


(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. a. Nipah yang tumbuh liar... 41

b. Nipah yang dibudidayakan ... 41

2. a. Perkebunan sawit ... 41

b. Kebun kelapa ... 41

3. Tanaman rumbio yang ditanam di pekarangan rumah... 42

4. a. Rokok linting... 46

b. Sedang memasukkan tembakau ... 46

5. Buah kelapa yang dimanfaatkan sebagai minuman segar... 47

6. a. Pohon aren... 47

b. Buah bargat yang dimanfaatkan sebagai manisan ... 47

7. a. Daun sirih ... 48

b. Buah pinang ... 48

c. Tempat keperluan menyirih ... 48

8. Bonggol kelapa yang dimanfaatkan untuk gondang ... 50

9. Anyaman tudung saji dari daun nipah... 50

10.a. Lidi untuk dibuat sapu lidi ... 51

b. Sabut kelapa yang disusun di tanah ... 51

11.Tanaman buging yang tumbuh liar ... 51

12.a. Pembuatan atap rumbia ... 52


(15)

Halaman

13.Batang kelapa yang diolah menjadi papan... 53

14.Rumah yang menggunakan tumbuhan sebagai bahan bangunan... 54

15.a. Tanaman lada ... 56

b. H. Sano sedang mengobati penyakit polong... 56

16.a. Perlengkapan tepung tawar ... 58

b. Persiapan makan berhadap... 58

17.a. Bentuk pelaminan Melayu ... 59

b,c,d. Persiapan mandi berdimbar... 59

18.a. Palem merah... 61

b. Palem kuning ... 61


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

A. Daftar Istilah ... 75

B. Peta lokasi penelitian ... 76

C. Tabel penentuan jumlah sample dari populasi tertentu... 78

D. Nilai kualitas kegunaan suatu jenis tumbuhan... 79

E. Biodata Responden ... 82

F. Angket pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan tumbuhan sirih- sirihan dan palem-paleman dalam kehidupan sehari-hari... 83

G. Wawancara pengumpulan data ... 85

H. Tabel data responden di Kecamatan Tanjung Tiram ... 87

I. Tabel data informan kunci di Kecamatan Tanjung Tiram ... 97

J. Nilai guna tanaman sirih ... 98

K. Uji validitas dan reabilitas angket ... 108

L. Nilai-nilai r Product-Moment ... 109

M. Hasil uji validitas angket ... 110


(17)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat Melayu dalam pemanfaatan tumbuhan. Diharapkan dengan adanya pendokumentasian pengetahuan etnobotani masyarakat Melayu di Kecamatan Tanjung Tiram, pengetahuan yang ada di masyarakat tidak hilang dan hasil dari penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai masukan bagi pemerintah daerah dalam kegiatan pengembangan, pemanfaatan dan pelestarian tumbuhan berguna secara lestari yang berbasis kepada kearifan lokal masyarakat.

Penelitian ini dilakukan pada Masyarakat Melayu yang terdapat di Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat Melayu dalam pemanfaatan tumbuhan. Diharapkan dengan adanya pendokumentasian pengetahuan etnobotani masyarakat Melayu, pengetahuan yang ada di masyarakat tidak hilang dan hasil dari penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai masukan bagi pemerintah daerah dalam kegiatan pengembangan sumberdaya alam, khususnya berbagai spesies tumbuhan untuk kesejahteraan masyarakat berbasis pengetahuan/ kearifan lokal.

Penelitian dilakukan melalui tiga tahapan yaitu studi pustaka, observasi lapangan dan wawancara serta pengolahan dan analisis data. Dari penelitian yang dilakukan Masyarakat Melayu Tanjung Tiram memanfaatkan 12 spesies tumbuhan dari famili Arecaceae dan 2 spesies tumbuhan dari famili Piperaceae. Pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat Melayu Tanjung Tiram yaitu tumbuhan pangan (8 spesies), bahan bangunan (6 spesies), penghasil tali, kerajinanan dan anyaman (8 spesies), tumbuhan obat (4 spesies), kegunaan adat (3 spesies) dan tumbuhan hias (3 spesies).

Pengetahuan masyarakat Melayu di Kecamatan Tanjung Tiram tentang pemanfaatan tumbuhan dari generasi tua ke generasi muda mengalami penurunan. Tingkat degradasi tertinggi terdapat pada kelompok umur A (remaja) yaitu 0,24 dan yang terkecil adalah pada kelompok umur B (dewasa) yaitu 0,09.


(18)

ABSTRACT

The aims of this study are to identify the utilization of plants by Malayan community in using the plants. By documenting the ethnobotany of Malayan community in Tanjung Tiram Subdistrict, it is expected that the community’s knowledge concerning about the traditional usage of plants will not be lost. In addition, it can be input data for the local government in managing, especially in managing various species of plants for developing community’s welfare based on traditional knowledge and wisdom.

This study was conducted to Malayan community who lives at Tanjung Tiram Subdistric, Batubara Regency, North Sumatra. The aims of this study are to identify the utilization of plants by Malayan of community in using the plants. By documenting the ethnobotany of Malayan community, it is expected that the community’s knowledge concerning about the traditional usage of plants will not be lost. In addition, it can be input data for the local government in managing forest resources, especially in managing various species of plants for developing community’s welfare based on traditional knowledge and wisdom.

The study was conducted through 3 stages: literature study, field observation and interviews, data processing and analysis. The result of the research showed that Malayan of community’s Tanjung Tiram use 12 species of plants of Arecaceae families. The plants utilization of Malayan community consists of food plants (8 species), building materials (6 species), rope and handicraft materials (8 species), medicinal plants (4 species), cultural purposes (3 species), and ornamental plants (3 species).

The public of Malayan knowledge at Tanjung Tiram Subdistric about the utilization of plants from the older generation to younger generation have lowering. The highest level of degradation in the age group A (teenager) are 0,24 and the smallest in the age group B (adult) are 0,09.


(19)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keanekaragaman tumbuhan telah memperkaya keanekaragaman budaya dalam pemanfaatan tumbuhan sesuai dengan konsep-konsep budaya masyarakat. Kebudayaan dapat dilihat sebagai suatu sistem ide yang berupa gagasan-gagasan, wacana-wacana, strategi-strategi, aturan dan nilai-nilai yang dipercaya kebenarannya, tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan sosial budaya, dan lingkungan alamnya. Hubungan yang erat antara manusia dengan alam lingkungannya merupakan cerminan tingkatan pengetahuannya dalam memanfaatkan dan mengelola lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam konteks hubungan itu sendiri, terjadi pula beberapa interaksi antar kelompok masyarakat yang mempengaruhi perkembangan pengetahuan pemanfaatan keanekaragaman jenis tumbuhan. Dari sejarah perkembangan pemanfaatan keanekaragaman jenis tumbuhan oleh manusia dapat diketahui dengan jelas bahwa perkembangan pengetahuan tentang dunia tumbuhan seiring dengan perkembangan kebutuhan manusia itu sendiri (Waluyo, 1998).

Studi etnobotani tidak hanya mengumpulkan tumbuhan berguna, mencatat nama lokal dan cara pemanfaatannya. Dalam rangka kepentingan teoritis, etnobotani perlu dipeluas dengan pendekatan interdisipliner antara ilmu botani dengan ilmu sosial. Penekanan yang dilakukan secara interdisipliner akan dapat memecahkan


(20)

masalah yang mencakup aspek sosial budaya dan persepsi serta pemahaman masyarakat terhadap tumbuhan dan pemanfaatannya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat. Melalui kajian etnobotani akan terungkap cara berpikir suatu kelompok masyarakat, konsep-konsep mengenai tumbuhan, kebijakan dalam pemanfaatan budidaya, konservasi keanekaragaman hayati yang secara tradisi diselimuti aturan dan nilai budaya, kepercayaan dan ritual (Waluyo, 1998).

Seperti halnya Masyarakat Melayu Batubara yang tinggal di daerah pesisir pantai khususnya Kecamatan Tanjung Tiram banyak menggunakan tumbuhan jenis Piperaceae dan Arecaceae yang dimanfaatkan untuk bahan obat, pangan, upacara adat, bahan bangunan, kerajinan dan tanaman hias. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jenis-jenis tumbuhan famili ini mempunyai nilai guna yang tinggi dalam kehidupan mereka, sehingga jenis dari Piperaceae dan Arecaceae telah dibudidayakan. Wickens (1990) menyatakan bahwa makin tinggi peradaban, ketergantungan manusia terhadap tumbuhan juga semakin meningkat. Dari pernyataan ini sudah mengundang perhatian khusus dan membangkitkan pertanyaan tentang manfaat dari keanekaragaman yang terdapat pada tumbuhan Piperaceae dan Arecaceae pada masyarakat Melayu di Kecamatan Tanjung Tiram dan bagaimana pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan tumbuhan tersebut.

Untuk mengetahui manfaat dari tumbuhan Piperaceae dan Arecaceae dalam kehidupan masyarakat dan pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan tumbuhan tersebut, maka dilakukan penelitian tentang pemanfaatan tumbuhan Piperaceae dan


(21)

Arecaceae dalam kehidupan masyarakat Melayu di Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara.

1.2. Perumusan Masalah

Permasalahan penelitian ini adalah :

1. Berapa banyak keanekaragaman tumbuhan Piperaceae dan Arecaceae di Kecamatan Tanjung Tiram ?

2. Baagaimana pemanfaatan tumbuhan Piperaceae dan Arecaceae dalam kehidupan masyarakat Melayu di Kecamatan Tanjung Tiram ?

3. Bagaimana pengetahuan masyarakat Melayu di Kecamatan Tanjung Tiram tentang pemanfaatan tumbuhan Piperaceae dan Arecaceae dalam kehidupan ? 1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui keanekaragaman tumbuhan Piperaceae dan Arecaceae di Kecamatan Tanjung Tiram.

2. Untuk mengetahui pemanfaatan tumbuhan Piperaceae dan Arecaceae dalam kehidupan masyarakat Melayu di Kecamatan Tanjung Tiram.

3. Untuk mengetahui pengetahuan masyarakat Melayu di Kecamatan Tanjung Tiram tentang pemanfaatan tumbuhan Piperaceae dan Arecaceae dalam kehidupan.


(22)

1.4. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar penelitian lebih lanjut guna pembangunan pengetahuan etnobotani, serta dapat dijadikan sebagai jembatan pemanfaatan pengetahuan tradisional dengan pengetahuan modern.


(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani

2.1.1. Piperacea (Sirih-sirihan)

Tumbuhan yang termasuk dalam famili ini memiliki ciri-ciri berbatang basah atau perdu, seringkali memanjat dengan daun tunggal yang duduknya tersebar atau berkarang. Kadang-kadang terdapat daun penumpu dan kadang-kadang juga tidak. Bunga tersusun sebagai bulir atau bunga lada, amat kecil tanpa tenda bunga, berkelamin tunggal tetapi ada kalanya banci. Benang sari 1 – 10, bakal buah berunag sati dengan satu bakal biji pada dasarnya. Buah berupa buah batu, biji mempunyai endosperm maupun perisperm dan selalu mempunyai sel-sel minyak. Adapun tumbuhan yang termasuk dalam famili Piperacea (Tjitrosoepomoe, 1994), sebagai berikut :

a. Sirih ( Piper betle L.) Deskripsi tanaman

Nama lokal : Betel (Perancis); Betel, Betelhe, Vitele (Portugal); Sirih (Indonesia); Suruh, Sedah (Jawa); Seureuh (Sunda); Ju jiang (China).

Tumbuhan yang memanjat dengan menggunakan akar-akar pelekat. Batang mencapai panjang 5 – 15 m. Daun tunggal, bertangkai, duduk berseling atau tersebar. Daun penumpu lekas runtuh dan meninggalkan bekas yang berupa suatu lingkaran. Helaian daun bangun bulat telur atau memanjang, 5 – 18 x 2 – 20 cm, pangkal


(24)

bangun jantung, ujung meruncing, pinggiran daun rata sampai gak berombak, helaian daun tebal, telapak dan punggung daun licin mengkilat, warna hijau terang, urat daun 5 – 7 pasang, tangkai daun kuat panjang 2 – 2,5 cm. Tandan bunga lebat, berbentuk bulir mirip silinder. Tandan bunga betina terkulai, panjang 3 – 8 cm dan tebal 0,5 – 1 cm, bentuk lonjong memanjang, bunga banyak dan rapat, warna kekuning-kuningan, rachis berbulu panjang, braktea tidak bertangkai, berbentuk perisai sampai lonjong agak lebar. Stigma 5 – 6. Stamen 2 bertangkai. Bunga berkelamin tunggal berumah satu atau dua, tersusun sebagai bunga lada/bulir, terdapat pada ujung atau berhadapan dengan daun. Buah hanya sedikit, berkumpul, terbenam dalam rachis dan membentuk banyak benjolan, panjang ± 5 cm. Biji halus berbentuk lonjong sampai bulat telur sungsang membundar panjang 1,25 – 2,6 mm dan diameter ± 2 mm (Heyne, 1987; Darwis, 1992). Tumbuhan ini seringkali dipelihara dan daunnya yang muda merupakan salah satu bahan dalam menyirih.

Selain untuk makan sirih di kalangan bangsa Indonesia banyak sekali digunakan dalam obat-obatan, antara lain sebagai obat batuk, menahan keluarnya darah dan lain-lain. Dalam daun sirih terkandung minyak atsiri yang terdiri atas :

 Lebih kurang 30 % fenol derivate, antara lain kavikol  Kavibetol dan bersifat mensucikan kuman-kuman.

Pengaruh yang baik untuk pengobatan sakit batuk diakui oleh dokter-dokter dan apoteker di Indonesia (Heyne, 1987).


(25)

Ekologi dan Persebaran

Tanaman sirih mempunyai daerah persebaran yang luas, khususnya di kawasan tropis dan subtropis. Tanaman sirih ditemukan di bagian Timur pantai Afrika, di sekitar pulau Zanzibar, Madagaskar, India ke Timur meliputi daratan Cina, kepulauan Bonim, kepulauan Fiji, Malaysia. Indonesia dan kawasan Asia Tenggara lainnya. Menurut Purseglov (1969) dan Burkill (1935) dalam Rostiana dkk (1991), tanaman sirih berasal dari kawasan Malaysia Timur dan Tengah dan sejak dahulu tersebar keseluruh daerah tropika Asia dan Afrika. Sedangkan Indonesia karena termasuk dalam kawasan Malesia yang menurut Vavilov merupakan salah satu pusat keanekaragaman genetika dari delapan pusat keanekaragaman tanaman dunia, termasuk di dalamnya kelompok sirih-sirihan, maka Indonesia juga merupakan salah satu tempat asal tanaman sirih (Tjitrosoepomoe, 1994).

b. Kemukus (Piper cubeba L.) Deskripsi tanaman

Nama lokal : Kemukus atau lada berekor (Indonesia), kemukus atau temukus (Jateng), rinu atau sahang gunung (Jabar), kamokos (Madura), dan pamakusu (Makassar)

Tumbuhan kemukus merupakan liana yang memanjat dengan akar-akar pelekat, perdu, batang 3 – 15 m. Daun tunggal, duduk berseling atau tersebar, bertangkai dengan daun penumpu yang lekas gugur dan meninggalkan bekas dengan suatu lingkaran. Helaian daun bulat telur memanjang, 8 – 15 x 2,5 – 9 cm, dengan


(26)

ujung yang menyempit atau meruncing, pada sisi bawah dengan kelenjar-kelenjar yang tenggelam (Arisandi, 2008).

Bulir-bulir terpisah-pisah pada ujung atau berhadapan dengan daun dan terdapat dalam suatu daun pelindung yang berbentuk memanjang atau bulat telur terbalik, lebih kurang 2 mm panjangnya. Bulir betina seringkali bengkok, bunga betina dengan 3 – 5 kepala putik. Buah berupa buah buni, berdiameter 6 - 8 mm, dengan sisa dari tangkai putik seperti ekornya (Arisandi, 2008) .

Ekologi dan Persebaran

Tempat tumbuh yang diinginkan adalah dengan ketinggian 100 – 1000 meter dpl. Suhu udara untuk pertumbuhan antara 17 – 270 C dengan curah hujan yang dikehendaki 200 hari pertahun. Tanah yang mengandung humus dengan posisi agak miring merupakan lokasi tumbuh yang baik (Tjitrosoepomoe, 1994).

c. Lada(Piper nigrum L.) Deskripsi tanaman

Nama lokal : Pedes (Sunda), lada (Indonesia, Lampung), merico (Jawa). Tumbuhan lada memiliki 2 macam sulur, yaitu sulur panjat dan sulur buah yang tumbuh dari batang primer (stolon). Tanaman lada yang berasal dari sulur buah akan menghasilkan bentuk pertanaman perdu dan tanaman yang berasal dari sulur panjat akan memanjat. Namun, dengan memanfaatkan sulur buah yang memiliki ketiak bertunas (sulur tapak) akan menghasilkan kombinasi dari kedua tipe tersebut. Batang pokok tanaman lada berbentuk agak pipih , berdiameter 4 – 6 cm, berbenjol-benjol,


(27)

warnanya abu-abu tua, beruas dengan panjanng antara 7 – 12 cm, berkayu dan berakar. Daun tunggal bertangkai dengan panjang 2 – 5 cm, bentuk bulat telur dan bulat meruncing, membentuk alur di bagian atasnya, panjang 8 – 20 cm, lebar 4 – 12 cm, warna hijau tua, permukaan mengilat, pucat di bagian bawah. Bunga majemuk bentuk malai, agak menggantung, panjang 3 – 25 cm, tidak bercabang, berporos tunggal, pada satu malai terdapat maksimum 150 bunga. Buah tidak bertangkai, berbiji tunggal, bentuk bulat, diameter 4 – 6 mm, berdaging, kulit hijau bila masih mudan dan menjadi merah bila telah masak (Tjitrosoepomoe, 1994).

Di Indonesia terdapat sekitar 52 varietas lada. Jenis yang dibudidayakan adalah yang berumah satu, mempunyai bakal buah dan benang sari.

Ekologi dan Persebaran

Daerah sentra produksi lada di Indonesia, yaitu Lampung, Bangka dan Kalimantan. Tanaman lada dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah seperti latosol, andosol dan podsolik, asalkan kondisi tanahnya baik. Tanah dengan kesuburan tinggi, drainase yang baik dan tidak tergenang air merupakan kondisi tanah yang ideal untuk pertumbuhan lada. Tanaman ini dapat tumbuh mulai dari dataran rendah sampai ketinggian 500 meter dpl. Lada akan tumbuh di daerah yang beriklim tropis dengan curah hujan yang tinggi tanpa adanya periode kering yang lama, yaitu antara 2.000 – 3.000 mm/tahun dan dengan suhu antara 23 – 300 C (Tjitrosoepomoe, 1994).


(28)

d. Cabe Jawa(Piper retrofracum Vahl.) Deskripsi tanaman

Nama lokal : Cabean, cabe alas, cabe areuy, cabe jawa, cabe sula (Jawa); Cabhi jhamo, cabe ongghu, cabe solah (Madura); Lada panjang, cabai jawa, cabai panjang (Sumatera); Cabia (Makasar); Long pepper (Inggris).

Cabe Jawa merupakan tumbuhan memanjat, membelit atau melata. Batang utamanya berukuran sebesar jari, di bagian bawah agak mengayu dan untuk tumbuhnya memerlukan tiang panjat. Daun berbentuk bulat telur sampai lonjong, pangkal daun berbentuk jantung atau membulat, ujung daun runcing dengan bintik-bintik kelenjar, panjang helaian daun 8,5 – 30 cm dan lebar 0,5 – 3 cm. Bunga majemuk berupa bulir tegak, sedikit merunduk, bertangkai 0,5 – 2 cm, daun tangkai berbentuk bundar, panjang 1,5 – 2 mm, melekat pada gagang yang hanya satu titik saja. Buah majemuk bulir, berwarna kelabu sampai coklat kelabu atau hitam kelabu sampai hitam, bentuk bulat panjang atau silindris, ujungnya agak mengecil. Buah yang belum matang berwarna kelabu, lalu menjadi hijau dalam jangka waktu cukup lama dan selanjutnya menjadi kuning lalu merah serta lunak. Rasa buah pedas dan tajam aromatis (Tjitrosoepomoe, 1994).

Ekologi dan Persebaran

Cabe Jawa merupakan tumbuhan asli Indonesia, ditanam di pekarangan, lading atau tumbuh liar di tempat yang tanahnya tidak lembab dan berpasir dekat


(29)

pantai atau di hutan sampai ketinggian 600 meter dpl dan dengan curah hujan rata-rata 1.259 – 2.500 mm/tahun (Tjitrosoepomoe, 1994).

2.1.2 Arecacea (Palem)

Famili Arecacea (Palem) masuk ke dalam ordo Arecales, Famili Arecaceae mempunyai anggota 225 genera dan lebih 2600 spesies. Famili Arecaceae mempunyai anggota sangat banyak sehingga banyak pakar yang membagi dalam beberapa sub-famili yang jumlahnya kadang-kadang berbeda antara satu pakar dengan pakar yang lain. Purseglove (1978) membagi family Arecaceae ke dalam sembilan sub-famili yaitu : (1) Phoenicoideae, (2) Caryotoideae, (3) Coryphoedeae, (4) Borassoideae, (5) Lepidocaryoideae, (6) Cocoideae, (7) Arecoideae, (8) Nypoideae, dan (9) Phytelephantoideae. Dari kesembilan sub-famili tersebut hanya Phytelephantoideae yang anggotanya tidak terdapat di Indonesia (Sudarnadi, 1995).

Species palem yang begitu banyak jumlahnya ini tergabung dalam family Arecaceae, dahulu family ini dikenal sebagai palem. Tentang penamaan family palem ini didasarkan pada keseragaman dalam tata nama baru yang semua family tanaman berakhiran ceae. Berikut ini diberikan Sistematika Botani palem :

Divisi : Plantae Class : Monokotil Ordo : Arecales Famili : Arecaceae


(30)

Species : Sekitar 2500 – 3500 species, misalnya Areca catechu L., Pinanga densiflora dan Caryota maxima (Nazaruddin dan Angkasa, 1997). Famili ini menurut Corner (1966) merupakan famili tertua diantara tumbuhan berbunga. Batang berpenampang silindris dengan buku-buku yang pendek. Ada spesies yang batangnya dapat mencapai 60 m. Famili Arecaceae atau suku pinang-pinangan (palem) adalah kelompok tumbuhan yang biasa disebut palma atau palem. Tumbuhan ini banyak dikenal dan mempunyai banyak jenis di Indonesia meskipun terkadang tidak sedikit yang bingung untuk membedakannya sehingga menyebutnya sebagai palem saja atau justru keliru dalam menyebutkan nama jenisnya.

Secara umum suku Arecaceae mempunyai ciri-ciri:

 Batangnya tumbuh tegak ke atas dan jarang bercabang

 Batangnya beruas-ruas dan tidak memiliki kambium sejati

 Akarnya tumbuh dari pangkal batang dan berbentuk akar serabut

 Berdaun majemuk

 Tangkai daun memiliki pelepah daun yang membungkus batang.

 Bunga tersusun dalam karangan bunga (mayang)

 Buahnya ditutupi lapisan luar yang relatif tebal (biasa disebut sabut)

 Biji buah relatif cair pada saat masih muda dan semakin mengeras ketika tua. Banyak anggota famili ini yang dibudidayakan orang sebagai bahan makanan, minyak, serat, perabotan, bangunan, tanaman hias dan lain-lain. Jenis tumbuhan yang


(31)

popular dari famili ini yaitu : korma (Phoenix dactylifera), kelambe (Cocos nucifera) dan kelapa sawit (Elaeis guinensis).

Sub Famili Palem

Beberapa sub-famili Palem yang terdapat di Indonesia adalah : 1. Phoenicoideae

Daun majemuk besirip, anak daun yang terbawa mengalami modifikasi menjadi duri. Mempunyai anggota satu genus yaitu Phoenix dengan lebih kurang 12 spesies yang terdapat di Asia dan Afrika. Contoh yang terdapat di Indonesia adalah Phoenix paludosa (korma rawa). Tumbuhan ini dijumpai hanya di Aceh Timur di daerah rawa-rawa. Di luar Indonesia jenis ini tersebar secara alami dari delta sungai Gangga di India ke arah timur melalui kepulauan Andaman, Aceh, Malaysia dan Thailand (Sudarnadi, 1996).

2. Caryotoideae

Daun majemuk bersirip, anak daun berbentuk garis atau baji (pasak kayu) yang tepinya bergerigi. Mempunyai anggota 3 genera dan lebih kurang 35 spesies yang terdapat di Asia dan Afrika. Contoh yang terdapat di Indonesia adalah :

a. Arenga piñata (Aren)

Arenga piñata dijumpai mulai dari pantai barat India sampai ke sebelah selatan Cina dan di Kepulauan Guam. Tidak pernah dijumpai di Kepulauan Riukiu dan Taiwan. Tumbuhnya tunggal, berbatang besar dan berijuk banyak. Tingginya bisa mencapai 15 meter atau lebih. Daunnya berbentuk sirip, anak-anak daunnya


(32)

berbentuk garis yang bagian ujungnya bergerigi. Di Jawa Barat aren ditanam dengan memindahkan anakannya (Sudarnadi, 1996)

Menurut LIPI (1978) bahwa penyebaran tumbuhan palem meliputi dari India, Cina Selatan, Asia Tenggara, dan Kepulauan Guam. Tumbuhan menyendiri berbatang besar, berijuk banyak dan tingginya mencapai 15 meter atau lebih.

b. Arenga brevipes ( Baling)

Arenga brevipes merupakan tumbuhan asli Indonesia yang dijumpai di Sumatera dan Kalimantan. Umumnya tumbuh dekat sungai, tumbuhnya berumpun, pohonnya kecil yang mencapai tinggi 4 meter, berbatang lurus dan ramping, berijuk sedikit. Daun mejemuk bersirip, anak daun berbentuk garis dan bagian ujungnya bergerigi (LIPI, 1978).

Selain dari dua jenis di atas beberapa spesies yang masuk ke dalam sub-famili Caryotoideae adalah Arenga microcarpa (Aren sagu), Arenga obtusifolia (Langkap, Puli), Arenga undulatifolia (Aren gelora), Caryota maxima (Suwangkung), dan Caryota mitis (Sarai, sukawung leutik) (Sudarnadi, 1996).

3. Coryphoideae

Tumbuhan berumah satu, daun majemuk menjari, bunga majemuk dengan banyak percabangan, mempunyai anggota 3 genera dengan lebih kurang 330 spesies yang terdapat di seluruh benua. Contoh yang terdapat di Indonesia adalah :


(33)

a. Corypha elata (Pucuk lontar utan)

Tumbuhan banyak dijumpai di kawasan pantai, tumbuh menyendiri, berbatang lurus, tingginya mencapai 30 m. Daunnya besar, bundar dan kaku. Bunganya majemuk terletak di ujung batang, berwarna putih. Buahnya bulat dan kecil (Sudarnadi, 1996).

b. Johannesteijmannia altifrons (Daun payung)

Menurut Sudarnadi(1996), bahwa tumbuhan Johannesteijmannia altifrons di jumpai di Malaysia, Pantai Timur Sumatera, dan Serawak berupa tumbuhan bawah pada hutan lebat. Tumbuh tunggal, tegak, tingginya mencapai 6 meter, daun lebar berbentuk belah ketupat dan sering disebut dengan nama daun Sang, bunga majemuk, berbentuk tandan yang pada pangkalnya aiselimuti oleh seludang. Bunga berwarna putih. Buah berwarna coklat, permukaannya kasar ditutupi oleh benjolan-benjolan kulit semacam gabus yang berbentuk kerucut. Tajuknya cukup indah tetapi belum dimanfaatkan sebagai tanaman hias .

Di pedalaman semenanjung Malaya dan Serawak, orang sering mempergunakan daunnya sebagai atap. Di Indonesia penyebaran tumbuhan ini sangat terbatas sekali (Sudarnadi, 1996).

c. Licuala grandis (Palas payung)

Tumbuhan yang berasal dari Papua Nugini ini, di Indonesia sudah digunakan sebagai tanaman hias. Tumbuh menyendiri, tegak, tingginya mencapai 2 m. Daunnya bundar, lebar, bagian tepi daunnya bergelombang dan bergerigi halus. Tangkai


(34)

daunnya berduri. Bunga dan buah keluar dari ketiak daun. Buah yang masak berwarna merah. Daun dari tumbuhan ini sering digunakan orang sebagai pembungkus dan atap (Sudarnadi, 1996).

Selain ketiga palem di atas, jenis palem yang masuk ke dalam sub-famili Coryphoideae adalah Licuala spinosa (Palas duri), Licuala valida (Palas biru), Livingstonia rotundifolia (Serdang, Woka, Salibu), Pholidocarpus majadun (Liran) (Sudarnadi, 1996).

4. Borassoideae

Tumbuhan berumah dua, daun majemuk menjari, bunga majemuk dengan sedikit percabangan. Mempunyai anggota 33 genera dengan lebih kurang 330 spesies yang terdapat disemua benua. Ciri generatifnya adalah buahnya berdaging tebal, perbungaan berbentuk malai dengan bunga-bunga yang sangat kecil. Biasanya tertutup dalam tampuk bunga tinggal atau dengan sedikit cabang silindris yang tebal. Bunga berumah 2. Contoh jenis family ini yang ada di Indonesia adalah :

a. Barossus flabellifer (Lontar, Siwalan)

Tumbuhan ini dijumpai di Afrika Tropika, India, Burma, Malaysia, dan Indonesia yang tumbuh pada tempat terbuka dekat pantai. Tumbuh menyendiri, batang lurus dapat mencapai tinggi 30 m. Permukaan batang halus dan berwarna kehitam-hitaman. Daun bundar berbentuk seperti kipas, tepinya banyak mempunyai lekukan yang lancip. Buahnya besar, bulat, di dalamnya banyak serabut, berair dan berbiji 3 (Sudarnadi, 1996).


(35)

b. Borassodendron borneensis ( Bindang, Budang)

Tumbuhan ini dijumpai di kawasan Kutai dan Serawak. Tumbuh menyendiri, berbatang lurus, tinggi mencapai 20 m. Helaian daun bundar bercelah-celah dalam. Bunga jantan danbunga betina terdapat pada pohon yang berbeda, menggantung berupa tandan yang bercabang banyak. Buahnya mirip buah lontar yang berserabut, mempunyai tempurung dan daging buah (Sudarnadi, 1996).

5. Lepidocaryoideae

Daun majemuk, bersirip atau menjari, buah diselimuti oleh sisik-sisik yang rapat. Sub-famili ini mempunyai anggota 25 genera dengan lebih kurang 500 spesies yang hanya terdapat di daerah Tropika. Contoh anggotanya yang ada di Indonesia, yaitu :

a. Calamus caesius (Rotan sega, Rotan sega putih)

Tumbuhan ini dapat dijumpai di Malaysia, Sumatera dan Kalimantan, tumbuh di hutan meranti. Tumbuhan merumpun dan memanjat dengan batang yang panjangnya dapat mencapai 30 m. Daunnya majemuk bersirip, anak daun berbentuk lanset memanjang. Tangkai daunnya berduri, tetapi tidak rapat. Bunga jantan dan betina terletak pada pohon yang berbeda, panjang bunganya dapat mencapai 3 m. Buahnya lonjong bersisik. Batangnya dapat dipakai untuk bahan meja, kursi, tongkat dan lain-lain dengan mutu yang baik (Sudarnadi, 1996).


(36)

b. Daemonorops melanochaetes (Penjalin manis)

Tumbuhan ini dijumpai di Sumatera dan Jawa, di hutan yang lembab. Tumbuhan tunggal atau berumpun, merambat panjang batang dapat mencapai 15 m. Daun majemuk berisrip dengan panjang sampai 4 m dan anak daun dapat mencapai 40 pasang. Bagian ujung tulang daun mencapai 40 pasang. Bagian ujung tulang daun utama memanjang sapai 1 m, berduri, tanpa anak daun. Bunga majemuk, mula-mula terbungkus oleh seludang yang berbentuk seperti perahu dan bagian luarnya berduri. Buah bulat, bersisik, berwarna coklat kekuningan. Batang digunakan untuk bahan kerajinan tangan (Sudarnadi, 1996).

c. Salacca edulis (Salak)

Tumbuhan ini anyak dibudidayakan di Indonesia. Tumbuhan berumpun, tingginya dapat mencapai 7 m. Batang hamper tidak kelihatan karena tertutup oleh daun yang tersusun rapat. Pelepah dan tangkai daunnya berduri panjang. Bunga jantan dan bunga betina terdapat pada pohon yang berbeda, penyerbukan dilakukan oleh angin. Buah bersisik coklat sampai kekuningan. Salak yang di budidayakan di Bali adalah Salacca edulis var.amboinensis, sedangkan yang dibudidayakan di Sumatera utara adalah Salacca sumatrana (Sudarnadi, 1996).

Selain jenis di atas ada beberapa jenis lain dari sub-famili ini seperti Calamus ciliaris (Palem paris), Calamus javensis (Rotan lilin, rotan cacing), Calamus trachycoleus (Rotan irit), Eugeissona utilis (Bertam), Eleiodoxa conferta (Asam paya), dan Metroxylon sagu (Sagu, Rumbia, Kirai, Lapia) (Sudarnadi, 1996).


(37)

6. Cocoideae

Daun majemuk bersirip. Buah diselimuti oleh serabut yang kasar dan bertempurung. Bunga majemuk, panjang dan bercabang-cabang. Mempunyai anggota 27 genera dengan lebih kurang 600 spesies yang terdapat di Amerika, Afrika, Asia dan Pasifik (Sudarnadi, 1996). Beberapa anggota yang terdapat di Indonesia adalah :

a. Cocos nucifera L. (Kelambe)

Tumbuhan tersebar di daerah tropika yang banyak dijumpai di daerah pantai pada tanah yang banyak mengandung garam. Tumbuh baik di bawah ketinggian 300 mdpl dengan curah hujan 1.270 – 2.550 mm per tahun.

Tumbuhan berupa pohon, tumbuh menyendiri, batangnya tegak tingginya dapat mencapai 35 m, tergantung jenisnya. Daun majemuk bersirip genap. Bunga berwarna kekuningan atau kehijauan, tersusun dalam malai. Tumbuhan akan berbunnga terus menerus sepanjang tahun. Dalam tandan, bunga betina terletak di pangkalnya, sedangkan bunga jantan terletak di ujung tandan. Buahnya bulat, berbatok dan berdaging buah, berukuran besar (Sudarnadi, 1996).

b. Elaeis guinensis (Kelapa sawit)

Tumbuhan ini berasal dari Afrika Tropika. Di Indonesia yang pertama kali menanam adalah di Kebun Raya Bogor, kemudian bijinya disebarkan ke Sumatera Timur hingga sekarang penyebarannya sudah sangat luas.

Tumbuhan menyendiri, batang tegak, tingginya 15 – 24 m. Bunganya terusun dalam bentuk malai, berwarna coklat yang muncul dari setiap ketiak daun. Buahnya


(38)

kecil, beragam dalam ukuran dan warnanya, berbentuk bulat telur, berserabut, bertempurung dan berdaging (Sudarnadi, 1996).

c. Bactris gasipaes (Pejibaye, Peach palm)

Tumbuhan ini berasal dari Amerika Tropika dataran rendah yng sekarang dibudidayakan di Honduras, Panaman, Colombia dan Bolivia. Tumbuhan ini telah diperkenalkan di Asia Tenggara, termasuk Indonesia tetapi belum popular.

Tumbuhan ini berumpun dengan tinggi batang utama 10 – 20 m dan setiap batang akan mempunyai tunas 4 – 5 batang. Batangnya berduri. Daun majemuk bersirip dengan panjang lebih kurang 3 m. Tangkai daun berduri panjangnya sekitar 1 m. Bunga majemuk keluar dari ketiak daun panjangnya 20 – 30 m. Buah dalam satu tandan dapat mencapai 300 buah yang berwarna kuning kemerahan (Sudarnadi, 1996).

7. Arecoideae

Tumbuhan ini mirip dengan Cocoideae, tetapi pada Arecoideae tidak mempunyai tempurung. Sub-famili ini mempunyai anggota 130 genera dengan lebih kurang 1.100 spesies yang tersebar di daerah tropika. Contoh spesies yang ada di Indonesia, yaitu :

a. Areca catechu L. (Pinang sirih)

Tumbuhan ini diduga berasal dari Filiphina dan sudah tersebar di daerah Asia Tenggara. Tumbuhan menyendiri, batang lurus, tinggi sampai 10 m. Bunga tersusun


(39)

dalam bulir, bunga betina terletak di bagian pangkal dan bunga jantan di ujung. Buah ada yang berwarna hitam (var.nigra) dan kuning keputihan (var.alba).

Pinang yang biasa digunakan untuk makan sirih adalah yang berwarna kuning. Selain untuk makan sirih, endosperm buah tanaman ini dapat untuk bahan pemis. Umbutnya dapat digunakan untuk bahan campuran ramuan obat (Sudarnadi, 1996).

b. Pinanga kuhlii (Pinang)

Tumbuhan ini terdapat di Sumatera dan Jawa, pada tempat yang terlindung. Pohon tumbuh berumpun, tingginya 5 – 7 m. Daun majemuk bersirip dengan anak daun yang agak lebar. Bunga majemuk dalam malai yang menggantung, tangkainya berwarna merah, sedangkan bunganya berwarna putih. Buah yang masak mula-mula merah, kemudian menjadi hitam, berbentuk lonjong. Buahnya sering dipakai sebagai pengganti pinang sirih. Indah untuk tanaman hias.

Selain jenis di atas, ada beberapa jenis lain yaitu : Actinorhytis calapparia (Pinang kelambe, Jambe sinagar, jawar); Areca vestaria (pinang monyet); Cytostachys lakka (pinang merah); Gronophyllum microcarpum (pinang saka), Iguanura macrostachya (pinang kera); Oncosperma tigillarium (nibung); Orania sylvicola (iwul); Pigafetta filaris (Wanga); Pinanga caesia (pinang biru); dan Pinanga densiflora (pinang tutul) (Sudarnadi, 1996).


(40)

8. Nypoideae

Batang pendek di bawah permukaan tanah, daun majemuk bersirip, berumah satu, benang sari 3, bakal buah beruang satu dengan satu biji. Anggotanya hanya satu genera dan satu spesies yaitu :

a. Nypa fruticans (nipah)

Tumbuhan ini merupakan anggota vegetasi pantai di Asia Tenggara, terutama di muara sungai sampai ke dalam sungai selama airnya masih payau. Tumbuh berumpun, panjang daun sampai 8 m. Bunga majemuk keluar dari ujung batang berupa kumpulan bunga yang bersatu membentuk suatu kepala. Bunga jantan dan betinanya terletak dalam satu pohon (Sudarnadi, 1996).

Tempat Tumbuh Arecaceae (Palmae)

Menurut Witono et.al (2000), palem dapat tumbuh dengan baik pada tipe tanah yang berpasir, tanah gambut, tanah kapur dan tanah berbatu. Palem juga dapat tumbuh pada berbagai kemiringan dari tanah datar, tanah berbukit dan tanah berlereng terjal.

Palem membutuhkan suhu rata-rata tahunan 170 – 250 C, curah hujan 2000 mm – 2500 mm pertahun dengan rata-rata hujan turun 120- 140 hari dalam setahun dan kelembapan relative 80%. Untuk pertumbuhan palem juga memerlukan cahaya dan cahaya yang sampai ke dasar hutan berbeda-beda sehingga menjadi ciri tersendiri untuk menentukan pertumbuhan suatu spesies palem.


(41)

2.2. Pemanfaatan Piperaceae dan ArecaceaeSecara Umum

Sebagian besar masyarakat di Indonesia mengenal manfaat Piperaceae dan Arecaceae. Macam dan cara pemanfaatan kedua famili ini sangat beragam tergantung dari kelompok masyarakat atau etnik tertentu, dimana masing-masing kelompok masyarakat atau etnik tersebut memiliki sistem pengelolaan dan pemanfaatan tanaman Piperaceae dan Arecaceae tersebut. Secara umum tanaman yang termasuk dalam Piperaceae dan Arecaceae, baik secara tersendiri ataupun keduanya secara bersama mempunyai kegunaan sebagai berikut :

Manfaat tumbuhan Piperaceae (Sirih-sirihan)

Manfaat jenis dari tumbuhan Piperaceae tidak sebanyak manfaat dari jenis Arecaceae, yaitu :

1. Sebagai bahan ramuan obat.

2. Sebagai bahan sesaji dalam upacara adat, baik upacara perkawinan maupun upacara ritual.

3. Sumber bahan penyegar, masih ada masyarakat di Indonesia yang masih menginang (menyirih).

4. Sebagai bahan rempah masakan

5. Sebagai lambang hubungan sosial budaya.

Manfaat tumbuhan Arecaceae (Palmae)

Beberapa jenis palem termasuk jenis yang serbaguna. Dari segi kegunaan, jenis-jenis palem dapat dikelompokkan sebagai berikut :


(42)

1. Sumber karbohidrat, baik dalam bentuk pati maupun gula.

2. Sumber minyak, sudah sejak lama masyarakat Indonesia memanfaatkan kelambe untuk minyak goreng.

3. Sumber bahan anyaman, rotan merupakan bahan anyaman berkualitas tinggi, beberapa jenis palem juga menghasilkan daun yang dapat dianyam.

4. Sumber bahan bangunan, Ada jenis-jenis palem yang mempunyai batang yang kuat untuk mengganti kayu. Di Bali batang-batang kelambe menjadi tiang-tiang atau bahan ukiran perkakas rumah tangga.

5. Sumber bahan penyegar, masih ada masyarakat di Indonesia yang masih menginang.

6. Sumber tanaman hias, banyak jenis palem yang sudah dimanfaatkan untuk tanaman hias di jalan maupun di pekarangan rumah.

7. Sebagai bahan campuran ramuan obat.

8. Sebagai bahan sesaji dalam upacara adat, baik upacara perkawinan maupun upacara ritual (LIPI, 1978).

2.3 Sejarah Asal-Usul Melayu

Pengertian orang mengenai nama “Melayu” sering saja keliru dan dicampurbaurkan. Hal ini disebabkan ada pengertian berdasarkan “Bahasa”, ada pengertian “Ras”, ada pengertian etni “sukubangsa” dan ada pula pengertian Melayu berdasarkan kepercayaan atau religi, yaitu “sesama agama Islam”. Tidak dapat disangkal bahwa orang Melayu mendiami wilayah : Thailand Selatan, Malaysia Barat


(43)

dan Timur, Singapura, Brunei, Kalimantan Barat, Tamiang (Aceh Timur), Pesisir Timur Sumatera Utara, Riau, Jambi dan Pesisir Palembang. Dalam buku sejarah Melayu disebut bahwa Melayu adalah nama sungai di Sumatera Selatan yang mengalir disekitar bukit Si Guntang dekat Palembang. Si Guntang merupakan tempat pemunculan pertama tiga orang raja yang datang ke alam Melayu. Mereka adalah asal dari keturunan raja-raja Melayu di Palembang (Singapura, Malaka dan Johor), Minangkabau dan Tanjung Pura (Basyarsyah, 2002).

Menurut berita yang ditulis di dalam Kronik Dinasti T’ang di Cina, sudah ada tertulis nama kerajaan di Sumatera “MO-LO-YUE”, ditulis dalam aksara dan logat Cina. Penulisannya pada tahun 644 dan 645 Masehi. Hal ini sesuai dengan peristiwa perjalanan seorang pendeta Budha Cina bernama I-TSING ke India. Dinyatakan bahwa ia pernah bermukim di Sriwijaya (“She-li-fo-she”) untuk belajar Sansekerta selama 6 bulan. Menurut tulisannya, ia menuju MO-LO-YUE dan tinggal selama 6 bulan pula sebelum berangkat ke Kedah dan India. Dalam perjalanan pulang ke Cina di tahun 685 M, ia singgah lagi di MO-LO-YUE yang sekarang sudah menjadi She-li-fo-she. Rupa-rupanya kerajaan Melayu itu sudah ditaklukan ataupun menjadi satu dengan Kerajaan Sriwijaya (Basyarsyah, 2002).

Mengenai darimana asal nama “Melayu” itu Prof. DR.R.C MAJUMDAR mengatakan bahwa ada satu suku di India bernama “Malaya” dan orang Yunani menyebut mereka “Malloi” dan ada lagi nama gunung “Malaya” yang menjadi sumber sandalwood dan dalam kitab Purana disebut sebagai salah satu daripada 7


(44)

watas pegunungan di India. Banyak lagi nama-nama tempat di Asia Tenggara dan Nusantara yang namanya berasal dari India. Ada legenda pada orang Melayu Minangkabau bahwa leluhur mereka berasal dari India juga (Sang Sapurba yang turun di Bukit Seguntang Maha Meru bersama 2 saudaranya yang lain). Setelah hancurnya Sriwijaya dan Melayu di Jambi dan Damasraya di Sumatera Barat, maka bahasa dan budaya Melayu itu berpusat kini di Pasai dan Malaka. Imperium Melayu di Melaka yang didirikan PARAMESWARA di tahun 1400 M, itu mengembangkan, terutama setelah Islam bahasa dan budaya Melayu itu mula-mula ke pesisir Timur Sumatera dan Kalimantan dan lalu ke seluruh Semenanjung Tanah Melayu sampai ke Petani (Thailand) (Basyarsyah, 2002).

Ketika orang Portugis dan orang Barat lainnya tiba pada awal abad ke-16 M, maka sudah dikenallah adanya orang Melayu yang dilekatkan dengan agamanya yang Islam dan karena bahasa Melayu sudah menjadi lingua franca di Asia Tenggara, maka orang Barat menganggap semua penghuni Nusantara ini adalah “Orang Melayu” mendiami Kepulauan Melayu.

2.4 Sejarah Terbentuknya BatuBara

“Nama Batubara diambil dari sebuah batu di pedalaman yang pada malam hari mengeluarkan cahaya merah berapi.” Demikian menurut catatan John Anderson, seorang utusan dari Gabenor Inggeris di Pulau Pinang ketika mengunjungi Batubara di tahun 1823 seperti dinyatakannya ‘Batubara is so called from a large stone in the interior, which at night has the appearance of being red hot, and throws a light around


(45)

it’. Sedangkan orang tua-tua mengatakan asal usul nama Batu Baro berasal dari nama Kubah Keramat Batu Baro (Batu seumpama Baro) dari situlah nama Batu Baro diwujudkan. Letak asal perkampungan Batu Baro sekarang dikenali sebagai Kubah Keramat Batu Baro, yang kini masih bisa dilihat bekas-bekas dan lokasinnya. Pada zaman dahulu kala Keramat Batu Baro ini merupakan pelabuhan kapal, bahtera, sampan dan perahu-perahu besar dan kecil. Tetapi kini telah menjadi bukit yang tinggi dan bertangga-tangga tanah dan batu-batu.

Menurut cerita rakyat, wilayah Batubara di huni oleh pemukim asal Minangkabau yang mula-mula mendarat menaiki kapal ‘Gajah Ruku’. Nama-nama negeri di wilayah Batubara mengingatkan kita akan negeri asal nenek-moyang mereka itu seperti Lima Puluh, Lima Laras, Tanjung Tiram, Pematang Panjang, Tanah Datar, Kampung Rawaito berasal dari nama daerah yang ada di tempat asal mereka tetapi apakah para pemukim pertama ini langsung datang dari Minangkabau atau melalui Siak? Di tanah Minangkabau ada tiga luhak yang besar iaitu Luhak Tanah Datar, berkedudukan di Padang Datar di Ulak Tanjung Bungo, Luhak Agam di Padang Panjang dan Luhak Limapuluh Koto berkedudukan di Koto Nan Ampat, Paya Nan Kumbuh sekitar Payakumbuh. Demikianlah susunan ketiga masa adanya kerajaan Pagaruyung. Lokasi wilayah Batu Baro mempunyai ciri-ciri tersendiri yaitu terletak di tepi laut atau di tepi pantai. Karena lalu lintas pada masa itu sebahagian besar melalui sungai maka hulu sungai sekitar Paya Kumbuh adalah Hulu Sungai Kampar Kanan yang bermuara di sekitar Kampar, Pelalawan, agak jauh dari


(46)

Sumatera Timur. Umumnya imigrasi dari Minangkabau melalui sungai itu ke Semenanjung Tanah Melayu, Negeri Sembilan. Di wilayah inilah terdapat mustautinnya orang-orang Melayu, berketurunan Melayu Pagaruyung Batu Sangkar dan beragama Islam pula, maka patut mengekalkan nama wilayah ini dengan perkataan Batu Baro atau Batu Bahara dan bukan menamakan dengan Batu Bara. Karena Batu Bara adalah suatu marga yang berasal dari Samosir dan Porsea. Dimana mayoritasnya marga Batu Bara itu adalah masih beragama Kristian. Keturunan dan asal usul nenek moyang Batu Baro atau Batu Bahara adalah berasal dari Pagaruyung Batu Sangkar. Pagaruyung adalah sebuah pusat dan istana Kerajaan Bersultan yang beragama Islam dan menjadi pusat pentadbiran Adat Istiadat Beraja di Negeri Melayu Samudera Pulau Percah yang mempunyai sejarah tersendiri. Dari hasil penelitian pemerintahan Belanda yang mengumpulkan dari sumber setiap kerajaan di Batubara disimpulkan Batubara dihuni oleh pemukim dari Siak.

2.5 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Melayu Tanjung Tiram

Masyarakat yang mendiami Kecamatan Tanjung Tiram memiliki hubungan yang sangat erat. Hal ini disebabkan karena adanya perkawinan antar kerabat yang telah terwariskan secara turun-temurun. Di Kecamatan Tanjung Tiram terdapat ± 6 suku yang mendiami 12 desa yang ada di Tanjung Tiram. Sedangkan pada desa yang berada di pusat kecamatan telah banyak para pendatang yang bekerja sebagai tenaga pendidik, perawat ataupun tenaga jasa lainnya.


(47)

2.5.1. Bahasa

Bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi antar suku adalah bahasa Melayu. Tetapi ada desa yang di huni oleh suku Jawa seperti Desa Bagan Baru maka mereka menggunakan bahasa Jawa dan ada juga desa yang dihuni oleh suku batak seperti Desa Sei Mentaram maka mereka menggunakan bahasa campuran kadang menggunakan bahasa Batak dan Melayu.

2.5.2 Pendidikan

Masyarakat di Kecamatan Tanjung Tiram dilihat dari tingkat pendidikannya telah banyak yang bersekolah atau menikmati pendidikan dikarenakan telah adanya kesadaran akan pentingnya pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya anggota masyarakat yang telah menyekolahkan anak-anaknya hingga jenjang perguruan tinggi. Meskipun demikian, pada umumnya masyarakat di Kecamatan Tanjung Tiram hanya berpendidikan SD atau bahkan tidak pernah menikmati bangku pendidikan sama sekali. Sehubungan dengan itulah maka di Kecamatan Tajung Tiram dijumpai pada umumnya masyarakat bermata pencaharian sebagai nelayan dan petani.

2.5.3 Mata Pencaharian

Mata pencaharian masyarakat melayu di Kecamatan Tanjung Tiram pada umumnya adalah nelayan dan bertani. Hanya sebagian kecil saja yang memiliki mata pencaharian sebagai swasta atau pegawai negri. Hal ini disebabkan karena kegiatan berladang dan mencari ikan merupakan kegiatan utama untuk memenuhi kebutuhan mereka dan sudah menjadi budaya yang sulit ditinggalkan. Sesuai dengan keadaan


(48)

ekosistemnya maka di Kecamatan Tanjung Tiram komoditas yang cocok adalah tumbuhan jenis Palem-peleman (Arecaceae) dan ikan karena berada di daerah pinggir pantai yang bernilai ekonomi tinggi dan sebagai sumber pendapatan utama.

2.6 Pemanfaatan Tumbuhan dalam Masyarakat Melayu

Pada masyarakat Melayu banyak menggunakan tumbuh-tumbuhan dalam setiap upacara adat. Baik upacara perkawinan, sunatan rasul, mendamaikan pihak yang berselang-sengketa dan lain-lain yang bersangkutan dalam urusan Adat. Masyarakat Melayu identik dengan tepak sirih atau cerana. Pada zaman dahulu di setiap rumah Melayu pasti memiliki tepak sirih karena mengunyah daun sirih adalah satu kebiasaan yang sudah mentradisi sejak dahulu. Tepak sirih juga digunakan dalam upacara adat dan untuk menyambut tamu.

Masyarakat Melayu juga selalu menggunakan Balai dalam acara-acara seperti pesta pernikahan, berkhitanan, menyambut keluarga yang pulang dari menunaikan Ibadah Haji bahkan menyambut tamu dari kalangan pejabat. Perlengkepan Balai adalah bunga kemuncak, pulut kuning atau putih, bendera merawal, telur dan ayam panggang. Dalam upacara perkawianan dan khitanan selain menggunakan tepak sirih dan Balai juga menggunakan jenis tumbuhan dari Arecaceae seperti daun kelambe yang muda digunakan dalam pembuatan janur yang berfungsi untuk memberi tanda tempat pesta yang diletakkan di pinggir jalan, kemudian digunakan sebagai hempang batang dalam upacara perkawinan untuk menyambut rombongan pengantin pria.


(49)

Ketika rombongan pengantin pria datang maka mereka akan dihadang oleh hempang batang yang dipimpin oleh Penghulu Telangkai dari pihak perempuan.

Pada acara mandi bedimbar (mandi berhias) juga menggunakan tumbuhan dari jenis Arecaceae seperti segandeng buah kelambe yang sudah dibuang kulitnya dan mayang pinang yang digunakan untuk tempat pancuran air yang akan disemburkan. Kemudian mayang tersebut dipecahkan. Masyarakat Melayu juga memanfaatkan tumbuh-tumbuhan untuk obat-obatan.


(50)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Deskripsi Area

Tanjung Tiram adalah sebuah Kecamatan di dalam Kabupaten Batubara. Sebagian besar kawasan ini berada di pinggiran laut. Kantor Ibukota kecamatan ini terletak hanya beberapa ratus meter dari pinggiran laut yang langsung menghadap selat Malaka. Kecamatan ini memiliki luas wilayah sekitar 17.399 Ha (173,99 Km2). Kecamatan ini berlokasi pada ketinggian 4 – 5 m dari permukaan laut. Kecamatan ini memiliki 11 desa dan 1 kelurahan yang terdiri dari Desa Bogak, Desa Suka Maju, Desa Bagan Dalam, Desa Lima Laras, Desa Guntung, Desa Sentang, Desa Tanjung Mulia, Desa Ujung Kubu, Desa Bagan Baru, Desa Pematang Rambai, Desa Sei Mentaram dan Kelurahan Tanjung Tiram (Chairudin, 2008). Peta Kecamatan Tanjung Tiram dapat dilihat pada Lampiran B.

Secara geografis Kecamatan Tanjung Tiram terletak pada kordinat 0o Lintang Selatan sampai 3’ Lintang Utara dan 96’ Bujur Timur sampai 102’ Bujur Barat. Kecamatan Tanjung Tiram berbatasan dengan :

 Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka

 Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sei Balai dan Meranti

 Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Air Joman


(51)

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai April 2010. Lokasi penelitian terletak di Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batubara Propinsi Sumatera Utara yang hampir seluruh penduduknya terdiri atas kelompok etnis Melayu.

3.3. Alat Dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain peta lokasi penelitian, daftar kuesioner, literatur sebagai bahan pendukung pustaka, alat perekam suara, alat tulis dan buku lapangan, kamera serta perlengkapan untuk pembuatan herbarium.

3.4 Populasi dan Sampel Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua masyarakat yang tinggal di Kecamatan Tanjung Tiram yang terdiri dari 12 desa. Kecamatan ini memiliki 11 desa dan 1 kelurahan yang terdiri dari Desa Bogak dengan jumlah penduduk 9.532 jiwa, Desa Suka Maju dengan jumlah penduduk 8.495 jiwa, Desa Bagan Dalam dengan jumlah penduduk 7.598 jiwa, Desa Lima Laras dengan jumlah penduduk 3872 jiwa, Desa Guntung dengan jumlah penduduk 1.556 jiwa, Desa Sentang dengan jumlah penduduk 1.602 jiwa, Desa Tanjung Mulia dengan jumlah penduduk 3.135 jiwa, Desa Ujung Kubu dengan jumlah penduduk 7.950 jiwa, Desa Bagan Baru dengan jumlah penduduk 5.325 jiwa, Desa Pematang Rambai dengan jumlah penduduk 4.320


(52)

jiwa, Desa Sei Mentaram dengan jumlah penduduk 1.710 jiwa dan Kelurahan Tanjung Tiram dengan jumlah penduduk 4.665 jiwa . Maka jumlah populasi keseluruhan adalah 59.760 jiwa (Chairudin, 2008).

Sampel

Cara pengambilan sampel dilakukan dengan cara Stratified random sampling yaitu populasi mempunyai unsur/anggota yang tidak homogen dan berstrata, yaitu sampel diambil berdasarkan perbedaan usia yaitu remaja (usia 15 – 20 tahun), dewasa (usia 21 – 40 tahun), dan orangtua (usia 41 – 60 tahun ke atas). Sampel diambil berdasarkan tabel taraf kesalahan 5 % (Lampiran C) dari jumlah populasi yaitu 39.308 orang maka jumlah sampel secara keseluruhan adalah 345 orang. Dari jumlah sampel di atas dibagi dengan 12 desa yaitu 29 orang perdesa. Jumlah sampel dari masing-masing desa dibagi lagi berdasarkan kelompok umur maka jumlah sampel yang diperoleh untuk umur remaja 9 orang, dewasa 10 orang, dan orangtua 10 orang.

3.5. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif dengan pemahaman bahwa penelitian ini menggunakan paradigma kualitatif yang dilengkapi dengan data kuantitatif untuk memperjelas paparan kualitatif (Syafei, 1996).

Di Lapangan

Setelah sampel penelitian ditentukan maka sampel tersebut masing-masing diberi angket yang sudah diuji kevaliditas dan reabilitasnya. Semua sampel harus menjawab berdasarkan pengetahuan yang mereka miliki tentang pemanfaatan


(53)

tanaman Piperaceae dan Arecaceae dalam kehidupan. Untuk memperoleh data yang nyata secara fisik maka dilakukan pengambilan sampel tanaman dan memfoto tanaman tersebut.

Pada saat pengambilan sampel tanaman Piperaceae dan Arecaceae dibantu oleh pemandu lapangan yang dianggap memiliki banyak pengetahuan tentang pemanfaatan tanaman tersebut. Dilakukan pengamatan dan koleksi. Setiap sampel tumbuhan yang belum diketahui nama ilmiahnya diambil diberi label gantung yang telah diberi nomor koleksi dan dilakukan pendeskripsian setiap sampel tumbuhan yang dikoleksi serta dicatat nama daerahnya. Sampel tumbuhan diatur sedemikian rupa diantara lipatan koran, kemudian diikat dan dimasukkan dalam kantong plastik, diawetkan dengan alkohol 70% dan kantong plastik ditutup rapat.

3.6. Tekhnik Pengumpulan Data

Cara yang digunakan untuk pengumpulan data adalaha sebagai berikut : Studi Lapangan :

1. Kuesioner/Angket.

Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang dibuat berdasarkan indikator-indikator dari varibel penelitian yang harus direspon oleh responden. Kuesioner menggunakan skala Likert yaitu untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau berkelompok orang tentang fenomena sosial. Untuk mengukur pengetahuan masyarakat tentang pemanfaatan tumbuhan Piperaceae dan Arecacea dalam kehidupan sehari – hari, peneliti menggunakan angket sebanyak 21 soal.


(54)

Angket yang digunakan bersifat tertutup, dimana setiap soal telah diberikan jawaban tersendiri. Dengan demikian skor jawaban yang diberikan adalah sebagai berikut :

 Opsi A dengan bobot nilai 3  Opsi B dengan bobot nilai 2  Opsi C dengan bobot nilai 1  Opsi D dengan bobot nilai 0 2. Wawancara.

Wawancara dilakukan dengan tekhnik wawancara semi struktural bersifat tertutup yang berpedoman pada daftar pertanyaan seperti : nama lokal tanaman, bagian yang dimanfaatkan, manfaatnya, cara pemanfaatannya, status tanaman (liar/budidaya) dan lainnya.

Untuk wawancara dipilih nara sumber yang dianggap memiliki pengetahuan yang lebih luas atau lebih spesifik dari adat kebudayaannya. Nara sumber ini meliputi tokoh-tokoh masyarakat, tua-tua adat dan perangkatnya, ahli pengobatan tradisional (dukun, tabib) dan masyarakat biasa yang memiliki pengetahuan tentang Piperaceae dan Arecacea baik yang di tanam maupun yang masih tumbuh liar di alam lingkungannya.

3. Observasi.

Teknik ini digunakan untuk mendapatkan fakta-fakta empiris yang tampak (kasat mata). Cara memperoleh data dengan Observasi Partisipatorik Pasif yaitu


(55)

peneliti hanya datang di tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut langsung terlibat dalam kegiatan tersebut.

4. Dokumentasi.

Teknik ini dilakukan dengan memanfaatkan dokumen-dokumen tertulis, gambar, foto, atau benda-benda lainnya yang berkaitan dengan aspek-aspek yang diteliti.

3.7. Analisis Data

Data yang dikumpulkan dianalisis untuk mendapatkan indeks nilai guna setiap tumbuhan (UV is), jumlah penggunaan setiap jenis tumbuhan (UVs), nilai guna relatif setiap nara sumber (RUV) (Martin, 1995) serta menghitung degradasi pengetahuan (D) yang terjadi (Maturbongs et al, 2001) serta Indeks Kepentingan Budaya atau Index of Cultural Significance (ICS) (Turner, 1988) dengan analisis data sebagai berikut :

a. Indeks Nilai Guna Setiap Tumbuhan (UV)

is is is

n U UV  Keterangan :

UV is = indeks nilai guna setiap tumbuhan

is U

 = jumlah pemanfaatan yang dinyatakan oleh nara sumber I untuk jenis s di

setiap kesempatan wawancara.

is


(56)

b. Jumlah Penggunaan Setiap Jenis Tumbuhan (UVs) s is s n UV UV   Keterangan :

UVs = Jumlah penggunaan setiap jenis tumbuhan

= Jumlah pemanfaatan yang dinyatakan oleh nara sumber I untuk jenis s di setiap kesempatan wawancara.

is U

= Jumlah narasumber yang diwawancarai s

n

c. Nilai Guna Relatif Setiap Narasumber (RUV)

is s is n UV UV RUV

Keterangan :

UV is = Indeks nilai guna setiap tumbuhan

UVs = Jumlah penggunaan setiap jenis tumbuhan

is

n = Jumlah jenis

d. Indeks Kepentingan Budaya atau Index of Cultural Significance (ICS)

 

n

n

n n n

nn

n

i

q

x

i

x

e

q

x

i

x

e

q

x

i

x

e

ICS

1 1 1 1 1

2 2 2 2


(57)

ICS = persamaan jumlah nilai guna suatu jenis tumbuhan dari kegunaan 1 hingga n, dimana n menunjukkan kegunaan terakhir dari suatu jenis tumbuhan.

i = nilai intensitas, menunjukkan nilai 1 hingga n secara berurutan. q = nilai kualitas

e = nilai eksklusivitas

nilai q, i, s berdasarkan skors yang terdapat pada lampiran C.

d. Perhitungan Degradasi Pengetahuan (D)

% 100 1 x C A C D      % 100 2 x C B C D      % 100 3 x C A B D      Keterangan :

D (1, 2, 3) = Degradasi pengetahuan tumbuhan A

 = Jumlah manfaat tumbuhan yang diketahui oleh kelompok umur A (usia 15 – 21 tahun)

Σ B = Jumlah manfaat tumbuhan yang diketahui oleh kelompok umur B (usia 21 – 40 tahun)

Σ C = Jumlah manfaat tumbuhan yang diketahui oleh kelompok umur C (usia 40 – 60 tahun ke atas)


(58)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keanekaragaman Spesies Tumbuhan

Kecamatan Tanjung Tiram merupakan daerah yang masih memiliki potensi tumbuhan yang cukup tinggi. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya tumbuhan yang tersedia dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Berdasarkan hasil identifikasi dan wawancara yang dilakukan dengan masyarakat Melayu di Kecamatan Tanjung Tiram diperoleh bahwa dalam kehidupannya mereka memanfaatkan sebanyak 12 spesies tumbuhan dari famili Arecaceae dan 2 spesies tumbuhan dari famili Pipareceae. Spesies-spesies dari masing-masing famili dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah spesies dari masing-masinng famili

No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili

1 Aren/Enau Arenga pinnata Arecaceae

2 Buging Eleiodoxa cobferta Arecaceae

3 Ibus Corypha utan Arecaceae

4 Kelambe Cocos nucifera Arecaceae

5 Kelapa sawit Elaeis guineensis Arecaceae

6 Lada/merica Piper nigrum L Piperaceae

7 Nibung Oncosperma tigillarium Arecaceae

8 Nipah Nypa fruticans Arecaceae

9 Palem kuning Chrysalidocarpus lutescens Arecaceae 10 Palem merah Cyrtostachys lakka Becc. Arecaceae 11 Palem payung Licuala grandis H. wendl Arecaceae

12 Pinang Areca catechu Arecaceae

13 Rumbio Metroxylon sagu Arecaceae


(59)

4.2. Pemanfaatan Tumbuhan Berdasarkan Asal Perolehan Tumbuhan

Dilihat dari asalnya tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat dikelompokkan menjadi 3 yakni yang berasal dari hasil budidaya, tumbuhan liar dan dibeli di pasar. Berdasarkan hasil pengelompokkan ini, tumbuhan yang berasal dari budidaya ada 9 spesies, yang tumbuh liar ada 6 spesies dan tumbuhan yang tidak ditanam tetapi dibeli di pasar ada 1 spesies seperti terlihat pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Pengelompokkan spesies berdasarkan perolehan tempat tumbuhan

No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Asal Perolehan Tumbuhan 1 Aren/Enau Arenga pinnata Arecaceae Liar 2 Buging Eleiodoxa cobferta Arecaceae Liar

3 Ibus Corypha utan Arecaceae Liar

4 Kelambe Cocos nucifera Arecaceae Budidaya 5 Kelapa sawit Elaeis guineensis Arecaceae Budidaya 6 Lada/merica Piper nigrum L Piperaceae Dibeli

7 Nibung Oncosperma

tigillarium

Arecaceae Liar

8 Nipah Nypa fruticans Arecaceae Liar, budidaya 9 Palem kuning Chrysalidocarpus

lutescens

Arecaceae Budidaya 10 Palem merah Cyrtostachys lakka

Becc.

Arecaceae Budidaya 11 Palem payung Licuala grandis H.

wendl

Arecaceae Budidaya

12 Pinang Areca catechu Arecaceae Budidaya

13 Rumbio Metroxylon sagu Arecaceae Liar, budidaya

14 Sirih Piper betle L Piperaceae Budidaya

Berdasarkan asal tumbuhan seperti pada Tabel 2 terlihat bahwa spesies yang tumbuh liar maupun yang dibudidayakan mempunyai pemanfaatan yang sama. Pemanfaatan tumbuhan yang dilakukan manusia merupakan salah satu wujud


(60)

keikutsertaan manusia dalam menjaga keseimbangan dan keharmonisan dengan alam sekitarnya.

(a) (b)

Gambar 1. a. Nipah yang tumbuh liar, b. Nipah yang di budidayakan

(a) (b) Gambar 2. a. Perkebunan sawit, b. Kebun Kelambe


(61)

Gambar 3. Tanaman Rumbia yang di tanam di pekarangan rumah

Penggunaan halaman/pekarangan oleh masyarakat Melayu digunakan untuk menanam spesies-spesies tanaman buah-buahan, sayuran, tanaman obat-obatan, tanaman hias, dan pohon-pohonan. Cara bertanamnya tanpa aturan tertentu, mereka menanamnya secara acak. Umumnya halaman/ pekarangan orang Melayu tidak berpagar, biasanya hanya dibatasi spesies-spesies tumbuhan yang sengaja ditanam seperti pinang (Areca catechu ) dan Kelambe (Cocos nucifera).

4.3. Pemanfaatan Tumbuhan Berdasarkan Bagian yang Digunakan

Spesies-spesies yang digunakan oleh masyarakat Melayu biasanya lebih dari satu bagian pada tumbuhan tersebut yang dimanfaatkan mereka. Dari total spesies yang diperoleh dapat dilihat adanya perbandingan bagian tumbuhan yang digunakan. Daun merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan oleh masyarakat


(62)

dalam potensinya untuk berbagai kegunaan. Satu spesies tumbuhan dapat digunakan lebih dari satu bagian misalnya untuk spesies tumbuhan Pinang (Areca catechu)

batangnya dapat digunakan sebagai lantai rumah, mayangnya untuk upacara adat

perkawinan dan biji untuk campuran makan sirih dan obat.

Penggunaan bagian tumbuhan ini merupakan bentuk pemanfaatan turun temurun sehingga masyarakat sekarang hanya meneruskan apa yang digunakan oleh nenek moyang mereka dan relatif tidak ada perkembangan dari apa yang telah ada. Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan

No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili Bagian

Tumbuhan 1 Aren/Enau Arenga pinnata Arecaceae Daun, ijuk,

batang, tulang daun, buah, akar 2 Buging Eleiodoxa cobferta Arecaceae Akar

3 Ibus Corypha utan Arecaceae Daun

4 Kelambe Cocos nucifera Arecaceae Buah, batang, tulang daun,

bongkol. 5 Kelapa sawit Elaeis guineensis Arecaceae Buah, pelepah,

tulang daun 6 Lada/merica Piper nigrum linn Piperaceae Buah/biji

7 Nibung Oncosperma

tigillarium

Arecaceae Batang 8 Nipah Nypa fruticans Arecaceae Daun, tulang

daun 9 Palem kuning Chrysalidocarpus

lutescens

Arecaceae Daun, batang 10 Palem merah Cyrtostachys lakka

Becc.

Arecaceae Daun, batang Licuala grandis H.

wendl

Arecaceae Daun, batang 11

12

Palem payung

Pinang Areca catechu Arecaceae Buah, batang, umbut, pelepah,


(63)

mayang,akar 13 Rumbio Metroxylon sagu Arecaceae Daun, batang

14 Sirih Piper betle L Piperaceae Daun

Dilihat dari Tabel 3 di atas bahwa bagian tumbuhan yang banyak digunakan oleh masyarakat Melayu adalah daun.

4.4. Pemanfaatan Tumbuhan Berdasarkan Kelompok Kegunaan

Tumbuhan memiliki berbagai macam manfaat dan kegunaan sehingga spesies-spesies yang ditemukan dalam kehidupan masyarakat Melayu di Kecamatan Tanjung Tiram dikelompokkan ke dalam 7 kelompok kegunaan. Adapun jumlah spesies tumbuhan berdasarkan kegunaannya dapat dilihat pada Tabel 4 berikut : Tabel 4. Kelompok pemanfaatan tumbuhan

No Kelompok Pemanfaatan Famili Spesies

1 2 3 4 5 6

Tumbuhan sebagai bahan pangan Tumbuhan sebagai bahan kerajinan, alat dan tekhnologi

Tumbuhan sebagai bahan bangunan Tumbuhan untuk pengobatan Tumbuhan untuk kegunaan adat Tumbuhan hias

Arecaceae dan Pipareceae Arecaceae

Arecaceae

Arecaceae dan Pipareceae Arecaceae dan Pipareceae

Arecaceae 8 8 6 4 3 3 Dari Tabel 4 di atas dapat dilihat bahwa pemanfaatan spesies tumbuhan lebih tinggi untuk bahan pangan, bahan kerajinan dan bahan bangunan, sedangkan pemanfaatan tumbuhan untuk kegunaan adat dan hias sedikit.

Kajian etnobotani masyarakat Melayu yang dilakukan baik melalui pengambilan data lapangan, maupun studi pustaka mengelompokkan tumbuhan berdasarkan pemanfaatannya dengan rincian :


(64)

4.4.1 Tumbuhan sebagai bahan pangan

Pangan merupakan kebutuhan primer yang dibutuhkan oleh setiap makhluk hidup untuk menjaga keberlangsungan hidup. Setiap daerah atau masyarakat memiliki tumbuhan pangan yang berbeda sesuai dengan kebiasaan, rasa, nilai kandungan, dan cara untuk memperolehnya. Pada masyarakat Melayu di Kecamatan Tanjung Tiram tumbuhan tidak digunakan sebagai sebagai bahan pangan pokok tetapi sebagai bahan makanan tambahan dan bahan pangan lainnya yang digunakan untuk bahan makanan berupa buah-buahan, bahan minuman, menambah rasa, bahan rokok dan pakan ternak. Beberapa tumbuhan yang biasa digunakan sebagai bahan pangan yaitu seperti tercantum pada Tabel 5.

Tabel 5. Beberapa spesies tumbuhan penghasil pangan yang ada di Kecamatan Tanjung Tiram

No Nama Lokal Nama Ilmiah Famili

Bagian yang digunakan Kegunaan 1 2 3 4 5 6 7 8 Aren Kelambe Kelapa sawit Lada Nipah Pinang Rumbio/sagu Sirih Arenga pinnata Cocos nucifera Elaeis guineensis Piper nigrum L. Nypa fruticans

Areca catechu

Metroxylon sagu

Piper betle L

Arecaceae Arecaceae Arecaceae Piperaceae Arecaceae Arecaceae Arecaceae Piperaceae Buah Buah Buah Biji Daun Buah, umbut Batang Daun Manisan Minuman Minyak goreng Bahan rempah Dimakan Rokok linting Campuran menginang Pakan ternak Menginang/menyirih

Dari Tabel 5 di atas bahwa masyarakat Melayu di Tanjung Tiram sekarang tidak menggunakan tumbuhan Rumbio/sagu sebagai bahan makanan pokok seperti


(65)

zaman dahulu. Masyarakat sekarang sudah menggunakan beras sebagai bahan makanan pokoknya. Sekarang batang rumbio di gunakan untuk pakan ternak bebek (Hasil wawancara dengan Pak Mustafa).

Ujung daun nipah yang muda banyak dimanfaatkan untuk rokok linting, orang sering menyebutnya rokok daun. Daun nipah yang sudah dikeringkan digulung dan pada saat hendak dipakai daun nipah tadi diisi dengan tembakau seperti terlihat pada gambar 4 berikut ini :

(a) (b)

Gambar 4. a. Rokok linting, b. Sedang memasukkan tembakau

Kecamatan Tanjung Tiram berada di daerah pinggir pantai yang memiliki udara yang panas sehingga masyarakat setempat benyak memanfaatkan buah kelambe untuk minuman seperti terlihat pada gambar 5.


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan tentang pemanfaatan tanaman Arecaeae dan Piperaceae pada masyarakat Melayu di Tanjung Tiram dapat disimpulkan, bahwa :

a. Jumlah spesies yang ditemukan adalah

 Famili Piperaceae adalah 2 spesies yaitu sirih (Piper betle), Lada (Piper nigrum L.).

 Famili Arecaceae ada 12 spesies yaitu Pinang sirih (Areca catechu),

kelambe (Cocos nucifera), Aren (Arenga pinnata), Rumbia/sagu

(Metroxylon sagu), Kelapa sawit (Elaeis guineensis), Ibus (Corypha utan),

Nibung (Oncosperma tigillarium), Nipah (Nypa fruticans), Buging

(Eleiodoxa cobferta), Palem merah (Cyrtostachys lakka Becc.), Palem kuning (Chrysalidocarpus lutescens), Palas payung (Licuala grandis H. Wendl).

b. Pemanfaatan tanaman dalam pemenuhan kebutuhan yang terbesar adalah :

 Untuk bahan pangan yaitu 8 jenis yaitu sirih (Piper betle), Lada (Piper nigrum L.), Pinang sirih (Areca catechu), kelambe (Cocos nucifera), Aren (Arenga pinnata), Rumbia/sagu (Metroxylon sagu), Kelapa sawit (Elaeis guineensis), Nipah (Nypa fruticans).


(2)

 Bahan kerajinan 8 spesies yaitu kelambe (Cocos nucifera), Rumbia/sagu

(Metroxylon sagu), Kelapa sawit (Elaeis guineensis), Ibus (Corypha utan),

Buging (Eleiodoxa cobferta), Nipah (Nypa fruticans), Pinang sirih (Areca catechu), Aren (Arenga pinnata).

 Bahan bagunan 6 spesies yaitu kelambe (Cocos nucifera), Rumbia/sagu

(Metroxylon sagu), Nipah (Nypa fruticans), Kelapa sawit (Elaeis guineensis), Pinang sirih (Areca catechu), Nibung (Oncosperma tigillarium).

 Bahan obat 4 spesies yaitu sirih (Piper betle), Lada (Piper nigrum L.), Pinang sirih (Areca catechu), kelambe (Cocos nucifera).

 Bahan upacara adat 3 spesies yaitu sirih (Piper betle), Pinang sirih (Areca catechu), kelambe (Cocos nucifera).

 Sebagai tanaman hias 3 spesies yaitu Palem merah (Cyrtostachys lakka

Becc.), Palem kuning (Chrysalidocarpus lutescens), Palas payung

(Licuala grandis H. Wendl).

c. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kecamatan Tanjung Tiram diperoleh nilai guna (UVis) tertinggi adalah Kelambe (Cocos nucifera) yaitu 3453 dengan UVs sebesar 9,922 yang kedua adalah Pinang (Areca catechu)

yaitu 2695 dengan UVs sebesar 7,744 dan yang terendah adalah Ibus/Gebang


(3)

d. Dari hasil penelitian diperoleh nilai Indeks of Cultural Significance(ICS)yang paling besar adalah pada Kelambe (Cocos nucifera) yaitu 83 ini menunjukkan bahwa kelambe sangat dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat Melayu di Tanjung Tiram, sedangkan nilai yang terkecil pada Palem merah (Cyrtostachys lakka Becc.), Palem kuning (Chrysalidocarpus lutescens) dan Palem payung (Licuala grandis H. wendl) yaitu 1 ini menunjukkan bahwa tanaman tersebut tidak mempunyai nilai yang penting dalam kehidupan masyarakat Melayu Tanjung Tiram.

e. Pengetahuan masyarakat Melayu di Kecamatan Tanjung Tiram tentang pemanfaatan tumbuhan dari generasi tua ke generasi muda mengalami penurunan. Tingkat degradasi tertinggi terdapat pada kelompok umur A (remaja) yaitu 0,24 dan yang terkecil adalah pada kelompok umur B (dewasa) yaitu 0,09.

5.2. Saran

a. Perlu adanya upaya pelestarian terhadap spesies-spesies tumbuhan yang mempunyai nilai manfaat di masyarakat yang keberadaannya terancam punah seperti Aren (Arenga pinnata) dan Rumbia/sagu (Metroxylon sagu).

b. Perlu adanya upaya pembinaan bagi masyarakat Melayu agar mereka dapat mempertahankan nilai-nilai budayanya khususnya pengetahuan etnobotani yang ada di masyarakat dan sangat berpotensi untuk dikembangkannya ekowisata budaya untuk masyarakat sehingga nantinya dapat meningkatkan


(4)

martabat dan kesejahteraan masyarakat lokal yang dikelola dan dikembangkan dengan berbasis kearifan lokal serta didukung oleh IPTEK yang tepat.

c. Perlu adanya upaya pembinaan bagi masyarakat Melayu agar mereka dapat mempertahankan nilai-nilai budayanya khususnya pengetahuan etnobotani yang ada di masyarakat dan sangat berpotensi untuk dikembangkannya ekowisata budaya untuk masyarakat sehingga nantinya dapat meningkatkan martabat dan kesejahteraan masyarakat lokal yang dikelola dan dikembangkan dengan berbasis kearifan lokal serta didukung oleh IPTEK yang tepat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arisandi dan Yovita. A, 2008. Khasiat Tanaman Obat, Pustaka Buku Murah. Jakarta Basyarsyah TLS, 2002. Kebudayaan Melayu Sumatera Timur. Universitas Sumatera

Utara Press. Medan.

Chairudin, 2008. Buku Statistik Tahunan Kecamatan Tanjung Tiram Dalam Angka 2008. Koordinator Statistik Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batubara Sumatera Utara.

Darwis, SN, 1992. Potensi Sirih (Piper betle L.) Sebagai Tanaman Obat. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 1 (1) : 10

Fuady Noor dan Edi. S, 2007, Adat Istiadat Perkawinan Melayu Sumatera Timur, Yuscan (Biro Adat PB. MABMI), Belawan.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid II. (Terj.). Badan Litbang Kehutanan. Jakarta.

Husny Lah T.H.M, 1972. Butir-Butir Adat Budaya Melayu Pesisir Sumatera Timur, Penerbit Bp. Husny, Medan.

Kumala Sari,L.U.R. 2006. Pemanfaatan Obat tradisional Dengan Pertimbangan Manfaat dan Keamanannya. Vol. III,No.1, 01-07

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2001. Tumbuhan Langka Indonesia, Seri Panduan Lapangan, Balai Penelitian Botani, Herbarium Bogoriese, Bogor. Martin, GJ. 1995. Etnobotany, A. People and Plants Conservation Manual. Chapman

and Hall. London.

Maturbongs, R.A, Worabai, S. dan Kesaulija, E.M. 2001. Pemanfaatan Jenis Tumbuhan Pohon oleh Suku Wondama Di Desa Tandia, Wasior Kabupaten Manokwari. Pusat Studi Keanekaragaman Hayati Universitas Cenderawasih. Manokwari.

Nasution, R.E. 1992. Prosiding Seminar dan Loka Karya Nasional Etnobotani. Nazaruddin, S. Angkasa, 1997. Palem Hias. Penebar Swadaya, Jakarta.


(6)

Nikolaus, 2001. Etnobotani Sirih – Pinang Dalam Kehidupan Suku Ruteng Di Kabupaten Manggarai. Tesis Sarjana Biologi Departemen Biologi IPB, Bogor.

Rostiana, O., Rosita SM dan Sitepu. D, 1991. Keanekaragaman Genotipa Sirih (Piper betle L.) Asal dan Penyebaran. Warta Tumbuhan Obat Indonesia, Jakarta.

Rugayah, 2004. Pedoman Pengumpulan Data Keanekaragaman Flora. PUSLITBIO.LIPI.

Sinar. TL, 1989. Wilayah Batubara Dalam Lintasan Sejarah. Simpang Dolok Sudarnadi H, 1996. Tumbuhan Monokotil. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sugiyono, 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Penerbit Alfabeta. Bandung.

Sunanto H, 1993. Aren Budidaya Dan Multigunanya. Kaninus. Yogyakarta.

Syafei, 1996, Merger Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Penerbit IKIP Yogyakarta.

Tjitrosoepomoe G, 1994. Taksonomi Tumbuhan Obat-Obatan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Walujo, E.B. 1998. Etnobotani, Metode Penelitian Baru Penggabungan Antara Konsep Ilmu-Ilmu Sosial dan Ilmu Biologi, Prosiding Seminar Nasional Etnobotani III 5 – 6 Mei 1998.

Wickens, G.E. 1990. What is Economyc Botany?. Economic Botany 44 (1) : 12 – 28 Witono, J.R.A, Suhatman, Suryana H dan Purwantoro R.S, 2000. Koleksi Palem

Kebun Raya Cibodas, Seri Koleksi Kebun Raya, LIPI Vol. II, No.I, Sindang Laya Cianjur.