Faktor Konstruksi Sosial dalam Film Dongeng Rangkas

2. Kondisi Sosial Kondisi sosial tentu merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap konstruksi realitas sosial yang terbentuk dalam masyarakat penjual dan pembuat tahu di daerah Rangkasbitung. “... Realitas sosial masyarakat penjual tahu di Rangkasbitung khususnya di muhara kebon kelapa yang dimana sebagian besar pengambilan gambar dilakukan, tidaklah begitu terpinggirkan atau terendahkan karena hampir kebanyakan di sana adalah pedagang walaupun bukan hanya pedagang tahu. Bahkan para pedagang tahu sangatlah bermasyarakat dengan penduduk asli di sana, karena hampir semua pedagang tahu dirangkasbitung adalah pendatang dari pinggiran kota Lebak”. 12 Dari hasil wawancara, penelitian ini masyarakat penjual tahu di Rangkasbitung memiliki jiwa sosial yang tinggi hal ini terlihat dari masyarakat disana sangat bermasyarakat. Para penjual tahu di daerah Rangkasbitung membuat sebuah kelompok atau komunitas pembuat dan penjual tahu, mereka juga membuat sebuah koprasi usaha hal ini tentu memudahkan kehidupan sosial di masing-masing masyarakat. 3. Kondisi Ekonomi Dalam kehidupan masyarakat di daerah yang mayoritas pedagang tentu kondisi ekonomi masyarakat di Rangkasbitung Wawancara dengan pesan elektronik email dengan Badrul munir salah satu sutradara yang sekaligus orang asli Rangkasbitung pada 22 Mei 2013. mempengaruhi konstruksi realitas sosial yang akan terbangun di dalam kehidupan penjual tahu di dalam film features dokumenter dongeng rangkas. “Kondisi ekonomi masyarakat di Rangkasbitung khususnya penjual dan pembuat tahu, mayoritas mereka sangat sederhana, kalau para pemilik pabrik tahu, mereka mayoritas punya rumah sendiri walau masih dikatagorikan sederhana, dan kalau para penjual tahu, mereka mayoritas masih ngontrak, penghasilan para pedagang tahu dikereta dan dipasar, kesehariannya mereka mendapatkan 60 ribu sampai 100 ribu perharinya, itupun tergantung habis dan tidaknya tahu yang dijajakan. Kalu para pembuat tahu berpenghasilan 70 sampai 90 ribu perhari kerja selama 8 samapi 9 jam, informasi ini saya dapatakan langsung dari kiwong salah satu tokoh di film dongeng rangkas”. 13 Sebagian masyarakat Rangkasbitung yang berprofesi menjadi pembuat dan penjual tahu dikatakan sederhana, karena memiliki penghasilan yang tidak menentu. Pendapatan mereka bergantung pada omset penjualan tahu hari itu juga

D. Alur Features dalam Film Dokumenter Dongeng Rangkas

Features merupakan karya yang menggambarkan tentang sesuatu dengan lebih detail dan dapat dirasakan oleh peminatnya lebih hidup dan tergambar dalam imajinasi. Selain itu karya features juga lebih menekankan aspek human interst agar lebih dramatik, atau lebih cair. Dalam film features dokumenter Dongeng Rangkas yang menceritakan kehidupan penjual tahu di Rangkasbitung juga terlihat cair dan tidak Wawancara dengan pesan elektronik email dengan Badrul munir salah satu sutradara yang sekaligus orang asli Rangkasbitung pada 15 Juli 2013. terkesan kaku seperi layaknya film dokumenter televisi yang lebih menekankan aspek informasi. Hal itu terlihat dengan banyaknya aspek human interst dalam film tersebut. Di antara adegan dalam film dokumenter Dongeng Rangkas yang memperlihatkan aspek human interst itu, misalnya Kiwong menceritakan di masa mudanya dia belajar di pesantren agar mendapatkan ilmu kebal, merantau ke Jakarta, atau mabok dengan minum autan. Contoh lain, misalnya Iron shalat sedangkan dia adalah seoraang pemusik metal undergound, Iron mandi di sungai sambil berkata “ngopi di sungai asyk nih”, atau Iron yang menceritakan kesukaanya pada musik metal underground dan bagi lak-laki penjual tahu ini musik adalah anugrah dari Tuhan, serta kepuasan yang didapat dari bermusik. Unsur lain yang memperlihatkan alur features dalam film tersebut adalah adanya lead yang menggambarkan perkenalan tempat seperti pabrik tahu, stasiun, dan pasar serta perkenalan tokoh Iron dan Kiwong. Unsur kedua body cerita yang menggambarkan kegiatan kedua tokoh dengan kehidupan sosial mereka. Unsur ketiga adalah ending yang digambarkan dengan kereta yang memperlihatkan suasana perkampungan yang diambil dari dalam kereta. Dengan adanya unsur-unsur tersebut karya features memiliki bangunan atau struktur bercerita atau penceritaan karena pada dasarnya karya features merupakan karya informasi yang dikemas dengan pendekatan bercerita agar informasi yang disajikan tidak kaku. Features juga merupakan karya yang tidak lekas basi. Dikatakan tidak lekas basi, karena features merupakan karya yang menggali sebuah cerita dari fakta. Informasi yang disampaikan adalah penelusuran tentang masalah yang ditulis, sehingga banyak data dan informasi pendukung dalam karya yang cukup panjang. Unsur tersebut dalam film dokumenter Dongeng Rangkas membicarakan musik metal underground, namun berangkat dari cerita kehidupan penjual tahu di Rangkasbitung, sehingga dalam film tersebut banyak data pendukung untuk memperkuat cerita dan gagasan yang ingin disampaikan oleh para pembuatnya. Hal tersebut yang menjadikan film dokumenter Dongeng Rangkas tidak mudah basi. 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dalam penelitian yang mengangkat tema konstruksi atas realitas kehidupan penjual tahu dalam film features dokumenter dongeng rangkas, yang menceritakan bagaimana kehidupann masyarakata penjual tahu di daerah Rangkasbitung. Penelitian ini di lihat dari dua gagsan yang berada dalam film, yaitu bagaimana mereka menjalani hidup sebagai penjual tahu tanpa melupakan mimpi mereka. Mimpi seorang Iron yang ingin tetap mengekspresikan diri pada musik metal ‘underground’ dengan tetap tergabung dalam grub band monster. Serta mimpi Kiwong yang ingin memperbaiki hidup agar lebih baik dari kehidupan sebelumnya. Tradisi masyarakat Rangasbitung sebagai penjual tahu pada akhirnya memperngaruhi sebagian besar masyarakat untuk membuat dan menjual tahu sebagai pekerjaaan turun temurun masyarakat itu, dari penjelasan tersebut maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Kehidupan Penjual Tahu Sebagai Wujud Konstruksi Realitas Sosial Dalam hal ini kehidupan mengenai komuitas penjual tahu yang menjadi tradisi turun temurun masyarakat Rangkasbitung merupakan wujud konstruksi realitas sosial. Hal ini karena seorang individu dipengaruhi oleh kelompok masyarakat untuk mengikuti kebudayaan yang telah ada melalui beberapa proses eksternalisasi, objektivikasi,