dengan proses pemurnian sulfitasi dan skala pabrik besar : PG Ngadiredjo, 2 kelompok PG dengan proses pemurnian sulfitasi dan skala pabrik menengah : PG
Tjoekir, dan 3 kelompok PG dengan proses pemurnian sulfitasi dan skala pabrik kecil : PG Meritjan.
Hasil pemilihan kinerja terbaik secara keseluruhan pada setiap kelompok PG menunjukkan bahwa PG Ngadiredjo memiliki kinerja keseluruhan terbaik
pada kelompok PG dengan proses pemurnian sulfitasi dan skala pabrik besar, PG Tjoekir pada kelompok PG dengan proses pemurnian sulfitasi dan skala pabrik
menengah, dan PG Meritjan pada kelompok PG dengan proses pemurnian sulfitasi dan skala pabrik kecil. Kinerja terbaik secara keseluruhan dicapai oleh
PG Ngadiredjo karena memiliki kinerja strategis dan kinerja taktis terbaik , PG Tjoekir karena memiliki kinerja strategis dan kinerja taktis terbaik, dan PG
Meritjan karena memiliki kinerja strategis, kinerja operasional, dan kinerja taktis terbaik.
Target kinerja minimal ditetapkan berdasarkan nilai kinerja yang dicapai oleh PG yang memiliki kinerja terbaik dalam kelompok. Target kinerja untuk
setiap ukuran variabel kinerja juga ditetapkan berdasarkan nilai kinerja setiap ukuran kinerja yang merupakan nilai kinerja ukuran kinerja terbaik dalam
kelompok. Nilai kinerja atau nilai ukuran kinerja terbaik menjadi target kinerja minimal yang harus dicapai oleh PG yang akan diperbaiki.
6.3 Penentuan Prioritas Perbaikan
Nilai setiap jenis kinerja untuk setiap pabrik gula pada setiap kelompok seperti pada Tabel 47 tersebut di atas, menunjukkan bahwa pengukuran kinerja
berdasarkan competitive priorities taktis, manufacturing task operasional, dan resource availability strategis secara bersamaan perlu dilakukan. Apabila hanya
dilakukan pengukuran kinerja berdasarkan pada competitive priorities yang mencerminkan keluaran dari pabrik gula jumlah hablur gula dan rendemen maka
akan diambil kesimpulan bahwa kinerja pabrik gula pada kelompok PG dengan proses pemurnian sulfitasi dengan skala pabrik besar dan kelompok PG dengan
proses pemurnian sulfitasi dengan skala pabrik menengah yaitu tinggi, dan kelompok PG dengan proses pemurnian sulfitasi dengan skala pabrik kecil yaitu
sedang. Dengan demikian perbaikan akan diprirotaskan hanya untuk kelompok PG dengan proses pemurnian sulfitasi dengan skala pabrik kecil.
Selain itu, juga menunjukkan bahwa pendekatan dalam menentukan variabel ukuran kinerja melalui tiga perspektif yaitu 1 keluaran organisasi business
results, 2 proses internal internal business processes, dan 3 kemampuan atau ketersediaan sumber daya resources availability serta memperhatikan
kedalaman ukuran kinerja keterkaitan variabel kinerja tepat digunakan. Tanpa memperhatikan kedalaman ukuran kinerja, maka hasil yang ditunjukkan pada
Tabel 47 akan disimpulkan sebagai hasil kinerja yang tidak mungkin terjadi. Prioritas perbaikan dilakukan untuk kinerja strategis dan kinerja
operasional. Hasil penentuan prioritas perbaikan menunjukkan bahwa terdapat satu PG PG Lestari yang perlu diperbaiki dalam hal kinerja strategisnya, lima
PG PG Toelangan, PG Tjoekir, PG Pesantren Baru, PG Ngadiredjo, dan PG Modjopangoong yang perlu diperbaiki dalam hal kinerja operasionalnya, dan
tiga PG PG Watoetoelis, PG Kremboong, PG Djombang Baru yang perlu diperbaiki dalam hal kinerja strategis maupun operasional.
Prioritas perbaikan pada kinerja strategis dilakukan pada umur mesin PG Watoetoelis, PG Kremboong, dan Djombang Baru, kapasitas giling PG
Watoetoelis, PG Kremboong, dan Djombang Baru, jumlah tebu PG Lestari, kualitas tebu PG Watoetoelis, PG Kremboong, Djombang Baru, dan PG Lestari .
Prioritas perbaikan pada kinerja operasional dilakukan pada hilang dalam proses PG Watoetoelis, PG Toelangan, PG Kremboong, Djombang Baru, dan PG
Pesantren Baru, jam henti giling PG Watoetoelis,PG Kremboong, PG Djombang Baru, PG Pesantren Baru, dan PG Modjopangoong , overall recovery PG
Watoetoelis, PG Toelangan , PG Kremboong, PG Djombang Baru, PG Pesantren Baru, dan PG Modjopangoong, dan efisiensi ketel PG Watoetoelis, PG
Toelangan , PG Kremboong, PG Tjoekir, PG Pesantren Baru,PG Ngadiredjo, dan PG Modjopangoong .
Berdasarkan hasil tersebut di atas dapat diketahui bahwa PG Watoetoelis dan PG Kremboong perlu perbaikan untuk seluruh indikator kinerja strategis dan
operasional kecuali dalam hal jumlah tebu. Perbaikan untuk seluruh indikator kinerja strategis perlu dilakukan untuk PG Pesantren Baru , PG Toelangan
kecuali dalam hal jam henti giling, PG Djombang Baru kecuali dalam hal efisiensi ketel, dan PG Modjopangoong kecuali dalam hal hilang dalam proses.
Perbaikan untuk seluruh indikator kinerja operasional perlu dilakukan untuk PG Djombang Baru kecuali dalam hal jumlah tebu.
6.4 Perbaikan Kinerja