Pierre dan Delisle 2006 mengusulkan sistem diagnosa berbasis pengetahuan pakar untuk melakukan benchmarking kinerja. Organisasi atau
perusahaan yang berbeda memiliki metoda benchmarking sendiri, namun apapun metode yang digunakan, langkah-langkah utamanya adalah sebagai berikut : 1
pengukuran kinerja dari varibel-variabel kinerja terbaik pada kelompoknya relatif terhadap kinerja kritikal; 2 penentuan bagaimana tingkat-tingkat kinerja dicapai;
dan 3 penggunaan informasi untuk pengembangan dan implementasi dari rencana peningkatan Omachonu dan Ross 1994 dalam Elmuti dan Yunus 1997.
Sebelum melakukan identifikasi bagaimana tingkat kinerja dicapai praktek terbaik, perlu dilakukan pemilihan kinerja terbaik dalam kelompoknya.
Proses pemilihan alternatif terbaik dari beberapa alternatif secara sistematis untuk ditindaklanjuti sebagai suatu cara pemecahan masalah dikenal sebagai
pengambilan keputusan.
2.5 Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan merupakan suatu kelanjutan dari cara pemecahan masalah yang memiliki fungsi antara lain : 1 pangkal permulaan dari semua
aktivitas manusia yang sadar dan terarah baik secara individual maupun secara kelompok, baik secara institusional maupun secara organisasional, dan 2 sesuatu
yang bersifat futuristik, artinya bersangkut paut dengan hari depan, masa yang akan datang, dimana efeknya atau pengaruhnya berlangsung cukup lama.
Pada prinsipnya, terdapat dua pendekatan dalam pengambilan keputusan Mangkusubroto dan Trisnadi 1985; Marimin 2008, Marimin dan Maghfiroh
2010 yaitu : 1 pengambilan keputusan berdasarkan intuisi, dan 2 pengambilan keputusan rasional berdasarkan hasil analisis keputusan. Hasil keputusan dengan
pengambilan keputusan berdasarkan intuisi, tidak dapat diperiksa secara logis. Sedangkan hasil keputusan dengan pengambilan keputusan berdasarkan hasil
analisis keputusan, alasan terpilihnya suatu alternatif dapat ditelusuri dengan jelas dan mudah dimengerti. Adapun garis besar langkah-langkah siklus analisis
keputusan rasional diperlihatkan pada Gambar 8.
Gambar 8 Garis Besar Siklus Analisis Keputusan Rasional Mangkusubroto dan Trisnadi 1985; Marimin 2004; Marimin dan Maghfiroh 2010
Pada umumnya, komponen-komponen dalam pengambilan keputusan berbasis rasional atau analisa Marimin dan Maghfiroh 2010 terdiri dari: 1
alternatif keputusan, 2 kriteria keputusan, 3 bobot kriteria, 4 skala penilaian, 5 struktur keputusan, dan 6 metode pengambilan keputusan. Adapun sifat-sifat
yang harus diperhatikan dalam memilih kriteria pada setiap persoalan pengambilan keputusan Mangkusubroto dan Trisnadi 1987; Suryadi dan
Ramdhani 2002 adalah : 1 Lengkap, sehingga dapat mencakup seluruh aspek penting dalam persoalan tersebut, 2 Operasional harus mempunyai arti, dapat
digunakan untuk meyakinkan pihak lain, serta dapat diukur, 3 Tidak berlebihan, sehingga menghindarkan perhitungan berulang, dan 4 Minimum, agar lebih
mengkomprehensifkan persoalan. Dalam menentukan jumlah kriteria perlu sedapat mungkin mengusahakan
agar jumlah kriterianya sesedikit mungkin. Semakin banyak kriteria maka semakin sulit untuk dapat menghayati persoalan dengan baik. Selain itu, jumlah
perhitungan yang diperlukan dalam analisis akan meningkat dengan cepat. Secara konseptual, penilaian atau pengukuran adalah penetapan angka-
angka untuk mengamati gejala sesuai dengan aturan tertentu Pyzdek 2002. Emory dan Cooper 1996 menyebutkan bahwa pengukuran dalam penelitian
Tahap Deterministik
Perumusan Alternatif dan
Kriteria Pengambilan
Keputusan Tahap
Informasional Tahap
Probabilistik Penetapan nilai
dan variasinya
Pengumpulan Informasi
Informasi Awal
Tindakan
Informasi Baru Pengumpulan
Informasi Baru
merupakan pemberian angka-angka pada peristiwa-peristiwa empiris sesuai dengan aturan-aturan tertentu.
Pengukuran dalam penelitian merupakan proses yang terdiri dari tiga bagian Emory dan Cooper 1996; Marimin dan Maghfiroh 2010 yaitu : 1
memilih peristiwa empiris yang dapat diamati, 2 memakai angka atau simbol untuk mewakili aspek-aspek peristiwa-peristiwa tersebut, dan 3 memberikan
hubungan antara variabel yang dibuat dan pengamatan yang dilakukan. Seperangkat aturan yang diperlukan untuk mengkuantitatifkan data dari
pengukuran suatu variabel disebut skala pengukuran Marimin 2010. Dasar yang paling umum untuk membuat skala mempunyai tiga ciri Emory dan Cooper
1996 yaitu 1 Bilangannya berurutan, 2 Selisih antara bilangan-bilangan berurutan, dan 3 Deret bilangan mempunyai asal mula unik yang ditandai dengan
bilangan nol. Pada umumnya, terdapat empat jenis skala pengukuran Emory dan Cooper 1996; Marimin dan Maghfiroh 2010 yaitu : 1 Skala Nominal, 2 Skala
Ordinal, 3 Skala Interval, dan 4 Skala Rasio. Adapun ciri-ciri dari setiap jenis skala seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Ciri-ciri dari Setiap Jenis Skala Pengukuran Emory dan Cooper 1995
Selain empat jenis skala pengukuran tersebut di atas, Marimin dan Maghfiroh 2010 menambahkan satu skala pengukuran yaitu skala perbandingan
berpasangan pairwise comparison. Perbandingan berpasangan sering digunakan untuk menentukan kepentingan relatif dari elemen-elemen dan kriteria-kriteria
yang ada. Skala Perbandingan Berpasangan sangat berguna untuk mendapatkan skala rasio dari hal-hal yang sulit diukur pendapat, perasaan, perilaku, dan
kepercayaan. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgment dari pengambil keputusan.
Jenis Skala Ciri-ciri Skala Operasi Empiris Dasar
Nominal Tidak ada urutan, jarak, atau asal mula
Penentuan kesamaan Ordinal
Interval Rasio
Berurutan tetapi tidak ada jarak atau asal mula yang unik
Berurutan dan berjarak tetapi tidak mempunyai asal mula yang unik
Berurutan, berjarak, dan asal mula yang unik
Penentuan nilai-nilai lebih besar atau lebih kecil
daripada Penentuan kesamaan
interval atau selisih Penentuan kesamaan rasio
Berdasarkan jumlah kriteria yang digunakan, maka persoalan keputusan dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu persoalan keputusan dengan kriteria
tunggal dan kriteria majemuk multikriteria. Pengambilan Keputusan Multikriteria MCDM didefinisikan Kusumadewi et al. 2006 sebagai suatu
metode pengambilan keputusan untuk menetapkan alternatif terbaik dari sejumlah alternatif berdasarkan beberapa kriteria tertentu.
Terdapat beberapa fitur umum yang digunakan dalam MCDM Janko 2005 dalam Kusumadewi et al. 2006 yaitu : 1 Alternatif, 2 Atribut, 3 Konflik
antar kriteria, 4 Bobot keputusan, dan 5 Matriks keputusan. Alternatif adalah obyek-obyek yang berbeda dan memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih
oleh pengambil keputusan. Atribut sering disebut juga sebagai karakteristik, komponen, atau kriteria keputusan. Meskipun pada kebanyakan kriteria bersifat
satu level, namun tidak menutup kemungkinan adanya sub kriteria yang berhubungan dengan kriteria yang telah diberikan. Beberapa kriteria biasanya
mempunyai konflik antara satu dengan yang lainnya, misalnya kriteria keuntungan akan mengalami konflik dengan kriteria biaya. Bobot keputusan
menunjukkan kepentingan relatif dari setiap kriteria. Yoon 1981 dalam Kusumadewi et al. 2006 menyatakan bahwa masalah
MCDM tidak selalu memberikan suatu solusi unik, perbedaan tipe bisa jadi akan memberikan perbedaan solusi. Adapun jenis-jenis solusi pada masalah MCDM
Kusumadewi et al. 2006 yaitu : 1 solusi ideal, 2 solusi non-dominated solusi Pareto-optimal, 3 solusi yang lebih disukai , dan 4 solusi yang memuaskan.
Pada solusi ideal, kriteria atau atribut dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu kriteria yang nilainya akan dimaksimumkan kategori kriteria keuntungan, dan
kriteria yang nilainya akan diminimumkan kategori kriteria biaya. Solusi ideal akan memaksimumkan semua kriteria keuntungan dan meminimumkan semua
kriteria biaya Daellenbach dan McNickle 2005. Solusi feasible MCDM dikatakan non-dominated jika tidak ada solusi feasible yang lain yang akan
menghasilkan perbaikan terhadap suatu atribut tanpa menyebabkan degenerasi pada atribut lainnya. Solusi yang memuaskan adalah himpunan bagian dari solusi-
solusi feasible dimana setiap alternatif melampaui semua kriteria yang diharapkan.
Zimmermann 1991 dalam Kusumadewi et al. 2006 menyatakan bahwa berdasarkan tujuannya, MCDM dapat dibedakan menjadi dua yaitu : Multi
Attribute Decision Making MADM dan Multi Objective Decision Making MODM. MADM digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam
ruang diskret, sedangkan MODM digunakan untuk menyelesaikan masalah- masalah pada ruang kontinyu. Secara umum dapat dikatakan bahwa MADM
menyeleksi alternatif terbaik dari sejumlah alternatif, sedangkan MODM merancang alternatif terbaik. Perbedaan antara MADM dan MODM ditunjukkan
pada Tabel 3.
Tabel 3 Perbedaan antara MADM dan MODM Yoon 1981 dalam Kusumadewi et al. 2006
MADM MODM
Kriteria didefinisikan sebagai Atribut
Tujuan Tujuan
Implisit Eksplisit
Atribut Alternatif
Kegunaan Eksplisit
Diskret, Jumlah terbatas
Seleksi Implisit
Kontinu, Jumlah tak terbatas
Desain Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan
masalah MADM, antara lain yaitu : 1 Simple Additive Weighting Method SAW, 2 Weighted Product WP, 3 ELimination Et Coix Traduisant la realitE
ELECTRE, 4 Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution TOPSIS, dan 5 Analytic Hierarchy Process AHP.
Untuk melakukan pemilihan terhadap organisasi yang berkinerja terbaik menjadi best in class, Laise 2004 berpendapat bahwa pendekatan tradisional
yang digunakan untuk menentukan organisasi yang menjadi best in class yaitu pendekatan ranking memiliki kelemahan. Pada pendekatan tradisional Laise,
2004, permasalahan benchmarking dengan banyak kriteria diselesaikan dengan mengkonstruksi suatu indikator dengan merata-ratakan semua score yang
diperoleh suatu organisasi atas ukuran-ukuran yang berbeda. Rata-rata merupakan suatu ukuran kecenderungan terpusat dari suatu kelompok data dan
cukup mewakili jika data mempunyai suatu variabilitas yang rendah, tetapi jika dilakukan pengamatan dengan variabilitas tinggi, rata-rata bukan ukuran yang
baik. Menggunakan rata-rata dapat menghilangkan informasi yang pantas dipertimbangkan dan oleh karena itu tidak cocok digunakan untuk membuat
perbandingan. Selanjutnya, Laise 2004 mengusulkan penggunaan metode yang
merupakan pengembangan dari konsep outranking yaitu ELECTRE. Metode ELECTRE merupakan kelompok dari algoritma yang dikembangkan dalam
Operational Research Roy 1985; Vincke 1992; Roy dan Bouyssou 1993; Pamerol dan Barba-Romero 2000.
ELECTRE menurut Kusumadewi et al. 2006 didasarkan pada konsep perankingan melalui perbandingan berpasangan antar alternatif pada kriteria yang
sesuai. Suatu alternatif dikatakan mendominasi alternatif yang lainnya jika satu atau lebih kriterianya melebihi dibandingkan dengan kriteria dari alternatif yang
lain dan sama dengan kriteria lain yang tersisa. Jafari et al. 2007 mengusulkan kerangka kerja untuk memilih metode
penilaian kinerja terbaik menggunakan SAW. Konsep dasar metode SAW adalah mencari penjumlahan terbobot dari rating kinerja pada setiap alternatif pada
semua atribut Kusumadewi et al. 2006. Kelemahan pada metode SAW yaitu memerlukan proses normalisasi matriks keputusan ke suatu skala yang dapat
diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada Metode lain yang dapat digunakan dalam melakukan identifikasi terhadap
organisasi yang menjadi best in class adalah PROMETHEE. PROMETHEE Preference Ranking Organization Method For Enrichment Evaluation termasuk
dalam keluarga metode outranking yang dikembangkan oleh B. Roy 1985. Metodologi Multicriteria outranking merupakan pengembangan dari pendekatan
tradisional dalam menentukan perusahaan yang memiliki kinerja terbaik. Metoda tersebut dapat menghindari kekurangan dari metoda tradisional yang hanya
berdasarkan pada agregasi kumpulan mono kriteria. PROMETHEE merupakan salah satu metode yang digunakan untuk
menentukan urutan atau prioritas dari beberapa alternatif dalam permasalahan yang menggunakan multi kriteria. PROMETHEE mempunyai kemampuan untuk
menangani banyak perbandingan dan memudahkan pengguna dengan menggunakan data secara langsung dalam bentuk tabel multikriteria sederhana.
Pengambil keputusan hanya mendefinisikan skala ukurannya sendiri tanpa batasan, untuk mengindikasi prioritasnya dan preferensi untuk setiap kriteria
dengan memusatkan
pada nilai
value, tanpa
memikirkan metoda
perhitungannya. Metodologi dalam mengimplementasikan PROMETHEE Suryadi dan
Ramdhani 2002 adalah sebagai berikut: 1 pengumpulan data nilaiukuran relatif kriteria, 2 pemilihan dan penentuan tipe fungsi preferensi kriteria beserta
parameternya, 3 perhitungan nilai preferensi P antar alternatif ditentukan berdasarkan, 4 perhitungan nilai indeks preferensi multikriteria antar
alternatif, 5 perhitungan nilai leaving flow, entering flow, dan net flow pada masing-masing alternatif, dan 6 Menentukan ranking pada Promethee I Partial
Ranking dan Promethee II Complete Ranking. Fungsi preferensi kriteria yang
dapat dipilih yaitu 1 kriteria biasa, 2 kriteria Quasi, 3 kriteria linier, 4 kriteria level, 5 kriteria level dengan area tidak berbeda , dan 6 kriteria Gaussian.
Dengan menggunakan fungsi preferensi kriteria biasa, tidak ada beda sama penting antara a dan b jika dan hanya jika fa = fb; apabila nilai kriteria
pada masing-masing alternatif memiliki nilai berbeda, pengambil keputusan membuat preferensi mutlak untuk alternative memiliki nilai yang lebih baik.
H d =
1 d
jika d
jika d = selisih nilai kriteria = f a
– f b
Gambar 9 Bentuk Preferensi Kriteria Biasa Suryadi dan Ramdhani 2002
Dengan kriteria Quasi, dua alternatif memiliki preferensi yang sama penting selama selisih atau nilai Hd dari masing-masing alternatif untuk kriteria
d 1
H d
tertentu tidak melebihi nilai q, dan apabila selisih hasil evaluasi untuk masing- masing alternatif melebihi nilai q maka terjadi bentuk preferensi mutlak.
Gambar 10 Bentuk Kriteria Quasi Suryadi dan Ramdhani 2002
0 jika - q ≤ d ≤ q
H d = 1 jika d -q atau d q Kriteria linier dapat menjelaskan bahwa selama nilai selisih memiliki
nilai nilai yang lebih rendah dari p, preferensi dari pengambil keputusan meningkat secara linier dengan nilai d. Jika nilai d lebih besar dibandingkan
dengan nilai p, maka terjadi preferensi mutlak.
Gambar 11 Bentuk Kriteria Linier Suryadi dan Ramdhani 2002
dp jika - p ≤ d ≤ p
H d = 1 jika d -p atau d p
Dengan kriteria level, kecenderungan
tidak berbeda
q dan
q 1
-q H d
d
p 1
-p H d
d
kecenderungan preferensi p ditentukan secara simultan. Jika d berada di antara nilai q dan p, hal ini berarti situasi preferensi yang lemah Hd = 0.5
Gambar 12 Bentuk Kriteria Level Suryadi dan Ramdhani 2002
0 jika │d│≤ q H
d =
0,5 jika q │d│≤ p
1 jika p │d│
Dengan kriteria linier dengan area tidak berbeda, pengambil keputusan mempertimbangkan peningkatan preferensi secara linier dari tidak berbeda hingga
preferensi mutlak dalam area antara dua kecenderungan p dan q jika │d│≤ q
H d = │d│- q p – q jika q │d│≤ p
1 jika p │d│
Gambar 13 Bentuk Kriteria Linier dengan Area Tidak Berbeda Suryadi dan Ramdhani 2002
1
-q H d
d -p
q p
12
1 H d
d -q
-p q
p
Dengan kriteria Gaussian, apabila telah ditentukan nilai σ, dimana dapat
dibuat berasarkan distribusi normal dalam statistik. H d = 1
– exp { - d² 2σ² }
Gambar 14 Bentuk Kriteria Gaussian Suryadi dan Ramdhani 2002 Perhitungan nilai preferensi P antar alternatif ditentukan berdasarkan
penyampaian intensitas P dari preferensi alternatif a terhadap alternatif b sedemikian rupa sehingga :
P a, b = 0, berarti tidak ada beda indefferent antara a dan b, atau tidak ada preferensi dari a lebih baik dari b.
P a, b ~ 0, berarti lemah preferensi dari a lebih baik dari b. P a, b ~ 1, berarti kuat preferensi dari a lebih baik dari b.
P a, b = 1, berarti mutlak preferensi dari a lebih baik dari b.
Dalam metode ini, fungsi preferensi seringkali menghasilkan nilai fungsi yang berbeda antara dua evaluasi, sehingga : P a, b = P f a
– f b. Indeks preferensi multikriteria ditentukan berdasarkan rata-rata bobot dari
fungsi preferensi P
i
: a, b =
b a
P
n i
i
,
1
:
a, b A
1 H d
d
Hal ini dapat disajikan dengan nilai antara 0 dan 1, dengan ketentuan sebagai berikut :
a, b ≈ 0, menunjukkan preferensi yang lemah untuk alternatif a lebih
baik dari alternatif b berdasarkan semua kriteria.
a, b ≈ 1, menunjukkan preferensi yang kuat untuk alternatif a lebih baik dari alternatif b berdasarkan semua kriteria.
Perhitungan nilai leaving flow, entering flow, dan net flow pada masing- masing alternatif. Untuk setiap node a dalam grafik nilai outranking ditentukan
berdasarkan leaving flow, dengan persamaan :
a =
A x
x a
n ,
1 1
Secara sistematis dapat ditentukan juga entering flow dengan persamaan :
a =
A x
a x
n ,
1 1
Sehingga pertimbangan dalam penentuan net flow diperoleh dengan persamaan :
a =
a -
a
Promethee I berdasarkan karakter leaving flow dan entering flow, yaitu nilai terbesar dan terkecil sebagai alternatif terbaik. Sedangkan Promethee II
berdasarkan karakter net flow dan nilainya diurutkan dari yang terbesar sampai yang terkecil.
Dibandingkan dengan metodologi-metodologi yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dengan multi kriteria beberapa pendapat menyatakan
bahwa metodologi Promethee 1 paling efisien dan paling mudah penggunaannya Prvulovic et. al. 2008, 2 lebih fleksibel dalam menentukan preferensi bobot
mana yang lebih baik dari pasangan yang dibandingkan Amran dan Kiki 2005. Selain itu, Triyanti dan Gadis 2008 menyatakan bahwa metode PROMETHEE
menyediakan banyak fungsi yang dapat mengakomodasi berbagai karakteristik data, sedangkan metode pengambilan keputusan yang lain, seperti Analytical
Hierarchy Process
AHP dan
Analytical Network
Process ANP
mengasumsikan data dengan karakteristik linear mengingat semua pembobotan menggunakan normalisasi.
Penyusunan model keputusan Suryadi dan Ramdhani 2002 adalah suatu cara untuk mengembangkan hubungan-hubungan logis yang mendasari persoalan
keputusan ke dalam suatu model, yang mencerminkan hubungan yang terjadi diantara faktor-faktor yang terlibat. Model yang banyak digunakan dalam proses
pengambilan keputusan dapat dikategorikan dalam dua jenis Suryadi dan Ramdhani 2002, yaitu model matematis dan model informasi.
Model matematis merupakan model yang merepresentasikan sistem secara simbolik dengan menggunakan rumus-rumus atau besaran-besaran abstrak. Model
ini selanjutnya bisa dijabarkan ke dalam operasi-operasi matriks, algoritma iteratif dan model-model keputusan matematis lainnya.
Model informasi merupakan model yang merepresentasikan sistem dalam format grafik, skema atau tabel. Secara umum, model ini terbagi atas : 1
penjelasan objek, mendeskripsikan apa dan bagaimana suatu objek secara terperinci, bisa berupa tabel, daftar, dan sebagainya; 2 penjelasan hubungan,
menunjukkan hubungan antar objek, representasi hubungan lebih komunikatif jika ditampilkan dalam bentuk grafik; 3 penjelasan operasi, menunjukkan urutan
tugas atau proses yang dilakukan oleh suatu objek atau sekelompok objek, model dapat berupa peta proses operasi, diagram alir atau jaringan.
Secara umum model
digunakan untuk
memberikan gambaran
description, memberikan penjelasan prescription, dan memberikan perkiraan prediction dari realita yang dikaji. Siregar 1991 dalam Suryadi dan Ramdhani
2002 mengungkapkan bahwa suatu model yang baik memiliki karakteristik sebagai berikut : 1 tingkat generalisasi yang tinggi, 2 mekanisme transparansi, 3
potensial untuk dikembangkan, dan 4 peka terhadap perubahan asumsi. Semakin tinggi derajat generalisasi suatu model, maka semakin baik, karena kemampuan
model untuk memecahkan masalah semakin besar. Suatu model dikatakan baik jika kita dapat melihat mekanisme suatu model dalam memecahkan masalah,
artinya kita bisa menjelaskan kembali rekonstruksi tanpa ada yang disembunyikan. Suatu model yang berhasil biasanya mampu membangkitkan
minat peneliti lain untuk menyelidikinya lebih lanjut. Prinsip-prinsip yang digunakan dalam pengembangan model pada
umumnya Suryadi dan Ramdhani 2002 yaitu : 1 elaborasi, 2 analogi, dan 3 dinamis. Pengembangan model dimulai dengan yang sederhana dan secara
bertahap dielaborasi hingga memperoleh model yang lebih representatif. Penyederhanaan dilakukan dengan menggunakansistem asumsi ketat, yang
tercermin pada jumlah, sifat, dan relasi variabel-variabelnya. Akan tetapi asumsi yang dibuat tetap harus memenuhi persyaratannya, yaitu konsistensi,
independensi, ekivalensi, dan relevansi. Pengembangan model dilakukan dengan menggunakan prinsip-prinsip hukum, teori yang sudah dikenal secara meluas
tetapi belum pernah digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Pengembangan model bukanlah proses yang bersifat mekanistik dan linier. Oleh
karena itu, dalam tahap pengembangannya mungkin saja dilakukan pengulangan. Pengembangan model suatu sistem secara umum mengandung dua tahapan
proses Simatupang 1994, yang pada prakteknya, tidak selalu mengikuti urutan yaitu : pembuatan struktur model dan pengumpulan data. Pembuatan struktur
model yaitu menetapkan batas-batas sistem yang akan memisahkan sistem dari lingkungannya, dan menetapkan komponen-komponen pembentuk sistem yang
akan diikutsertakan atau dikeluarkan dari model. Namun demikian, model harus lengkap, valid, dan cukup sederhana. Pengumpulan data dilakukan untuk
mendapatkan besaran-besaran atribut komponen yang dipilih, dan untuk mengetahui hubungan yang terjadi pada aktivitas-aktivitas sistem.
Langkah awal dalam membangun model formal yang menunjukkan ukuran performansi sistem sebagai fungsi dari variabel-variavel model adalah
konsep formulasi model. Simatupang 1994 menggambarkan tahap-tahap konsep formulasi model dalam skema berikut ini :
Gambar 15 Tahap-Tahap Formulasi Model Simatupang 1994 Selanjutnya Levin et al. 1995 menyebutkan bahwa konsep dan ide dasar untuk
pemodelan membentuk siklus model yang meliputi tiga fase pengembangan yaitu : 1 penentuan masalah, 2 pengembangan model, dan 3 pengambilan keputusan.
Adapun komponen tersebut dan hubungan diantaranya dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16 Siklus Model Levin et al. 1995
MASALAH SISTEM
ASUMSI VARIABEL
MODEL
FORMULASI MODEL
PEMAHAMAN SISTEM
MODEL KONSEPTUAL
Komunikasi Masalah
Formulasi Masalah
Penetapan Sistem
Tujuannya Model
Model Konseptual
Model Komunikatif
Pemrograman Model
Model Eksperimental
Hasil Model Integrasi
Pendukung Keputusan
TAHAP PENENTUAN
MASALAH
TAHAP PENGEMBANGAN MODEL TAHAP
PENDUKUNG KEPUTUSAN
Pembuat Keputusan
Presentasi dari Hasil model
Formulasi masalah
Eksperimen Formulasi Model
Representasi Model
Pemrograman Perancangan
Eksperimen Investigasi Sistem
Investigasi Penyelesaian Masalah
2.6 Praktek Terbaik