Features Film Features Dokumenter 1. Film

Subjektivitas dalam karya features tidak hanya dari narasumbernya sendiri, namun juga dalam penulisanya. Sebagai “seni bercerita” features memiliki unsur lead, body dan ending. Ia memiliki unsur tulisan yang secara imajinasi digambarkan seperti “bidak catur”. Bangunan atau struktur yang bebas tidak akan menemukan bangunan cerita yang mudah dipahami, namuan dalam features bagunan atau struktur tersebut harus memiliki cara dan teknik bercerita, maka tulisan tersebut harus memiliki unsur penceritaan. Dalam proses penyuntingan tulisan ada yang dihilangkan, dan ada bagian yang ditambahkan agar terbentuk susunan cerita. Subjektivitas features terkadang timbul dari hal tersebut, namun features yang baik tidak akan meningalkan profesionalitas agar tulisan tetap objektif dan faktual. Kelima tentang kehidupan yang terpendam, merupakan sesuatu yang tidak terkait dengan alam raya atau berada dalam persembunyian makro dan mikro komis yang menunggu eksplorasi sang kreator untuk menggagasnya. Dengan kata lain karya features dibangun dari realitas yang tidak biasa dilihat oleh orang lain atau bukan fenomena yang sedang hangat-hangatnya dibahas oleh media massa atau masyarakat. Features adalah suatu karya yang tidak lekas basi. Dapat dikatakan tidak lekas basi, karena features sebuah karya yang menggali cerita dari sebuah fakta. Informasi yang disampaikan adalah penelusuran tentang masalah yang ditulis, sehinggga banyak data dan informasi pendukung dalam tulisan yang cukup panjang. Dalam tenggang waktu peliputan, features berbeda dengan berita laianya, karena karya ini memiliki tenggang waktu yang lebih lama sehingga akan mendapatkan informasi yang lebih mendalam serta dalam penyajianyapun harus memiliki unsur cerita. 19 Selain ciri-ciri itu, features dalam karya junalistik merupakan sebuah berita ringan yang mengangkat human interst atau hal-hal yang dianggap menarik, bermanfaat, dan mendatangkan rasa simpati serta perlu diketahui oleh masyarakat luas. 20 Human Interst itu sendiri merupakan apa-apa yang terkait dengan ketertrikan dalam minat seseorang. 21 Kisah Human interst features dapat menjadi lebih hidup, dan berwarna khalayak diajak untuk membayangkan detail-detail, tindakan, atau latar tertentu. Hal ini dilakukan agar pembaca dapat dibawa dan hanyut dalam tempat kejadian, merasakan apa yang dirasakan penulis, baik yang sifatnya sedih ataupun senang. Seolah-olah pembaca berada di tempat kejadian peristiwa atau keadaan sosial yang ditulis sang penulis. 22 Itu merupakan features 19 Zulhasril Nasir, Menulis untuk dibaca: feature kolom, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2010, h. 48-55 20 Dana Iswara, Mengangkat Peristiwa Ke Layar Kaca, Jakarta: Lembaga Studi Pers dan Pengembangan, 2007, h. 77 . 21 Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontenporer, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005, h. 36 22 Ibid h.37 dalam konteks teks, dan tidak berbeda halnya dengan konteks audio visual dalam hal ini film. Yang membedakan dari keduanya hanyalah dalam konteks tulis dan gambar bergerak, secara konseptual keduanya sama. Karena features dalam bentuk audio visual merupakan hasil adopsi dari karya features tulis. Selain dapat membangun imajinasi yang akan membawa khalayak hanyut dalam karya tersebut, karya features pada umumnya berpijak pada jurnalisme, yaitu memberikan informasi, serta dapat menghibur khalayak media massa. Menurut Sumadiria 2005:150 yang dikutip dalam buku Bahasa Jurnalistik menjeaskan bahwa features adalah cerita atau karangan yang berpijak pada fakta dan data yang diperoleh melalui proses jurnalistik. 23 Karena features ini adalah sebuah karya yang sering ada dalam media massa baik cetak ataupun televisi. Features ada di media massa untuk memberikan informasi yang berbeda kepada khalayaknya agar khalayak dapat tetap menikmati informasi yang lebih ringan dan mengandung hiburan. Features berita bukalah sebuah berita yang sekedar berita faktual yang menggunakan kaidah jurnalistik piramida terbalik, namun juga sebuah berita yang dikemas dengan lebih menarik dan dibubuhi aspek human interst agar berita yang dihasilkan tidak datar dan lebih dramatik, atau dalam hal ini menurut Friedlender dan Lee yang dikutip dalam buku “Jurnalisme Kontenporer” bentuk beritanya lebih cair. 23 Suhaimi dan Rulli Nasrullah. Bahasa Jurnalistik, Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009. h. 32 Selain itu features memang sangat dekat dengan karya sastra. Kisah features memiliki ekspresi yang dibangun dengan gairah. Kisah dalam human interst juga menyimpan symbol-silmbol yang akan memberikan pesan dibalik deskripsi-deskripsi yang ada dalam karya tersebut. Atas dasar kedekatan itulah, maka features dalam pembuatan dan pendeskripsianya harus membutuhkan kreatifitas. 24 Dalam pengemasan sebuah karya features memang harus dapat membentuk imajinasi kepada khalayak agar dapat membawanya hanyut dalam berita teresebut. Khalayak tidak diberikan informasi yang bersifat berita langsung, namun disuguhkan sebuah berita yang syarat akan informasi dan hiburan. Walapun demikian features juga karya jurnalistik yang dibuat dari peristiwa atau isu sosial yang nyata dalam kehidupan masyarakat. Features memang banyak kita temukan dalam media massa baik dalam bentuk tulisan, maupun audio visual. Features dalam bentuk audio visual biasanya ada dalam program dokumenter televisi yang memberikan hiburan dan informasi selain berita pada umumnya, karena bentuk features ini lebih mendalam, namun lebih terlihat santai seperti halnya kita membuat sebuah karya sastra. Menurut hemat peneliti, features dalam konteks audio visual tidaklah jauh berbeda dengan konteks karya tulis yang selama ini sering muncul di berbagai media cetak. Yang membedakan dalam hal 24 Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontenporer, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005, h. 38 ini hanyalah betuk visual gambar bergerak dengan tulisan, namun pengemasan sama-sama memberikan sentuhan aspek human interst yang menimbulkan dramatik dan imajinasi pembaca ataupun penonton. Selain digunakan oleh media massa untuk membuat berita yang berbeda, features juga digunakan dalam dunia perfilman, salah satunya yaitu film dokumenter yang dibuat dengan pendekatan features. Walaupun diadopsi oleh dunia film, namun pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan features yang ada di media massa. Keduanya juga menekankan pada aspek human interst, dan memiliki ciri khas yang sama, namun dalam film haruslah ditambah dengan aspek film yang utuh. Selain itu dalam media massa informasilah yang menjadi aspek yang harus ditonjokan, namun dalam film atau sinema gagasan apa yang akan diberkan kepada khalayaknya.

3. Film Dokumenter

Film dokumenter dalam kamus besar bahasa indonesia dijelaskan bahwa sebuah karya yang bersifat dokumentasi dalam bentuk film mengenai suatu peristiwa bersejarah, atau suatu aspek seni budaya yang mempunyai makna khusus agar dapat menjadi alat penerangan dan alat pendidikan. 25 Namun pada dasarnya tidak hanya peristiwa bersejarah atau seni budaya, namun lebih terhadap mendokumentasikan kenyataan yang dalam kehidupan kita. 25 Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI online Film dokumenter atau yang sering banyak orang bilang sebagai film non fiksi merupakan sebuah karya film yang dihasilkan dari realita atau fakta yang ada dalam kehidupan sehari-hari baik pengalaman hidup sesorang ataupun peristiwa. 26 Film dokumenter dibuat dari kenyataan-kenyataan atau realitas objektif, yang mana kenyataan itu dibangun dengan interpretasi pembuatanya. 27 “A movie abaut real life. And that is precisely the the problem, documentaries are about real life, they are not real life. They are not even windows onto real life. They are portraits of real life, using real life as their raw material, constructed by artists and technicians who make myriad decisions abaout what story to tell to whom, and for what purpose. 28 “Sebuah film tentang kehidupan nyata. Dan itu lah yang menjadi sebuah masalah, dokumenter adalah sebuah kehidupan nyata. Tetapi juga bukan kehidupan nyata, bahkan dokumenter bukan jendela untuk melihat kehidupan nyata atau kenyataan hidup. Dokumenter adalah sebuah kehidupan nyata. Kehidupan nyata adalah sebuah bahan yang digunakan oleh seniman untuk membuat keputusan tentang cerita dan kepada siapa cerita itu ditujukan.” Walaupun film dokumenter merupakan sebuah film yang dibangun dari sebuah kenyataan yang ada dalam kehidupan manusia, namuan pada dasarnya film ini juga harus melalui proses editing, dan menentukan keputusan terhadap alur agar dapat menghasilkan sebuah 26 Garzon R. Ayawaila. Dokumenter dari Ide sampai Produksi, Jakarta: FFTV- IKJ PRESS, 2008, h. 35. 27 D. A, Peransi. FilmMediaSeni. Jakarta. FFTV-IKJ PRESS, 2005, h.46. 28 Patricia Aufderheide. Documentary Film a very short introduction, New York: Oxford University Press, 2007. h.2. alur cerita seperti halnya film fiksi. Selain itu dokumenter merupakan potret realitas sebenarnya. Penentuan keputusan cerita dilakukann oleh seorang sutradara yang ingin membuat film tersebut. Selain itupula dalam membuat sebuah film dokumenter pastilah memiliki sebuah tujuan. Baik yang digunakan untuk propaganda atau hanya sekedar memberikan informasi, memberikan tontonan, dan pendidikan sinema yang sebenernya lewat sebuah film yang berbeda yaitu lewat film dokumenter. Semua tujuan dan kepentingan dalam pembuatan film dokumenter tergantung sang pembuat. Di dalam setiap kepentingan tersebut pastilah memiliki target siapa yang akan menonton filmnya. Film dokumenter dan film fiksi tidaklah memilki perbedaan yang berarti, keduanyanya sama-sama sebuah sinema. Yang membedakan diantara keduanya adalah hanya dalam bahan pembuatanya. Dokumenter berasal dari realita nyata, dan fiksi berasal dari karangan manusia. Dalam film fiksi cerita dikarang oleh seorang pembuat skenario, sedang dalam film dokumenter cerita berdasarkan cerita asli yang ada dalam kehidupan manusia. Selain itu dalam film jenis ini pada umumnya mengandalkan voice over narasi untuk menggambarkan rekaman yang dihasilkan ketika proses produksi. Ini dibuat agar film dokumenter dapat lebih hidup, dan dapat lebih memberikan sebuah informasi kepada penontonya. Sebuah film dokumenter juga sering kali berisi wawancara dengan orang-orang yang menjadi tokoh dalam film yang sedang diangkat untuk memberikan informasi. Wawancara dengan narasumber atau tokoh yang akan diangkat dalam sebuah film dokuemnter tidak selalu dilakukan. Semua itu tergantung sudah cukupkah informasi atau gagasan yang akan diberikan ke khalayak hanya dengan bahasa gambar. Atas dasar itulah Film dokumenter dapat dibilang sangat erat kaitanya dengan jurnalisme. Selain karena keduanya dibangun dari sebuah realitas atau fakta yang sebenarnya, juga kaidah-kaidah yang ada dalam karya jurnalistik seperti 5 W + 1 H serta wawancara. Namun dalam karya jurnalistik lebih ditekankan pada sebuah informasi atau berita yang hangat atau aktual. 29 Sedang dalam film dokumenter adalah gagasan apa yang ingin diberikan kepada khalayak. Selain itu juga film dokumenter dibangun dengan kreatifitas dan pengetahuan tentang film sang pembuatnya. Jeremy Hicks dalam buku ‘Dziga Vertov Defining Documentary film’ menjelaskan bahwa dahulu zaman soviet dokumenter berasal dari transpormasi kreatif sebuah newsreel. 30 Transpormasi kreatif dari sebuah karya jurnalistik tersebut dapat menghasilkan sebuah karya yang dapat memberikan hiburan serta informasi sekaligus. 29 Suhaimi dan Rulli Nasrullah. Bahasa Jurnalistik, Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009, h. 28. 30 Jeremy Hicks. Dziga Vertov Defining Documentary film, London : I.B. Tuoris, 2007. h.1.