2008. Kerusakan ini berupa gangguan integritas membran yang menyebabkan keluarnya berbagai isi sitoplasma, antara lain enzim ALT. Enzim ALT yang ada
di dalam sel hati akan keluar dan masuk ke dalam peredaran darah sehingga jumlah enzim ALT dalam darah meningkat Wahyuni, 2005. Berdasarkan
Zimmerman 1999 terdapat peningkatan serum enzim yang berbeda untuk toksikan yang berbeda Tabel II.
Tabel II. Peningkatan relatif dari beberapa serum enzim pada cedera hati
Toxicant Lesion
Degree of increase in serum enzyme levels Zona necrosis
Steatosis AST
ALT OCT, SDH
CCl
4
+ +
4+ 3+
4+ Thioacetamide
+ -
4+ 3+
4+ Tetracycline
- +
2 +
1+ Ethionine
- +
+ -
+ Phosphorous
± +
1-2+ 1-2+
1-2+
Menurut penelitian Madhavan, Murali, Yoganarsimhan, dan Pandey 2012 dilaporkan peningkatan nilai ALT hingga tiga kali lipat dari nilai normal
pada tikus terinduksi karbon tetraklorida. Pada penelitian yang dilakukan oleh Yadav, Kumar, Singh, Sharma, dan Sutar 2011 juga menunjukkan adanya
kenaikan nilai ALT hingga tiga kali lipat pada tikus yang diinduksi karbon tetraklorida.
Tubuh sebenarnya mempunyai sistem pertahanan untuk mengatasi radikal bebas, salah satunya adalah glutation-S-transferase GST sebagai
antioksidan endogen. Jika terdapat radikal bebas di dalam tubuh senyawa ini akan menangkap radikal bebas tersebut Timbrell, 2008.
E. Pengukuran serum Alanin Aminotransferase ALT dan Aspartat
Aminotransferase AST
Enzim aminotransferase adalah indikator yang paling sering digunakan untuk melihat adanya kerusakan hati. Alanin aminotransferase ALT dan aspartat
aminotransferase AST mengkatalis perpindahan alanin dan aspartat dari gugus keton pada asam ketoglutarat membentuk piruvat dan oksaloasetat. Alanin
aminotransferase terdapat spesifik pada sel hati, sedangkan aspartat aminotransferase terdapat pada beberapa jaringan misalnya jantung, otot rangka,
ginjal dan hati. AST berada pada sitosol sel hati dan juga mitokondria, sedangkan ALT hanya berada pada sitosol Thapa dan Walia, 2007.
Kenaikan ALT dan AST yang mencapai 1-3 kali lipat batas normal dapat terjadi karena sepsis neonatal hepatitis, artesia ekstrahepatik bilier, perlemakan
hati, sirosis, Non-Alcoholic Steatohepatitis NASH, keracunan obat, dan gangguan otot. Kenaikan mencapai 3-20 kali biasanya disebabkan karena hepatitis
akut, hepatitis kronis, hepatitis autoimun, obstruksi empedu akut serta konsumsi alkohol berlebih. Kenaikan lebih dari 20 kali lipat terjadi karena hepatitis kronis,
dan nekrosis kronis pada sel hati yang disebabkan oleh obat atau toksin Thapa dan Walia, 2007.
F. Herba Ketul Bidens pilosa L.
1. Taksonomi:
Kingdom : Plantae
Sub Kingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Asteridae
Bangsa : Asterales
Keluarga : Asteraceae
Marga : Bidens
Varietas : Bidens pilosa L.
Bartolome, Villasenor, dan Yang, 2013.
a b
c
Gambar 4. Tanaman Bidens pilosa L. a, bunga Bidens pilosa L. b, dan
biji Bidens pilosa L. c
Bartolome, dkk., 2013
2. Morfologi Tanaman
Tanaman Bidens pilosa Linn. merupakan tanaman terna berbatang lunak yang berasal dari Amerika. Tanaman ini tumbuh di dekat air, kebun atau
ladang, halaman rumah, dan pinggiran jalan di ketinggian 250-2.500 meter dpl. Tinggi tanaman ini dapat mencapai 150 cm dengan batang berbentuk segi empat
berwarna hijau. Daun terbagi tiga, berbentuk bulat telur dengan tepi bergerigi. Bunga bertangkai panjang, mahkota bunga berwarna putih dengan putik berwarna
kuning Sugiarto dan Putera, 2008. Pada Gambar 4., menggambarkan herba Bidens pilosa L. memiliki batang yang tegak dan berwarna hijau, tepi daun
bergerigi, memiliki bunga yang berwana putih atau kuning, biji berwarna hitam berbentuk runcing dan berukuran panjang. Bidens pilosa L. dapat tumbuh rata-rata
setinggi 60 cm dan tinggi maksimalnya 150 cm pada lingkungan yang sesuai Bartolome, dkk., 2013.
3. Kandungan kimia dan kegunaannya
Kandungan fitokimia pada Bidens pilosa L. sangat beragam, diantaranya golongan senyawa flavonoid, fenolik, dan asam lemak esensial Bartolome,
Villasenor, dan Yang, 2013. Penelitian Chiang dkk. 2004 menyebutkan bahwa kandungan flavonoid herba Bidens pilosa L. yang diisolasi dari ekstrak, fraksi etil
asetat, fraksi butanol, dan fraksi air yaitu heptyl-2-o- -xylofuranosyl-1 →6- -
glucopyranoside, 3-o-rabinobioside, quercetin 3-o-rutinoside, chlorogenic acid, 3,4-di-o-caffeoylquinic acid, 3,5-di-o-caffeoylquinic acid, 4,5-di-o-caffeoylquinic
acid, jacein, dan centaurein memiliki aktivitas terhadap penghambatan radikal DPPH. Muchuweti, Mupure, Ndhlala, Murenje, dan Benhura 2007 menyatakan
bahwa kandungan fenolik herba Bidens pilosa L. yang diisolasi dari ekstrak metanol yaitu vanilin, hydroxybenzaldehyde, caffeic acid, coumaric acid, dan
ferulic acid juga memiliki aktivitas terhadap penghambatan radikal DPPH. Aktivitas antioksidan dari senyawa flavonoid yang ditemukan dalam herba Bidens
pilosa L. berkaitan dengan efek hepatoprotektif melalui penghambatan aktivasi
NF- B yang dimungkinkan dapat mengurangi stres oksidatif yang dihasilkan selama kerusakan hati Yuan dkk., 2008.
G. Infusa
Metode infundasi digunakan untuk menyari kandungan aktif dari simplisia yang larut dalam air panas. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari
yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh bakteri dan jamur sehingga sari yang diperoleh dengan cara ini harus segera diproses sebelum 24 jam. Cara ini sangat
sederhana dan sering digunakan oleh perusahaan obat tradisional. Pada umumnya proses dimulai dengan membasahi simplisia dengan air dua kali bobot bahan,
untuk bunga empat kali bobot bahan dan untuk karagen sepuluh kali bobot bahan. Bahan baku ditambah dengan air, pada umumnya jika tidak dinyatakan lain
diperlukan 100 bagian air untuk 10 bagian bahan kemudian dipanaskan selama 15 menit pada suhu 90
C untuk infusa atau 30 menit untuk dekokta. Penyarian dilakukan pada saat cairan masih panas kecuali bahan yang mengandung minyak
atsiri BPOM RI, 2013. Infusa merupakan sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia
nabati dengan air pada suhu 90 C selama 15 menit Dirjen POM, 1995.
Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya digunakan untuk menyari zat aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Namun penyarian ini
menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar baik oleh kuman maupun kapang sehingga sediaan ini tidak boleh disimpan lebih dari 1 hari atau 24 jam
Dirjen POM, 1986.