Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
Film fiksi dan film dokumenter merupakan sebuah gambar bergerak yang memiliki alur cerita. Di dalam alur cerita tersebutlah informasi
atapun gagasan yang mengandung unsur pendidikan dimasukkan oleh sang sutradara. Oleh karena itu film dapat dimanfaatkan menjadi media dakwah
yang sangat efektif. Jika film menjadi media dakwah tentunya memiliki kelebihan
tersendiri dibandingkan dengan media lain atau cara berdakwah lainya. Lewat media film, pesan dakwah disampaikan dengan memperlihakan
cerita yang enak dilihat dan akan lebih mudah dirasakan, serta mudah menyentuh hati penontonya. Hal itu senada dengan ajaran Allah SWT.
Yang mana dalam memberikan pesan kepada orang lain hendaknya dilakukan secara qawlan syadidan, yaitu pesan yang dikomunikasikan
dengan benar, menyentuh, dan membekas dalam hati.
4
Walaupun film dapat digunakan sebagai media dakwah dan banyak yang membuat film doumenter dengan berbagai kepentingan, namun pada
dasarnya semua film dokumenter dibuat dari peristiwa nyata apa adanya.
5
Film tersebut dikonstruk dari peristiwa nyata atau realitas yang terjadi dalam masyarakat.
Dari realitas itulah kemudian dibentuk menjadi sebuah cerita sesuai dengan keinginan sang sutradara dengan tanpa meninggalkan kisah
aslinya, namaun dibumbuhi dengan aspek-aspek sinema yang sutradara
4
Widjaja, Ilmu Komunikasi Dan Pengantar Studi, Jakarta, PT Rineka Cipta,2000,hal.79
5
Gerzon R. Ayawaila, Dokumenter dari Ide Sampai Produksi, Jakarta: FFTV-IKJ PRESS, 2008., h.22.
ketahui. Atas dasar itulah banyak yang beranggapan jika film dokumenter sudah bukan lagi realitas seperti reaitas aslinya.
Dalam pembuatan
film dokumenter
seperti halnya
kita mendokumentasikan suatu kejadian, ataupun permasalahan yang ada
dalam kehidupan masyarakat. Proses pendokumentasian itu tidak langsung dapat disebut sebuah film dokumenter karena di dalam sebuah film
dokumenter masih banyak asepek-asepek pendukung di dalamnya. Aspek pendukung yang dapat menjadikan sebuah dokumentasi menjadi sebuah
film dokumenter yang utuh. Aspek-aspek dalam film dokumenter di antaranya memiliki konten informasi ataupun pengetahuan, gagasan
terhadap film dokumenter itunya sendiri, dan penyutradaaraan dalam membangun cerita.
6
Film dokumenter yang memiliki aspek informasi atau pengetahuan merupakan konteks dari dokumenter media massa televisi karena
dokumenter tersebut berkaitan juga dengan jurnalisme. Dalam jurnalisme, informasilah yang sangat ditekankan, karena film dokumenter dalam
konteks ini merupakan media informasi selain berita-berita pada
umumnya.
Kenyataan dalam jurnalisme itu sendiri adalah sebuah informasi, Namun film dokumenter dalam konteks sinema yang sebenarnya adalah
sebuah ide gagasan dan drama. ‘Sinema adalah fenomena gagasan’
6
Obrolan Pribadi dengan Bang Hafiz Rancajale Salah Seorang Pembuat Film Dokumenter di Indonesia
Andre Bazim.
7
Dalam hal ini, pembuat film selain membuat sebuah alur cerita agar film lebih menarik, juga memang harus menunjukkan gagasan
apa yang akan diberikan kepada khalayak lewat karya filmnya tersebut. Namun, pada dasarnya semua dokumenter baik yang masuk dalam
konteks media massa ataupun sinema, di dalamnya ada usur informasi, baik secara langsung ataupun tidak langsung dalam memberikan
informasinya kepada penonton. Semua tergantung bagaimana sang pembuat film dalam mengemasnya dan jenis dokumenter apa yang sedang
dibuatnya. Bentuk yang digunakan sang sutradara dalam mengemas film
dokumenter bisa dengan pendekatan naratif yang lebih menekankan pada titik narasai. Narasi dalam film dokumenter terkadang lebih menekankan
sebuah informasi apa yang akan di berikan kepad khalayaknya. Adapula dengan pendekatan features dokumenter yang lebih menekankan aspek
humant interst dan lebih menekankan gagasan apa yang ada dalam film tersebut. Dalam penelitan ini, penulis lebih menekankan pada penelitian
film features dokumenter. Dalam konteks sinema, informasi dalam sebuah film dokumenter
tidak begitu terlihat, karena bangunan sinematis yang lebih ditonjolkan, seperti halnya kita melihat sebuah film non dokumenter. Seperti pada jenis
dokumenter features, informasi yang ada di dalamnya mengalir dan tidak terlalau tampak memberikan sebuah informasi kepada penonton. Features
7
Andre Bazim. Sinema Apakah itu?. Jakarta. Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bangsa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1996, h.9.
itu sendiri dalam kajian jurnalistik termasuk dalam sebuah reportase yang dikemas secara lebih mendalam dan luas disertai sedikit sentuhan aspek
human interst agar memiliki dramatika.
8
Features tersebut merupakan dokumenter televisi, yang lebih menekankan pada aspek reportasenya.
Berbeda halnya dengan film features dokumenter, yang mana dalam film jenis ini tidak hanya ada unsur human interst, namun juga harus
memfikirkan aspek sinema film yang sebenarnya dalam mengkonstruk film features dokumenter.
Jadi dalam pembangunan atau mengkonstruk sebuah film feature dokumenter harus menekankan aspek-aspek yang ada dalam feature
sendiri juga aspek cinema yang utuh. Walaupun pada dasarnya bahan dari bangunan features film dokumenter dan features televisi adalah realitas
yang ada dalam masyarakat. Dongeng Rangkas merupakan sebuah film features dokumenter yang
diproduksi oleh dua Komunitas, yaitu Forum Lenteng Jakarta, dan Saidjah Forum Rangkasbitung, Banten. Film Dongeng Rangkas bercerita
tentang aktivitas dua pemuda yang berasal dari Rangkasbitung yaitu Iron dan Kiwong. Keduanya merupakan penjual tahu di Kota tersebut.
Walaupun seorang penjual tahu namun mereka masih memegang teguh mimpi-mimpinya. Kiwong bermimpi menjadi pemuda yang lebih baik,
yang menjadikan keluarga hidup lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan
8
Gerzon R. Ayawaila, Dokumenter dari Ide Sampai Produksi, Jakarta: FFTV-IKJ PRESS, 2008, h. 26.
Iron, percaya musik adalah anugrah dari Tuhan, dan ia ingin terus mengembangkan fantasi musiknya di jalur ‘underground’.
9
Walapun Iron seorang metal dan berada dalam jalur musik underground, namun ia tidak lantas meninggalkan kewajiban sebagai
seorang muslim yaitu sholat. Bagi Iron metal bukan tiga jari, namun satu jari telunjuk yang dimaknai olehnya sebagai perlambang syahadat. Selain
itu film ini juga pernah meraih juara pertama dalam festival film dokumenter bertaraf nasional yang diadakan di Yogyakarta, serta
pemutaran di Korea, Copenhagen dan pemutaran berbagai tempat di Indonesia.
Film ini dikonstruk atau dibangun dengan keadaan yang sebenarnya dalam kehidupan masyarakat penjual tahu yang ada di Rangkasbitung,
Banten. Berdasarkan penjelasan yang dipaparkan di atas, maka penelitian
ini diberi judul “Konstruksi Sosial Kehidupan Penjual Tahu Dalam Film
Features Dokumenter Dongeng Rangkas”