Film Features Dokumenter Dongeng Rangkas
yang berbeda dengan film dokumenter lainya. Serta dibuat atas dasar estetika film.
“Kenyataan sosial jarang dihadirkan lewat film. Sekalinya dihadirkan biasanya ceritanya masing ngwang-
ngawang. Seperti kisah umum warga kaya dan miskin. Kadang para pembuat film seringkali membuat film
dokumenter berakhir di tokoh si korban. Eksploitasi si miskin dan kesenjangan masyarakat. Saya termotivasi untuk membuat
film dokumenter berbeda. Kepingan cerita pekerja tahu dan optimismenya dalam kehidupan sehari-hari”.
2
Para pembuat film dokumenter pada dasarnya memiliki tujuan dan kepentingan sendiri tergantung oleh latar belakang mereka, namun dalam
film ini menurut para pembuat film tidak memiliki motivasi dan tujuan yang berarti selain untuk melakukan upgrading program akumassa oleh
Forum Lenteng untuk komunitas jaringanya yaitu Saidjah Forum. Selain itu menurut sutradara yang berasal dari Rangkasbitung, juga
tidak memiliki tujuan khusus. Mereka mengangkat penjual tahu menjadi film dokumenter dikarenakan kedekatan sutradara dengan masyarakat
penjual tahu tersebut, dan bagi para pembuat ada keunikan tersendiri realitas penjual tahu ini diangkat menjadi sebuah film dokumenter.
3
Film dokumenter atau yang sering banyak orang bilang sebagai film non fiksi merupakan sebuah karya film yang dihasilkan dari realita
atau fakta yang ada dalam kehidupan sehari-hari baik pengalaman hidup sesorang ataupun peristiwa. Film dokumenter dibuat dari kenyataan-
Wawancara dengan pesan elektronik email dengan Fuad Fauzi yang juga salah satu sutradara yang sekaligus orang asli Rangkasbitung pada 20 Mei 2013.
Wawancara dengan pesan elektronik email dengan Badrul munir salah satu sutradara yang sekaligus orang asli Rangkasbitung pada 22 Mei 2013.
kenyataan atau realitas objektif, yang mana kenyataan itu dibangun dengan interpretasi pembuatanya.
Dalam bab ini peneliti mengurai mengenai konstruksi atas realitas dalam film features dokumenter dongeng rangkas kehidupan penjual tahu.
Pada bab II telah dijelaskan mengenai teori konstruksi atas realitas sosial yaitu merupakan proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, dimana
individu menciptakan sebuah realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif serta dilakukan secara terus menerus.
Dalam film dongeng rangkas ini konstruksi atas realitas sosial pada kehidupan penjual tahu di daerah Rangkasbitung merupakan suatu
konstruksi sosial dimana masyarakat yang menjadi penjual tahu adalah tradisi keluarga, atau diturunkan dari keluarga.
Masyarakat yang sebagian besar merupakan penjual tahu dan pembuat tahu ini tidak ingin meninggalkan tradisi mereka. Hal ini dilihat
dari dua tokoh film tersebut yaitu Iron dan Kiwong. Masing-masing tokoh memiliki mimpinya sendiri seperti Iron yang bercita-cita sebagai pemusik,
Iron percaya musik adalah anugrah dari Tuhan, dan ia ingin terus mengembangkan fantasi musiknya di jalur ‘underground’. Sedangkan
Kiwong bermimpi menjadi pemuda yang lebih baik, yang menjadikan keluarga hidup lebih baik dari sebelumnya.
Dari konstruksi realitas sosial itu lah daerah Rangkasbitung menjadi daerah yang dikenal penghasil tahu. Hal ini dikarenakan sebagian
penduduknya merupakan penjual dan pembuat tahu. Namun ada yang
menarik film features dokumenter ini, yaitu dari budaya yang turun menurun sebagi penjual dan pembuat tahu, serta mengundang masyarakat
pendatang untuk singgah dan menjadi penjual tahu di tanah
Rangkasbitung, sehingga menimbulkan banyak persaingan antara penjual dan pembuat tahu. Dari tokoh Kiwong dilihat harus bersaing dengan
penjual tahu yang lain, Kiwong harus nekat berjualan di kereta api dan main kucing-kucingan dengan petugas kereta.
Dalam proses konstruksi atas realitas sosial di dalam film features dokumenter dongeng rangkas telah terjadi dialetika antara individu
mencipatakan masyarakat dan masyarakat mencipatakan individu. Proses dialektika ini melalui eksternalisasi, obyektivitasi dan internalisasi. ketiga
proses dialektika ini merupakan gagasan Berger dan Luckman yang memunculkan suatu proses konstruksi atas realtias sosial. Teori ini dilihat
dari segi asal muasalnya merupakan hasil dari ciptaan manusia yang melalui interakasi intersubjektif.
1. Tahap Eksternalisasi Eksternalisasi yang mana proses ini merupakan penyesuaian diri
terhadap lingkunganya. Dalam hal ini usaha mencurahkan atau ekspresi diri ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun
fisik. Hal ini sudah menjadi sifat dasar dari manusia, ia akan mencurahkan diri ketempat ia berada. Manusia tidak akan dimengerti