Prosedur Penilaian REBA Rapid Entire Body Assesment REBA

5.1 Prosedur Penilaian REBA

Dalam prosedur penilaian dengan mengunakan metode REBA terdapat 6 tahap, yaitu Staton, et al, 2005: a. Mengamati Tugas observasi pekerjaan Mengamati tugas untuk merumuskan sebuah penilaian tempat kerja ergonomi yang umum, termasuk akibat dari tata letak dan lingkungan pekerjaan, pengunaan peralatan-peralatan dan perilaku pekerja dengan menghitungkan risiko. Jika memungkinkan, rekam data mengunakan kamera atau video. b. Memilih Postur Untuk Penilaian Menentukan postur mana yang akan digunakan untuk menganalisis pengamatan pada langkah 1. Kriteria berikut ini dapat digunakan : 1 Postur yang paling sering diulang, 2 Postur yang lama dipertahankan, 3 Postur yang membutuhkan aktivitas otot atau tenaga paling besar, 4 Postur yang menyebabkan ketidaknyamanan, 5 Postur ekstrim, tidak stabil, terutama ketika tenaga dikerahkan, 6 Postur ditingkatkan melalui intervensi, pengukuran kendali atau perubahan lainnya. Keputusan dapat didasari pada satu atau lebih dari kriteria diatas. Kriteria untuk memutuskan postur yang dianalisis harus dilaporkan dengan mencantumkan hasil atau rekomendasi. c. Memberi Nilai Pada Postur Gunakan lembar penilaian dan nilai bagian tubuh untuk menilai postur. Nilai awal adalah untuk Kelompok A yaitu punggung, leher, dan kaki. Kelompok B yaitu lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan. Untuk postur kelompok B dinilai terpisah untuk sisi kiri dan kanan. Catat poin tambahan yang dapat ditambahkan atau dikurangi, tergantung pada posisi. Sebagai contoh, dikelompok B lengan atas dapat ditunjang pada posisinya, sehingga nilainya dikurangi 1 dari nilai lengan atas tersebut. d. Memproses Nilai Tabel A digunakan untuk mendapatkan nilai tunggal dari punggung, leher, dan kaki. Nilai ini dicatat di tabel lembar penilaian dan ditambah dengan nilai beban untuk mendapatkan nilai A. untuk tabel B merupakan penilaian dari lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan. Bagian-bagian dari tabel B yang diukur yaitu bagian kanan dan kiri. Nilai kemudian ditambah dengan nilai genggaman tanggan untuk menghasilkan nilai B. nilai A dan B dimasukkan ke dalam tabel C, kemudian didapatkan sebuah nilai tunggal, yaitu nilai C. kemudian diperolehlah nilai REBA sesuai tabel level hasil REBA. e. Menetapkan nilai REBA Jenis aktivitas yang dilakukan diwakili oleh nilai aktivitas yang ditambahkan dengan nilai C untuk memberi nilai REBA akhir. f. Menentukan action level Nilai level risiko REBA kemudian dibandingkan dengan nilai level perubahan, yaitu kumpulan nilai yang paling sering berhubungan untuk mengetahui tingkat pentingnya membuat suatu perubahan. g. Penilaian Ulang Jika tugas berubah menjadi pengukuran pengendalian prosesnya dapat diulang. Nilai REBA yang baru dapat dibandingkan dengan yang sebelumnya untuk memonitor efektifitas perubahan.

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep ini mengacu kepada kerangka teori, sehingga keluhan Musculoskeletal Disorders MSDs ditetapkan sebagai variabel terkait dependen, sedangkan faktor pekerjaan ditetapkan sebagai variabel bebas independen dengan karakteristik individu dan faktor lingkungan sebagai variabel confounding nya. Faktor pekerjaan yang terdiri dari postur kerja, penggunaan tenaga, pergerakan repetitif dan karakteristik objek pengukurannya menggunakan metode REBA pengukuran risiko ergonomi berdasarkan postur, berat, coupling dan nilai aktifitas. Pada karakteristik individu seperti jenis kelamin tidak diukur karena seluruh pekerja tukang angkut adalah laki-laki. Indeks Masa Tubuh IMT dan kekuatan fisik pengukurannya harus menghitung penggunaan otot serta biomekanika tubuh dan karena keterbatasan kemampuan yang dimiliki peneliti, kekuatan fisik tidak diambil dengan alasan dikhawatirkan akan terjadi bias. Sedangkan faktor lingkungan yang terdiri dari vibrasigetaran dan mikroklimat tidak dimasukan ke dalam analisis karena seluruh pekerja bekerja di ruangan terbuka. Sehingga secara lebih jelas kerangka konsep dengan mempertimbangkan alasan, kekurangan dan keterbatasan peneliti dapat dilihat seperti pada bagan berikut:

Dokumen yang terkait

Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Sales Promotion Girl (SPG) Pengguna Sepatu Hak Tinggi di Suzuya Medan Plaza pada Tahun 2015

33 205 129

HUBUNGAN ANTARA BEBAN ANGKUT DENGAN TERJADINYA NYERI LUTUT PADA PENAMBANG BELERANG DI PT. CANDI NGRIMBI BANYUWANGI

0 30 22

Faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan musculosletal disorders pada welder di bagian fabrikasi PT. Caterpillar Indonesia

2 14 120

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders pada Pekerja di Bagian Polishing PT. Surya Toto Indonesia. Tbk Tangerang Tahun 2011

0 15 205

HUBUNGAN POSTUR KERJA DAN FAKTOR LAIN TERHADAP KELUHAN MUSCULOSKELETAL DISORDERS (MSDS) PADA SOPIR BUS ANTAR PROVINSI DI BANDAR LAMPUNG

2 18 75

Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) pada Pengrajin Sepatu di Perkampungan Industri Kecil (PIK) Penggilingan Kecamatan Cakung Tahun 2013

2 28 147

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Pembuatan Dodol di Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2016

0 15 199

GAMBARAN DISTRIBUSI KELUHAN TERKAIT MUSKULOSKELETAL DISORDERS (MSDs) PADA TUKANG SUUN DI PASAR ANYAR BULELENG TAHUN 2013.

0 0 8

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Pembuatan Dodol di Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2016

1 1 20

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Terjadinya Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Pembuatan Dodol di Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2016

0 0 2