Sebuah film dokumenter juga sering kali berisi wawancara dengan orang-orang yang menjadi tokoh dalam film yang sedang
diangkat untuk memberikan informasi. Wawancara dengan narasumber atau tokoh yang akan diangkat dalam sebuah film dokuemnter tidak
selalu dilakukan. Semua itu tergantung sudah cukupkah informasi atau gagasan yang akan diberikan ke khalayak hanya dengan bahasa
gambar. Atas dasar itulah Film dokumenter dapat dibilang sangat erat
kaitanya dengan jurnalisme. Selain karena keduanya dibangun dari sebuah realitas atau fakta yang sebenarnya, juga kaidah-kaidah yang
ada dalam karya jurnalistik seperti 5 W + 1 H serta wawancara. Namun dalam karya jurnalistik lebih ditekankan pada sebuah informasi
atau berita yang hangat atau aktual.
29
Sedang dalam film dokumenter adalah gagasan apa yang ingin diberikan kepada khalayak. Selain itu
juga film dokumenter dibangun dengan kreatifitas dan pengetahuan tentang film sang pembuatnya.
Jeremy Hicks dalam buku ‘Dziga Vertov Defining Documentary film’ menjelaskan bahwa dahulu zaman soviet dokumenter berasal dari
transpormasi kreatif sebuah newsreel.
30
Transpormasi kreatif dari sebuah karya jurnalistik tersebut dapat menghasilkan sebuah karya
yang dapat memberikan hiburan serta informasi sekaligus.
29
Suhaimi dan Rulli Nasrullah. Bahasa Jurnalistik, Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009, h. 28.
30
Jeremy Hicks. Dziga Vertov Defining Documentary film, London : I.B. Tuoris, 2007. h.1.
Proses pembuatan sebuah informasi dalam film dokumenter dapat menggunakan banyak perangkat. Dalam pembuatan film
dokumenter haruslah merekam peristiwa yang bener-bener terjadi dalam masyarakat, begitu pula dengan karya jurnalistik, namun film
dokumenter dapat menyampakan informasi dengan cara yang lain.
31
Atas dasar dibangunya sebuah film dokumenter dari realitas yang ada dalam kehidupan manusia, maka film dokumenter pada
umumnya berperan sebagai unsur yang mencerdaskan penonton dan masyarakat. Karena kenyataan sebenar-benarnya yang diberikan
kepada masyarakat sehingga masyarakat atau penonton dapat menafsirkan serta membuka perspekti baru terhadap kenyataan yang
dibangun menjadi sebuah film, dan disnilah hakekat yang sebenarnya terhadap film dokumenter.
31
David Bordwell. Film Art An Introduction. New York: McGraw-Hill, 2003, h. 128.
37
BAB III GAMBARAN UMUM FILM DAN KOMUNITAS PEMBUAT FILM
A. Gambaran Umum Film Dongeng Rangkas 1. Sinopsis Film
Film ini berusaha memotret Rangkasbitung dari aktivitas- aktivitas masyarakat yang diwakili oleh sosok dua orang penjual tahu;
Kiwong dan Iron. Dua tokoh ini dapat dianalogikan sebagai potret dua pemuda yang hidup paska Reformasi 1998 yang hidup di sebuah kota
berjarak 120 Km dari ibu kota Jakarta. Kota yang menjadi terkenal oleh buku Multatuli itu, sepertinya begitu lambat tumbuh, di antara
hingar-bingar pembangunan paska Reformasi. Kiwong dan Iron adalah dua pemuda sederhana yang memilih
hidup sebagai pedagang tahu, sementara mimpi-mimpinya tetap dipegang teguh. Kiwong bermimpi menjadi pemuda yang lebih baik,
yang menjadikan keluarga hidup lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan Iron, percaya musik adalah anugrah dari Tuhan, dan ia
ingin terus mengembangkan fantasi musiknya di jalur ‘underground’. Walapun Iron seorang metal dan berada dalam jalur musik
underground, namun ia tidak lantas meninggalkan kewajiban sebagai seorang muslim yaitu sholat. Bagi Iron metal bukan tiga jari, namun
satu jari telunjuk yang dimaknai olehnya sebagai perlambang syahadat. Sedangkan Kiwong seoarang anak manusia yang pernah
mengadu nasib di Jakarta, hingga pada ahirnya diapun kembali ke kampung aslinya di Rangkasbitung dan bekerja sebagai penjual tahu.
Hal ini dia lakukan tidak lebih untuk mencari hidup yang lebih baik dari sebelumnya.
1
Selain pernah meraih juara pertama film feature dokumenter panjang terbaik dalam ajang festival tahunan di Festival Film
Dokumenter FFD Yogyakarta tahun 2011, juga pernah masuk dalam festival bertaraf internasional yaitu special screening di DMZ – 3
rd
Korean International Documentary Film Festival 2011, “Asian Perspective” Poju, South Korea, serta amnesty aword official
competition selection di Copenhagen International Documentary Film Festival CPH:DOX 2011, Copenhagen, Denmark.
2
2. Produksi Film
Produksi film ini berlangsung selama tiga bulan, dari bulan Mei sampai dengan Juli 2011. Produksi ini melibatkan pelaku dokumenter
dari Forum Lenteng, Jakarta, dan Saidjah Forum, Rangkasbitung. Selain itu dalam penyutradaraannya berkolaborasi dengan melibatkan
beberapa lima sutradara dalam pembuatan film Dongeng Rangkas. Proses perekaman film tersebut dilakukan di desa Kampung
Muara, kawasan Sungai Ciujung, Kota Rangkasbitung, dan suasana Kereta Api Rangkasbitung. Film Dongeng Rangkas hadir sebagai
Website film Dongeng Rangkas http:dongengrangkas.akumassa.orgtentang Litbang Forum Lenteng
usaha untuk merekam persoalan lokal, serta produksi doumenter ini merupakan bagian dari peningkatan kapasistas Komunitas akumassa
yang diprakarsai oleh Forum Lenteng. Kerja-kerja yang dilaukan oleh akumassa yaitu melakukan
pendidikan media kepada Komunitas-komunitas yang ada di Indonesia dalam rangka membangun kesadaran “media” kepada
masyarakat sebagai bagian dari pengembangan diri dan masyarakat sekitar
Akumassa adalah aku dan massa masyarakat, dalam hal ini aku merupakan bagian dari masyarakat itu. selain itu akumassa
merupakan program advokasi dan pengembangan komunitas dalam bentuk lokakarya workshop yang difasilitasi oleh Forum Lenteng.
Secara mendasar, program akumassa adalah tentang penggunaan medium video, text dan media online di komunitas-komunitas pekerja
kreatif muda mahasiswa, seniman muda, pelaku budaya lokal di Indonesia guna mendorong kemandirian dalam masyarakat. Program
ini memfokuskan kepada pengkajian aspek-aspek sosial dan budaya yang dibentuk sebagai materi pembelajaran guna mengupayakan
kesadaran partisipatoris akan persoalan-persoalan yang hidup di dalam masyarakat.
3
Program ini merupakan kerja kolaborasi dan berjejaring dengan berbagai Komunitas di daerah dengan melakukan pelatihan
Litbang Forum Lenteng
media video, teks, fotografi, dan media online. Sejak 2008 hingga saat ini, program akumassa telah dilaksanakan di 10 lokasi, yaitu:
Rangkasbitung, Lebak, Banten, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Cirebon, Jawa Barat, Lenteng Agung, Jakarta Selatan,
Padang Panjang, Sumatera Barat, Serang, Banten, Surabaya, Jawa Timur, Randublatung, Blora, Jawa Tengah, Pemenang, Lombok
Utara, Nusa Tenggara Barat dan Depok, Jawa Barat.
4
3. Tim Produksi Film
a. Kolaborasi Penyutradaraan: Andang Kelana, Badrul “Rob” Munir, Fuad Fauji, Hafiz Syaiful Anwar
b. Kamera: Syaiful Anwar Fuad Fauji c. Asisten Kamera: Andang Kelana Badrul Munir
d. Pewawancara: Badrul “Rob” Munir, Andang Kelana, Fuad Fauji, Helmi Darwan Zainudin “Dableng
e. Penyunting: Hafiz Syaiful Anwar f. Penyelaras Suara: H. Sutan Pamuncak
g. Koreksi Warna: Ari Dina Krestiawan h. Dokumentasi: Badrul Munir, Fuad Fauji, Zainudin “Dableng”,
Bima Mulia, Aboy Sirait, Andang Kelana, Litbang Forum Lenteng dan Litbang Saidjah Forum
i. Manajer Lapangan: Helmi Darwan
www.akumassa.org