181 menjadi duda karena perceraian mengalami dampak yang berbeda dengan dua
subyek lainnya. MW merasa lega karena terbebas dari pertengkaran dengan istri dan dapat merawat anak secara mandiri, namun saat ini MW merasa trauma yakni
merasa takut dan khawatir mengalami kegagalan lagi dalam pernikahan berikutnya. Untuk mengatasi berbagai masalah yang dialami tersebut ketiga
subyek berupaya melakukan penyesuaian agar kehidupannya berjalan selaras dan harmonis. Secara afektif penyesuaian diri yang dilakukan subyek bervariatif,
ketiga subyek cenderung melakukan penyesuaian dengan mencari pengganti yakni mencurahkan kasih sayang dan perhatian kepada saudara atau anak.
3. Penyesuaian Diri Pada Pria Menduda Ditinjau dari Aspek Sosial
a. Hubungan Subyek dengan Keluarga
Berdasarkan hasil penelitian, aspek sosial penyesuaian diri pada pria menduda bervariatif. Secara sosial, penyesuaian diri pria menduda dilihat dari
hubungan pria menduda dengan keluarga dan masyarakat sekitarnya. Penelitian ini menemukan bahwa kedua subyek yang mengalami kematian istri berinteraksi
baik dengan keluarga yang ditinggalkan pasangan. Kedua subyek tetap menjalin komunikasi dengan keluarga istri meski sudah tidak ada. Sedangkan subyek yang
bercerai, hubungan dengan keluarga mantan pasangan dan pasangan cenderung tidak baik.
Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa duda yang kematian istri, saat awal berpisah dengan istri sering menyendiri. Pada subyek DH cenderung
menutup diri, sedangkan pada subyek RW cenderung di rumah untuk menguatkan
182 anak-anak. Penyesuaian yang dilakukan DH setelah berpisah dengan istri yakni
dengan berbaur dengan keluarga, orang tua dan teman-temannya. Hasil penelitian menemukan subyek bercerai tidak pernah berinteraksi
dengan keluarga mantan istri dan mantan istrinya, MW mengungkapkan merasa malas untuk membaca sms atau menerima telepon dari mantan istri, bahkan
merasa enggan untuk bertemu dengan mantan istri. Sejalan dengan pendapat Ahrons dalam Ihromi 2004: 159 yang mengungkapkan bahwa salah satu gaya
interaksi yang berlangsung setelah perceraian adalah hubungan yang menganggap mantan pasangan sebagai musuh yang paling dibenci, berusaha untuk tidak saling
berkomunikasi satu sama lain. Perpisahan dengan istri memberikan dampak positif kepada ketiga subyek,
secara sosial hubungan subyek dengan anggota keluarga menjadi semakin dekat. Subyek DH saat ini lebih dekat dengan ibunya, hubungan subyek dengan keluarga
baik. Keluarga tetap mendukung dan selalu menyarankan DH untuk menikah kembali. Sedangkan pada subyek yang meiliki anak cenderung mempunyai
hubungan yang semakin dekat dengan anaknya. Kedekatan subyek anak membuat keduanya tidak segan untuk curhat dan meminta masukan dari anak mengenai
masalah pendidikan, memilih pasangan baru. Sejalan dengan pendapat Lund dalam Papalia dan Olds 2008: 967 menjelaskan bahwa anak yang sudah dewasa
dapat menjadi sumber bantuan dan dukungan emosional yang penting. Kemampuan untuk berbicara secara terbuka akan pengalaman mereka dapat
membantu sebagian orang untuk menemukan makna dan koherensi dalam transisi kepada kondisi menjanda atau menduda.
183 Menurut Fatchiah Kertamuda 2009: 56 mengungkapkan bahwa dalam
mengatasi kehilangan pasangan, seseorang yang menduda membutuhkan dukungan dari keluarga. Secara emosional, dukungan keluarga menjadi kebutuhan
dari setiap anggotanya. Hal ini dikarenakan keluarga menjadi tempat seseorang memperoleh kenyamanan, cinta, dukungan emosional. Selama menyesuaikan diri
dengan kehidupan menduda, ketiga subyek mengaku bahwa sikap keluarga terhadap mereka tetap menerima dan mendukung. Sikap keluarga RW baik
merasa apresiatif dan selalu menghormati RW sebagai keluarga tertua meski istri sudah tidak ada, sedangkan bentuk dukungan yang diberikan keluarga kepada
MW berupa pemberian semangat untuk tidak berputus asa. Ketiga subyek selalu mendapat dukungan dari keluarga untuk menikah kembali.
b. Hubungan Subyek dengan Masyarakat