Pierre  dan  Delisle  2006  mengusulkan  sistem  diagnosa  berbasis pengetahuan  pakar  untuk  melakukan  benchmarking  kinerja.  Organisasi  atau
perusahaan yang berbeda memiliki metoda  benchmarking sendiri, namun apapun metode  yang  digunakan,  langkah-langkah  utamanya  adalah  sebagai  berikut  :  1
pengukuran kinerja dari varibel-variabel kinerja terbaik pada kelompoknya relatif terhadap kinerja kritikal; 2 penentuan bagaimana tingkat-tingkat kinerja dicapai;
dan  3    penggunaan  informasi  untuk  pengembangan  dan  implementasi  dari rencana peningkatan Omachonu dan Ross 1994 dalam Elmuti dan Yunus 1997.
Sebelum  melakukan  identifikasi  bagaimana  tingkat  kinerja  dicapai praktek terbaik, perlu dilakukan pemilihan kinerja terbaik dalam kelompoknya.
Proses pemilihan alternatif terbaik dari beberapa alternatif secara sistematis untuk ditindaklanjuti  sebagai  suatu  cara  pemecahan  masalah  dikenal  sebagai
pengambilan keputusan.
2.5 Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan merupakan  suatu kelanjutan dari cara pemecahan masalah  yang  memiliki  fungsi  antara  lain  :  1  pangkal  permulaan  dari  semua
aktivitas  manusia  yang  sadar  dan  terarah  baik  secara  individual  maupun  secara kelompok, baik secara institusional maupun secara organisasional, dan 2 sesuatu
yang  bersifat  futuristik,  artinya  bersangkut  paut  dengan  hari  depan,  masa  yang akan datang, dimana efeknya atau pengaruhnya berlangsung cukup lama.
Pada  prinsipnya,  terdapat  dua  pendekatan  dalam  pengambilan  keputusan Mangkusubroto  dan  Trisnadi  1985;  Marimin  2008,  Marimin  dan  Maghfiroh
2010  yaitu  : 1 pengambilan keputusan berdasarkan intuisi, dan 2 pengambilan keputusan  rasional  berdasarkan  hasil analisis  keputusan.  Hasil  keputusan  dengan
pengambilan  keputusan  berdasarkan  intuisi,  tidak  dapat  diperiksa  secara  logis. Sedangkan    hasil  keputusan  dengan  pengambilan  keputusan  berdasarkan  hasil
analisis keputusan, alasan terpilihnya suatu alternatif dapat ditelusuri dengan jelas dan  mudah  dimengerti.  Adapun  garis  besar  langkah-langkah  siklus  analisis
keputusan rasional diperlihatkan pada Gambar 8.
Gambar 8 Garis Besar Siklus Analisis Keputusan Rasional    Mangkusubroto dan Trisnadi 1985; Marimin 2004; Marimin dan  Maghfiroh 2010
Pada  umumnya,  komponen-komponen  dalam  pengambilan  keputusan berbasis  rasional  atau  analisa  Marimin  dan  Maghfiroh  2010  terdiri  dari:  1
alternatif keputusan, 2 kriteria keputusan, 3 bobot kriteria, 4 skala penilaian, 5 struktur  keputusan,  dan  6  metode  pengambilan  keputusan.  Adapun  sifat-sifat
yang  harus  diperhatikan  dalam  memilih  kriteria  pada  setiap  persoalan pengambilan  keputusan  Mangkusubroto  dan  Trisnadi  1987;  Suryadi  dan
Ramdhani  2002  adalah  :  1  Lengkap,  sehingga  dapat  mencakup  seluruh  aspek penting  dalam  persoalan  tersebut,  2  Operasional  harus  mempunyai  arti,  dapat
digunakan untuk meyakinkan pihak lain, serta dapat diukur, 3 Tidak berlebihan, sehingga  menghindarkan  perhitungan  berulang,  dan  4  Minimum,  agar  lebih
mengkomprehensifkan persoalan. Dalam menentukan  jumlah kriteria perlu sedapat mungkin mengusahakan
agar  jumlah  kriterianya  sesedikit  mungkin.  Semakin  banyak  kriteria  maka semakin  sulit  untuk  dapat  menghayati  persoalan  dengan  baik.  Selain  itu,  jumlah
perhitungan yang diperlukan dalam analisis akan meningkat dengan cepat. Secara  konseptual,  penilaian  atau  pengukuran  adalah  penetapan  angka-
angka  untuk  mengamati  gejala  sesuai  dengan  aturan  tertentu  Pyzdek  2002. Emory  dan  Cooper  1996  menyebutkan  bahwa  pengukuran  dalam  penelitian
Tahap Deterministik
Perumusan Alternatif dan
Kriteria Pengambilan
Keputusan Tahap
Informasional Tahap
Probabilistik Penetapan nilai
dan variasinya
Pengumpulan Informasi
Informasi Awal
Tindakan
Informasi Baru Pengumpulan
Informasi Baru
merupakan  pemberian  angka-angka  pada  peristiwa-peristiwa  empiris  sesuai dengan aturan-aturan tertentu.
Pengukuran  dalam  penelitian  merupakan  proses  yang  terdiri  dari  tiga bagian  Emory  dan  Cooper  1996;  Marimin  dan  Maghfiroh  2010  yaitu  :  1
memilih  peristiwa  empiris  yang  dapat  diamati,  2  memakai  angka  atau  simbol untuk  mewakili  aspek-aspek  peristiwa-peristiwa  tersebut,  dan  3  memberikan
hubungan antara variabel yang dibuat dan pengamatan yang dilakukan. Seperangkat  aturan  yang  diperlukan  untuk  mengkuantitatifkan  data  dari
pengukuran suatu variabel disebut skala pengukuran Marimin 2010. Dasar yang paling  umum  untuk  membuat  skala  mempunyai  tiga  ciri  Emory  dan  Cooper
1996  yaitu  1  Bilangannya  berurutan,  2  Selisih  antara  bilangan-bilangan berurutan, dan 3 Deret bilangan mempunyai asal mula unik yang ditandai dengan
bilangan nol. Pada umumnya, terdapat empat jenis skala pengukuran Emory dan Cooper  1996;  Marimin  dan  Maghfiroh  2010  yaitu  :  1  Skala  Nominal,  2  Skala
Ordinal,  3  Skala  Interval,  dan  4  Skala  Rasio.  Adapun  ciri-ciri  dari  setiap  jenis skala seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel  2  Ciri-ciri dari Setiap Jenis Skala Pengukuran Emory dan Cooper 1995
Selain  empat  jenis  skala  pengukuran  tersebut  di  atas,  Marimin  dan  Maghfiroh 2010  menambahkan  satu  skala  pengukuran  yaitu  skala  perbandingan
berpasangan pairwise comparison. Perbandingan berpasangan sering digunakan untuk  menentukan  kepentingan  relatif  dari  elemen-elemen  dan  kriteria-kriteria
yang  ada. Skala  Perbandingan Berpasangan sangat berguna untuk mendapatkan skala  rasio  dari  hal-hal  yang  sulit  diukur  pendapat,  perasaan,  perilaku,  dan
kepercayaan.  Perbandingan  dilakukan  berdasarkan  judgment  dari  pengambil keputusan.
Jenis Skala  Ciri-ciri Skala Operasi Empiris Dasar
Nominal Tidak ada urutan, jarak, atau asal mula
Penentuan kesamaan Ordinal
Interval Rasio
Berurutan tetapi tidak ada jarak atau asal mula yang unik
Berurutan dan berjarak tetapi tidak mempunyai asal mula yang unik
Berurutan, berjarak, dan asal mula yang unik
Penentuan nilai-nilai lebih besar  atau lebih kecil
daripada Penentuan kesamaan
interval atau selisih Penentuan kesamaan rasio
Berdasarkan  jumlah  kriteria  yang  digunakan,  maka  persoalan  keputusan dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu persoalan keputusan dengan kriteria
tunggal  dan  kriteria  majemuk  multikriteria.  Pengambilan  Keputusan Multikriteria  MCDM  didefinisikan  Kusumadewi  et  al.  2006  sebagai  suatu
metode pengambilan keputusan untuk menetapkan alternatif terbaik dari sejumlah alternatif berdasarkan beberapa kriteria tertentu.
Terdapat  beberapa  fitur  umum  yang  digunakan  dalam  MCDM  Janko 2005 dalam Kusumadewi et al. 2006 yaitu : 1 Alternatif, 2 Atribut, 3 Konflik
antar  kriteria,  4  Bobot  keputusan,  dan  5  Matriks  keputusan.  Alternatif  adalah obyek-obyek  yang  berbeda  dan  memiliki  kesempatan  yang  sama  untuk  dipilih
oleh  pengambil  keputusan.  Atribut  sering  disebut  juga  sebagai  karakteristik, komponen,  atau  kriteria  keputusan.  Meskipun  pada  kebanyakan  kriteria  bersifat
satu  level,  namun  tidak  menutup  kemungkinan  adanya  sub  kriteria  yang berhubungan  dengan  kriteria  yang  telah  diberikan.  Beberapa  kriteria  biasanya
mempunyai  konflik  antara  satu  dengan  yang  lainnya,  misalnya  kriteria keuntungan  akan  mengalami  konflik  dengan  kriteria  biaya.  Bobot  keputusan
menunjukkan kepentingan relatif dari setiap kriteria. Yoon 1981 dalam Kusumadewi et al. 2006 menyatakan bahwa masalah
MCDM tidak selalu memberikan suatu solusi unik, perbedaan tipe bisa jadi akan memberikan  perbedaan  solusi.  Adapun  jenis-jenis  solusi  pada masalah  MCDM
Kusumadewi et al. 2006  yaitu : 1 solusi ideal, 2 solusi  non-dominated solusi Pareto-optimal,  3  solusi  yang  lebih  disukai  ,  dan  4  solusi  yang  memuaskan.
Pada  solusi  ideal,  kriteria  atau  atribut  dapat  dibagi  menjadi  dua  kategori,  yaitu kriteria  yang  nilainya  akan  dimaksimumkan  kategori  kriteria  keuntungan,  dan
kriteria  yang  nilainya  akan  diminimumkan  kategori  kriteria  biaya.  Solusi  ideal akan  memaksimumkan  semua  kriteria  keuntungan  dan  meminimumkan  semua
kriteria  biaya  Daellenbach  dan  McNickle  2005.  Solusi  feasible  MCDM dikatakan  non-dominated  jika  tidak  ada  solusi  feasible  yang  lain  yang  akan
menghasilkan  perbaikan  terhadap  suatu  atribut  tanpa  menyebabkan  degenerasi pada atribut lainnya. Solusi yang memuaskan adalah himpunan bagian dari solusi-
solusi  feasible  dimana  setiap  alternatif  melampaui  semua  kriteria  yang diharapkan.
Zimmermann 1991 dalam Kusumadewi et al. 2006 menyatakan bahwa berdasarkan  tujuannya,  MCDM  dapat  dibedakan  menjadi  dua  yaitu  :  Multi
Attribute  Decision  Making  MADM  dan  Multi  Objective  Decision  Making MODM.  MADM  digunakan  untuk  menyelesaikan  masalah-masalah  dalam
ruang  diskret,  sedangkan  MODM  digunakan  untuk  menyelesaikan  masalah- masalah  pada  ruang  kontinyu.  Secara  umum  dapat  dikatakan  bahwa  MADM
menyeleksi  alternatif  terbaik  dari  sejumlah  alternatif,  sedangkan  MODM merancang  alternatif  terbaik.  Perbedaan  antara  MADM  dan  MODM  ditunjukkan
pada Tabel 3.
Tabel 3  Perbedaan antara MADM dan MODM Yoon 1981 dalam Kusumadewi et al. 2006
MADM MODM
Kriteria didefinisikan sebagai Atribut
Tujuan Tujuan
Implisit Eksplisit
Atribut Alternatif
Kegunaan Eksplisit
Diskret, Jumlah terbatas
Seleksi Implisit
Kontinu, Jumlah tak terbatas
Desain Terdapat  beberapa  metode  yang  dapat  digunakan  untuk  menyelesaikan
masalah MADM, antara lain yaitu : 1 Simple Additive Weighting Method SAW, 2  Weighted  Product  WP,  3  ELimination  Et  Coix  Traduisant  la  realitE
ELECTRE,  4  Technique  for  Order  Preference  by  Similarity  to  Ideal  Solution TOPSIS, dan 5 Analytic Hierarchy Process AHP.
Untuk  melakukan  pemilihan  terhadap  organisasi  yang  berkinerja  terbaik menjadi  best  in  class,  Laise  2004  berpendapat  bahwa  pendekatan  tradisional
yang  digunakan  untuk  menentukan  organisasi  yang  menjadi  best  in  class  yaitu pendekatan  ranking  memiliki  kelemahan.  Pada  pendekatan  tradisional  Laise,
2004,  permasalahan  benchmarking  dengan  banyak  kriteria  diselesaikan  dengan mengkonstruksi  suatu  indikator  dengan    merata-ratakan  semua  score  yang
diperoleh    suatu  organisasi  atas  ukuran-ukuran  yang  berbeda.  Rata-rata merupakan  suatu  ukuran  kecenderungan  terpusat  dari  suatu  kelompok  data  dan
cukup  mewakili  jika  data  mempunyai  suatu  variabilitas  yang  rendah,  tetapi  jika dilakukan  pengamatan  dengan  variabilitas  tinggi,  rata-rata  bukan  ukuran  yang
baik.  Menggunakan  rata-rata  dapat  menghilangkan  informasi  yang  pantas dipertimbangkan  dan  oleh  karena  itu  tidak  cocok    digunakan  untuk  membuat
perbandingan. Selanjutnya,  Laise  2004  mengusulkan  penggunaan  metode  yang
merupakan  pengembangan  dari  konsep    outranking  yaitu  ELECTRE.  Metode ELECTRE  merupakan  kelompok  dari  algoritma  yang  dikembangkan  dalam
Operational  Research  Roy  1985;  Vincke  1992;  Roy  dan  Bouyssou  1993; Pamerol dan Barba-Romero 2000.
ELECTRE  menurut  Kusumadewi  et  al.  2006  didasarkan  pada  konsep perankingan melalui perbandingan berpasangan antar alternatif pada kriteria yang
sesuai.  Suatu  alternatif  dikatakan  mendominasi  alternatif  yang  lainnya  jika  satu atau lebih kriterianya melebihi dibandingkan dengan kriteria dari alternatif yang
lain dan sama dengan kriteria lain yang tersisa. Jafari  et  al.  2007  mengusulkan  kerangka  kerja  untuk  memilih  metode
penilaian kinerja terbaik menggunakan SAW. Konsep dasar metode SAW adalah mencari  penjumlahan  terbobot  dari  rating  kinerja  pada  setiap  alternatif  pada
semua  atribut  Kusumadewi  et  al.  2006.  Kelemahan  pada  metode  SAW  yaitu memerlukan  proses  normalisasi  matriks  keputusan  ke  suatu  skala  yang  dapat
diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada Metode lain yang dapat digunakan dalam melakukan identifikasi terhadap
organisasi  yang  menjadi  best  in  class  adalah  PROMETHEE.  PROMETHEE Preference Ranking Organization Method For Enrichment Evaluation termasuk
dalam  keluarga  metode  outranking  yang  dikembangkan  oleh  B.  Roy  1985. Metodologi  Multicriteria  outranking  merupakan  pengembangan  dari  pendekatan
tradisional dalam menentukan perusahaan  yang memiliki kinerja terbaik. Metoda tersebut  dapat    menghindari  kekurangan  dari    metoda  tradisional    yang  hanya
berdasarkan  pada agregasi kumpulan mono kriteria. PROMETHEE  merupakan  salah  satu  metode  yang  digunakan  untuk
menentukan  urutan  atau  prioritas  dari  beberapa  alternatif  dalam  permasalahan yang menggunakan multi kriteria.  PROMETHEE mempunyai kemampuan untuk
menangani  banyak  perbandingan  dan  memudahkan  pengguna  dengan menggunakan  data  secara  langsung  dalam  bentuk  tabel  multikriteria  sederhana.
Pengambil  keputusan  hanya  mendefinisikan  skala  ukurannya  sendiri  tanpa batasan,  untuk  mengindikasi  prioritasnya  dan  preferensi  untuk  setiap  kriteria
dengan memusatkan
pada nilai
value, tanpa
memikirkan metoda
perhitungannya. Metodologi  dalam  mengimplementasikan  PROMETHEE  Suryadi  dan
Ramdhani    2002    adalah  sebagai  berikut:  1    pengumpulan  data  nilaiukuran relatif  kriteria,  2  pemilihan  dan  penentuan  tipe  fungsi  preferensi  kriteria  beserta
parameternya,  3  perhitungan  nilai  preferensi  P  antar  alternatif  ditentukan berdasarkan,  4  perhitungan  nilai  indeks  preferensi  multikriteria    antar
alternatif,  5  perhitungan  nilai  leaving  flow,  entering  flow,  dan  net  flow  pada masing-masing alternatif, dan 6 Menentukan ranking pada Promethee I Partial
Ranking  dan  Promethee  II  Complete  Ranking. Fungsi  preferensi  kriteria  yang
dapat dipilih yaitu 1 kriteria biasa, 2 kriteria Quasi, 3 kriteria linier, 4 kriteria level, 5 kriteria level dengan area tidak berbeda , dan 6 kriteria Gaussian.
Dengan  menggunakan  fungsi  preferensi  kriteria  biasa,  tidak  ada  beda sama penting antara a dan b jika dan hanya jika fa = fb; apabila nilai kriteria
pada  masing-masing  alternatif  memiliki  nilai  berbeda,  pengambil  keputusan membuat preferensi mutlak untuk alternative memiliki nilai yang lebih baik.
H d = 
 
 
1 d
jika d
jika d = selisih nilai kriteria = f a
– f b
Gambar 9  Bentuk Preferensi Kriteria Biasa Suryadi dan Ramdhani  2002
Dengan  kriteria  Quasi,  dua  alternatif  memiliki  preferensi  yang  sama penting selama selisih atau nilai Hd dari masing-masing alternatif untuk kriteria
d 1
H d
tertentu    tidak  melebihi  nilai  q,  dan  apabila  selisih  hasil  evaluasi  untuk  masing- masing alternatif melebihi nilai q maka terjadi bentuk preferensi mutlak.
Gambar  10  Bentuk Kriteria Quasi Suryadi dan Ramdhani  2002
0  jika - q ≤ d ≤ q
H d =          1  jika d  -q atau d  q Kriteria  linier  dapat  menjelaskan  bahwa  selama  nilai          selisih  memiliki
nilai  nilai  yang  lebih  rendah  dari  p,  preferensi  dari  pengambil  keputusan meningkat  secara  linier  dengan  nilai  d.  Jika  nilai  d  lebih  besar  dibandingkan
dengan nilai p, maka terjadi preferensi mutlak.
Gambar  11  Bentuk Kriteria Linier Suryadi dan Ramdhani  2002
dp  jika - p ≤ d ≤ p
H d = 1 jika d  -p atau d  p
Dengan  kriteria  level, kecenderungan
tidak berbeda
q dan
q 1
-q H d
d
p 1
-p H d
d
 
 
 
 
 
kecenderungan  preferensi  p  ditentukan  secara  simultan.  Jika  d  berada  di  antara nilai q dan p, hal ini berarti situasi preferensi yang lemah Hd = 0.5
Gambar  12  Bentuk Kriteria Level Suryadi dan Ramdhani  2002
0          jika │d│≤ q H
d =
0,5 jika q  │d│≤ p
1 jika p  │d│
Dengan  kriteria  linier  dengan  area  tidak  berbeda,  pengambil  keputusan mempertimbangkan peningkatan preferensi secara linier dari tidak berbeda hingga
preferensi mutlak dalam area antara dua kecenderungan p dan q jika │d│≤ q
H d = │d│- q    p – q     jika q  │d│≤ p
1                                    jika p  │d│
Gambar  13  Bentuk Kriteria Linier dengan  Area  Tidak Berbeda Suryadi dan Ramdhani  2002
1
-q H d
d -p
q p
12
1 H d
d -q
-p q
p
 
 
 
 
 
Dengan kriteria Gaussian, apabila telah ditentukan nilai σ, dimana   dapat
dibuat berasarkan distribusi normal dalam statistik. H d = 1
– exp { - d²  2σ² }
Gambar 14  Bentuk Kriteria Gaussian Suryadi dan Ramdhani  2002 Perhitungan  nilai  preferensi  P  antar  alternatif  ditentukan  berdasarkan
penyampaian  intensitas  P  dari  preferensi  alternatif  a  terhadap  alternatif  b sedemikian rupa sehingga :
  P a, b = 0, berarti tidak ada beda indefferent antara a dan b, atau tidak ada preferensi dari a lebih baik dari b.
  P a, b ~ 0, berarti lemah preferensi dari a lebih baik dari b.   P a, b ~ 1, berarti kuat preferensi dari a lebih baik dari b.
  P a, b = 1, berarti mutlak preferensi dari a lebih baik dari b.
Dalam  metode  ini,  fungsi  preferensi  seringkali  menghasilkan  nilai  fungsi  yang berbeda antara dua evaluasi, sehingga : P a, b = P f a
– f b. Indeks  preferensi  multikriteria  ditentukan  berdasarkan  rata-rata  bobot  dari
fungsi preferensi P
i
: a, b =
 
b a
P
n i
i
,
1
 :
a, b  A
1 H d
d
Hal  ini  dapat  disajikan  dengan  nilai  antara  0  dan  1,  dengan  ketentuan  sebagai berikut :
   a, b ≈ 0, menunjukkan preferensi yang lemah untuk alternatif a lebih
baik dari  alternatif b berdasarkan semua kriteria.   
a,  b  ≈  1,  menunjukkan  preferensi  yang  kuat  untuk  alternatif  a  lebih baik dari  alternatif b berdasarkan semua kriteria.
Perhitungan  nilai  leaving  flow,  entering  flow,  dan  net  flow  pada  masing- masing  alternatif.  Untuk  setiap  node  a  dalam  grafik  nilai  outranking  ditentukan
berdasarkan leaving flow, dengan persamaan :
  a =
 
 
A x
x a
n ,
1 1
Secara sistematis dapat ditentukan juga  entering flow dengan persamaan :
  a =
 
 
A x
a x
n ,
1 1
Sehingga pertimbangan dalam penentuan net flow diperoleh dengan persamaan :
a =
  a -
  a
Promethee  I  berdasarkan  karakter  leaving  flow  dan  entering  flow,  yaitu nilai  terbesar  dan  terkecil  sebagai  alternatif  terbaik.  Sedangkan  Promethee  II
berdasarkan  karakter  net  flow  dan  nilainya  diurutkan  dari  yang  terbesar  sampai yang terkecil.
Dibandingkan dengan metodologi-metodologi yang dapat digunakan untuk pengambilan  keputusan  dengan  multi  kriteria  beberapa  pendapat  menyatakan
bahwa metodologi Promethee 1 paling efisien dan paling mudah penggunaannya Prvulovic  et.  al.  2008,  2  lebih  fleksibel  dalam  menentukan  preferensi  bobot
mana yang lebih baik dari pasangan yang dibandingkan Amran dan Kiki 2005. Selain  itu,  Triyanti  dan  Gadis  2008  menyatakan  bahwa  metode  PROMETHEE
menyediakan  banyak  fungsi  yang  dapat  mengakomodasi  berbagai  karakteristik data,  sedangkan  metode  pengambilan  keputusan  yang  lain,  seperti  Analytical
Hierarchy Process
AHP dan
Analytical Network
Process ANP
mengasumsikan  data  dengan  karakteristik  linear  mengingat  semua  pembobotan menggunakan normalisasi.
Penyusunan model keputusan Suryadi dan Ramdhani 2002 adalah suatu cara untuk mengembangkan hubungan-hubungan logis yang mendasari persoalan
keputusan  ke  dalam  suatu  model,  yang  mencerminkan  hubungan  yang  terjadi diantara  faktor-faktor  yang  terlibat.  Model  yang  banyak  digunakan  dalam  proses
pengambilan  keputusan  dapat  dikategorikan  dalam  dua  jenis  Suryadi  dan Ramdhani 2002, yaitu model matematis dan model informasi.
Model matematis merupakan model yang merepresentasikan sistem secara simbolik dengan menggunakan rumus-rumus atau besaran-besaran abstrak. Model
ini selanjutnya bisa dijabarkan ke dalam operasi-operasi matriks, algoritma iteratif dan model-model keputusan matematis lainnya.
Model informasi merupakan model yang merepresentasikan sistem dalam format  grafik,  skema  atau  tabel.  Secara  umum,  model  ini  terbagi  atas  :  1
penjelasan  objek,  mendeskripsikan  apa  dan  bagaimana  suatu  objek  secara terperinci,  bisa  berupa  tabel,  daftar,  dan  sebagainya;  2  penjelasan  hubungan,
menunjukkan hubungan antar objek, representasi hubungan lebih komunikatif jika ditampilkan  dalam  bentuk  grafik;  3  penjelasan  operasi,  menunjukkan  urutan
tugas atau proses yang dilakukan oleh suatu objek atau sekelompok objek, model dapat berupa peta proses operasi, diagram alir atau jaringan.
Secara umum  model
digunakan untuk
memberikan gambaran
description,  memberikan  penjelasan  prescription,  dan  memberikan  perkiraan prediction dari realita yang dikaji.  Siregar 1991 dalam Suryadi dan Ramdhani
2002  mengungkapkan  bahwa  suatu  model  yang  baik  memiliki  karakteristik sebagai berikut : 1 tingkat generalisasi yang tinggi, 2 mekanisme transparansi, 3
potensial untuk dikembangkan, dan 4 peka terhadap perubahan asumsi. Semakin tinggi  derajat  generalisasi  suatu  model,  maka  semakin  baik,  karena  kemampuan
model  untuk  memecahkan  masalah  semakin  besar.  Suatu  model  dikatakan  baik jika  kita  dapat  melihat  mekanisme  suatu  model  dalam  memecahkan  masalah,
artinya  kita  bisa  menjelaskan  kembali  rekonstruksi  tanpa  ada  yang disembunyikan.  Suatu  model  yang  berhasil  biasanya  mampu  membangkitkan
minat peneliti lain untuk menyelidikinya lebih lanjut. Prinsip-prinsip  yang  digunakan  dalam  pengembangan  model  pada
umumnya  Suryadi  dan  Ramdhani  2002  yaitu  :  1  elaborasi,  2  analogi,  dan  3 dinamis.  Pengembangan  model  dimulai  dengan  yang  sederhana  dan  secara
bertahap  dielaborasi  hingga  memperoleh  model  yang  lebih  representatif. Penyederhanaan  dilakukan  dengan  menggunakansistem  asumsi  ketat,  yang
tercermin  pada jumlah,  sifat,  dan  relasi  variabel-variabelnya.  Akan  tetapi  asumsi yang  dibuat  tetap  harus  memenuhi  persyaratannya,  yaitu  konsistensi,
independensi,  ekivalensi,  dan  relevansi.  Pengembangan  model  dilakukan  dengan menggunakan  prinsip-prinsip  hukum,  teori  yang  sudah  dikenal  secara  meluas
tetapi  belum  pernah  digunakan  untuk  memecahkan  masalah  yang  dihadapi. Pengembangan  model  bukanlah  proses  yang  bersifat  mekanistik  dan linier.  Oleh
karena itu, dalam tahap pengembangannya mungkin saja dilakukan pengulangan. Pengembangan model suatu sistem secara umum mengandung dua tahapan
proses  Simatupang  1994,  yang  pada  prakteknya,  tidak  selalu  mengikuti  urutan yaitu  :  pembuatan  struktur  model  dan  pengumpulan  data.  Pembuatan  struktur
model  yaitu  menetapkan  batas-batas  sistem  yang  akan  memisahkan  sistem  dari lingkungannya,  dan  menetapkan  komponen-komponen  pembentuk  sistem  yang
akan  diikutsertakan  atau  dikeluarkan  dari  model.  Namun  demikian,  model  harus lengkap,  valid,  dan  cukup  sederhana.  Pengumpulan  data  dilakukan  untuk
mendapatkan  besaran-besaran  atribut  komponen  yang  dipilih,  dan  untuk mengetahui hubungan yang terjadi pada aktivitas-aktivitas sistem.
Langkah  awal  dalam  membangun  model  formal  yang  menunjukkan ukuran  performansi  sistem  sebagai  fungsi  dari  variabel-variavel  model  adalah
konsep formulasi model.  Simatupang 1994 menggambarkan tahap-tahap konsep formulasi model dalam skema berikut ini :
Gambar 15  Tahap-Tahap Formulasi Model Simatupang 1994 Selanjutnya  Levin  et al. 1995 menyebutkan bahwa konsep dan ide dasar untuk
pemodelan membentuk siklus model yang meliputi tiga fase pengembangan yaitu : 1 penentuan masalah, 2 pengembangan model, dan 3 pengambilan keputusan.
Adapun  komponen tersebut dan hubungan diantaranya dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar  16  Siklus Model Levin et al. 1995
MASALAH SISTEM
ASUMSI VARIABEL
MODEL
FORMULASI MODEL
PEMAHAMAN SISTEM
MODEL KONSEPTUAL
Komunikasi Masalah
Formulasi Masalah
Penetapan Sistem
Tujuannya Model
Model Konseptual
Model Komunikatif
Pemrograman Model
Model Eksperimental
Hasil Model Integrasi
Pendukung Keputusan
TAHAP PENENTUAN
MASALAH
TAHAP PENGEMBANGAN MODEL TAHAP
PENDUKUNG KEPUTUSAN
Pembuat Keputusan
Presentasi dari Hasil  model
Formulasi  masalah
Eksperimen Formulasi Model
Representasi Model
Pemrograman Perancangan
Eksperimen Investigasi Sistem
Investigasi Penyelesaian Masalah
2.6 Praktek Terbaik