Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Asertif

merupakan pola perilaku masyarakat. Cipta merupakan teori murni maupun yang telah disusun untuk diamalkan dalam kehidupan masyarakat. Setiap individu tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh kebudayaan dan lingkungan sosial tempatnya berada. Oleh sebab itu kebudayaan bersifat mengikat. Dengan kata lain, segala sesuatu yang terdapat di dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan masyarakat Spranger dalam Siagian dan Marpaung, 1989. Kebudayaan diwujudkan sesuai dengan situasi dan lokasinya. Setiap kebudayaan memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda yang membentuk latar belakang budaya pada masing-masing setiap orang. Kebudayaan bersifat stabil juga dinamis. Setiap kebudayaan mengalami perubahan-perubahan yang kontinu karena kebudayaan selalu mengalami perkembangan. Kebudayaan juga menentukan kehidupan individu meskipun sering tidak disadari Soekanto, 1983. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan kebudayaan adalah pengetahuan, kepercayaan, kesenian, nilai-nilai, sikap hidup, moral, hukum, adat- istiadat, kemampuan dan kebiasaan yang diperoleh individu sebagai anggota masyarakat yang bersifat mengikat dan berfungsi sebagai norma yang mengatur kehidupan manusia. Kebudayaan mengalami perkembangan yang dinamis dan kontinu.

3. Budaya Jawa di Yogyakarta

Yogyakarta dikenal sebagai kota budaya. Hal tersebut tidak lepas dari peran budaya Jawa yang senantiasa melestarikan budayanya. Masyarakat Jawa dikenal sebagai masyarakat yang menekankan dan juga menjaga prinsip kerukunan dan hormat serta bersopan-santun dalam masyarakat. Artinya setiap orang Jawa dituntut untuk bersikap sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan konflik, dengan demikian akan tercapai keadaan tenang dan tenteram, selaras serta tanpa perselisihan dan pertentangan Suseno, 2001. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Hadipranata, dkk 1983 yang mengatakan bahwa orang Jawa pada dasarnya halus, lebih suka mematuhi peraturan dan tata tertib serta lebih suka memilih jalan tengah kompromi. Semua itu dimaksudkan untuk menghindari terjadinya konflik. Suseno 2001 mengungkapkan bahwa orang Jawa dikenal dengan budaya berpura-pura. Kepura-puraan ini dimaksudkan untuk menutupi pikiran dan perasaan negatif, seperti rasa benci, kekecewaan yang dalam, serta kesedihan. Pikiran dan perasaan positif yang kuat juga akan ditutupi, tetapi semua itu tidak berlaku apabila mereka berada dalam keluarga inti. Semua hal yang disebutkan tadi masih berlaku dan berkembang dalam masyarakat Jawa hingga saat ini. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa orang Jawa mempunyai ciri yang tetap melekat sampai sekarang. Mereka dikenal halus, sopan-santun, serta menghormati adat kebiasaan. Budaya kerukunan yang ada tidak lepas dari tuntutan untuk bersikap dan berperilaku tertentu, salah satunya dengan memilih jalan tengah kompromi, misalnya dengan mematuhi peraturan yang berlaku. Selain itu, masyarakat Jawa dikenal dengan budaya kepura-puraan. Hal ini disebabkan karena orang Jawa dituntut untuk mampu menyembunyikan dan menahan diri mereka, dengan tidak memperlihatkan apa yang mereka pikirkan serta emosi yang sebenarnya dirasakan terhadap orang lain. Ini sekaligus memberikan dampak yang cukup besar, dimana kuatnya pengaruh budaya Jawa bagi kehidupan sosial para pendatang yang ada di Yogyakarta terutama mahasiswa Batak Toba. Mahasiswa Batak Toba yang ada di Yogyakarta pada umumnya berasal dari Sumatera Utara dan beberapa daerah lain di luar daerah Yogyakarta. Mereka terdaftar di salah satu perguruan tinggi negeri atau swasta di Yogyakarta, dimana rata-rata berdomisili di daerah Jl.Kaliurang, Paingan, Babarsari, Mrican, Gejayan, Samirono, Demangan, Jl.Solo. Secara umum mereka tinggal berdekatan dengan kampus tempat mereka kuliah, dan cenderung berinteraksi dalam ruang lingkup yang sangat dipengaruhi oleh budaya Jawa.

4. Budaya Batak Toba di Medan

Medan dikenal sebagai kota yang terdiri dari masyarakat dengan budaya keterusterangan. Selan itu, mereka juga dikenal dengan budaya lugas, yang artinya bahwa mereka dapat mengungkapkan diri mereka secara langsung dan apa adanya. Hal ini tidak lepas dari kuatnya pengaruh suku Batak Toba yang merupakan salah satu suku mayoritas yang ada di Medan. Berdasarkan pendapat para ahli adat, orang tua, serta pengalaman sehari-hari, karakter suku Batak Toba pada umumnya adalah percaya diri, lugas, berpendirian tetap konsekuen, gigih mencari ilmu, kritis, dan suka bekerja keras Gultom, 1992. Siahaan 1982 mengatakan bahwa suku Batak Toba pada umumnya spontan, vokal, lugas, berani berterus terang namun tetap hormat terhadap orang lain. Hal ini disebabkan karena pengaruh keluarga, dimana orangtua senantiasa menanamkan keberanian dalam mengutarakan pendapatnya kepada orang lain, termasuk kepada orang yang lebih tua dan mempunyai pengaruh cukup besar dalam keluarga, tentunya dengan sikap hormat Gultom, 1992. Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa suku Batak Toba dikenal dengan budaya keterusterangan, dimana mereka cenderung spontan, vokal, lugas, terbuka dan mampu mengungkapkan pikiran dan emosi yang sebenarnya