Kerangka Berpikir LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

Siswa harus mampu memahami apa yang diketahui, dan yang ditanyakan pada soal tersebut, maka diketahui:roda berbentuk lingkaran dengan panjang diameternya 63 cm dan roda berputar 1.500 kali. Ditanya : panjang lintasan yang ditempuh sepeda motor. b Perencanaan pelaksanaan masalah Siswa mampu menghubungkan apa yang diketahui dengan apa yang ditanyakan. Pada soal ini, untuk menjawab apa yang ditanyakan maka langkah perhitungan:menghitung keliling roda = keliling lingkaran dan panjang lintasan yang ditempuh = c Pelaksanaan pemecahan masalah Siswa melakukan perhitungan sesuai perencanaan pelaksanaan masalah yaitu keliling roda = keliling lingkaran = = = 198 cm. panjang lintasan yang ditempuh = = 198 x 15= 297.000 cm = 2,97 km. d Membuat kesimpulan Siswa menterjemahkan hasil operasi hitung dari model matematika. Jadi, panjang lintasan yang ditempuh sepeda motor adalah 2,97 km.

2.2 Kerangka Berpikir

Sebagian besar kelas VIII SMP N 2 Subah masih mengalami kesulitan dalam belajar matematika, khususnya pada materi lingkaran aspek pemecahan masalah.Berdasarkan hasil observasi di sekolah terdapat 63 siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Subah tahun ajaran 20112012 yang kemampuan pemecahan masalah matematis dalam materi lingkaran masih rendah. Hal ini dapat 34 ditunjukkan bahwa terdapat 63 hasil ulangan harian siswa materi lingkaran aspek pemecahan masalah yang nilainya dibawah batas KKM mata pelajaran matematika yaitu 65. Penyebabnya adalah materi geometri yang bersifat abstrak, untuk memahaminya diperlukan adanya visualisasi.Dampak dari hal tersebut, siswa menghapal rumus-rumus geometri sehingga ketika siswa dihadapkan pada soal aspek pemecahan masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari tidak dapat menyelesaikan dengan baik.Model pembelajaran ekspositori diterapkan guru kelas VIII yang dalam penerapannya siswa kurang aktif.Hal ini dikarenakan siswa hanya menerima informasi dari guru dan menyelesaikan masalah seperti yang dicontohkan oleh gurunya, sehingga siswa kurang berpengalaman menemukan informasi sendiri dan menyelesaikan masalah matematis yang sifatnya tidak rutin.Penyebab lain adalah penilaian yang dilakukan dengan bentuk tes tertulis saja. Seringkali ditemukan bahwa siswa belajar matematika hanya mekanisme saja. Tidak mengherankan ada siswa yang menjawab benar, tetapi sebenarnya mereka tidak tahu mengapa alasan jawaban itu benar. Oleh karena itu, pembelajaran matematika dibuat semenarik mungkin sehingga siswa dan guru memiliki motivasi yang tinggi dalam mengikuti proses belajar mengajar, demi tercapainya tujuan pembelajaran.Dalam teori belajar Piaget, dijelaskan tiga prinsip utama pembelajaran, yaitu: belajar aktif, belajar lewat interaksi sosial, dan belajar lewat pengalaman sendiri. Oleh karenaitu mewujudkan pembelajaran matematika yang berorientasi pada siswa sangatlah penting diterapkan oleh seorang guru. 35 Dalam Hamdani 2010: 87 disebutkan bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pembelajaran yang dirancang dengan menggunakan masalah dunia nyata dimana masalahnya tidak terstruktur dengan baik, terbuka, atau ambigu.Melalui masalah dunia nyata yang tak terstruktur tersebut, siswa tertantang untuk melakukan analisis masalah, membuat model, melakukan kegiatan eksperimen untuk menemukan penyelesaiannya.Aktivitas matematika yang dilakukan siswa dalam pembelajaran berbasis masalah akan membentuk kemampuan pemecahan masalah. Dalam mengukur kemampuan pemecahan masalah dibutuhkan pula asesmen yang tepat.Asesmen tidak hanya dilakukan pada akhir sebuah kegiatan pembelajaraan, tetapi asesmen dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung sampai dengan siswa tersebut dapat mendemontrasikan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, asesmen kinerja yang dianggap cocok untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Dalam menyelesaikan masalah matematika, akan lebih bermakna jika siswa mampu mengidentifikasi masalah, melakukan perencanaan pemecahan masalah, serta menyelesaikan masalah secara mandiri. Pembelajaran berbasis masalah dengan asesmen kinerja merupakan pembelajaran matematika yang berorientasi pada siswa, sehingga pembelajaran tersebut dapat diterapkan untuk melatih siswa mengkonstruk pengetahuannya sendiri dan siswa akan merasa termotivasi untuk mengikuti pembelajaran dengan aktif dan baik, karena sikap mereka selama proses pembelajaran akan senantiasa dinilai sebagai pertimbangan guru dalam menentukan nilai akhir. Maka, dapat diduga bahwa kemampuan 36 pemecahan masalah matematika siswa menggunakan pembelajaran berbasis masalah dengan asesmen kinerja akan lebih baik daripada menggunakan pembelajaran berbasis masalah maupun menggunakan pembelajaran ekspositori. Alur kerangka berpikir dapat dilihat pada diagram berikut. Gambar 2.4 Alur Kerangka Berpikir Dalam mengajarkan pemecahan masalah kepada siswa, guru cenderung menggunkana pembelajaran ekspositori dan penilaian tertulis saja Menerapkan pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran berbasis masalah dengan asesmen kinerja Pembelajaran matematika materi lingkaran tuntas secara klasikal dan siswa diharapkan memiliki kemampuan pemecahan masalah yang lebih baik Pembelajaran berbasis masalahmelatih siswa untuk aktif menyelesaikan masalah dalam kehidupan kehidupan yang nyata dan bermakna Asesmen kinerja sebagai penilaian proses memberi kesempatan siswa menunjukkan kinerja mereka dalam mengerjakan serangkaian tugas yang diberikan guru Pembelajaran matematika materi lingkaran tidak tuntas secara klasikal dan siswa kesulitan mengerjakan soal pemecahan masalah 37

2.3 Hipotesis