Dua Tradisi Kepengarangan di Indonesia: Kajian Sosiologi Pengarang oleh Jakob Sumardjo

Sosiologi Sastra: Teori dan Kajian terhadap Sastra Indonesia Hakikat Sosiologi Sastra 41 data primer dapat diperoleh. Namun, untuk penga- rang yang sudah meninggal, atau dari masa lampau, data tersebut tidak dapat diperoleh, sehingga cukup data sekunder. Analisis data yang telah dikum- pulkan. Interpretasikan keterkaitan antara data me- ngenai pengarang dengan karya sastranya.

7. Dua Tradisi Kepengarangan di Indonesia: Kajian Sosiologi Pengarang oleh Jakob Sumardjo

Jakob Sumardjo Segi Sosiologis Novel Indonesia Bab 5, 1981 telah melakukan kajian terhadap tradi- si kepengarangan di Indonesia. Dalam penelitian tersebut terungkap bahwa dunia kepengarangan di Indonesia, dapat dikatakan dilahirkan dari dua dunia, yaitu dunia kewartawanan dan dunia kegu- ruan. Di samping itu, ditemukan dunia kedokteran dan kepegawaian umumnya Sumardjo, 1981:34. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sumar- djo 1981:34 sampai awal 1980-an ditemukan bah- wa sebelum perang maksudnya perang dunia kedua terdapat 14 orang pengarang yang jabatannya wartawan, 10 orang dari jabatan guru. Sesudah perang jumlahnya meningkat. Pengarang yang ber- asal dari wartawan ada 31 orang, sementara pe- Sosiologi Sastra: Teori dan Kajian terhadap Sastra Indonesia Hakikat Sosiologi Sastra 42 ngarang yang berasal dari kalangan guru dan dosen ada 22 orang. Data yang berkaitan dengan dunia kepenga- rangan dan profesionalisme kepengarangan, serta profesi rangkap tersebut menunjukkan bahwa pe- ngarang Indonesia sebagian besar hidup dari kewar- tawanan, baik sebagai redaktur suatu koran atau majalah, atau sebagai wartawan lapangan. Menurut Sumardjo 1981:35 kenyataan ini tidak menghe- rankan karena asal mulanya timbul kesusastraan modern di Indonesia, memang disebabkan oleh mun- culnya persuratkabaran. Sekitar tahun 1850 di Indonesia Hindia Belanda telah terbit koran-koran dengan bahasa Melayu yang dikelola oleh orang- orang Belanda atau Cina, dan orang-orang Melayu sendiri. Dari lingkungan itulah, sekitar tahun 1890- an muncul roman-roman pertama dalam bahasa Melayu pasaran yang ditulis oleh orang-orang Belan- da semacam Wiggers dan orang-orang Cina seperti Lie Kim Hok. Lantas sekitar tahun 1990-an, muncul nama-nama Indonesia asli yang menulis roman, seperti Haji Mukti menulis Hikayat Siti Mariyah, R.M. Tirtoadisuryo menulis Busono dan Ny Perma- na, serta Mas Marco Kartodikromo menulis Rasa Sosiologi Sastra: Teori dan Kajian terhadap Sastra Indonesia Hakikat Sosiologi Sastra 43 Medeka dan Student Hijo. Mereka adalah para war- tawan. Tradisi ini kemudian dilanjutkan oleh para wartawan Indonesia seperti Adinegoro, Semaun, Ab- dul Muis, Armijn Pane, Matu Mona, Mochtar Lubis, Satyagraha Hoerip, Iwan Simaputang, sampai Putu Wijaya. Di kalangan guru dan dosen, kegiatan kepenga- rangan menurut Sumardjo 1981:35 baru dimulai pada tahun 1908, dengan didirikannya komisi baca- an rakyat oleh pemerintah kolonial yang kemudian bernama Balai Pustaka 1917. Beberapa pengarang Indonesia yang berkarya melalui penerbit ini antara lain Muhamad Kasim, Suman HS, Aman Dt. Madjo- indo, Selasih, Nur St. Iskandar, Sutan Takdir Ali- syahbana, yang semuanya berprofesi guru pada waktu itu. Tradisi ini dilanjutkan oleh A.A. Navis, Ali Audah, Wildan Yatim, Kuntowijoyo, Budi Darma, dan Umar Kayam. Menurut penelitian Sumardjo 1981 ada perbe- daan karakteristik antara karya yang ditulis oleh dua tradisi tersebut. Roman dari kalangan wartawan, pada awal perkembangannya, meskipun ditulis dengan menggunakan bahasa Melayu pasar, namun persoalan yang mereka garap lebih serius yaitu Sosiologi Sastra: Teori dan Kajian terhadap Sastra Indonesia Hakikat Sosiologi Sastra 44 persoalan sosial politik penduduk jajahan. Sastra mereka gunakan sebagai alat untuk mengekspre- sikan kegundahan politik mereka. Roman-roman mereka keras dan galak terhadap sistem penjajahan dan diwarnai oleh pertentangan keras ini menun- jukkan adanya kesadaran bahwa sastra bukan seke- dar hiburan, tetapi juga suatu bentuk mengemu- kakan permasalahan sosial politik bangsa. Sementa- ra itu, roman karya para guru lebih bersifat didaktis dan kolot. Yang mereka persoalkan adalah nasib buruk kaum perempuan akibat kolotnya orang tua, seperti tampak pada Sitti Nurbaya, Jeumpa Aceh, dan Kasih Tak Terlerai. Roman-roman ini cenderung sentimentil dengan kerangka plot yang dipasang sedemikian rupa sehingga jalan cerita menjurus kepada memeras air mata para pembacanya Sumar- djo 1981:37. Profesi guru yang mengharuskan mereka bersikap konvensional dan hati-hati menu- rut Sumardjo 1981:38 kurang menunjukkan karya- karya yang berani, Sebagai guru dan dosen, para pengarang tersebut harus menjaga diri sebagai ben- teng budaya mapan. Oleh karena itu, pembaharuan- pembaharuan dalam kesusastraan kita jarang keluar dari lingkungan guru, tetapi dari lingkungan warta- Sosiologi Sastra: Teori dan Kajian terhadap Sastra Indonesia Hakikat Sosiologi Sastra 45 wan. Roman-roman Iwan Simatupang, Putu Wijaya, Armijn Pane jelas merupakan tonggak-tonggak karya pembaharuan dan mereka adalah para wartawan.

C. Sosiologi Karya Sastra 1. Batasan Sosiologi Karya Sastra