Sosiologi Sastra: Teori dan Kajian terhadap Sastra Indonesia
Hakikat Sosiologi Sastra
120
Brecht mulai berkenalan dengan komunisme sejak tahun 1919, namun ia benar-benar mendalami
ajaran marxisme pada tahun 1927 dan mulai dianggap sebagai sastrawan kiri yang revolusioner.
Meskipun demikian, ia tak pernah menjadi anggota partai. Karya-karyanya baik berupa sajak maupun
naskah drama lebih banyak mengusung tema kemanusiaan serta kritik pada kelas borjuis. Sejak
tahun 1923, nama Brecht mulai dikenal luas di kalangan sastrawan.
F. Pembacaan Sosiologi Sastra Marxis terhadap Tetralogi Bumi Manusia oleh Pamela Allen
Contoh kajian sosiologi sastra marxis pernah dilakukan oleh Pamela Allen dalam bukunya
Membaca dan Membaca Lagi, Reinterpretasi Fiksi Indonesia 1980-1995 2004, khususnya bagian
kedua: Kisah-kisah Nasion I-Realisme Sosialis h. 23-62. Setelah mengawali uraiannya dari kedudukan
Pramudya Ananta Toer dalam peta sejarah sastra dan politik di Indonesia, Allen mencoba menguraikan
interpretasinya mengenai tetralogi Bumi Manusia yang dibaca sebagai manifesto dari posisi filosofis,
keterlibatan politik, dan visi Pramudya untuk masa
Sosiologi Sastra: Teori dan Kajian terhadap Sastra Indonesia
Hakikat Sosiologi Sastra
121
depan. Menurut Allen, benih dari novel itu bisa ditemukan dalam suatu esai yang ditulis Pramudya
sekitar duapuluh tahun sebelum Bumi Manusia terbit. Judul esai tersebut adalah “Dengan Datangnya
Lenin Bumi Manusia Lebih Kaya”. Dalam esai tersebut, dengan menyinggung kekaguman Bertrand
Russell terhadap Lenin dan Einstein, Pramudya menulis, “abad kita sekarang, adalah abad Rakyat
dan Ilmu Pengetahuan”. Melalui
pembacaan yang
menggunakan perspektif marxisme, Allen 2004:44 mengemukakan
bahwa peran pengarang dan kekuatan kata dalam melawan penindasan dan kezaliman merupakan
tema yang meresap dari tetralogi tersebut. Menurut Allen, setelah dipenjara pada 1965 Pramudya
memutuskan suatu sikap untuk menggunakan kata- kata daripada senjata untuk membela dirinya sendiri.
Dalam novel Jejak Langkah, Allen 2004:47 melihat
bahwa tokoh
Minke mulai
mencari pendekatan efektif untuk mengembalikan agenci
perwakilan kepada rakyat, dengan menggunakan tiga strategi utama, yaitu: organisasi massa, boikot,
dan penghapusan praktik budaya Jawa yang feodal. Tokoh Hendrik Frischboten menggambarkan boikot
Sosiologi Sastra: Teori dan Kajian terhadap Sastra Indonesia
Hakikat Sosiologi Sastra
122
sebagai perwujudan kekuatan dari golongan lemah. Kekuatan besar dari boikot itu ditunjukkan ketika
semua pedagang Tionghoa, mula-mula di surabaya dan kemudian di kota-kota lain menolak mengambil
barang dagangan dari perusahaan dagang besar Eropa, yang lalu menyebabkan banyak yang gulung
tikar. Minke jadi gembira oleh kekacauan besar yang diakibatkan oleh boikot total terhadap pemerintah
kolonial oleh Hindia Belanda yang bersatu, dan oleh kekuatan yang dapat diberikan kepada rakyat oleh
boikot semacam itu. Ia diilhami oleh keberhasilan gerakan petani Samin yang membangkang membayar
pajak. Allen 2004:47-48 melihat organisasi yang
diikuti Minke sebagai cara mendidik yang efektif, dan dengan itu akan mengembalikan agensi kepada
rakyat. Namun, organisasi dan boikot itu sendiri tidak akan memberi kekuatan kepada rakyat, tanpa
ada aturan dasarnya. Setelah menetapkan aturan dasar untuk boikot dan organisasi, peran Minke
terutama menghancurkan halangan yang telah merekatkan bangsanya dalam feodalisme, yaitu
halangan seperti bahasa Jawa dan sistem pangkat,
Sosiologi Sastra: Teori dan Kajian terhadap Sastra Indonesia
Hakikat Sosiologi Sastra
123
ketergantungan rakyat pada Mahabharata sebagai pedoman hidup, dan takhayul yang tidak relevan.
Berdasarkan sebagian kutipan tersebut, tampak bagaimana Pamela Allen mencoba memaknai tetralogi
Bumi Manusia dengan menggunakan perspektif marxisme. Tokoh-tokoh yang ada dalam novel
tersebut dipahami dalam hubungan konflik kelas: antara proletar borjuis, antara pribumi
kolonial, dan antara Timur pribumi Barat penjajah, yang keduanya tidak dapat didamaikan.
Sosiologi Sastra: Teori dan Kajian terhadap Sastra Indonesia
Hakikat Sosiologi Sastra
124
BAB VI STUKTURALISME GENETIK
A. Pengantar
Strukturalisme genetik adalah salah satu tipe sosiologi sastra yang memahami karya sastra dari
asal-usulnya genetik. Strukturalisme genetik memi- liki kekhasan yang berbeda dengan kajian sosiologi
sastra lainnya, yang cenderung melupakan struktur estetik karya sastra. Strukturalisme genetik berang-
kat dari struktur karya sastra, yang dipahami dalam hubungannya dengan struktur masyarakat dan
pandangan dunia yang melahirkannya.
B. Pengertian Strukturalisme Genetik
Strukturalisme genetik merupakan salah satu jenis teori sosiologi sastra yang dikembangkan oleh
Lucien Goldmann 1977, 1981 dari Prancis. Struk- turalisme genetik mengkaji karya sastra dalam
hubungannya dengan pandangan dunia kelompok sosial pengarang. Ciri khas strukturalisme genetik
adalah memahami dan mengkaji karya sastra berdasarkan aspek genetik atau asal-usulnya, yaitu