Pengaruh pH Hubungan Pengaruh Perubahan Faktor Terhadap Degradasi Sukrosa

32 mengkatalisis sukrosa pada konsentrasi di atas 59 wv. Peningkatan konsentrasi sukrosa lebih lanjut sampai 80 wv menurunkan aktivitas enzim secara signifikan, mungkin disebabkan oleh konsentrasi air rendah, inhibisi oleh substrat atau agregasi substrat. Studi lain menyatakan bahwa pada reaksi hidrolisis sukrosa, fruktosa merupakan inhibitor kompetitif bagi invertase, sedangkan glukosa merupakan inhibitor non kompetitif bagi invertase Hsiao et al., 2002. Lehninger 1988 menambahkan bahwa seiring dengan meningkatnya konsentrasi substrat, kecepatan reaksi akan meningkat. Namun pada akhirnya akan mencapai titik batas di mana dengan bertambahnya konsentrasi substrat kecepatan reaksi hanya meningkat sedemikian kecil. Pada batas ini disebut dengan kecepatan maksimum V maks , enzim menjadi jenuh oleh substratnya, dan tidak dapat berfungsi lebih cepat.

3. Pengaruh pH

Penentuan pengaruh perubahan pH dilakukan dengan melarutkan invertase pada beberapa buffer pH yang berbeda mulai dari buffer pH 3 hingga pH 11, dengan konsentrasi invertase dan sukrosa sama pada setiap taraf, masing-masing 5 mgl dan 25 gl, sehingga masing-masing taraf bereaksi pada pH larutan yang berbeda. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa taraf perlakuan tersebut memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan. Hasil analisis sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 3 bagian D. Konsentrasi gula pereduksi paling rendah pada perlakuan kontrol diperlihatkan pada 3 nilai pH terakhir yaitu pH 9, 10, dan 11 dan konsentrasi gula pereduksi tertinggi tercapai pada pH 5, sedangkan pada perlakuan akibat penambahan kawao, gula pereduksi terendah terjadi pada pH 9, dan tertinggi pada pH 4. Pengaruh perubahan nilai pH terhadap aktivitas invertase dapat dilihat pada Gambar 20. Kedua perlakuan baik kontrol maupun dengan penambahan kawao menunjukkan pola aktivitas yang hampir serupa. Aktivitas invertase tanpa inhibitor kontrol meningkat signifikan mulai dari pH 3 hingga titik optimum pada pH 5 dan kemudian aktivitasnya 33 menurun signifikan seiring dengan penurunan nilai pH hingga pH 8, selanjutnya perubahan nilai pH tidak berpengaruh secara nyata pada pembentukan gula pereduksi. 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800 2 4 6 8 10 12 pH Ko n se n tr a si g lu k o s a +f ru k tosa u M Perlakuan pH tanpa kawao Perlakuan pH dengan penambahan kawao Gambar 20. Kurva pengaruh perubahan pH terhadap konsentrasi gula pereduksi yang dihasilkan Pada perlakuan akibat penambahan kawao, aktivitas invertase meningkat secara signifikan mulai pH 3 hingga mencapai titik optimum di pH 4, kemudian aktivitasnya menurun signifikan hingga pH 6, selanjutnya peningkatan pH larutan tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Pergeseran nilai optimum yang diperoleh dibandingkan kontrol dapat disebabkan karena pengaruh perubahan pH terhadap muatan yang terdapat pada gugus fungsional enzim sebagai protein, denaturasi yang terjadi akibat perubahan pH tersebut, serta perubahan konformasi enzim. Aktivitas dan stabilitas invertase terlihat sangat rendah pada pH yang sangat asam pH 3 dan basa tinggi pH 8-11. Hal ini menunjukkan bahwa pada pH yang sangat asam, gugus fungsional pada sisi aktif enzim terganggu oleh adanya ion H + yang berlebihan, sedangkan pada pH basa tinggi aktivitas invertase rendah karena ion OH - yang berlebihan, selain itu mungkin juga telah terjadi denaturasi enzim. Aktivitas invertase secara umum telah dipelajari, dan memiliki nilai yang bervariasi tergantung sumber perolehannya. Rahman et al. 2001 menyatakan bahwa invertase dalam buah mangga memberikan aktivitas maksimal pada pH sekitar 4.5. Nakanishi et al. 1991 dalam 34 Rahman et al. 2001 menemukan bahwa aktivitas invertase pada anggur adalah 2.5-8, dengan pH optimum adalah 4.0. Rahman et al. 2004 telah meneliti invertase dalam tebu memberikan aktivitas maksimum pada pH 7,2. Chungliang et al. 1999 dalam Rahman et al. 2004 menyatakan bahwa pH optimum invertase dari benih padi adalah 7,0. Aktivitas dan stabilitas invertase turun perlahan pada pH asam, tetapi turun secara cepat pada pH basa. Observasi ini menunjukkan bahwa enzim relatif stabil pada kisaran pH asam hingga pH netral Rahman et al., 2004. Rodwell 1981 menyatakan bahwa perubahan pH yang tidak begitu besar mempengaruhi keadaan ion enzim dan juga ion substrat. Aktivitas optimum juga dinyatakan antara pH 5.0 hingga 9.0. Akan tetapi, beberapa enzim, misalnya pepsin, aktif pada nilai pH diluar batas tersebut. Chaplin 1990 menyatakan bahwa pada larutan basa pH 8, kemungkinan terjadi destruksi parsial denaturasi, sedangkan pada larutan asam pH 4 dapat terjadi hidrolisis ikatan peptida yang labil. Stauffer 1989 menyatakan bahwa enzim terdenaturasi di suhu ruang pada pH tinggi atau rendah, sehingga enzim kehilangan aktivitasnya yang bersifat tidak dapat balik irreversible. Profil inhibisi yang terjadi akibat penambahan kawao pada perubahan nilai pH dapat dilihat pada Gambar 21. Inhibisi akibat penambahan kawao terjadi mulai pH 4 hingga pH 7. Di luar rentang tersebut, penambahan kawao tidak memberikan respon inhibisi yang baik. Hal tersebut dapat disebabkan karena kondisi lingkungan baik bagi enzim maupun kawao yang tidak mendukung terjadinya inhibisi akibat stabilitasnya terganggu oleh pH ekstrim. Tingginya nilai gula pereduksi pada pH tinggi, untuk perlakuan dengan penambahan kawao dimungkinkan selain karena stabilitasnya yang terganggu juga karena adanya gula pereduksi yang berasal dalam kawao. Hasil uji statistik persentase inhibisi dapat dilihat pada Lampiran 3 bagian I. 35 63,61 -196,23 -234,96 -156,60 -151,89 -131,88 72,84 51,49 -6,35 -300 -250 -200 -150 -100 -50 50 100 3 4 5 6 7 8 9 10 11 pH k em am pu an in hi bis i 1 2 3 4 5 6 sub set Gambar 21. Inhibisi aktivitas invertase oleh kawao pada pH yang berbeda

4. Pengaruh suhu