pengusaha sebaiknya agar secepatnya memberlakukan sistem perorganisasian kerja, seperti mengatur waktu kerja dan waktu istirahat yang seimbang yang diperlukan
untuk memelihara kesetimbangan energi dan pemulihan kemampuan pekerja, sehingga dapat mencegah paparan risiko yang berlebihan.
C. Hubungan Faktor Pekerjaan dengan Keluhan MSDs
Faktor risiko pekerjaan pada penelitian ini dihitung berdasarkan analisis yang dilakukan dengan menggunakan metode REBA pengukuran risiko ergonomi
berdasarkan postur kerja, beban, coupling, dan aktivitas fisik. Pada kegiatan pengangkutan beban di lokasi pertambangan, tidak ada aturan khusus yang
diberlakukan terkait prosedur pengangkutan beban, sehingga postur yang terbentuk pada saat melakukan pengangkutan berbeda-beda sesuai dengan selera masing-
masing. Hasil observasi dan hasil perhitungan akhir dari penilaian dengan
menggunakan metode REBA, diperoleh hasil bahwa responden dengan risiko pekerjaan sangat tinggi skor 11-15 sebanyak 21 orang, sedangkan responden yang
bekerja dengan risiko pekerjaan tinggi skor 7-10 sebanyak 27 orang, sehingga level aksi yang dianjurkan dari risiko pekerjaan berdasarkan metode REBA pada
kegiatanpekerjaan yang termasuk kategori risiko tinggi dan sangat tinggi adalah harus dirubah secepatnya atau bahkan perlu dirubah sekarang juga.
Hasil uji statistik antara risiko pekerjaan dengan keluhan MSDs pada tukang angkut beban menunjukan Pvalue 0.029 derajat kemaknaan
α 5 , artinya ada hubungan antara tingkat risiko pekerjaan dengan keluhan MSDs, dimana pada
responden dengan kategori pekerjaan sangat tinggi memiliki risiko 10 kali untuk mengalami keluhan MSDs dari pada responden dengan kategori pekerjaan tinggi.
Kegiatan pengangkutan aktifitas fisik berhubungan dengan postur kerja, gerakan repetitif, beban objek serta nilai aktivitas yang semuanya berpotensi
menimbulkan gangguan. Terlebih pada kegiatan pengangkutan beban di lokasi pertambangan tidak ada aturan khusus yang diberlakukan terkait prosedur
pengangkutan beban, sehingga postur yang terbentuk pada saat melakukan pengangkutan berbeda-beda sesuai dengan selera masing-masing pekerja dan
umumnya cenderung melakukan postur kerja yang menjauhi sikap alamiah tubuh disertai dengan terjadinya postur statis otot yang cukup lama yang dampaknya tidak
hanya membatasi pemasukan nutrisi dan oksigen saja, tetapi juga membatasi pembuangan metabolisme Nurmianto, 1998.
Sikap kerja tidak alamiah adalah sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian- bagian tubuh bergerak menjauhi posisi alamiah, misalnya pergerakan tangan
terangkat, punggung terlalu membungkuk, kepala terangkat dan sebagainya. Dimana postur tubuh yang tidak stabil tidak alamiah tersebut menunjukan bukti yang kuat
sebagai faktor yang berkontribusi terhadap MSDs dan menimbulkan terjadinya gangguan leher, punggung dan
bahu Bernard, 1997. Cohen, at al 1997 menjelaskan bahwa postur statis dapat memberikan penempatan beban pada otot dan
tendon yang menyebabkan kelelahan lebih cepat dan berpotensi menyebabkan gangguan pada otot dan tulang.
Bagi pekerja, adanya aktivitas pengangkutan beban merupakan suatu kegiatan yang sangat berarti karena dapat dijadikan sebagai sumber mata pencaharian yang
dapat meningkatkan penghasilan ekonomi. Padahal, perlu disadari bahwa setiap pekerjaan memiliki tingkat risiko yang berbeda-beda. Demikian halnya pada kegiatan
manual seperti pangangkutan beban memiliki kecenderungan risiko untuk mengalami gangguan pada otot dan tulang, dan jika risiko tersebut tidak diimbangi dengan
teknik-teknik pencegahan yang sesuai, akan memberikan dampak yang jika terus dibiarkan akan menjadi bahaya yang lebih besar lagi seperti terjadinya penumpukan
cidera dan kerusakan pada sistem muskulo skeletal. Dengan demikian, agar risiko pekerjaan yang dihadapi tidak menjadi semakin
besar, sebaiknya pihak pengusaha memberikan pelatihan khusus terkait prosedur pengangkutan beban yang baik dan benar kepada pekerja baru atau pekerja lama,
serta melakukan pengawasan rutin guna memantau program yang dicanangkan sehingga pekerja tidak lagi melakukan kegiatan pengangkutan dengan membentuk
postur yang cenderung seenaknya. Suma’mur 1989 menguraikan bahwa cara mengangkut dan mengangkat yang baik harus memenuhi dua prinsip berikut:
1. Beban diusahakan menekan pada otot tungkai yang kuat dan sebanyak mungkin
otot tulang belakang yang lebih lemas dibebaskan dari pembebanan. 2.
Momentum gerak badan dimanfatkan untuk mengaali gerakan. Selanjutnya Silalahi 1985, memberikan contoh cara mengangkat beban yang
ergonomis adalah sebagai berikut: 1.
Pegangan harus tepat dengan semua jari-jari 2.
Punggung harus diluruskan, dan beban harus diambil oleh otot tungkai keseluruhan
3. Kaki diletakan pada jarak yang enak
4. Dagu ditarik ke belakang agar punggung bisa tegak lurus
5. Berat badan digunakan untuk mengimbangi berat beban
6. Lengan harus dekan dengan badan dan dalam posisi lurus
7. Beban sedekat mungkin berada pada garis vertikal yang melalui pusat gravitas
tubuh. Dengan diadakannya pendidikan dan pelatihan khusus yang diberikan kepada
pekerja, selanjutnya pekerja akan lebih memahami lingkungan dan alat kerja dengan baik sehingga diharapkan dapat melakukan penyesuaian dan inovatif dalam
melakukan upaya-upaya pencegahan ke arah yang lebih baik lagi.
D. Hubungan Karakteristik Individu Umur, Kebiasaan Merokok dan Masa Kerja