2. Kebiasaan Merokok
Beberapa penelitian menunjukan bahwa perokok lebih memiliki kemungkinan menderita masalah punggung daripada bukan perokok. Hubungan
merokok dengan keluhan MSDs disebabkan karena batuk yang meningkatkan tekanan pada perut dan menimbulkan ketegangan pada tulang belakang atau
punggung Deyo and Bass 1989; Frymoyer at al. 1980; Troup at al. 1987 dalam Bernard, 1997. Pendapat lain tentang mekanisme merokok dengan kejadian
MSDs adalah nikotin yang masuk bisa mempengaruhi berkurangnya aliran darah ke jaringan. Selain itu merokok dapat pula menyebabkan kekurangan kandungan
mineral pada tulang sehingga menyebabkan nyeri akibat keretakan kerusakan pada tulang Bernard et al, 1997.
Hasil uji statistik pada tukang angkut beban menunjukan tidak ada perbedaan proporsi antara responden dengan kebiasaan merokok lebih atau sama
dengan 10 batang per hari dan responden dengan kebiasaan merokok kurang dari 10 batang per hari atau dengan kata lain tidak ada hubungan yang signifikan
antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Soleha 2009 pada Operator Cant Plan PT “X” yang
menerangkan bahwa penelitian tersebut menunjukkan adanya hubungan antara kebiasaan merokok dengan keluhan MSDs.
Hasil observasi yang dilakukan penulis dapat digambarkan bahwa responden biasanya melakukan kegiatan secara bersama-sama. Demikian pula
pada saat santaiwaktu istirahat memiliki kecenderungan yang sama untuk merokok. Namun demikian, jumlah konsumsi rokok berbeda-beda pada setiap
responden sehingga jika dilihat dari jumlah konsumsi masing-masing seharusnya tiap individu memiliki efekbahaya yang berbeda-beda dari bahaya merokok,
karena semakin banyak mengkonsumsi rokok untuk setiap harinya 10 batang semakin tinggi pula risiko yang akan diterimanya Pheasant, 1991. Akan tetapi,
peningkatan risiko yang diterima perokok pada pekerja tukang angkut tidak hanya terjadi pada responden dengan kebiasaan merokok 10 batanghari saja,
melainkan responden yang merokok kurang dari 10 batanghari pun memiliki risiko yang sama karena semua responden hidup dalam lingkungan yang sama dan
memiliki kecenderungan untuk menghisap asap rokok dari responden lainnya sebagai perokok pasif.
Asap rokok yang dihisap baik sebagai perokok aktif maupun perokok pasif dapat menurunkan kapasitas paru-paru sehingga kemampuan untuk
mengkonsumsi oksigen menurun, dan apabila yang bersangkutan harus melakukan tugas yang menuntut pengerahan tenaga, akan mudah lelah karena
kandungan oksigen dalam darah rendah, pembakaran karbohidrat terhambat, terjadi tumpukan asam laktat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot Tarwaka, et al,
2004. Namun demikian, efek yang ditimbulkan dari bahaya rokok bersifat kronik, sehingga ada kecurigaan penulis bahwa pada saat dilakukan penelitian,
bahaya rokok belum mampu menimbulkan efek yang berarti bagi kualitas fisik pekerja.
Saran yang bisa diberikan, sebaiknya pekerja agar bisa mengurangi jumlah konsumsi rokok per hari nya dan atau menghindari asap rokok yang ditimbulkan
dari lingkungannya.
3. Masa Kerja